Sejarah Perkembangan Teori Bermain [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SEJARAH PERKEMBANGAN TEORI BERMAIN Bermain pada awwal nya belum mendapat perhatian khusus dari pada ahli ilmu jiwa, karena keterbatasannya pengetahuan tentang psikologi perkembangan anak dan kurangnya perhatian mereka terhadap perkembangan anak. Salah satunya tokoh yang dianggap berjasa untuk meletakkan dasar tentang bermain adalah seorang Filsuf Yunani yang bernama Plato. Plato dianggap sebagai orang pertama yang menyadari dan melihat pentingnya nilai praktis dari bermain. Menurut Plato, anak-anak akan lebih mudah aritmatika dengan cara membagikan apel kepada anak-anak. Juga melalui pemberian alat permainan miniature balok-balok kepada usia tiga tahun pada akhirnya akan mengantar anak tersebut menjadi seorang ahli bangunan. Filsuf lainnya, Aristoteles berpendapat bahwa anak-anak perlu didorong untuk bermain dengan apa yang mereka tekuni dimasa dewasa nanti. Dari tokoh-tokoh yang mengadakan reformasi dalam bidang pendidikaan seperti komenius (abad 17), Rousseau, Pestalozzi dan strobel (Abad 18 serta awal abad 19) akhirnya lambat laun pada pendidik menerima pendapat bahwa Pendidikan untuk anak perlu disesuaikan dengan minat serta tahap perkembangan anak. Frobel lebih menekankan pentingnya bermain dalam belajar karena berdasarkan pengalamannya sebagai guru, dia menyadari bahwa kegiatan bermain maupun mainan yang dinikmati anak dapat digunakan untuk menarik perhatian serta mengembangkan pengetahuan mereka. Jadi Plato, Aristoteles, Frobel menganggap bermain sebagai kegiatan yang mmempunyai nilai praktis. Artinnya, bermain digunakaan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Sayangnya ppada masqa tersebut, teori psikologi perkembangan anak belum mempunyai sistimatika yang teratur. Akibatnya, apa yang dikemukan oleh Frobel bahwa bermain dapat meningkatkan minat, kapasitas, serta pengetahuan anak sulit dibuktikan. Pertengahan sampai akhir abad-19 teori epolusi sedang berkembang sehingga pembahasan teori bermain banyak dipengaruhi oleh paham tersebut. Bermain mempunyai fungsi untuk memulihkan tenaga seseorang setelah bekerja dan merasa jenuh. Pendapat ini dipertanyakan karena pada anak kecil yang tidak bekerja tetap melakukan kegiatan bermain. Jadi penjelasan mengenai kenapa terjadi kegiatan bermain pada makhluk hidup belum dapat dijawab secara memuaskan. Sebelum perang dunia pertama, ada beberapa tokoh yang dapat dikatagorikan dalam teori klasik. Mereka berusaha menjelaskan mengapa muncul perilaku bermain serta apa tujuan bermain. Ellis (dalam johnson et al, 1999) menyebutnya sebagai armchair theories karena teori-teori itu dibanguun berdasarkan refleeksii filosofis dan bukan melalui triset ekspremimental. Teori klasik mengenai bermain dapat dikelompokkan dalam dua bagian yaitu (1) Surklus energi dan teori rekreasi, serta (2) teori rekapitulasi dan praktis. Friedrich schiller seorang penyair berkebangsaan jerman (abad-18) dan herbet spencer didalam bukunya Principles Of Psychology, pertengahan abad-19 (dalam millar, 1972) menggunakan bahwa kegiatan bermain seperti berlari, melompat, bergulingan yang menjadi ciri khas kegiatan anak kecil maupun anak binatang perlu dijelaskan secara berbeda. Spencer berpendapat bahwa bermain terjadi akibat energi yang berlebiihan dan pilihannya berlaku pada manusia serta binatang dengan tingkat epolusi tingggi. Pada bidang yang meempunyai tingkat epolusi lebih rendah misalnya serangga, katak : energi tubuh lebih dimanfaatkan untuk mempertahankan hidup. Keterampilan kelompok binatang dengan tingkat epolusi rendah sangat terbatas sehingga harus banyak menguras tenaga untuk mempertahankan hidup. Energi berlebih dapat



diumpamakan sebagai system kerja air atau gas yang akan menekan ke semua arah untuk menyalurkan. Tekanan akan lebih kuat dan butuh penyaluran yang lebih banyak bila volume air atau gas sudah melebihi daya tampungnya. Pada masa tersebut, teori sirklus energi mempunyai pengaruh besar terhadap psikologi, namun teorinya dirasakaan kurang tepat dan mendapat tantangan. Sebagai contoh, anak biasanya akan cepat-cepat menyelesaikan tugas kalua dizinkan boleh bermain setelah tugasnya selesai. Bayi yang sudah mengantuk sering kali tetap ingin bermain dengan mainannya. Dari kedua contoh, jelas tergambar bahwa bemain merupakan suatu insentif. Dan bukan muncul akibat kelebihan energi. Berlawanan dengan teori sirklus energi, maka teori rekreasi mengajukan dalil bahwa tujuan bermain adalah untuk memulihkan energi yang sudah terkuras saat bekerja. Menurut penggagasannya seorang penyair jerman bernama Moritz lajaruz, kegiatan bekerja menyebabkan berkurangnya tenaga. Tenaga ini dapat dipulihkan Kembali dengan cara tidur atau melibatkan diri dalam kegiatan yang sangat berbeda dengan bekerja. Bermain adalah lawan dari bekerja dan merupakan cara yang ideal untuk memulihkan tenaga. Tentu saja teori yang dikemukakan oleh lajaruz terkesan kurang ilmiah walaupun teori ini bisa menjelaskan aktivitas rekreatif yang dilakukan orang dewasa, seperti bermain bola atau catur sebagai selingan setelah bekerja keras. Teori-teori Bermain AUD Berkaitan dengan teori-teori bermain AUD ini, para psikolog membaginya menjadi 2 periode, yaitu periode klasik dan periode modern. A.Teori Klasik Teori Klasik ialah teori bermain yang muncul mulai abad ke 19 sampai perang dunia pertama. Yang termasuk dalam teori bermain periode klasik, antara lain : 1. Teori Surplus Energi Teori ini dikemukakan oleh Fried Rich Schiller dan Helbert Spencer seorang filsuf dari Inggris. Menuru kedua tokoh ini, alasan anak-anak bermain ialah karena ada surplus energi. Spencer berpendapat bahwa bermain terjadi akibat energi yang berlebihan dan ini berlaku pada manusia dan binatang dengan tingkat evolusi tinggi (Diana, 2010:94). Kelebihan tenaga yang berlebihan bila tidak disalurkan dapat mendorong anak kepada hal-hal yang negative. Dalam pendapat lain, bahwa anak memiliki energi yang digunakan untuk mempertahankan hidup. Jika kehidupannya normal, maka kelebihan energi selanjutnya digunakan untuk bermain ( Slamet Suyanto, 2005:120). Berdasarkan teori Surplus Energi ini, bermain dimaksudkan sebagai sarana anak-anak dalam menyalurkan energi yang berlebih, sehingga mereka tidak menyalurkannya pada hal-hal yang negative.



2. Teori rekreasi Teori ini dikemukakan oleh Moritz Lazarus. Menurutnya salah satu tujuan bermain adalah untuk memulihkan energi yang sudah terkuras saat bekerja, karena beekerja menguras dan menyebabkan berkurangnya tenaga (Diana,2010:95). Bermain adalah lawan dari bekerja dan



merupakan cara yang paling ideal untuk memulihkan tenaga. Jika energi sudah digunakan untuk melakukan pekerjaan ,anak-anak menjadi Lelah dan kurang bersemangat. Dengan bermain anakanak memperoleh Kembali energi,sehingga mereka lebih aktif dan bersemangat Kembali (slamet suyanto,2005:120). Bila melihat penjelasan teori ini secara seksama,maka akan terkesan bertentangan dengan teori sebelkumnya (surplus energi). Kalau teori surplus energi, bermain untuk menyalurkan energi yang berlebih,sedangkan teori ini untuk memulihkan tenaga atau energi Kembali. Namun demikian,sejatinya keduanya tidak bertolak belakang bahkan saling menguatkan. Karena yang dimaksud rekreasi disini ialah dalam rangka menghilangkan kejenuhan atau rasa bosan pada diri anak setelahg beberapa lama bekerja atau beraktivitas yang monoton. Artinya apabila energi berlebih yang dimiliki anak hanya untuk aktivitas yang monoton, maka akan muncul rasa kejenuhan,sehingga energi berlebihnya tidak dapat tersalurkan secara positif dan maksimal.



3. teori rekapitulasi Teori ini dikemukakan oleh G.Stanley hall. Menurutnya anak merupakan mata rantai evolusi dari binatang sampai menjadi manusia. Termasuk permainan anak merupakan ulangan daripada kehidupan nenek moyangnya (Diana,2010:96). Jadi,kegiatan bermain dimaksudlkan sebagai peristiwa pengulangan Kembali apa yang pernah dilakukan oleh nenek moyangnya terdahulu,misalnya,bermain air koma,tanah,dan berayunan. Permainan-permainan sejenis ini rata-rata disukai oleh hamper mayoritas anak di seluruh dunia. 4. teori praktis/insting Teori ini dikemukakan oleh Karl Geroos. Menurutnya,bermain dimaksudkan sebagai upaya memperkuat insting yang dibutuhkan oleh anak dalam menghadapi atau menjaga kelangsungan hidup dimasa mendatang (Diana,2010:97). Dalam redaksi yang lain menyebutkan bahwa bermain merupakan sifat bawaan ( insting) yang berguna untuk mempersiapkan diri melakukan peran orang dewasa (Slamet Suyantu,2005:120). Dengan bermain,fungsi organ-organ tubuh akan berkembang cukup baik,sehingga membantu anak memiliki keterampilan-keterampilan tertentu yang dapat bermanfaat bagi kelangsungan hidupnya Ketika dewasa nnti. Jadi,bermain adalah untuk melatiih kepekaan insting anak-anak supaya dapat berfungsi dengan baik.



B. Teori Modern Teori modern ialah teori yang muncul sesudah perang dunia pertama sampai sekarang . yang termasuk teori bermain periode modern , antara lain : 1. Teori kognitif J.Piaget Dalam teori ini dijelaskan bahwa pengetahuan anak dapat dibangun dan dikembangkan melalui kegiatan bermain. Bermain bagi anak merupakan cerminan sikap pengetahuannya serta dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan kognisi anak. Menurut Bruner dan Sutton-smith sebagaimana dikutip slamet suyanto (2005:121) bermain adalah



proses berfikir secara fleksibel dan proses pemecahan masalah. Piaget menjelaskan bahwa pada saat bermain, anak tidak belajar sesuatu yang baru tetapi ia belajar mempraktikkan dan mengonsolidasi keterampilan yang baru diperoleh. Anak menciptakan sendiri pengetahuan mereka tentang dunianya melalui interaksi , informasi atau pengalaman yang didapatkan. Teori jian piaget dikenal dengan sebutan koginitife development (perkembangan kognitif). Menurut piaget,perkembangan kognitif seseorang dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu : a. Sensori motor (usia lahir-2 tahun) Ciri-ciri yang terlihat pada tahap ini ialah mulai terbentuknya konsep kepermanenan objek dan kemajuan gradual dari perilaku refletik ke perilaku yang mengarah pada tujuan. Kemampuan kognitif anak diperoleh melalui indranya, seperti melihat,mendengar,merasa,mencium,dan meraba. b. Pra-operasional (usia 2-7 tahun) Ciri-ciri pada periode ini yaitu anak sudah dapat menggunakan symbol-simbol untuk menyatakan objek-objek dunia. Pemikirannya masih egosentris (sifat ke-akuan) dan sentrasi (sifat yang memfokuskan pada satu titik/benda yang dianggap menarik baginya) c. Operasional konkret (usia 7-11 tahun) Ciri-ciri perkambangannya ialah anak sudah mulai dapat menunjukkan perbaikan dalam kemampuan berfikir secara logis (masuk akal) pemikirannya tidak lagi sentrasi melainkan sudah desentrasi dan pemecahan masalah tidak begitu dibatasi oleh keegosentrisan. d. Operasional formal (usia 11-dewasa) Ciri-ciri yang terlihat yaitu anak sudah mulai bisa memahami atau melakukan pemikiran abstrak dan simbolis-simbolis secara murni. Selain itu,sudah dapat memecahkan masalah melalui penggunaan eksperimentasi sistematis (triyanto,2010:70-71). Pendapat lain menyebutkan bahwa kemampuan kognitif anak terbangun pada saat mereka mencoba-coba dengan mainannya,membuat penemuan-penemuan sederhana dengan alat mainannya. Dengan bermain,anak bisa mengetahui warna,bentuk,ukuran,dan tekstur suatu benda. Pengetahuan anak seperti ini diperoleh pada saat proses bermain. Maka dari itu, untuk merangsang pengetahuan anak, orangtua atau pendidik hendaknya menyediakan sarana bermain sebagai berikut : -



Menyediakan alat dan bahan dengan beragam warna,bentuk,ukuran,dan tekstur. Memberi kesempatan untuk bermain dengan berbagai benda,sifat benda,cara kerja benda,kegunaan benda,dan sebagainya.



-



Menata dan mengelompokkan alat main sesuai jangkauan anak,agar anak dapat mengambil dan mengembalikannya. Mengajak anak berkomunikasi secara aktif termasuk menerangkan benda sesuai dengan yang terasakan indra misalnya ringan,berat,kecil,besar,dan dalam. Menggunakan pertanyaan terbuka untuk merangsang Bahasa dan berpikir anak (dirgen paud , 2012:5).



2. Teori Kognitif Sosial Vigot sky Teori levigot sky dikenal dengan istilah kognitif social. Yaitu pengetahuan anak yang dipengaruhi oleh hubungan social anak. Menurut vigot sky,perkembangan anak bukan hanya dipengaruhi oleh kegiatan anak memainkan mainan,akan tetapi juga dipengaruhi oleh hubungan anak dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih matang. Namun demikian, ia masih berkeyakinan bahwa bermain mempunyai peran penting terhadap perkembangan kognitif anak. Karena pada saat anak bermain secara tidak langsung ia telah berinteraksi antara satu dengan yang lain. Dalam eksperimennya vigotsky menggunakan istilah zone of proximal development (ZPD),yaitu kemampuan yang sudah dikuasai anak secara matang sampai kemampuan yang baru muncul dan perlu dibantu orang dewasa. Kemudian proses orang dewasa membantu anak dalam membangun pengetahuan dan pemahaman disebut Scaffolding (pijakan) (dirgen paud,2012:5;Diana,2010:104). Dalam rangka memaksimalkan kegiatan bermain anak dalam membangun kognitif nya melalui ZPD,orangtua maupun Pendidikan dapat melakukan Langkahlangkah sebagai berikut : -



Menciptakan lingkungan yang membuat anak merasa nyaman Menjadi contoh anak dalam berperilaku. Mengajak berbicara dengan semua anak dalam kelompok dan dengan cara perseorangan. Memberi dukungan atau pijakan tepat sesuai dengan kemampuan anak. Membantu anak untuk mengembangkan kemampuan focus,tetap pada tugas,konsentrasi,dan menyelasikan tugas hingga tuntas. Melakukan observasi dan mendokumentasi apa yang anak lakukan dan katakan sebagai dasar untuk memberikan pijakan (Dirgen paud,2012:6). Selain teori kognitif yang dikemukakan oleh piaget dan vigotsky diatas masih terdapat teori kognitif Jeromer Brune. Dalam teorinya , bruner berpendapat bahwa



3. Teori Psikoanalitik Freud Teori psikoanalitik sebuah teori yang berhubungan dengan emosi seseorang. Menurut freud bermain dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk melepaskan emosi yang ada pada



diri anak. Dengan bermain,segala kepenatan anak akan terobati. Anak bisa menyalurkan ekspresinya yang dipendam dengan maksimal dan tanpa tekanan dari siapapun.



4. Teori Otak Triun Teori ini dikemukakan Dr.Paul Mclean. Menurutnya,dalam otak manusia termasuk anakanak itu terdapat 3 bagian otak yang saling berhubungan,yaitu otak reptile,limbi,dan korteks (Hamruni,2009:36;Fadillah,2014:14). Otak reptile/batang otak berfungsi sebagai sarana mempertahankan diri Ketika sesorang sedang menghadapi suatu persoalan tertentu , oleh karena itu supaya anak tidak tertekan pembelajaran harus dibuat yang menarik dan menyenangkan. Otak limbi/mamalia adalah bagian otak yang berfungsi untuk mengendalikan emosi ,kemarahan,kegelisahan,kesenangan,dan cinta. Apabila anak dalam kondisi aman,nyaman,dan menyenangkan, maka system limbi dapat bekerja dengan baik. Dalam kondisi ini anak dapat belajar dengan baik pula. Otak korteks yaitu bagian otak yang berfungsi untuk intelektual biasanya otak ini disebut sebagai topi berfikir. Jika system limbik menerima perasaan nyaman dan menyenangkan,maka lapisan otak korteks akan dapat berfungsi dengan baik. Artinya otak korteks akan mampu menerima dan merekam informasi yang didapatkan dari luar dengan mudah Adapun hubungan teori ini dengan bermain ialah bermain dianggap sebagai uapaya untuk memperoleh kesenangan padda diri anak dan sebagai media relaksasi diri. Manakala anak bermain berarti ada kecenderungan anak menjadi senang,riang,dan gembira sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi fungsi limbiknya. Dengan berfungsinya otak limbik dengan maksimal,maka akan mempengaruhi belajar dan berfikir anak. Dalam kondisi ini anak akan mudah dalam menerima berbagai rangsangan dari luar, kemudia diolah menjadi sebuah pengetahuan.