Sindrom Nefrotik Idiopatik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Sindrom Nefrotik Idiopatik Nella1 NIM : 102011185 Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana



Pendahuluan Sindrom nefrotik adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak. Penyakit ini merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Sindrom nefrotik dapat dibagi menjadi Sindrom nefrotik primer (idiopatik) yang berhubungan dengan kelainan primer glomerulus dengan sebab tidak diketahui dan Sindrom nefrotik sekunder yang disebabkan oleh penyakit tertentu. Pada anak penyebab Sindrom nefrotik tidak jelas sehingga disebut Sindrom Nefrotik Idiopatik ( SNI ). Kelainan histologis SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas atau sangat sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut Minimal Change Nephrotic Syndrome atau Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM). Didalam makalah ini akan dibahas lebih terperinci mengenai gejala, pemeriksaan serta penanganan Sindrom Nefrotik Idiopatik. Sehingga diharapkan dengan dapat menambah pengetahuan kita tentang penyakit ini.



1



Alamat Korespondensi:



Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510 Telephone: (021) 5694-2061 Email: [email protected]



1



Pembahasan 1. Anamnesis Anamnesis merupakan salah satu cara untuk mendiagnosis suatu penyakit. Secara umum anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara yang dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (aloanamnesis), hal ini dilakukan bila pasien dalam kondisi tidak sadar atau terjadi penurunan kesadaran serta pasien dengan usia anak-anak. Pada anamnesis umum pediatrik, yang harus ditanyakan kepada pasien (keluarganya) ialah: a. Identitas pasien  Nama  Umur/ usia  Jenis kelamin  Alamat b. Keluhan Utama Menanyakan apa keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien datang berobat. c. Riwayat penyakit sekarang  Cerita kronologis yang terperinci dan jelas tentang keadaan pasien sebelum ada keluhan sampai dibawa berobat  Pengobatan sebelumnya dan hasilnya  Perkembangan penyakit d. Riwayat penyakit dahulu Untuk mengetahui apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya serta riwayat penyakit lain yang pernah diderita pasien. e. Riwayat kehamilan dan kelahiran f. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan g. Riwayat makanan h. Riwayat penyakit keluarga. Pada anamnesis pada sindroma nefrotik, hal pertama yang ditanyakan adalah onset dari gejala (gejala yang paling tampak pada pemeriksaan klinis adalah edema). Setelah itu kita tanyakan ada atau tidaknya gejala lain sebelum terjadinya edema karena pada perlu dicuragai kemungkinan sindroma nefrotik sekunder, misalnya 2



misalnya nyeri tenggorokan disertai demam (post streptococcal infection), bintikbntik merah pada kulit. Perlu juga ditanyakan mengenai peningkatan berat badan secara cepat untuk membedakan pertumbuhan dan edema. Perlu juga ditelusuri mengenai keluhan penyerta lainnya misalnya sesak napas (edema paru) ataupun diare (edema usus). Penulusuran mengenai konsumsi obat tertetu dan riwayat alergi obat juga penting untuk menyingkirkan diagnosa banding. 2. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum  Keadaan sakit  Kesadaran b. Tanda-tanda vital  Tekanan darah  Suhu tubuh  Heart rate  Frekuensi nafas c. Antropometri anak  Berat badan  Tinggi badan  Lingkar lengan atas 3. Pemeriksaan penunjang a. Histopatologi Pemeriksaan untuk klasifikasi pada sindroma nefrotik penting untuk menentukan prognosis adalah dengan pemeriksaan histopatologis, walaupun tidak selalu dilakukan, misalnya pada anak yang kurang dari delapan tahun tidak perlu dilakukan biopsi ginjal kecuali tidak responsif terhadap steroid. Berdasarkan histopatologi, sindroma nefrotik primer dapat diklasifikasi menjadi,2 yaitu:  Sindroma nefrotik perubahan minimal (MCNS- Minimal Change Nephrotic Syndrome) memperlihakan morfologi yang pada pemeriksaan mikroskop cahaya memperlihatkan sedikit perubahan dibandingkan glomerulus normal. Mungkin tampak sedikit perubahan pada mesangeal, tapi imunoglobulin biasanya tidak ada, dan pada mikroskop elekrton tidak tampak ada endapan. Satu-satunya perubahan yang tampak pada tahap ini adalah fusi kaki podosit. Pada populasi tidak diseleksi, 77% 3



penderita sindroma nefrotik memiliki gambaran histologik ini. Klas ini juga memiliki prognosis paling baik.4  Glomerulosklerosis global fokal (FGGS- Focal Global Glomerulosclerosis) adalah glomerulus yang mengalami sklerosi global di beberapa fokus daerah, dengan glomerulus sisa yang normal.4  Glomerulosklerosis segmental fokal (FSGS- Focal Segmental Glomerulosclerosis) menggambarakan lesi yang sejumlah glomerulusnya terkena sklerosis segmental (satu lobulus atau bagian di dalam glomerulus), denga glomerulus sisa yang normal. Karena hanya bersifat fokal dan sering hanya terbatas pada nefron juxtamedular, lesi ini dapat luput dari pemeriksaan biopsi ginjal. Mikroskop imunofluoresesn memperlihatkan beberapa gambaran: pada beberapa pasien semua imunoglobulih dan komplemen tampak terdeposit di dalam sklerotik tersebut. Sekitar 7% dari anak yang diseleksi pada awitan sindrom nefrotik memiliki lesi ini, dan 80% tidak responsif terhadap terapi steroid standar.4  Glomerulonefritis



proliperatif



mesangeal



(MPN-



Mesangeal



Proliferative



Glomerulonephritis) Terjadi pada 8% dari kasus sindrom nefrotik, dan >95% tidak responsif terhadap terapi stereoid standar.4  Glomerulonefritis membranosa (MGN, Membranous Glomerulonephritis) hanya pada 1-2% sindroma nefrotik pada anak. Pada pasien yang mempunyai lesi ini memiliki onset klinis mirip dengan MCNS, tetapi tidak responsif terhadap terapis steroid.4 b. Pemeriksaan Laboratorium  Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan albumin



secara kualitatif +2 sampai +4.



Secara kuantitatif > 50 mg/kgBB/hari ( diperiksa memakai reagen ESBACH ). Pada sedimen ditemukan oval fat bodies yakni epitel sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, toraks hialin dan toraks eritrosit.  Pada pemeriksaan darah didapatkan protein total menurun (N:6,2-8,1 gm/100ml), albumin menurun (N: 4-5,8 gm/100ml), α1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), α2 globulin meninggi (N:0,4-1 gm/100ml), β globulin normal (N: 0,5-09 gm/100ml), γ globulin normal (N:0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin 50 mg/kgBB/hari atau >40 mg/m2/jam. Oleh karena proteinuria paralel dengan kerusakan membran basal glomerulus , maka proteinuria dapat dipakai sebagai petunjuk sederhana untuk menentukan derajat kerusakan glomerulus. b. Hiperlipidemia Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal. Dikatakan hiperlipidemia karena bukan hanya kolesterol saja yang meninggi ( 6



kolesterol > 250 mg/100 ml ) tetapi juga beberapa konstituen lemak meninggi dalam darah. Konstituen lemak itu adalah kolesterol, Low Density Lipoprotein(LDL), Very Low Density Lipoprotein(VLDL), dan trigliserida (baru meningkat bila plasma albumin < 1gr/100 mL. Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel sel hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah menjadi LDL pleh lipoprotein lipase. Tetapi, pada SN aktivitas enzim ini terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Disamping itu menurunnya aktivitas lipoprotein lipase ini disebabkan pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya protein ke dalam urine. Jadi, hiperkolesteronemia ini tidak hanya disebabkan oleh produksi yang berlebihan , tetapi juga akibat gangguan katabolisme fosfolipid.1,3,5



c. Hipoalbuminemia Hipoalbuminemia terjadi apabila kadar albumin dalam darah < 2,5 gr/100 ml. Hipoalbuminemia pada SN dapat disebabkan oleh proteinuria, katabolisme protein yang berlebihan dan nutrional deficiency. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.1,3,5 Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu rentetan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga 7



timbullah konsep baru yang disebut teori overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia.5



d. Edema Pembentukan edema pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.3Edema mula-mula nampak pada kelopak mata terutama waktu bangun tidur. Edema yang hebat / anasarca sering disertai edema genitalia eksterna. Edema anasarca terjadi bila kadar albumin darah < 2 gr/ 100 ml. Selain itu, edema anasarca ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan karena edema mukosa usus. Akibat anoreksia dan proteinuria masif, anak dapat menderita PEM. Hernia umbilikalis, dilatasi vena, prolaps rekstum dan sesak nafas dapat pula terjadi akibat edema anasarca ini. 1,3,4,5 Pada umumnya tipe SNKM mempunyai gejala-gejala klinik yang disebut diatas tanpa gejala-gejala lain. Oleh karena itu, secara klinik SNKM ini dapat dibedakan dari SN dengan kelainan histologis tipe lain yaitu pada SNKM dijumpai hal-hal sebagai berikut pada umunya : Anak berumur 1-6 tahun 



Tidak ada hipertensi







Tidak ada hematuria makroskopis atau mikroskopis







Fungsi ginjal normal







Titer komplemen C3 normal







Respons terhadap kortikosteroid baik sekali.



7. Manifestasi klinik 8



Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar ( 74% ) dijumpai pada anak-anak dengan perbandingan wanita dan pria 1:2. Pada remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1:1. Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali edema timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal edema sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misalnya daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya edema menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).1,2,4,5 Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan edema hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Edema biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasienpasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM.2,5 Edema paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal (SNKM). Bila ringan, edema biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia. Edema bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat edema kulit, anak tampak lebih pucat. 8. Penatalaksaan a. Perbaiki keadaan umum penderita :  Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Protein 1-2 gr/kgBB/hari, bila ureum dan kreatinin meningkat diberi protein 0,5-1 gr. Kalori rata-rata 100 kalori/kgBB/hari. Garam dibatasi bila edema hebat. Bila tanpa edema, diberi 1-2 mg/hari. Pembatasan cairan bila terdapat gejala-gejala gagal ginjal. Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.  Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin konsentrat.  Berantas infeksi. 9



 Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.  Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Metode yang lebih efektif dan fisiologik untuk mengurangi edema ialah merangsang diuresis dengan pemberian albumin (salt poor albumin) 0,5-1 mg/kgBB selama 1 jam disusul kemudian oleh furosemid IV 1-2 mg/kbBB/hari. Pengobatan ini dapat diulang setiap 6 jam kalau perlu. Diuretik yang biasa dipakai ialah diutetik jangka pendek seperti furosemid atau asam etakrinat. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.1,2,3,4,5 b. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.



9. Komplikasi a. Infeksi Infeksi adalah komplikasi nefrosis utama. Komplikasi ini akibat meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteri selama kambuh. Penjelasan yang disusul meliputi penurunan kadar imunoglobin, cairan edema yang berperan sebagai media biakan. b. Keseimbangan Nitrogen `Proteinuria masif pada SN akan menyebabkan keseimbangan nitrogen menjadi negative. Penurunan masa otot sering ditemukan tetapi gejala ini tertutup oleh gejala edema anasarka dan baru tampak setelah edema menghilang. Kehilangan massa otot sebesar 10-20% dari masa tubuh (lean body mass) tidak jarang dijumpai pada SN. c. Hiperlipidemia dan Lipiduria Hiperlipidemia merupakan keadaan yang sering menyertai SN. Kadar kolesterol umumnya meningkat sedangkan trigliserid bervariasi dari normal sampai sedikit meninggi. Peningkatan kadar kolesterol disebabkan meningkatnya LDL (low density lipoprotein), lipoprotein terutama pengangkut kolesterol. Kadar trigliserid yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan VLDL (very low density lipoprotein). Selain itu ditemukan pula peningkatan IDL (intermediate density lipoprotein) dan lipoprotein (Lp)a, sedangkan HDL cenderung normal atau rendah. Mekanisme hiperlipidemia pada SN dihubungkan dengan peningkatan sintesis lipid dan protein hati, dan menurunnya katabolisme. `Tingginya kadar LDL pada SN disebabkan 10



peningkatan sintesis hati tanpa gangguan katabolisme. Peningkatan sintesis hati dan gangguan konversi VLDL dan IDL menjadi LDL menyebabkan kadar VLDL tinggi pada SN. Menurunnya aktivitas enzim LPL (lipoprotein lipase) diduga merupakan penyebab berkurangnya katabolisme VLDL pada SN. Penurunan kadar HDL pada SN diduga akibat berkurangnya aktivitas enzim LCAT (lecithin cholesterol acyltransferase) yang berfungsi katalisasi pembentukan HDL. Enzim ini juga berperan mengangkut kolesterol dari sirkulasi menuju hati untuk katabolisme . Lipiduria sering ditemukan pada SN dan ditandai dengan akumulasi lipid pada debris sel dan cast seperti badan lemak berbentuk oval dan fatty cast. d. Metabolism Kalsium dan Tulang Vitamin D merupakan unsur penting dalam metabolism kalsium dan tulang pada manusia. Vitamin D yang terikat protein akan disekresikan melalui urin sehingga menyebabkan penurunan kadar plasma. Kadar 25 (OH) D dan 1,25 (OH)2D plasma juga ikut menurun sedangkan kadar vitamin D bebas tidak mengalami gangguan. Karena fungsi ginjal pada SN umumnya normal. Pada SN juga terjadi kehilangan hormone tiroid yang terikat protein melalui urin dan penurunan kadar tiroksin plasma. Tiroksin yang bebas dan hormone yang menstimulasi tiroksin tetap normal sehingga secara klinis tidak menimbulkan gangguan.



10. Prognosis



11. Kesimpulan



11



12