Sistem Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS BIOTEKNOLOGI LINGKUNGAN LAHAN BASAH BUATAN (CONSTRUCTED WETLAND)



Disusun Oleh : Tri Wardani



(H1E113002)



Aulia Rahma



(H1E113007)



Erdina Lulu A.R



(H1E113024)



Asmarika Wibawati



(H1E113230)



DOSEN PENGAJAR NOVA ANNISA, S.Si.,MS KEMENTERIAN TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN 2016 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas taufik dan hidayah-Nya maka usaha–usaha dalam menyelesaikan tugas mata kuliah Bioteknologi Lingkungan, penulis dapat terselesaikan sesuai harapan. Pada



kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nova annisa, S.Si.,MS selaku dosen mata kuliah Bioteknologi Lingkungan. Saran dan kritik yang konstruktif tetap diharapkan serta akan dijadikan sebagai bahan perbaikan dan penyempurnaan Tugas



“Lahan Basah Buatan



(Constructed Wetland)” penulis mohon maaf apabila ada kekurangan dalam penyusunannya. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.



Banjarbaru, Maret 2016



Penulis



2



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR...............................................................................................i DAFTAR ISI............................................................................................................ii BAB I.......................................................................................................................1 PENDAHULUAN...................................................................................................1 1.1



Latar Belakang..........................................................................................1



1.2



Rumusan Masalah.....................................................................................2



1.3



Tujuan........................................................................................................2



BAB II......................................................................................................................3 ISI.............................................................................................................................3 2.1



Definisi Lahan Basah Buatan....................................................................3



2.2



Fungsi dan Manfaat Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland)............3



2.3



Sistem Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland).................................4



2.4



Tipe Sistem Lahan Basah Buatan..............................................................5



2.4.1



Free Water Surface Flow (FWS)........................................................5



2.4.2



Subsurface Flow System....................................................................6



2.5. Prinsip Dasar pada Sistem Lahan Basah Buatan..........................................8 2.6 Komponen-komponen Sistem Lahan Basah Buatan....................................10 2.6.1 Mikroorganisme....................................................................................10 2.6.1 Tanaman...............................................................................................11 2.6.3 Substrat/media.......................................................................................11 2.6.4 2.7



Kolam air..........................................................................................12



Keunggulan



dan



Kelemahan



Teknologi



Lahan



Basah



Buatan



(Constructed Wetland).......................................................................................12 2.7.1 Keunggulan Teknologi Lahan Basah Buatan.......................................12



3



2.7.2 Kelemahan Teknologi Lahan Basah Buatan........................................13 BAB III..................................................................................................................14 PENUTUP..............................................................................................................14 3.1



Kesimpulan..............................................................................................14



3.2



Saran........................................................................................................14



SOAL DAN JAWABAN........................................................................................15 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................16



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang pesat khususnya di kota-kota besar sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan tempat tinggal berupa perumahan. Hal tersebut dikhawatirkan dapat memicu peningkatan air limbah domestik. Meningkatnya jumlah air limbah domestik yang tidak diimbangi dengan peningkatan badan air penerima baik dari aspek kapasitas maupun kualitasnya, menyebabkan jumlah air limbah yang masuk ke dalam badan air tersebut dapat melebihi daya tampung Banyaknya limbah rumah tangga yang dibuang ke badan air tanpa melewati sistem pengolahan limbah berdampak serius terhadap pencemaran lingkungan perairan (Effendi, 2003). Volume limbah domestik yang berasal dari pemukiman dapat menjadi permasalahan yang serius. Upaya mengolah limbah cair sebelum dibuang ke badan air merupakan tindakan yang sangat perlu diperhatikan. Kendala yang sering terjadi dalam pengoperasian suatu sistem pengolahan limbah adalah besarnya biaya konstruksi, biaya operasional maupun biaya perawatan, juga kadang dibutuhkan keahlian tertentu untuk menjalankan suatu sistem pengolahan limbah. Pengolahan limbah dengan prinsip ekologis sangat direkomendasikan mengingat karakteristik limbah domestik yang pada umumnya bersifat



4



biodegradable. Salah satu alternatif sistem pengolahan air limbah tersebut adalah Sistem Lahan Basah Buatan (Constructed Wetlands) (Supradata, 2005). Teknologi lahan basah buatan untuk mengolah limbah cair sangat potensial sistem pengolahan limbahnya sederhana, mudah diterapkan dalam skala rumah tangga atau individual yaitu dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di Indonesia. Metode pengolahan limbah cair lahan basah buatan ini menggunakan mikroorganisme dan tumbuhan air (Awalina, 2005). Keberadaan lahan basah buatan dapat memberikan pengaruh yang baik karena proses pengolahan limbah yang terjadi mencontoh proses penjernihan air yang terjadi di lahan basah atau rawa (wetlands). Pengolahan limbah dengan sistem lahan basah buatan melibatkan tumbuhan air yang berperan penting dalam proses pemulihan kualitas air limbah secara alamiah melalui mekanisme absorbsi bahan-bahan yang larut di dalam



air



limbah



maupun



kemampuannya



untuk



bersimbiosis



mikroorganisme yang terdapat di dalam tanah (Supradata, 2005). 1.2 Rumusan Masalah 1. 2. 3. 4. 5.



Apa pengertian dari sistem lahan basah buatan ? Sebutkan tipe sistem lahan basah buatan ? Apa prinsip dasar pada sistem lahan basah buatan ? Apa saja komponen dari sistem lahan basah buatan? Sebutkan keunggulan dan kelemahan teknologi lahan basah ?



1.3 Tujuan 1. 2. 3. 4.



Mengetahui pengertian dari sistem lahan basah buatan. Mengetahui apa saja tipe dari sistem lahan basah buatan. Mengetahui prinsip dasar sistem lahan basah buatan. Mengetahui apa saja komponen sistem lahan basah buatan.



5. Mengetahui keunggulan dan kelemahan teknologi lahan basah.



5



dengan



BAB II ISI



2.1 Definisi Lahan Basah Buatan Lahan basah, berdasarkan Sistem Klasifikasi Ramsar, diklasifikasikan menjadi tiga kelompok utama, yaitu : lahan basah pesisir dan lautan, lahan basah daratan, dan lahan basah buatan. Diantara ketiga kelompok utama lahan basah tersebut, lahan basah buatan mungkin bisa dianggap sebagai satu-satunya kelompok lahan basah yang memiliki posisi paling dilematis, karena di satu sisi pembangunan lahan basah buatan memang perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu, sementara di sisi lain pembangunan lahan basah buatan dianggap menjadi penyebab berkurangnya atau bahkan hilangnya dungsi dan nilai manfaat lahan basah alami (Puspita, dkk. 2005). Lahan basah buatan (human-made wetlands) adalah suatu ekosistem lahan basah yang terbentuk akibat intervensi manusia, baik secara sengaja ataupun tidak sengaja. Lahan basah buatan yang pembentukannya disengaja, biasanya dibuat untuk memenuhi berbagai kepentingan tertentu; misalnya untuk meningkatkan produksi lahan pertanian dan perikanan, pembangkit tenaga listrik, sumber air, atau untuk mengolah air limbah (Puspita, dkk. 2005). Pengolahan air limbah dapat dilakukan dengan sistem constructed wetland (lahan basah buatan). Constructed wetland adalah salah satu teknologi pengolahan air limbah dengan konsep natural treatment, dengan menggunakan kolam dangkal yang didalamnya terdapat beberapa macam substrat seperti tanah atau kerikil dan tanaman air. Sistem tersebut memanfaatkan simbiosis mikroorganisme tanah dengan



akar



tumbuhan



yang



mengeluarkan



oksigen.



(Tanggahu



dan



Warmadewanthi, 2001). 2.2 Fungsi dan Manfaat Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland) Sistem lahan basah buatan (constructed wetland) pada dasarnya berfungsi untuk memperbaiki kualitas air limbah agar mutu hasil olahannya memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan dan tidak mencemari badan air penerima. Constructed wetland sampai saat ini diyakini sebagai cara paling ekonomis untuk mengolah air



6



limbah. Contructed wetland sangat cocok diterapkan pada negara berkembang (terutama daerah tropis yang iklimnya hangat), karena pengoperasian constructed wetland ini tidak membutuhkan biaya investasi dan biaya pengoperasian yang tinggi, serta tidak memerlukan tenaga operator khusus untuk mengoperasikannya. Selain itu ketersediaan tanah yang relatif luas dan harga tanah yang tidak terlalu mahal di negara-negara berkembang (dibandingkan dengan harga instalasi pengolahan limbah modern) juga menyebabkan kolam ini cocok dikembangkan di negara berkembang (Puspita, dkk. 2005). Air olahan dari sistem lahan basah buatan ini pada tahap selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian. Air olahan ini sangat baik bagi keperluan irigasi karena didalamnya terkandung nitrogen, fosfor, dan natrium yang bermanfaat sebagai nutrien bagi tanaman. Endapan tanah organik yang terkumpul di bagian dasar kolam juga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas tanah pertanian. Selain itu biogas yang dihasilkan pada kolam anaerobik juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi (Puspita, dkk. 2005). 2.3 Sistem Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland) Instalasi pengolahan limbah cair biologis atau constructed wetland merupakan instalasi pengolahan limbah cair buatan yang dirancang dan dibuat berupa kolam atau saluran yang ditanami oleh tumbuhan-tumbuhan air dan proses penjernihan



limbah



cair



dilakukan



secara



biologis



dengan



bantuan



mikroorganisme, proses fisika dan kimia. Instalasi ini dirancang seperti proses penjernihan limbah cair yang ada di alam, tetapi dengan lingkungan yang dapat dikendalikan. Instalasi pengolahan limbah cair buatan ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan instalasi pengolahan limbah cair alami ( natural wetlands) yaitu lokasi bisa dipilih sesuai dengan keinginan, ukuran lebih fleksibel, pola aliran serta waktu tinggal bisa diatur (Jimmy , 2015). Prinsip kerja instalasi pengolahan limbah cair buatan ini meniru atau hampir sama dengan prinsip instalasi pengolahan limbah cair alami, tetapi perbedaannya adalah bisa dibuat di tempat-tempat yang dikehendaki, instalasi pengolahan limbah cair buatan ini semakin popular dan mampu mengolah berbagai limbah cair seperti limbah cair domestik, limbah cair pemotongan hewan, limbah cair



7



pabrik kertas, limbah cair pabrik gula, limbah cair peternakan dan berbagai limbah cair lainnya (Kurniadie, 2011). 2.4 Tipe Sistem Lahan Basah Buatan Instalasi pengolahan limbah cair atau constructed wetland diklasifikasikan berdasarkan berbagai macam parameter, tetapi yang paling penting adalah berdasarkan tipe aliran yaitu aliran permukaan (free water surface flow) dan aliran bawah permukaan (subsurface water flow). 2.4.1 Free Water Surface Flow (FWS) Instalasi pengolahan limbah cair dengan pola aliran permukaan atau free water surface constructed wetland (FWS) terdiri dari kolam atau saluran dengan menggunakan tanah atau medium untuk mendukung perakaran tumbuhan (jika ada) dan air. Sistem FWS ini sangant mirip dengan kondisi wetland secara alami (natural wetland) dan umumnya merupakan kolam yang ditanami berbagai jenis tanaman gulma air (Kurniadie, 2011). Masalah dari instalasi pengolahan limbah cair dengan pola aliran permukaan ataufree water surface flow ini adalah areal lahan yang diperlukan lebih luas, banyak nyamuk, estetika kurang baik serta dapat menimbulkan bau. Berdasarkan jenis dari gulma air, instalasi pengolahan limbah cair free surface dibagi kedalam beberapa sistem, yaitu: a. Sistem dengan menggunakan gulma air yang terapung bebas seperti gulma air Elchornia crassibes, Pistia stratiotes, Lemna spp., Spirodela polyrhiza,Wolfia spp. b. Sistem dengan menggunakan gulma air terapung dengan akar yang menempel pada tanah seperti gulma air Nymphaea spp., Nuphar luteadan Nelumbo nucifera. c. Sistem dengan menggunakan gulma air submerged seperti Myriophyllum spicatum, Potamogeton pectinatus. Elodea canadansis dan Ceratophyllum. Pada gambar berikut ini dapat dilihat secara rinci perbedaan penggunaan tanaman dari ketiga jenis sistem Lahan Basah tersebut.



8



Gambar 2.1. Perbedaan Penggunaan Tanaman dalam Sistem Lahan Basah Buatan Instalasi pengolahan limbah cair dengan pola aliran permukaan ini banyak dibuat di negara-negara tropis, karena jenis gulma air ini tidak tahan pada cuaca dingin seperti negara-negara sub tropis serta tingkat pertumbuhan akan berkurang pada temperatur dibawah 10℃. Instalasi ini banyak digunakan untuk mengolah limbah cair industry pertanian, peternakan, industry telstil, industry logam serta pestisida (Vymazal, 2011). 2.4.2 Subsurface Flow System Instalasi pengolahan limbah cair dengan menggunakan aliran subsurface flow system diklasifikasikan menurut arah dari aliran baik arah horizontal (HSF) dan arah vertical (VFS). a. Horizontal Subsurface Flow (HSF) Instalasi pengolahan limbah cair tipe horizontal atau constructed wetland with a horizontal subsurface flow (HF atau HSF) merupakan instalasi pengolahan limbah cair dimana limbah cair dimasukkan ke dalam inflow dan mengalir secara lambat melalui media yang porous secara horizontal menuju saluran outflow. Bahan-bahan organik pencemar didegradasi secara aerob dan anaerob oleh bakteri yang menempel pada bagian akar dan rhizome dari tumbuhan gulma air emergent dan permukaan media tumbuh.Oksigen yang diperlukan untuk degradasi aerobik



9



diberikan secra langsung dari atmosphere secara difusi atau keluarnya oksigen dari akar dan rhizome pada bagian rhizosphere (Kurniadie, 2011). b. Vertical Flow System (VFS) Instalasi pengolahan limbah cair dengan menggunakan aliran vertikal atau vertical flow system (VF) terdiri dari tanah yang digali berupa kolam dan dilapisi lapisan kedap air berupa bahan terpal atau tanah liat dan diisi oleh batuan. Limbah cair akan mengalir secara gradual turun ke lapisan bagian bawah dan akan ditampung pada bak outflow. Pada sistem pengolahan limbah cair tipe vertikal ini jumlah oksigen yang berdifusi dari udara lebih banyak dibandingkan dengan jumlah oksigen yang ditransfer dari udara melalui saluran air aerenchyma yang dimiliki oleh gulma air emergent. Dengan merembesnya air limbah secara perlahan ke bawah reaktor maka kolom air pada permukaan filter bed akan kosong, hal ini memperbesar kemungkinan terjadinya kontak oksigen dengan populasi mikroba pada Rhizosfer. Fungsi dari gulma air emergent adalah untuk menjaga supaya konduktivitas hidraulik bisa terjaga, sehingga filter bed tidak mudah mampet. Proses utama penjernihan limbah cair pada instalasi pengolahan limbah cair tipe vertikal adalah sama dengan pada instalasi pengolahan limbah cair horizontal, tetapi filter bed pada sistem vertikal lebih bersifat aerob dibandingkan dengan sistem horizontal, sehingga proses nitrifikasi dan penurunan BOD lebih cepat, tetapi proses penurunan suspended solid lebih baik pada sistem pengolahan limbah cair tipe horizontal. Perbedaan sistem aliran dari kedua sistem Lahan Basah tersebut dapat dilihat secara rinci pada gambar 2.2.berikut ini :



Gambar 2.3. Tipe Aliran Sistem Lahan Basah Buatan Proses eliminasi bahan organik dan unsur hara pencemar pada instalasi ini terjadi melalui proses (Kurniadie, 2011):



10



a.Adsorpsi dari koloid-koloid oleh media atau substrat b. Pengikatan kapasitas kation dan anion pada mineral liat dan oksida Fe c.Transformasi dari nutrisi/unsur hara bahan organik pencemar oleh mikroorganisme Penghisapan oleh tanaman



d.



Platzer dan Mauch dalam Kurniadie (2011) mengatakan bahwa instalasi pengolah limbah cair subsurface water flow system dengan aliran vertikal dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan efesiensi penurunan parameter limbah serta bahan yang diperlukan lebih sedikit dibandingkan dengan instalasi pengolah limbah cair subsurface water flow system dengan aliran horizontal. Instalasi pengolah limbah cair subsurface water flow system dengan aliran vertikal mempunyai efesiensi pembersih lebih tinggi terhadap NH4N dan COD dibandingkan dengan instalasi pengolah limbah cair subsurface water flow system dengan aliran horizontal. 2.5. Prinsip Dasar pada Sistem Lahan Basah Buatan Proses pengolahan limbah pada Lahan Basah Buatan dapat terjadi secara fisik, kimia maupun biologi. Proses secara fisik yang terjadi adalah proses sedimantasi, filtrasi, adsorpsi oleh media tanah yang ada. Menurut Wood dalam Tangahu & Warmadewanthi (2001), dengan adanya proses secara fisik ini hanya dapat mengurangi konsentrasi COD & BOD solid maupun TSS, sedangkan COD & BOD terlarut dapat dihilangkan dengan proses gabungan kimia dan biologi melalui aktivitas mikroorganisme maupun tanaman. Hal tersebut dinyatakan juga oleh Haberl dan Langergraber (2002), bahwa proses eliminasi polutan dalam air limbah terjadi melalui proses secara fisik, kimia dan biologi yang cukup komplek yang terdapat dalam asosiasi antara media, tumbuhan makrophyta dan mikroorganisme, yaitu :     



Pengendapan untuk zat padatan tersuspensi Filtrasi dan pretipitasi kimia pada media Transformasi kimia Adsorpsi dan pertukaran ion dalam permukaan tanaman maupun media Transformasi dan penurunan polutan maupun nutrient oleh mikroorganisme







maupun tanaman Mengurangi mikroorganisme pathogen



11



Mekanisme penyerapan polutan pada Lahan Basah Buatan, menurut USDA and ITRC dalam Halverson (2004) menyebutkan bahwa secara umum melalui proses abiotik (Fisik dan kimia) atau biotik (mikrobia dan tanaman) dan gabungan dari kedua proses tersebut. Proses pengolahan awal (primer) secara abiotik, antara lain melalui : 



Settling & sedimentasi, efektif untuk menghilangkan partikulat dan padatan







tersuspensi. Adsorpsi dan absorpsi, merupakan proses kimiawi yang terjadi pada tanaman, substrat, sediment maupun air limbah, yang berkaitan erat dengan waktu







retensi air limbah. Oksidasi dan reduksi, efektif untuk mengikat logam-logam B3 dalam Lahan







Basah Buatan. Photodegradasi/oxidasi, degradasi (penurunan) berbagai unsur polutan yang







berkaitan dengan adanya sinar matahari. Volatilisasi, penurunan polutan akibat menguap dalam bentuk gas. Proses secara biotik, seperti biodegradasi dan penyerapan oleh tanaman juga



merupakan bentuk pengurangan polutan seperti halnya pada proses abiotik. Beberapa proses pengurangan polutan yang dilakukan oleh mikrobia dan tanaman dalam Lahan Basah, antara lain sebagai berikut : 1. Biodegradasi secara Aerobik/anaerobik, merupakan proses metabolisme mikroorganisme yang efektif menghilangkan bahan organik dalam Lahan Basah. Dalam proses ini, tanaman mengeluarkan senyawa organik dan enzim melalui akar (disebut eksudat akar) sehingga daerah rhizodfer merupakan lingkungan yang sangat baik untuk tempat tumbuhnya mikroba. Mikroba di daerah rhizosfer akan mempercepat biodegradasi kontaminan. 2. Phyto-akumulasi, proses pengambilan dan akumulasi bahan anorganik oleh tanaman. Akar tanaman dapat menyerap kontaminan bersamaan dengan penyerapan nutrient dan air. Massa kontaminan tidak dirombak, tetapi diendapkan di bagian trubus dan daun tanaman. Metode ini digunakan terutama untuk menyerap limbah yang mengandung logam berat. 3. Phyto-stabilisasi, merupakan bentuk kemampuan sebagian tanaman untuk memisahkan bahan anorganik pada akar tanaman. Dalam proses stabilisasi, berbagai senyawa yang dihasilkan oleh tanaman dapat mengimobilisasi



12



kontaminan. Sehingga diubah menjadi senyawa yang stabil. Tanaman juga mencegah migrasi polutan secara mekanis dengan mengurangi run off, erosi permukaan, dan aliran bawah tanah 4. Phyto-degradasi, tanaman dapat menghasilkan enzim yang dapat memecah bahan organik maupun anorganik dari polutan sebelum diserap, selama proses transpirasi.Dalam proses metabolisme, tanaman dapat merombak kontaminan di dalam jaringan tanaman menjadi molekul yang tidak bersifat toksik 5. Rhizo-degradasi dinamakan pula fitostimulasi atau biodegradasi rhizosfer dimana akar tanaman dapat melakukan penyerapan bahan polutan dari hasil degradasi bahan organik yang dilakukan oleh mikrobia. Mikrobia berkembang pada rhizosfer sebagai akibat suplai oksigen dan enzim oleh akar tanaman tumbuhan itu sendiri. 6. Phyto-volatilisasi / evapotranspirasi, penyerapan dan transpirasi, dalam proses ini, tanaman menyerap air yang mengandung kontaminan organic melalui akar, diangkut ke bagian daun, dan mengeluarkan kontaminan yang sudah didetoksifikasi ke udara melalui daun. Proses penurunan polutan dalam bentuk bahan organik tinggi, merupakan nutrient bagi tanaman. Melalui proses dekomposisi bahan organik oleh jaringan akar tanaman akan memberikan sumbangan yang besar terhadap penyediaan C, N, dan energi bagi kehidupan mikrobia ( Jimmy,2015). 2.6 Komponen-komponen Sistem Lahan Basah Buatan Menurut Puspita, et.al (2005), faktor-faktor yang beperan dalam proses pengolahan limbah pada lahan basah buatan adalah sebagai berikut: 2.6.1 Mikroorganisme Mikroorganisme pada lahan basah buatan biasanya melekat pada permukaan perakaran dan substrat/media membentuk biofilm.Mikroorganisme berperan sangat penting dalam sistem lahan basah buatan karena mikroorganisme melaksanakan penguraian bahan-bahan organik baik secara aerobik maupun anaerobik. Mikroorganisme juga berperan dalam proses nitrifikasi dan denitrifikasi.



13



2.6.1 Tanaman Tanaman adalah komponen terpenting yang berfungsi sebagai pendaur ulang bahan pencemar dalam air limbah untuk menjadi biomassa yang bernilai ekonomis dan menyuplai oksigen ke dasar air atau ke dalam substrat yang berkondisi anaerobik. Tanaman menggunakan energi matahari untuk menggerakan reaksi biokimia di dalam selnya, sehingga manusia tidak perlu lagi memasok energi listrik dalam proses pembersihan air limbah (Khiatuddin, 2003). Tanaman pada lahan basah buatan berperan: a. Penyedia oksigen bagi proses penguraian zat pencemar b. Media tumbuh dan berkembangnya mokroorganisme c. Penahan laju aliran sehingga memudahkan proses sedimentasi padatan, membantu proses filtrasi (terutama bagian perakaran tanaman) dan mencegah erosi. d. Penyerap nutrient dan bahan-bahan pencemar lainnya e. Pencegah pertumbuhan virus dan bakteri pathogen dengan mengeluarkan zatzat tertentu semacam antibiotik. Tanaman air yang biasa digunakan di dalam lahan basah buatan dan telah terbukti mempunyai kemampuan baik dalam proses pengolahan air limbah/air tercemar dapat dikelompokkan menjadi: a. Tanaman yang mencuat ke permukaan air (emergent aquatic macrophyte), merupakan tanaman air yang berakar dibawah air dan berdaun di atas air. b. Tanaman yang mengambang dalam air (submergent aquatic macrophyte), merupakan tanaman air yang keseluruhannya berada di dalam air. c. Tanaman yang mengapung di permukaan air (floating plant), merupakan tanaman yang mempunyai akar di dalam air dengan daun di atas air. 2.6.3 Substrat/media Substrat/media berperan sebagai tempat menempelnya mikroorganisme sehingga memperluas permukaan sistem lahan basah buatan. Selain itu, substrat juga berperan untuk menyokong tumbuhan air, membantu proses filtrasi (terutama pada lahan basah buatan beraliran bawah permukaan/subsurface flow) dan menampung sedimen. Jenis substrat sangat mempengaruhi waktu detensi, oleh karena itu pemilihan substrat yang tepat sangat menentukan keberhasilan sistem dalam mengolah air limbah. Menurut Kurniadie (2011) substrat/media tumbuh tanaman merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam instalasi penjernih



14



limbah cair. Hal ini disebabkan karena proses biologi, kimia dan fisika dalam penjernihan limbah cair terjadi pada substrat yang ditanami dengan berbagai macam tumbuhan gulma air emergent. Jenis substrat yang digunakan sangat berpengaruh pada efisiensi pembersih dari instalasi pengolahan limbah cair.Sebelumnya banyak instalasi pengolahan limbah cair yang menggunakan tanah sebagai substrat (media tumbuh) tetapi banyak menimbulkan masalah terutama adanya aliran permukaan, pertumbuhan gulma air emergent yang kurang baik serta efisiensi pembersih yang kurang baik. Beberapa fungsi dari media tumbuh atau substrat adalah sebagai berikut (Kurniadie, 2011) : a. Media



tumbuh



gulma



air



emergent



merupakan



tempat



menempel



mikroorganisme anaerob (dan atau anoxic juka terdapat nitrat) untuk dekomposisi bahan organik pencemar. b. Mempengaruhu retention time (waktu tinggal). c. Memberikan kesempatan bagi mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan pencemar pada limbah cair. d. Tersedianya oksigen yang kesemuanya akan berpengaruh pada efisiensi pembersih dari instalasi pengolahan limbah cair. 2.6.4



Kolam air Kolom air dalam lahan basah buatan berperan penting, karena apabila



kolom air terlalu dalam akan berpengaruh terhadap efisiensi lahan basah buatan. 2.7



Keunggulan



dan



Kelemahan



Teknologi



Lahan



Basah



Buatan



(Constructed Wetland) 2.7.1 Keunggulan Teknologi Lahan Basah Buatan Keunggulan teknologi lahan basah dibandingkan dengan fasilitas pembersih air yang berteknologi konvensional adalah (Khiatuddin, 2003) : a. Biaya pembangunan dan operasional relatif lebih murah. b. Mudah dioperasikan dan dirawat, sehingga tidak membutuhkan karyawan yang berkeahlian tinggi.



c. Menyediakan fasilitas pembersih air limbah yang efektif dan dapat diandalkan. d. Relatif toleran terhadap berbagai tingkat konsentrasi bahan pencemar sebagai akibat



fluktuasi



hidrologis



dan



jumlah



bahan



pencemar



yang



memasuki



sistem.



e. Dapat menghilangkan senyawa beracun (termasuk logam berat) yang tidak dapat dibersihkan oleh fasilitas konvensional.



15



f.



Bahan pencemar di dalam air dapat di daur ulang untuk menjadi biomassa



yang bernilai ekonomis. g. Cocok dikembangkan di permukiman kecil dimana harga tanah relatif murah dan air limbah berasal dari rumah tangga.



h. Menyumbangkan keuntungan yang tidak langsung bagi lingkungan seperti kawasan hijau, habitat satwa liar, kawasan rekreasi dan pendidikan.



2.7.2 Kelemahan Teknologi Lahan Basah Buatan Namun demikian teknologi lahan basah juga memiliki beberapa kelemahan jika dibandingkan dengan fasilitas pembersih air limbah yang menggunakan teknologi konvensional. Kelemahannya adalah :



a. Memerlukan areal tanah yang luas untuk dapat menghasilkan air yang relatif bersih. b. Kriteria desain dan operasi masih belum jelas.



16



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dari isi makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Sistem lahan basah buatan (constructed wetland) adalah salah satu teknologi pengolahan air limbah dengan konsep natural treatment. 2. Tipe sistem lahan basah buatan ada 2 yaitu : tipe aliran permukaan (free water surface flow) dan tipe lairan bawah permukaan (subsurface water flow). 3. Prinsip dasar pada sistem lahan basah buatan yaitu proses pengolahan limbah pada lahan basah buatan dengan proses secara fisika, kimia maupun biologi. 4. Komponen sistem lahan basah buatan yaitu mikroorganisme, tanaman, susbstrat atau media, dan kolam air. 5. Keunggulan dari teknologi lahan basah buatan yaitu : b. Biaya pembangunan dan operasional relatif lebih murah. c. Mudah dioperasikan dan dirawat, sehingga tidak membutuhkan karyawan yang berkeahlian tinggi.



d. Menyediakan fasilitas pembersih air limbah yang efektif dan dapat diandalkan dll.



Kelemahan dari teknologi lahan basah buatan yaitu : a. Memerlukan areal tanah yang luas untuk dapat menghasilkan air yang relatif bersih. b. Kriteria desain dan operasi masih belum jelas. 3.2 Saran Adapun saran untuk makalah ini adalah diharapkan makalah tentang sistem lahan basah buatan atau constructed wetland ini dapat berguna dalam menambah ilmu pengetahuan dan wawasan teutama di bidang Teknik Lingkungan yang memang akan sering berhubungan dengan bioremediasi atau bioteknologi lingkungan.



17



SOAL DAN JAWABAN 1. Dibawah ini yang merupakan salah satu manfaat atau fungsi sistem lahan basah buatan (constructed wetland) yang benar adalah a. mengolah air limbah b. penghasil bahan pangan c. menampung air d. budidaya perikanan 2. Dibawah ini merupakan tipe sistem lahan basah buatan yang benar, kecuali a. Free Water Surface b. Subsurface Flow System c. Horizontal Subsurface Flow d. Volume Flow System 3. Dibawah ini yang merupakan prinsip dasar sistem lahan basah buatan adalah a. sedimentasi b. fisika, kimia, biologi c. anaerobic d. aerobic 4. Komponen sistem lahan basah buatan dibawah ini yang benar, kecuali a. mikroorganisme b. substrat c. porositas tanah tinggi d. tanaman 5. Keunggulan dari teknologi lahan basah buatan adalah a. biaya operasional mahal b. Relatif toleran terhadap berbagai tingkat konsentrasi bahan pencemar c. sulit dioperasikan dan dirawat d. kriteria desain dan operasi masih belum jelas DAFTAR PUSTAKA



Effendi, H., 2003, Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Haberl, R., and Langergraber, H., 2002, Constructed wetlands: a chance to solve wastewater problems in developing countries. Wat. Sci. Technol. 40:11–17. Halverson, Nancy V., 2004, Review of Constructed Subsurface Flow vs. Surface Flow Wetlands, U.S. Department of Energy, Springfield, USA.



18



Jimmy P, 2015. Efektifitas Sistem Lahan Basah Buatan Sebagai Alternatif Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan Tanaman Hias Iris Pseudoacorus. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjung Pinang. Khiatuddin, M., 2003, Melestarikan Sumber Daya Air Dengan Teknologi Rawa Buatan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Kurniadie, Denny. 2011.Teknologi Pengoloahan Air limbah Cair secara Biologis. Widya Padjajaran. Puspita, L., E. Ratnawati, I N. N. Suryadiputra, A. A. Meutia. 2005. Lahan Basah Buatan di Indonesia. Wetlands International -Indonesia Programme. Bogor. Tangahu, B.V. dan Warmadewanthi, I.D.A.A., 2001, Pengelolaan Limbah Rumah Tangga Dengan Memanfaatkan Tanaman Cattail (Typha angustifolia) dalam Sistem Constructed Wetland, Purifikasi, Volume 2 Nomor 3, ITS – Surabaya. Vymazal, J. 2010. Constructed Wetlands for Wastewater Treatment, Journal Water 2010, 2, 530-549, ISSN 2073-4441



19