SAP Penanganan-Komplikasi-Intra-Dialisis Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SATUAN ACARA PENYULUHAN PENANGANAN KOMPLIKASI INTRADIALISIS PADA PASIEN HEMODIALISIS



OLEH : KELOMPOK 4 1. ALI NUROHMAN 2. M. RAZI FAHMI 3. NIA PURNAMASARI 4. SUWARTI



PELATIHAN DIALISIS ANGKATAN 27 RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH



1



SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENANGANAN KOMPLIKASI INTRADIALISIS PASIEN HEMODIALISIS (HD) Pokok Bahasan



:Cara menangani komplikasi intradialisis dan penanganan mandiri oleh pasien dan keluarga



Sasaran primer



: Pasien dan Keluarga pasien



Tempat



: Ruang Hemodialisa RSIJ Cempaka putih



Hari, Tanggal



: Senin, ...., ............ 2020



Alokasi Waktu



: 30 Menit



Penyuluh



: Kelompok 4 pelatihan dialisis angkatan 27 RSIJ cempaka putih



I. Latar Belakang Penyakit gagal ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan. Penyakit gagal ginjal terbagi menjadi dua yaitu akut dan kronis. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2007 dalam Setiawan, 2012) bahwa secara global lebih dari 500 juta orang mengalami penyakit gagal ginjal kronik. Sekitar 1,5 juta orang harus menjalani hemodialisa. Data pada BPJS Kesehatan (2009 dikutip di Febrian, 2009) menunjukkan bahwa di Indonesia ada sekitar 14,3 juta orang penderita gagal ginjal kronik saat ini menjalani pengobatan yaitu dengan prevalensi 433 jumlah penduduk, jumlah ini akan terus meningkat melebihi 200 juta jiwa penduduk Indonesia pada tahun 2025. Prevalensi gagal ginjal kronik di Indonesia meningkat setiap tahun, hal ini dapat ditunjukkan dari bagian survei Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI, 2007 2011) bahwa rata – rata prevalensi kasus gagal ginjal kronik telah meningkat sebanyak 1000 kasus setiap tahunnya. Di Bali, prevalensi penyakit gagal ginjal kronis adalah 0,2 %, diperkirakan per tahunnya muncul 1200 kasus gagal ginjal baru (Riskesdas, 2013). Penderita yang didiagnosa menderita gagal ginjal kronik tetapi tidak menjalani transplantasi maka seumur hidupnya akn tergantung pada alat dialisa (Lubis, 2006). Dialisis biasanya dimulai ketika penderita tidak mampu mempertahankan gaya hidup normal dengan penanganan konservatif (Smeltzer & Bare, 2002, hal. 1451). Terapi dialisa sebagai pengganti ginjal yang sering dilakukan adalah hemodialisa (HD) dan Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD). Di antara kedua jenis tersebut, yang menjadi 2



pilihan utama dan tindakan perawatan yang umum bagi penderita gagal ginjal kronik adalah hemodialisa. Hemodialisa adalah proses pembersihan darah dari zat – zat sampah, melalui proses penyaringan di luar tubuh. Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut dialyzer. Hemodialisa bagi penderita gagal ginjal kronik harus dijalani sepanjang hidupnya (dua kali seminggu paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi) atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencakokan yang berhasil. Itu artinya tubuh harus menanggung kelebihan cairan diantara dua waktu dialisis atau yang disebut dengan Interdialytic Weight Gain (IDWG). IDWG adalah peningkatan volume cairan yang dimanifestasikan dengan peningkatan berat badan sebagai dasar untuk mengetahui jumlah cairan yang masuk selama periode interdialitik (Arnold, 2007). Hemodialisa yang efektif selama prosesnya diharapkan tanpa komplikasi. Namun dalam kenyataannya, saat menjalani terapi hemodialisis, pasien juga sering mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi yang dimaksud adalah respon pasien berupa gejala atau keluhan serta perubahan tanda vital dan tingkat kesadaran yang terjadi saat hemodialisis atau yang disebut dengan komplikasi intra hemodialisis. Penelitian yang dilakukan oleh Armiyati (2009) menyatakan bahwa komplikasi intra hemodialisis yang dialami pasien CKD saat menjalani hemodialisis di RSIJ Cempaka Putih meliputi hipotensi, kram otot, mual, muntah, sakit kepala, nyeri dada, demam, hipertensi, sindrom disequilibrium, aritmia, hemolisis dan emboli udara. Tidak hanya menegnai komplikasi intra HD, pasien HD juga perlu mengetahui bagaimana cara merawat akses vaskular HD yang mereka miliki. Perawatan akses vaskular ini sangat penting untuk diperhatikan karena memiliki resiko infeksi yang tinggi jika tidak baik dalam perawatannya. Berdasarkan hal tersebut maka kami menyusun satuan acara penyuluhan ini guna memberikan informasi kepada pasien HD beserta keluarga yang nantinya diharapkan dapat menambah pengetahuan keluarga tentang penanganan komplikasi intra HD dan perawatan akses vaskular pada pasien HD sehingga pasien dan keluarga mampu mengaplikasikan pengetahuan dan informasi yang didapat untuk memaksimalkan kondisi pasien HD. 3



II. Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti penyuluhan tentang penanganan komplikasi intradialisis pada pasien HD selama 1 x 30 menit diharapkan audiens dapat memahami materi yang diberikan. 2. Khusus Setelah mengikuti penyuluhan tentang komplikasi yang timbul dan penanganan komplikasi intradialisis di harapkan : a. Keluarga dan pasien mengetahui pengertian komplikasi yang timbul saat intradialisis b. Keluarga dan pasien mengetahui jenis-jenis komplikasi yang timbul saat intradialisis c. Keluarga dan pasien mengetahui penanganan komplikasi intradilisis III.Sasaran Pasien dan Keluarga pasien IV. Materi (terlampir) V. Metode Penyuluhan 1. Presentasi 2. Tanya jawab (Diskusi)



VI. Media dan Alat Penyuluhan 1. Leaflet 2. Power point 3. LCD 4



4. Laptop VII.



Kriteria evaluasi



1. Evaluasi struktur -



Semua keluarga hadir / ikut dalam kegiatan penyuluhan



-



Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di Ruang Hemodialisa RSIJ Cempaka Putih



-



Pengorganisasian penyuluhan dilakukan 2 hari sebelumnya.



-



Leaflet, power point, laptop, dan sudah disediakan.



2. Evaluasi proses -



Pasien dan keluarga antusias dalam mengikuti penyuluhan



-



Pasien dan keluarga tidak meninggalkan tempat sebelum kegiatan selesai



-



Pasien dan Keluarga terlibat aktif dalam kegiatan penyuluhan.



3. Evaluasi hasil Pasien dan keluarga mengerti tentang komplikasi intradialisis, penanganan mandiri komplikasi intradialisis, Kegiatan Penyuluhan Tahap



Waktu



Kegiatan Penyuluh



Pendahuluan



3 menit



1. Memberi



Kegiatan Peserta



salam



pada



1.



pasien dan keluarga 2. Memperkenalkan



salam diri



2.



cakupan



3.



dengan sopan 3. Menjelaskan



materi dalam penyuluhan 4.



Menjelaskan



tujuan



4.



penyuluhan (TIU & TIK) 5. Kontrak waktu



5. alokasi waktu yang



Pelaksanaan



15 menit



1. Menyebutkan



dan



direncanakan 1. Menjawab pertanyaan 5



menjelaskan



tentang



komplikasi yang timbul selama intradialisis 2. Menyebutkan



dan



menjelaskan jenis-jenis yang



2. Memperhatikan



tentang komplikasi



timbul



selama



intradialisis 3. Menyebutkan



dan



menjelaskan



tentang



penanganan



mandiri



komplikasi intradialisis Evaluasi



10 menit



1. Menanyakan peserta



kepada 1.



tentang



materi



yang telah diberikan dan reinforcement



kepada



pasien dan keluarganya yang



dapat



menjawab



pertanyaan. Terminasi



2



menit



Mengucapkan 1. Menjawabsalam salam



1.



penutup



4. PENGORGANISASIAN Moderator



:



Penyaji



:



Notulen



:



Observer



:



Fasilitator



: 6



Lampiran PENANGANAN KOMPLIKASI INTRADIALISIS



Komplikasi Intradialisis Peningkatan berat badan selama periode interdialitik dapat mengakibatkan berbagai macam komplikasi pada terapi hemodialisis selanjutnya (Riani Febryriantini, 2015). Komplikasi ini sangat membahayakan pasien karena pada saat periode interdialitik pasien berada dirumah tanpa pengawasan dari petugas kesehatan. Sebanyak 60 – 80% pasien meninggal akibat kelebihan intake cairan dan makanan pada peroide interdialitik (Armiyati, 2009). Komplikasi umum yang terjadi saat pasien menjalani hemodialisis adalah hipotensi, kram, mual dan muntah, pusing dan sakit kepala , nyeri dada, nyeri punggung, gatal, demam dan menggigil (Holley et.al, 2007 dalam Armiyati, 2009). Komplikasi intra hemodialisis lainnya adalah hipertensi intradialisis dan sindrom disequilibrium yaitu kumpulan gejala disfungsi serebral terdiri dari sakit kepala, pusing, mual, muntah, kejang, disorientasi sampai koma (Hudak & Gallo, 1999 dalam Armiyati, 2009). Komplikasi intra hemodialisis lainnya adalah aritmia, hemolisis dan emboli udara. Berikut akan diuraikan komplikasi intra hemodialisis yang akan dijadikan sub variabel dalam penelitian ini meliputi : hipotensi, kram otot, mual, muntah, pusing, sakit kepala, nyeri dada, hipertensi, sindrom disequilibrium dan aritmia. 1.



Hipotensi intradialisis Hipotensi intradialisis adalah penurunan tekanan darah sistolik > 30 % atau penurunan diastolik sampai dibawah 60 mmHg yang terjadi saat pasien menjalani



7



hemodialisis. Hipotensi intradialisis juga didefinisikan sebagai penurunan tekanan darah sistolik > 40 mmHg dan diastolik > 20 mmHg dalam 15 menit (Teta, 2006). Banyak faktor yang bisa menyebabkan terjadinya hipotensi interdialisis yang terkait dengan volume cairan tubuh, vasokontriksi yang tidak adekuat, dan faktor jantung dan faktor lain (Daurgidas, Blake, Ing, 2007). Selain itu, penyebab dari hipotensi intradialisis adalah kecepatan ultrafiltrasi (UFR), waktu dialisis yang pendek dengan UFR yang tinggi, disfungsi jantung (disfungsi diastolik, aritmia, iskemik, tamponade dan infark), disfungsi otonom (diabetes, uremia), terapi antihipertensi, tingginya substansi vasoaktif endogen, makan selama hemodialisis, tidak akurat dalam penentuan berat badan kering, luasnya permukaan membran dialiser, kelebihan cairan dan penarikan cairan yang berlebihan, hipokalsemi dan hipokalemi, dialisat yang tidak tepat diantaranya suhu dialisat yang terlalu tinggi, kadar natrium rendah, dan dialisat asetat serta perdarahan, anemia, sepsis dan hemolisis. Apabila sejumlah volume cairan dari tubuh dikeluarkan sampai mempengaruhi mekanisme kompensasi yang normal sehingga terjadi penurunan curah jantung juga merupakan penyebab terjadinya hipotensi. Pencegahan hipotensi interdialisis oleh perawat, dilakukan dengan cara pengkajian berat badan kering secara regular, menghitung UFR secara tepat dan menggunakan control UFR, menggunakan dialisat bikarbonat dengan natrium secara tepat, mengatur suhu dialisat secara tepat, memantau tekanan darah dan volume darah dan hematokrit selama proses HD berlangsung (Kallenbach et al., 2005 dalam Armiyati, 2009).



2. Kram otot Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan ruang ekstrasel. Kram otot dapat terjadi apabila rendahnya volume darah akibat penarikan cairan dalam jumlah banyak selama dialisis, perubahan osmolaritas, ultrafiltrasi tinggi dan perubahan keseimbangan kalium dan kalsium intra atau ekstrasel (Brass et al, 2002). Pencegahan kram otot pada saat hemodialisis sangat penting dilakukan. Pencegahan tersebut dilakukan dengan cara mengkaji berat badan kering secara tepat, 8



menghitung UFR secara tepat, menjaga suhu dialisat dan kolaborasi pemberian Quinine Sulphate atau 400 unit Vitamin E sebelum hemodialisis dan edukasi tentang penurunan berat badan. 3. Mual dan muntah Mual adalah perasaan ketidaknyaman di tenggorokan dan atau perut yang bisa menyebabkan terjadinya muntah. Muntah adalah respon mengeluarkan isi lambung melalui mulut. Mual dan muntah dapat disebabkan oleh karena lamanya waktu hemodialisis, perubahan homeostasis selama hemodialisis, banyaknya ureum yang dikeluarkan dan atau besarnya ultrafiltrasi. Pencegahan mual dan muntah dapat dilakukan dengan cara menghitung UFR secara tepat, menggunakan dialisat bikarbonate, menghitung suhu dialisat secara tepat. 4. Pusing Pusing adalah sensasi melihat di sekeliling seperti berputar – putar. Sedangkan sakit kepala adalah sensasi nyeri yang dirasakan di area kepala. Penyebabnya adalah hipotensi dan hipertensi intradialisis. Komplikasi ini dapat dicegah dengan menurunkan nilai IDWG, menghitung UFR dengan tepat sesuai dengan berat badan, mengatur Qb dan menghindari pemakaian dialiser dengan permukaan luas besar (Kallenbach, et al., 2005). 5. Sakit kepala Selain itu, sakit kepala juga disebabkan oleh kecepatan UFR yang terlalu tinggi dan pemindahan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar. Komplikasi ini dapat dicegah dengan menurunkan nilai IDWG, menghitung UFR dengan tepat sesuai dengan berat badan, mengatur Qb dan menghindari pemakaian dialiser dengan permukaan luas besar (Kallenbach et al., 2005). 6. Nyeri dada Sensasi nyeri yang dirasakan pada area dada akibat dari perubahan volume darah sehingga terjadi penurunan aliran darah ke miokard dan mengakibatkan berkurangnya oksigen ke miokard.



9



Observasi monitor volume darah dan hematokrit dapat mencegah resiko timbulnya nyeri dada. Perawat dapat berkolaborasi memberikan nitrogliserin dan obat anti angina untuk mengurangi nyeri dada (Kallenbach, et al, 2005). 7. Demam dan menggigil Demam selama hemodialisis mempunyai pengertian peningkatan suhu tubuh lebih dari 37,50C. Demam sering diakibatkan oleh suhu dialisat yang tinggi (lebih dari 37,50C). Sementara itu menggigil adalah perubahan kardiovaskuler yang ditandai dengan vasokontriksi dan sensasi tubuh gemetar yang disebabkan oleh suhu dialisat yang terlalu dingin (34 – 35,50C). Holley, et al. (2007) menyebutkan bahwa frekuensi demam dan menggigil saat hemodialisis adalah kurang dari 1%, meskipun demikian demam dan menggigil perlu juga diwaspadai. Demam dan menggigil selama hemodialisis mengakibatkan vasokontriksi



pembuluh



darah



dan



meningkatkan



resiko



ketidakstabilan



kardiovaskuler, hipotensi dan kejang. 8. Hipertensi intradialisis Pasien dikatakan mengalami hipertensi intradialisis apabila memiliki tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau terjadi peningkatan tekanan darah pada pasien yang sudah mengalami hipertensi pradialisis (Corwin, 2008). Penyebab hipertensi intradialisis adalah kelebihan cairan, sindrom disequilibrium dan respon renin terhadap ultrafiltrasi (Kallenbach et all, 2005). Hipertensi intradialisis dapat dicegah dengan cara edukasi tentang modifikasi gaya hidup seperti menjaga berat badan diantara dua waktu dialisis, modifikasi diet, pembatasan garam dan cairan. 9. Sindrom disequilibrium Sekelompok gejala yang diduga terjadi karena adanya disfungsi serebral. Sindrom disequilibrium meliputi sakit kepala, mual muntah kejang dan penurunan kesadaran. Sindrom disequilibrium yang paling umum adalah kejang dan penurunan kesadaran. Saat dialisis terjadi proses difusi melalui membran semipermeabel dialiser dan dalam membran semipermeabel pada seluruh kompartemen tubuh dari kompartemen intraseluler, interstisial dan intravaskuler. Proses difusi ini seharusnya sama agar terjadi keseimbangan. Penarikan ureum yang terlalu cepat dari tubuh mengakibatkan 10



plasma darah menjadi hipotonik daripada cairan di dalam sel. Akibatnya akan meningkatkan tekanan osmotik. Hal ini menyebabkan perubahan yang signifikan pada cairan serebrospinal dan sel otak. Perubahan tekanan osmotik menyebabkan pergerakan air ke dalam sel otak sehingga terjadilah edema serebral. Edema serebral inilah yang menyebabkan sindrom disequilibrium. Pencegahan sindrom disequilibrium adalah dengan cara -



HD teratur



-



HD tidak boleh terlalu lama untuk pasien baru



10. Aritmia Aritmia dikarakteristikkan dengan adanya perubahan pola denyut jantung dalam frekuensi, kekuatan dan iramanya (Potter & Perry, 2005). Dikatakan aritmia apabila denyut nadi pasien > 100x/menit atau < 60x/menit dan atau iramanya yang tidak teratur. Aritmia saat hemodialisis dapat terjadi karena berbagai sebab, yaitu adanya hipertensi, penyakit jantung (LVH, gagal jantung, Ischemic heart disease), penarikan kalium yang berlebihan dan terapi digoxin (Thomas, 2003). Armiyati (2009) menyebutkan faktor lain yang dapat meningkatkan resiko terjadinya aritmia adalah usia lanjut, penarikan volume ekstraseluler yang berlebihan, ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, serta adanya disfungsi miokard. Aritmia dapat dicegah dengan cara menggunakan dialisat natrium yang rendah, menghentikan terapi digoxin dan mengendalikan penyakit jantung. Penanganan Mandiri Komplikasi Intradialisis 1. Hipotensi intradialisis Atur posisi menjadi trendelenburg. Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaraan darah ke otak. 2. Hipertensi intradialisis - Atur posisi supine. Posisi supine - Kolaborasi untuk pemberian anti hipertensi 3. Pusing dan Sakit Kepala 11



Pusing dan sakit kepala selama proses hemodialisis disebabkan oleh hipotensi atau hipertensi intradialisis. Komplikasi ini dapat dicegah dengan menurunkan interdialytic weight gain (IDWG) atau peningkatan volume cairan yang dimanifestasikan dengan peningkatan berat badan sebagai dasar untuk mengetahui jumlah cairan yang masuk selama periode interdialitik (Arnold, 2007). Selain itu dapat juga melakukan massage atau pijat pada area yang nyeri ketika sakit kepala. 4. Mual dan Muntah Instruksikan pasien agar menarik nafas dalam, perlahan dan menelan secara sadar untuk mengurangi mual dan muntah. Bila pasien muntah, tinggikan bagian kepala tempat tidur atau ubah posisi pasien lateral untuk mencegah aspirasi. 5. Demam dan Menggigil Memberikan selimut tebal, memberikan kompres hangat pada pasien.



12