Sejarah Kerajaan Kuta1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Sejarah Kerajaan Kutai



Kerajaan Kutai termasuk kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Diperkirakan, kerajaan kutai muncul pada abad 5 M atau ± 400 M. Kerajaan tersebut dibangun pada abad ke-4, dengan bukti ditemukannya tujuh buah prasasti Yupa.



Lebih tepatnya kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur atau dekat kota Tenggarong, di hulu sungai Mahakam. Informasi mengenai Kerajaan Kutai ini tidak banyak ditemukan. Sumber utamanya yaitu terdapat 7 buah prasasti Yupa. Penggunaan nama Kutai sendiri ditentukan oleh para ahli sejarah yang mengambil nama dari tempat ditemukannya prasasti Yupa yaitu di daerah Kutai.



Salah satu yupa tersebut, kini berada di Museum Nasional Republik Indonesia, Jakarta. Dari prasati tersebut juga diketahui bahwa Kerajaan ini didirikan pertama kali oleh Kudungga kemudian



dilanjutkan oleh anaknya Aswawarman dan mencapai puncak kejayaan pada masa Mulawarman (Anak Aswawarman). Sedangkan, raja pertama yang berkuasa adalah Aswawarman. Prasasti Yupa merupakan salah satu dari peninggalan Kerajaan Kutai tertua dan benda ini menjadi bukti sejarah dari Kerajaan Hindu di Kalimantan tersebut. Ada 7 prasasti Yuoa yang masih bisa dilihat hingga kini. Yupa merupakan tiang batu yang dipakai untuk mengikat kurban hewan ataupun manusia yang dipersembahkan pada para Dewa dan pada tiang batu tersebut terdapat tulisan yang dipahat. Tulisantulisan tersebut ditulis memakai bahasa sansekerta atau huruf Pallawa. Namun dari ketujuh Prasasti Yupa tersebut tidak ada yang disertai dengan tahun pembuatannya sehingga tidak diketahui dengan pasti tanggal pembuatan prasasti tersebut.



Prasasti Yupa berisi tentang kehidupan politik. Pada prasasti pertama menceritakan tentang raja pertama Kerajaan Kutai yakni Kudungga yang merupakan nama asli Indonesia dan memperlihatkan jika ia bukan pendiri dari keluarga kerajaan. Pada Yupa juga tertulis jika di masa pemerintahan Asmawarman, di Kerajaan Kutai mengadakan upacara Aswamedha dan ini adalah upacara pelepasan kuda sebagai penentu batas wilayah Kerajaan Kutai. Kudungga memiliki seorang putra terkenal bernama Aswawarman dan ia mempunyai 3 orang putra terkenal persis seperti tiga api suci.



Dari ketiga putranya tersebut, Mulawarman menjadi anak yang paling terkenal karena sangat tegas, kuat sekaligus sabar dan mahar untuk raja dipersembahkan kurban Bahu Suwarnakam. Di masa pemerintahan Raja Mulawarman, Kerajaan Kutai mencapai masa



keemasan dan sesudah pemerintahannya, tidak diketahui lagi siapa saja raja yang memerintah karena sumber sejarah yang sangat terbatas. Mulawarman diabadikan dalam salah satu Yupa sebab rasa dermawan yang dimilikinya sangat tinggi dengan mempersembahkan 20 ribu ekor sapi pada kaum Brahman dan ia dikatakan sebagai cucu dari Kudungga atau anak Aswawarman yang keduanya juga dipengaruhi oleh budaya India.



Sementara isi Prasasti Yupa mengenai kehidupan sosial diketahui jika abad ke-4 Masehi, di Kerajaan Kutai masyarakat Indonesia sudah banyak menganut agama Hindu sehingga pola pengaturan kerajaan juga sudah sangat teratur seperti pemerintahan kerajaan di India. Ini memperlihatkan jika kehidupan sosial pada masa Kerajaan Kutai sudah berkembang mengikuti jaman dan masyarakat Indonesia juga sudah mulai menerima unsur dari india kemudian dikembangkan menyesuaikan dengan tradisi yang ada di Indonesia. Saat Raja Mulawarman memberikan hadiah berupa seribu ekor lembu dan juga 1 batang pohon kelapa pada Sang Brahmana yang berbentuk seperti api pada tempat pengorbanan di tempat yang sudah diberkati yakni Vaprakeswara karena budi baiknya tersebut maka tiang upacara peringatan dibuat oleh para pendeta yang berkumpul disitu.



Isi Prasasti Yupa mengenai aspek kehidupan berbudaya di kebudayaan masyarakat Kutai sangat erat dengan agama yang mereka anut dan prasasti Yupa tersebut merupakan hasil budaya dari masyarakat Kutai, tugu batu tersebut adalah warisan budaya nenek moyang bangsa Indonesia pada jaman Meghalitikum yakni kebudayaan Menhir. Pada salah satu Prasasti Yupa disebutkan tempat suci dengan Vaprakecvara



yang merupakan lapangan berukuran luas sebagai tempat pemujaan dewa Siwa dan memperlihatkan jika agama Hindu yang dianut adalah Hindu Siwa. Ini semakin diperkuat karena pengaruh besar dari Kerajaan Pallawa yang juga beragam Siwa serta peran penting Brahmana di Kerajaan Kutai juga sangat besar seperti peranan Brahmana pada agama Siwa.



Bukti lain yang memperlihatkan kejayaan Kerajaan Kutai dari segi ekonomi adalah tertulis di dalam salah satu Yupa, jika Raja Mulawarman sudah sering menggelar upacara korban emas yang sangat banyak dan juga terlihat dari munculnya golongan terdidik. Golongan terdidik ini terdiri dari kesatria dan juga brahmana yang diprediksi sudah melakukan perjalanan jauh sampai ke India dan juga beberapa tempat penyebaran agama Hindu di kawasan Asia Tenggara. Kaum ini mendapatkan kedudukan serta perilaku yang terhomat pada sistem pemerintahan Kerajaan Kutai.



Sedangkan isi Yupa yang menceritakan tentang kehidupan agama menjelaskan jika Kerajaan Kutai, agam Hindu sangat berkembang khususnya pada masa pemerintahan Raja Asmawarman. Perkembangan agama Hindu di Kerajaan Kutai ditandai dengan tempat suci bernama Waprakeswara yang merupakan tempat suci untuk menyembah Dewa Syiwa. Walau agama Hindu adalah agam resmi dari Kerajaan Kutai, namun hanya berkembang di wilayah istana saja, sementara masyarakat Kutai masih memakai kebudayaan asli mereka dan menganut kepercayaan Kaharingan.



Kaharingan merupakan kepercayaan yang dianut masyarakat asli Dayak yaitu menyembah Ranying Hatalla Langit yang sudah menciptakan alam semesat dan penganut Kaharingan juga menggelar upacara pembakaran mayat seperti Ngaben dalam agama Hindau sehingga pada tanggal 20 April 1980, Kaharingan masuk ke dalam bagian agama Hindu.



Pendiri Kerjaan Kutai



Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pendiri Kerajaan Kutai yaitu raja Kudungga. Raja tersebut mendapat gelar Wangsakerta



yang artinya pembentuk keluarga raja. Selain itu, Raja Kudungga juga mendapat sebutan sebagai Dewa Ansuman atau Dewa Matahari.



Pada stupa peninggalan Kerajaan Kutai, juga disebutkan pemberian gelar ini. Namun, terdapat beberapa cerita yang menyebutkan bahwa pendiri Kerajaan Kutai yaitu Asmawarman. Tidak ada informasi otentik yang menyebutkan siapa yang sebenarnya pendiri kerajaan ini. Kudungga merupakan raja pertama pada Kerajaan Kutai. Raja Kudungga mempunyai putra yang bernama Aswawarman. Kemudian, Aswawarman ini mempunyai memiliki putra yang bernama Mulawarman.



Setelah Raja Aswawarman, Kerjaan Kutai dipimpin oleh Raja Mulawarman. Menurut sejarah, Raja Mulawarman ini dikenal sebagai raja besar yang sangat mulia dan juga mempunyai budi yang baik.  Maharaja Kudungga dengan gelar anumerta Dewawarman Kudungga, jika dilihat dari namanya merupakan nama asli orang Indonesia yang belum terpengaruh dengan budaya India sekalipun. Pada awalnya, Kedudukan Raja Kudungga sebagai kepala suku. Masuknya pengaruh Hindu ini membuat raja Kudungga yang akhirnya mengubah struktur pemerintahannya menjadi kerajaan.



Setelah itu, mengangkat dirinya sendiri sebagai raja, yang selanjutnya pergantian raja ini dilakukan secara turun menurun  Maharaja Asmawarman dengan gelar Wangsakerta dan Dewa Ansuman



Di dalam Prasasti Yupa menceritakan bahwa Raja Aswawarman merupakan raja yang sangat cakap dan kuat. Raja Aswawarman pada pemerintahannya, melakukan perluasan wilayah Kerajaan Kutai. Hal ini dibuktikan pada masanya, dilakukannya Upacara Asmawedha.



Upacara-upara ini juga pernah dilakukan di India pada masa pemerintahan Raja Samudragupta. Dalam upacara tersebut, dilakukan pelepasan kuda untuk menentukan batas kekuasaan Kerajaan Kutai.  Maharaja Mulawarman (anak Aswawarman) Raja Mulawarman merupakan anak dari Raja Mulawarman. Raja Mulawarman merupakan raja terbesar dari Kerajaan Kutai. Pada masa pemerintahannya, Raja Mulawarman yang membawa Kerajaan Kutai mencapai masa kejayaannya. Pada masa ini juga, rakyatnya hidup tentram dan sejahtera hingga, hinga Raja Mulawarman mengadakan upacara kurban emas yang sangat melimpah. Berikut ini raja-raja pengganti setelah Mulawarman: 1. Maharaja Asmawarman dengan gelar Wangsakerta dan Dewa Ansuman 2. Di dalam Prasasti Yupa menceritakan bahwa Raja Aswawarman merupakan raja yang sangat cakap dan kuat. Raja Aswawarman pada pemerintahannya, melakukan perluasan wilayah Kerajaan Kutai. Hal ini dibuktikan pada masanya, dilakukannya Upacara Asmawedha. 3. Upacara-upara ini juga pernah dilakukan di India pada masa pemerintahan Raja Samudragupta. Dalam upacara tersebut,



dilakukan pelepasan kuda untuk menentukan batas kekuasaan Kerajaan Kutai. 4. Maharaja Mulawarman (anak Aswawarman) 5. Raja Mulawarman merupakan anak dari Raja Mulawarman. Raja Mulawarman merupakan raja terbesar dari Kerajaan Kutai. Pada masa pemerintahannya, Raja Mulawarman yang membawa Kerajaan Kutai mencapai masa kejayaannya. 6. Pada masa ini juga, rakyatnya hidup tentram dan sejahtera hingga, hinga Raja Mulawarman mengadakan upacara kurban emas yang sangat melimpah. 7. Berikut ini raja-raja pengganti setelah Mulawarman:



Letak Kerajaan Kutai



Kerajaan Kutai terletak di tepi Sungai Mahakam. Lebih tepatnya, terletak di Kecamatan Muarakaman, Kutai, Kalimantan Timur. Wilayah Kerajaan ini sangatlagh luas. Bahkan, hampir menguasai wilayah Kalimantan.



Masa Kejayaan Kerajaan Kutai



Kehidupan Kerajaan Kutai sangatlah makmur dan sejahtera ini, dibuktikan dengan ditemukannya prasasti atau yupa di Muara Kaman. Dan masa kejayaan ini berada pada masa kepemimpinan Mulawarman.



Kejayaan Kutai meredup ketika masih di pimpinan oleh Dinasti Kudungga. Meredupnya kerajaan Kutai ini terjadi ketika Kerajaan besar seperti Majapahit dan Singosari sedang mengalami masa-masa kegemilangan. Sejak saat itu, kehidupan tentang Kerajaan Kutai yang berada di bawah Dinasti Kudungga tidak lagi terlihat.



Kudungga berasal dari Kerajaan Campa di Kamboja, sedangkan Aswawarman merupakan anak dari Kudungga yang dipercaya menjadi raja pertama di Kerajaan Kurtai dengan sebutan Wangsakerta. Namun, pada beberapa sejarah ada yang menganggap bahwa raja Kudungga sebagai raja yang pertama dari Kerajaan Kutai.



 Bidang Politik Prasasti-prasasti yang telah ditemukan di Kutai, ada salah satu prasasti yang didalamnya tetulis “Sang Maharaja Kundungga yang amat mulia memiliki putra yang mashur, namanya Sang Aswawarman, yang seperti Sang Ansuman atau Dewa Matahari menumbuhkan keluarga yang sangat mulia.



Sang Aswawarman memiliki tiga putra, seperti api (yang suci) tiga. Yang paling terkemuka dari ketiga putra itu yaitu Mulawarman. Raja yang berperadaban baik, kuat, dan sangat kuasa. Sang Mulawarman telah mengadakan selamatan emas yang sangat banyak. tugu batu ini didirikan untuk peringatan kenduri itulah oleh para Brahmana.”



Dari prasasti tersebut, bisa diketahui nama-nama raja yang pernah memerintah di Kerajaan Kutai tersebut. Raja pertama, bernama Kundungga. Raja ini merupakan nama Indonesia asli. Kudungga memiliki seorang anak yang bernama Aswawarman sekaligus sebagai pendiri dinasti atau pembentuk keluarga (Wamsakerta). Selanjutnya, dapat diketahui pula bahwa Aswawarman mempunyai 3 orang putra.



Salah satu putra yang sangat terkenal yaitu Mulawarman. Bisa disimpulkan bahwa pada masa kerajaan Kutai, mereka sudah mengenal sistem pemerintahan. Sehingga, pemerintahan bukan lagi dipimpin oleh kepala suku, namun dipimpin oleh Raja. Dalam prasasti tersebut membuktikan bahwa raja-raja Kutai merupakan orang asli Indonesia yang sudah memeluk agama Hindu.



 Bidang Ekonomi Kerajaan Kutai, secara geografis berada pada jalur perdagangan antara Cina dan India. Kerajaan Kutai menjadi tempat yang paling menarik yang disinggahi para pedagang. Hal tersebut membuktikan saat itu, selain pertanian, kegiatan perdagangan sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kutai.



keterangan tertulis yang terdapat pada prasasti tersebut mengatakan bahwa Raja Mulawarman pernah memberikan hartanya berupa minyak dan 20.000 ekor sapi kepada Brahmana. Diperkirakan bahwa pertanian dan peternakan sudah menjadi mata pencaharian utama masyarakat Kutai.



Selain itu, letak dari kerjaan ini di sekitar Sungai Mahakam yang digunakan sebagai jalur transportasi laut, sehingga perdagangan masyarakat Kutai berjalan cukup ramai. Bagi pedagang dari luar kutai yang ingin berjualan di Kutai, mereka harus memberikan “hadiah” kepada raja sebagai izin berdagang. Biasanya, pemberian “hadiah” ini berupa barang dagangan yang harganya cukup mahal dan pemberian ini dianggap sebagai pajak kepada pihak Kerajaan.  Bidang Agama Kebudayaan masyarakat Kutai sangat erat kaitannya dengan kepercayaan yang dianut. Yupa merupakan salah satu hasil budaya dari masyarakat Kutai. Yupa merupakan tugu batu yang merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia dari zaman Megalitikum.



Pada salah satu yupa tersebut menyebutkan terdapat suatu tempat suci dengan nama Waprakeswara atau tempat pemujaan Dewa Siwa. Sehingga, bisa disimpulkan bahwa masyarakat Kutai merupakan pemeluk agama Hindu Syiwa. Selain itu, masyarakat Kutai juga masih ada yang menjalankan adat istiadat dan kepercayaan asli mereka.  Bidang Sosial-Budaya Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Kerajaan Kutai kebanyakan memluk agama hindu, sehingga mereka sudah mendapat pengaruh agama Hindu. Sehingga, kehidupan agamanya sudah lebih maju. Contohnya, terdapat pelaksanaan upacara pemberkatan seseorang yang memeluk agama Hindu yang disebut dengan Vratyastoma. Upacara tersebut dilaksanakan sejak pemerintahan Aswawarman yang dipimpin oleh para pendeta dari India.



ada masa pemerintahan Mulawarman, baru upacara tersebut dipimpin oleh kaum brahmana dari Indonesia. Sehingga, bisa disimpulkan bahwa kaum brahmana dari Indonesia ternyata juga memiliki tingkat intelektual yang tinggi yang mampu menguasai bahasa Sanskerta. bahasa sansakerta ini merupakan bahasa resmi kaum brahmana untuk masalah keagamaan.



Pengaruh masuknya budaya India ke Nusantara ini menyebabkan budaya Indonesia ini mengalami perubahan. Perubahan yang paling penting yaitu timbulnya suatu sistem pemerintahan dengan kepalanya yaitu raja. Awalnya, sebelum budaya india masuk, pemerintahan hanya dipimpin oleh seorang kepala suku.



Selain itu, budaya lainnya adalah kehidupan nenek moyang bangsa Indonesia dengan mendirikan tugu batu. Artinya, bangsa Indonesia berusaha mencari dan menyesuaikan unsur-unsur kebudayaan asing dengan kebudayaan asli Indonesia sendiri.



Peninggalan Kerajaan Kutai



Lembuswana, Tunggangan Raja Mulawarman adalah hewan dalam mitologi rakyat Kutai yang disucikan, karena merupakan tunggangan Mulawarman yang bertahta sebagai Raja Kutai sekitar 1.500 tahun silam. Sosok berwarna keemasan ini kini menjadi lambang kawasan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.



Dalam sejarahnya, hewan mitologi ini juga dikenal sebagai Paksi Liman Jonggo Yokso, berwujud seperti lembu dengan kepala singa, berbelalai dan bertaring layaknya gajah, berkuku dan taji menyerupai



ayam jantan, memiliki sayap layaknya garuda dan bermahkota seperti seorang raja. Ia juga dipercaya sebagai penguasa Sungai Mahakam



Kemunculan Lembuswana yang konon menjadi penguasa Sungai Mahakam kerap dihubungkan dengan lahirnya Putri Karang Melenu yang muncul bersamaan dengan satwa ini dari dasar Sungai Mahakam.



Kelak, di kemudian hari sang putri pun menikah dengan Raja Aji Batara Agung Dewa Sakti. Dari sang putri inilah kemudian dilahirkan penerus dinasti raja-raja Kutai Kartanegara.



Wujud Lembuswana kini diabadikan menjadi patung yang dapat Anda lihat di depan Museum Mulawarman, Tenggarong juga di Pulau Kumala.



Ketopong Sultan Kutai



Ketopong merupakan mahkota Sultan Kerajaan Kutai yang terbuat dari emas dengan bobot 1.98 kg yang sekarang tersimpan di Museum Nasional Jakarta. Ketopong Sultan Kutai ini ditemukan pada tahun 1890 di daerah Muara Kaman, Kutai Kartanegara, sementara yang dipajang di Museum Mulawarman merupakan Ketopong tiruan. mahkota ini pernah dipakai oleh Sultan Aji Muhammad Sulaiman dari tahun 1845 sampai 1899 dan juga dikenakan oleh Sultan Kutai Kartanegara, selain terbuat dari emas, mahkota ini juga dilengkapi dengan permata.



Ketopong berbentuk mahkota brunjungan dan pada bagian muka berbentuk meru bertingkat berhias motif spiral dikombinasikan dengan motif sulur. Pada bagian belakang mahkota terdapat hiasan berbentuk garuda mungkur berhias motif bunga, burung dan kijang. Carl Bock yang merupakan penulis dan juga penjelajah, dalam bukunya yang berjudul The Head Hunters of Borneo menulis jika Sultan Aji Muhammad Sulaiman mempunyai 6 sampai 8 orang pengukir emas yang secara khusus membuat ukiran emas serta perak untuk Sultan.



Kalung Uncal Kerajaan Kutai



Kalung uncal keraaan kutai ini merupakan kalung emas yang mempunyai berat 170 gram dengan adanya hiasan liontin berelief



Kisah Ramayana. Kalung Uncal menjadi salah satu atribut dari Kerajaan Kutai yang digunakan oleh Sultan Kutai Kartanegara.



Menurut beberapa ahli, diperkirakan Kalung Uncal ini berasal dari India. Sampai saat ini, hanya terdapat dua Kalung Uncal di dunia ini. pertama di negara India dan yang kedua berada di Museum Mulawarman, Kota alung Uncal merupakan kalung yang terbuat dari emas seberat 170 gram berhiaskan liontin dengan relief cerita Ramayana. Kalung ini digunakan sebagai atribut Kerajaan Kutai Martadipura dan dipakai oleh Sultan Kutai Kartanegara sesudah Kutai Martadipura berhasil ditaklukan. Dari penelitian yang sudah dilakukan, Kalung Uncal berasal dari india dengan nama Unchele dan masih ada 2 Kalung Uncal di dunia yang berada di India dan juga di Museum Mulawarman, Kota Tenggarong. Kalung ini berbentuk buklat dengan panjang 9 cm yang terbuat dari emas 18 karat. Pada kalung ini juga terdapat ukiran Dewi Sinta serta Sri Rama yang sedang memanah babi. Selain itu juga terdapat 4 buah bulatan dan 2 diantaranya dihiasi dengan batu permata. Kalung ini juga menjadi penentu sah atau tidaknya pelantikan Raja Kutai.



Ada 2 kali Raja Kutai bisa memakai Kalung Uncal ini yaitu pada saat penobatan dan juga pernikahan dan tidak ada satu orang pun yang boleh memakai kalung ini selain Sultan atau Raja. Saat kalung akan dikeluarkan, maka dilakukan prosesi ritus tertentu seperti bakar kemenyan dan juga membacakan matra yang disebut dengan basawai. Konon dikabarkan jika Kalung Uncal yang berasal dari India ini hanya ada sebanyak 2 pasang di dunai sebab hanya digunakan oleh Sri Rama dan juga Dewi Shinta. Pada saat Sri Rama bisa merebut kembali Dewi



Shinta istrinya dari Rahwana, maka ia menjadi ragu apakah istrinya tersebut masih suci dan belum diganggu oleh Rahwana. Kecurigaan Sri Raman ini beralasan, sebab Kalung Uncal yang menjadi lambang kesucian sudah hilang dari leher Dewi Shinta.



Dewi Shinta merasa maklum dengan keraguan dari Sri Rama suaminya tersebut, namun meskipun kalungnya sudah hilang, dirinya masih tetap suci dan untuk membuktikannya, ia minta dibuatkan api unggun paling besar untuk membakar dirinya untuk membuktikan jika ia masih suci dan jika ia memang sudah ternoda, maka ia mengatakan jika akan mati ditelan oleh Dewi Agni yang merupakan Dewi Api. Rakyat Ayodiapala lalu mewujudkan permintaan tersebut, saat api dinyalakan dihadapan Sri Rama dan juga pembesar Kerajaan Ayodiapala, Sinta naik ke tangga menara yang sudah disiapkan. Saat sampai diatap menara, ia pun berkata pada suaminya jika meski kalungnya sudah hilang namun ia masih suci dan jika memang ia sudah ternoda, maka ia akan hangsu terbakar Dewi Agni. Akan tetapi jika tidak, maka kanda melihat aku kembali pada kanda dan Dewi Shinta pun terjun ke dalam api yang berkobar.



Shinta lalu ditelan kobaran api dan tidak terlihat, akan tetapi beberapa saat kemudian, muncul dari api sebuah singgasana yang naik dengan perlahan dan berhenti di depan Sri Rama dan terlihat Dewi Shinta duduk sambil tersenyum memandang Sri Rama. Kalung ini dikatakan merupakan kepunyaan dari Ratu Kudungga yakni ratu di India dan dari cerita, jika kalung ini belum bisa menyatu dan kembali berdampingan, maka selama itu juga India tidak bisa hidup dengan tenteram, makmur serta damai. Bencana akan selalu melanda negeri



tersebut dan juga kelaparan, perang serta kemiskinan juga tidak akan pernah berhenti dan inilah yang dipercaya oleh masyarakat India. Tenggarong.



Kalung Ciwa



Kalung Ciwa adalah salah satu peninggalan bersejarah dari Kerajaan Kutai. Kalung ini, ditemui pada zaman kepemimpinan Sultan Aji Muhammad Sulaiman. Kalung ini ditemukan di sekitar Danau Lipan, Muara Kaman pada tahun 1890.



Hingga saat ini, Kalung Ciwa ini masih digunakan sebagai perhiasan kerajaan yang digunakan oleh raja ketika ada sebuah pesta pengangkatan raja baru.



Pedang Sultan Kutai



Pedang Sultan Kutai ini terbuat dari bahan emas yang padat. Di bagian gagangnya, terdapat ukiran seekor binatang harimau yang bersiap-siap menerkam musuhnya. Sedangkan untuk ujung sarung pedannya dihiasi oleh ukiran seekor buaya. Sampai saat ini, Pedang ini masih terjaga dan bisa ditemukan di Museum Nasional Jakarta.



Kura-Kura Emas



Kura-kura emas ini sekarang berada di Museum Mulawarman. Benda ini berukuran setengah kepalan tangan. benda ini ditemukan di Daerah Lonh Lalang, tepatnya di hulu Sungai Mahakam.



kelambu kuning



Banyak benda peninggalan Kerajaan Kutai yang mempunyai kekuatan magic yang ditaruh di dalam kelambu kuning untuk menghindari terjadinya bala yang dapat ditimbulkannya.



Keris Bukit Kang



Keris bukit Kang digunakan oleh Permaisuri Aji Putri Karang Melenu atau permaisuri dari Sultan Kutai Kartanegara yang pertama. Keris ini, terkenang dengan nama Keris Bukit Kang.



Tali Juwita



Tali Juwita merupakan sebuah tali yang terbuat dari benang yang berjumlah 21 helai. Biasanya, tali ini digunakan saat berlangsung upacara adat Bepelas. Tali Juwita memberikan simbol tujuh muara dan juga tiga anak sungai. Sungai-sungai tersebut seperti Sungai Kelinjau, Sungai Kedang Pahu, dan Sungai Belayan.



Tempat Duduk Raja



Tempat duduk raja merupakan benda peninggalan sejarah dari Kerajaan Kutai yang hingga sekarang masih terjaga di dalam Museum Mulawarman. Keruntuhan Kerajaan Kutai keruntuhan kerajaan kutai



Setelah mengalami masa kejayaan, Kerajaan Kutai mengalami keruntuhan pada kepemimpinan raja Maharaja Dharma Setia yang tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13 yaitu Aji Pangeran Anum Panji Mendapa.



Perlu diketahui bahwa Kutai Martadipura berbeda dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang termasuk ibukota pertama kali di Kutai Lama. Kutai Kartanegara inilah yang disebutkan dalam sastra Jawa dengan sebutan Negarakertagama. Selanjutnya, kutai Negara ini menjadi kerajaan Islam yang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.