14 0 492 KB
NAMA
: LUDIA DANIEL
NIM
: A31116037
TATA KELOLA ETIS DAN AKUNTABILITAS
Tata kelola yang etis atau baik dikenal dengan istilah Good Corporate Governance (GCG) sedangkan tata kelola yang buruk disebut dengan istilah Bad Corporate Governance . Tata kelola yang buruk dapat memberi peluang besar timbulnya praktik-praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepoteisme(KKN). Istilah Corporate Governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee, inggris di tahun 1922 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporannya yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report(dalam sukrisno Agoes,2006). Sukrisno Agoes(2006) mendefenisikan tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan peran dewan komisaris, peran direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan perusahaan, pencapaiannya dan penilaian kinerjanya.
1. Wadah
Organisasi(Perusahaan, sosial, pemerintahan)
2. Model
Suatu
sistem,
proses,
dan
seperangkat
peraturan termasuk prinsip-prinsip serta nilainilai yang melandasi praktik bisnis yang sehat. 3. Tujuan
Meningkatkan kinerja organisasi
Menciptakan nilai tambah bagi semua pemangku kepentingan
Mencegah dan mengurangi manipulasi serta kesalahan yang signifikan dalam pengelolaan organisasi.
Meningkatkan
Upaya
agar
para
pemangku kepentingan tidak dirugikan. 4. Mekanisme
Mengatur
dan
mempertegas
kembali
hubungan, peran, wewenang dan tanggung jawab:
Dalam
arti
pemilik/pemegang
sempit:antar saham,
dewan
komisaris, dan dewan direksi
Dalam
arti
luas:
Antar
seluruh
pemangku kepentingan. Prinsip-prinsip GCG Organization
for
economic
Cooperation
and
Development(OECD)
mencoba
untuk
mengembangkan beberapa prinsip yang dapat dijadikan acuan baik oleh pemerintah maupun para pelaku bisnis dalam mengatur mekanisme hubungan antar para pemangku kepentingan. a) Hak-hak para pemegang saham(Stockholder) dan perlindungannya b) Peran para karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan(Stakeholders) lainnya c) Pengungkapan (disclosure) yang akurat dan tepat waktu d) Transparansi terkait dengan struktur dan operasi perusahaan e) Tanggung jawab dewan(maksudnya Dewan Komisaris dan Direksi) terhadap perusahaan, pemegang saham, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya. Secara Ringkas, prinsip-prinsip tersebut dapat dirangkum sbb: a) Perlakuan yang setara antar pemangku kepentingan(Fairness) b) Transparansi (Transparency) c) Akuntabilitas (Accountability) d) Responsibilitas ( Responsibility) Manfaat GCG Penerapan GCG dalam praktik praktik bisnis adalah salah satu upaya bagi perusahaan atau instansi utnuk memulihkan kepercayaan para investor dan institusi terkait di pasar modal. Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2007) mengatakan bahwa tujuan dan manfaat dari penerapan GCG itu yaitu : 1) Memudahkan Akses terhadap investasi domestic maupun asing 2) Mendapatkan biaya modal(Cost of capital) yang lebih murah
3) Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan 4) Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku kepentingan terhadap perusahaan. 5) Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum. Konsep GCG merupakan upaya perbaikan terhadap sistem,proses, dan seperangkat peraturan dalam pengelolaan suatu organisasi yang pada esensinya mengatur dan memperjelas hubungan, wewenang, hak, dan kewajiban semua pemangku kepentingan dalam arti luas dan khususnya organ RUPS, dewan komisaris, dan dewan direksilam ari sempit. Namun harus disadari bahwa betapa pun baiknya suatu sitem dan perangkat hukum yang ada pada akhirnya yang menjadi penentu utama adalah kualitas dan tingkat kesadaran moral dan spiritual dari para actor/pelaku bisnis itu sendiri. Tata Kelola dan Kerangka Kerja Akuntabilitas Modern Bagi Pemegang Saham dan Pemangku Kepentingan Lainnya 1 Ekspektasi Baru- Kerangka kerja Untuk mngembalikan Kredibilitas Para pemangku kepentingan memiliki dampak yang besar untuk kemajuan perusahaan sehingga ada beberapa eksekutif yang dengan bantuan akademis mengembangkan sebuah tata kelola dan kerangka kerja akuntabilitas lengkap dengan alat-alat dan teknik yang baru untuk memperbaiki atau mengembalikan kredibilitas.. Contoh SOX yang merupakan sistem yang dikembangkan pemerintah amerika serikat telah mereformasi tata kelola dan kerangka kerja akuntabilitas bagi perusahaan. 2 Tata Kelola untuk Akuntabilitas Pemangku kepentingan Yang Luas Proses Tata Kelola Berdasarkan Kepentingan Pemangku Kepentingan Ketika direktur Perusahaan dan/atau eksekutif menyadari bahwa perusahaan bertanggung jawab secara hukum kepada pemegang saham, dan secara strategis kepada pemangku kepentingan tambahan yang dapat secara signifikan mempengaruhi pencapaian Objektifnya, menjadi logis dan diharapkan bahwa mereka mengatur perusahaan dengan memperhitungkan kepentingan semua pemangku kepentingan yang penting. Pemegan saham pada kenyataannya adalah sebuah kelompok pemangku kepentingan dan mungkin yang paling penting pada dasarnya tetapi mereka tidak lagi
hanya kelompok pemangku kepentingan yang kepentingannya seharusnya memengaruhi tindakan perusahaan. Untuk meminimalkam reaksi pemangku kepentingan yang membahayakan dan mengoptimalkan peluang di masa depan, perusahaan harus menilai bagaimana tindakan mereka berpengaruh terhadap kepntingan kelompok pemangku kepentingan mereka yang penting. Dalam proses tata kelola berorientasi pada akuntabilitas pemangku kepentingan, dewan direksi harus mempertimbangkan semua kepentingan pemangku kepentingan dan memastikan bahwa mereka dibangun dalam visi perusahaan, misi,strategi, kebijakan, kode etik, praktik, sesuai mekanisme, dan pengaturan umpan balik. Jika ini tidak dilakukan maka, tindakan perusahaan mungkin gagal untuk mempertimbangkan kepentingan yang penting dan perusahaan dapat kehilangan dukungan dari satu atau lebih kelompok pemangku kepentingan. Mengidentifikasi Nilai-nilai Organisasi(Landasan Perilaku) Kerangka kerja baru untuk akuntabilitas didasarkan pada keinginan menanggapi kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya, dan kerangka kerja tata modern harus mengarahkan personel perusahaan untuk mengintegrasikan kepentingan mereka ke dalam strategi, perencanaan, dan pengambilan keputusan. Identifikasi penilaian dan pemeringkatan kepentingan pemangku pentingan harus mengembangkan seperangkat nilai-nilai bagi suatu organisasi. Namun harus diakui bahwa nilai-nilai dan prioritas mereka berbeda dalam upaya nasional, regional, atau agama yang berbeda. Gambar 3. Nilai Budaya dan Hypernorm LINGKUNGAN/BUDAYA
DASAR SISTEM NILAI
Amerika serikat
Berdasrkan hak : hak, keadilan, utilitas
Sino-Konfusianisme
Berdasrakan tugas:
Kewajiban untuk
Keluarga Jepang
Berdasarkan Tugas: Kewajiban untuk perusahaan
Timur tengah
Berdasarkan Tugas : Kewajiban untuk penyelamat
Eropa
Hak Pribadi
Amerika Selatan
Berdasarkan tugas: kewajiban kepada keluarga, nilai-nilai agama.
Dampak nyata Pada :
Berurusan
dengan
orang-
orang(rekrutmen, jenis kelamin
Nilai Hypernorm :
Penyuapan
Motivasi untuk melakukan bisnis
Pentingnya masalah Kualitas hidup.
Kejujuran, Kewajaran, Kasih sayang, Integritas,
Keterprediksian,
tanggung
jawab.
3. Mekanisme Pedoman-Budaya Etis dan Kode etik Nilai-nilai yang ingin ditanamkan oleh direktur sebuah perusahaan dalam rangka memotivasi keyakinan dan tindakan personel perlu disampaikan untuk memberikan bimbingan yang diperlukan. Biasanya, bimbingan tersebut berbentuk kode etik yang menyatakan niliai-nilai yang dipilih, prinsip-prinsip yang mengalir dari nilai-nilai, dan peraturan yang harus diikuti untuk memastikan bahwa nilai-nilai yang sesuai telah dihormati. Kode Etik yang berdiri sendiri mungkin tidak lebih dari “Seni” yang menggantung di dinding, tetapi jarang dipelajari dan diikuti. Untuk menunjukkan bahwa untuk menjadi efektif, kode etik harus diperkuat oleh budaya etika yang komprehensif. Ancaman Terhadap Tata Kelola Yang Baik dan Akuntabilitas 1. Kesalahpahaman Tujuan dan Tugas Fidusia Ketika budaya yang berbeda tidak menjadi masalah justru personel dapat salah memahami tujuan organisasi dan peran mereka sendiri dan tugas Fidusia. Sebagai contoh banyak direksi dan karyawan Enron jelas percaya bahwa tujuan perusahaan telah menjadi yang paling diuntungkan oleh tindakan yang membawa keuntungan jangka pendek:
Melalui ketidakjujuran Etika : Memanipulasi pasar energy di California, atau pura-pura menampilkan lantai perdagangan.
Semua itu merupakan transaksi SPE yang tidak nyata
Memberikan Keuntungan Untuk diri sendiri dengan mengorbankan pemangku kepentingan lainnya yaitu pembayaran biaya dan komisi yang luar biasa besar untuk SPE.
2. Kegagalan Untuk Mengidentifikasi dan Mengelola Risiko Etis Pengakuan atas meningkatnya kompleksitas, Volatilitas, dan risiko yang melekat dalam kepentingan dan operasi perusahaan modern, khususnya dengan meluasnya cakupan ke Negara-negara dan budaya yang berbeda telah menyebabkan adanya kebutuhan untuk mengidentifikasi risiko, penilaian, dan sistem seperti itu mungkin dikembangkan dan jenis risiko yang mungkin menjadi sasaran. Bagaimanapun, Pencarian sistematis untuk risiko dimana harapan pemangku kepentingan mungkin dipenuhi tetapi belim ditargetkan dan kini harus dimana kebutuhan pemangku kepentingan yang berorientasi pada akuntabilitas dan tata kelola telah muncul.
Gambar 3. Prinsip-Prinsip Etika Manajemen Resiko Defenisi normal risiko terlalu sempit untuk akuntabilitas dan tata kelola berorientasi kepada pemangku kepentingan. Sebuah risiki etika hadir, dimana harapan pemangku kepentingan mungkin tidak dapat dipenuhi. Penemuan dan Pemulihan sangatpenting untuk menghindari krisis atau hilangnya dukungan dari pemangku kepentingan. Menetapkan tanggung jawab, mengembangkan proses, kajian dewan tahunan. Elemen Kunci Tata Kelola Perusahaan dan Akuntabilitas 1. Mengembangkan, Melaksanakan, dan Mengelola Budaya Etis Perusahaan Para Direktur, pemilik, dan manajemenberada dalam proses menyadari bahwa mereka dan karyawan mereka perlu memahami bahwa (1) Organisasi mereka akan bijaksana bila mempertimbangkan kepentingan pemangku kepentingan bukan hanya pemegang saham. (2) Nilai-nilai etika yang tepat harus dipertimbangkan ketika keputusan dibuat. Oleh
karena organisasi, professional, dan nilai-nilai pribadi memberikan kerangka kerja untuk pengambilan keputusan, sangat penting bahwa organisasi menciptakan lingkungan atau budaya dimana nilai-nilai bersama yang sesuai diciptakan, dipahami, diterima dan dilakukan oleh semua pihak yang terkait. Gambar 4. Budaya Organisasi, Hasil individu/Tim dan Efektivitas Organisasi Efektivitas Organisasi Elemen Budaya Organisasi Asumsi Nilai Narasi Simbol Pahlawan Upacara(adat), Ritual
Penguat Dari Budaya Organisasi Misi/Visi Keterampilan Kepemimpinan Pertumbuhan/Peluang Pengembangan Sistem Manajemen Kinerja
Hasil Individu/ Tim Kepuasan pekerjaan/kantor Identifikasi Keorganisasian Komitmen Upaya tidak terbatas Kinerja Pekerjaan
Tingkat Pertama Kehadiran Perputaran SDM Kualitas Kerja Produktivitas Tingkat II Kreativitas/ Inovasi Pemecahan masalah Keterpaduan dan komunikasi tim Tingkat III
Pangsa Pasar Prifitabilitas Pencapaian Tujuan Organisasi
Acuan Akuntabilitas Publik Salah satu perkembangan dimana dewan direksi dan manajemen perlu dipertimbangkan ketika mengembangkan nilai, kebijakan, dan prinsip-prinsip yang mendukung budaya perusahaan mereka dan tindakan karyawan mereka adalah gelombang baru dalam hal pengawasan pemangku kepentingan dan kebutuhan transparansi dan akuntabilitas publik. Gambar 5. Standar Inisiatif Akuntabilitas Publik yang Bermunculan GRI (Global Reporting Initiative)
Kerangka Kerja untuk pelaporan Ekonomi, sosial, dan lingkungan.
AA1000-Akuntabilitas
Standar
Penjaminandirancang
untuk
Formal
memberikan jaminan pada kualitas pelaporan organisasi publik dan kualitas sistem dan proses yang mendasarinya. FTSE4Good
Adalah indeks yang terdiri dari perusahaan yang dinilai menggunakan standar Objektif yang
diterima
global
untuk
investasi
bertanggung jawab sosial. Kriteria Seleksi FTSE4Good mencakup 3 hal yaitu :
Bekerja menuju kelestarian lingkungan
Mengembangkan
hubungan
postif
dengan para pemangku kepentingan.
Menjunjung tinggi dan mendukung hak asasi manusia universal
Indeks Sosial Domini 400
400 perusahaan AS etis diseleksi berdasarkan 11 kriteria dan dimasukkan dalam indeks ini untuk digunakan oleh investor etis.
Indeks Sosial Jantzi
Serupa dengan domini dan indeks FTS4Good, 400 perusahaan kanada diseleksi secara sosial dan lingkungan
SA 8000 Social Accountability Internasional SAI mengembangkan standar SA 8000 untuk (SAI)
memberikan pedoman sehubungan dengan perilaku ditempat kerja dan secara khusus berkaitan dengan sweatshop. Auditor juga dilatih.
Referensi : Brooks, Leonard J. dan Paul Dunn 2012. Business & Professional Ethics for Directors, Executives, & Accountans. Jakarta : Salemba Empat
Agoes, Sukrisno dan I Cenik Ardana.2017 .Etika Bisnis dan Profesi. Edisi Revisi. Jakarta : Salemba Empat.