script podcast [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

AL: Hai, selamat datang di podcast ruang opini, ruang untuk kamu mendengarkan pendapat dari dua sudut pandang, bareng aku, alika, dan rekankuNL: naufal/lutfi. Di podcast kali ini, kita akan membahas satu topik untuk menilik lebih jauh tentang karakter genZ si generasi strawberry. Buat kamu yang lagi dengerin ini dan merasa salah satu bagian dari generasi ini, podcast ini mungkin bakal terasa relate. AL: iya bener banget. Tapi buat kaum milenial, generasi X atau mungkin ada baby boomers yang juga lagi dengerin podcast ini, gak bakal rugi juga karena bisa jadi kita satu pandangan dan satu pendapat atau bahkan bisa jadi satu padangan baru. Nah sebelumya, buat kamu yang masih asing dengan istilah generasi-generasi ini, aku bakal jelaskan secara singkat tentang perbedaannya. Mulai dari generasi baby boomers yaitu generasi kakek nenek kita yang lahir setelah perang dunia ke-2 sekitar 1946-1964. Lalu genX yang lahir di tahun 65-76, dan milenial yang lahir tahun 77-94. Nah, kalua genZ si generasi strawberry ini, ya kita-kita, para muda-mudi yang lahir di tahun 95-2010. Sebenernya perbedaan tiap generasi ini gak cuma dari tahun lahirnya aja, tapi juga karakteristik orangnya. Tapi di kesempatan kali ini, aku Cuma bisa jelasin sedikit aja supaya durasi podcastnya gak kepanjangan. Yang penngen tau lebih lanjut, boleh langsung googling aja ya. Sekareang, langsung aja kita mulai dengan membahas tentang peristiwa yang belakangan menjadi polemik di negeri kita, yaitu tragedi kerusuhan di stadion kanjuruhan. Nah, gimana nih fi opini kamu tentang tragedi ini? NL: Dari berbagai informasi dan sumber yang aku peroleh sejauh ini, menurutku kerusuhan itu terjadi karena emosi yang dipendam para suporter. Dimaana, mereka sampe nyamperin tim sepak bolanya lantaran tidak terima atas kekalahan yg sebetulnya lazim dalam suatu pertandingan, jelas pada akhirnya pasti ada yg menang dan kalah. Nah hal ini menunjukkan bahwa beberapa oknum suporter yang mayoritas usia muda mudi remaja ini belum punya kontrol emosi yang baik. AL: iya aku juga setuju tuh fi, perilaku agresif yang ditampakkan oleh remaja”ini menunjukkan rendahnya kontrol diri sehingga meluapkan emosi dengan cara yang tidak tepat. Nah, yang menarik disini, kalua kita kaitkan dengan aspek pendidikan, sebetulnya perilaku ini dapat menjadi cerminan rendahnya pendidikan karakter pada generasi kita, yg udah disinggung di awal tadi, yaitu generasi Z. NL: Iya betul banget al, jadi kita bisa liat ya kualitas generasi kita saat ini. AL: iya fi, akibatnya banyak stigma negatif dari masyarakat untuk genZ ini, salah satunya julukan generasi strawberry. Tahu gak fi, filosofi perumpamaan strawberry ini apa? NL: strawberry itu buahnya cantik tapi teksturnya mudah hancur ya al? AL: iya betul bgt fi, ibaratnya kita itu orangnya punya begitu banyak ide gagasan yang bagus dan kreatif tapi gampang nyerah pas ngadepin situasi yang menekan, alias kita itu dinilai lembek gak tahan banting,padahal dunia ini makin hari makin keras ya ga fi? NL: iya bgt al, kalua aku tuh lebih awam sama istilah mental tempe sih al. kita berani bgt tuh kalau disuruh berpendapat bahkan dengan opini yg nyeleneh tanpa fakta data sekalipun dengan dalih open



minded, atau disuruh aksi wih cepet tuh apa lagi kalo rame-rame meskipun tanpa planning dan goals yang jelas, AL: yg penting gas aja ya fi? NL: benerr AL: nah yang begini yg kadang sering disoroti sama masyarakat kita. Padahal genZ terbentuk jadi seperti ini juga bukan tanpa sebab. Bahkan mungkin, ada andil masyarakat alias netizen jg loh didalamnya. Terlebih lagi, kondisi pandemic yang membuat para remaja kesulitan untuk mempelajari norma-norma sosial secara langsung, dimana sekolah tidak dapat memberikan pendidikan karakter yang masif karena terhalang kondisi. NL: iya betul. Sekolah selama 2 tahun terakhir lebih banyak memberikan pembelajaran sesuai mata pelajaran, dan minim pendidikan karakter karena berbagai keterbatasan. (lutfi boleh tambahin lagi sesuai opini). Kalau udah begini, siapa coba yang bisa disalahkan? AL: ga ada dong. Daripada kita salah-salahan, lebih baik kita coba mulai dari diri sendiri dulu deh, untuk perlahan, sedikit demi sedikit, kita didik diri kita untuk meningkatkan value, supaya bisa mengaktualisasikan diri dengan cara yang tepat, menunjukkan bahwa diri kita mampu, berani, dan tahan banting tanpa harus banting-banting, alias pake kekerasan dan cara-cara yang melanggar norma. NL: betul, open minded itu penting banget tapi jangan sampe bikin kita gak sempet menyaring terlebih dahulu apa yg kita terima sampe-sampe kita membenarkan sesuatu yang salah, menormalisasi sesuatu yang gak normal. AL: bener bgt tuh fi, jadi genZ ini sebetulnya cerdas, toleransinya tinggi-NL: kreativitasnya tanpa batas tapi kadang keliru dalam menerapkannya AL: iya, kadang sala tempat dan situasi ya fi NL: iya betul al, nah ini yang perbaiki bersama salah satunya lewat pendidikan karakter AL: yang sesuai dengan dasar negara kita yaitu Pancasila NL: betul sekali. Tapi sebelumnya, aku jelasin ya tentang apa itu pendidikan karakter. AL: oke fi, lanjut NL: jadi pendiidkan karakter ini adalah pendidikan yang menyeimbangkan ilmu pengetahuan (iptek) dengan ilmu agama (imtak), sehingga Individu memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakter bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. (improve/parafrase sendiri ya fi) AL: hal ini juga berlaku nih buat generasi z yang selain dijuluki generasi strawberry , juga dikenal dengan generasi internet loh, ini jadi salah satu nilai plus kita. Kita hidup di zaman teknologi yang serba canggih,



jadi untuk memperoleh segala informasi itu serba cepat dan mudah, gak kayak zaman dulu dimana informasi banyak bersumber dari buku dan guru aja. AL: betul fi, jadi step pertama, kita bisa meningkatkan value dengan cara memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi ini dengan bijak. Gali berbagai informasi untuk meningkatka kualitas diri lewat sosial media apapun yang kalian suka, bisa dari konten Instagram, tiktok, twitter, youtube, tinggal pilih aja yg nyaman buat kalian NL: Betul tuh, selain itu kita juga perlu pandai dalam memilah informasi yang ada. Semakin hari semakin banyak influencer di media sosial , tapi gak semua influencer memberikan pengaruh yang baik, yg sesuai dengan karakter bangsa kita. Disinilah kita perlu mengembangkan karakter untuk berpikir kritis agar dapat memilih apa dan siapa yang akan menjadi acuan kita. (tambahin sendiri ya fi) AL: Pada intinya, sebagai generasi penerus bangsa, yg akan melanjutkan tugas-tugas negara dalam beberapa tahun kedepan, penting bagi kita untuk memiliki bekal pendidikan karakter yang akan menuntun kita dalam mengarungi dunia, berkontribusi dalam masyarakat, sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang dianut oleh bangsa kita NL: dengan berbekal pendidikan karakter, ditambah dengan kemampuan sains dan teknologi kita, maka akan semakin besar peluang kita untuk membawa negara kita semakin maju dan berkembang kearah yang semakin baik lagi AL: betul sekali. Nah, semoga bincang-bincang kita berdua tadi bisa menjadi insight yang baru untuk temen-temen yang mendengarkan. NL: (sampein harapan lutfi) AL: oke, temen-temen untuk podcast kali ini kita cukupkan sampai sini dulu, kalau ada kesempatan lain kita bakal beropini lagi di episode selanjutnya. Tetap jaga kesehatan dan semangat memperbaiki diri! NL: mari bersama-sama kita tingkatkan kualitas diri kita lewat pendidikan karakter yang dapat kamu pelajari darimana saja. Sampai jumpa di lain kesempatan, sehat dan bahagia selalu!