10 0 632 KB
LAPORAN TUTORIAL BLOK 18 SKENARIO B
DISUSUN OLEH Kelompok Tutorial I Tutor : dr. Mezfi Unita, Sp. PA (K) Gerry Armando
(04011281320029)
Ghiena Inayati Abishasahata
(04011381320015)
Hasna Mujahidah
(04011381320025)
Safitri Muhlisa
(04011381320029)
Aisyah Noer Maulida
(04011381320043)
Sharah Aqila
(04011381320063)
Afkur Mahesa Nasution
(04011381320067)
Miranda Alaska
(04011181320077)
Rabiatul Adawiyah
(04011181320045)
Fellani
(04011181320061)
Dea Firstianty Hendarman
(04011181320081)
Nilam Siti Rahmah
(04011181320083)
Muhammad Alex Januarsyah
(04011181320009)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA TAHUN PELAJARAN 2014-2015 1
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Illahi Robbi, karena berkat limpahan rahmat dan hidayahnya jua-lah Penyusun bisa menyelesaikan tugas Laporan Tutorial ini dengan baik tanpa aral yang memberatkan. Laporan ini disusun sebagai bentuk dari pemenuhan tugas Laporan Tutorial Skenario B yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, khususnya pada Blok 18. Terima kasih tak lupa pula Kami haturkan kepada tutor yang telah membimbing dalam proses tutorial ini, beserta pihak-pihak lain yang terlibat, baik dalam memberikan saran, arahan, dan dukungan materil maupun inmateril dalam penyusunan tugas laporan ini. Penyusun menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik yang membangun sangat Kami harapkan sebagai bahan pembelajaran yang baru bagi Penyusun dan perbaikan di masa yang akan datang.
Palembang, 22 Mei 2015 Penyusun
Kelompok Tutorial 1
2
DAFTAR ISI Kata Pengantar
2
Daftar Isi
3
Skenario B
4
I. II. III. IV. V. VI.
VII. VIII.
Klarifikasi Istilah Identifikasi Masalah Analisis Masalah Hipotesis Learning Issue Sintesis masalah 1. Anatomi dan fisiologi Ginjal dan Saluran Kemih 2. Histologi dan Histopatologi Ginjal dan Saluran Kemih 3. Sindroma Nefrotik Kerangka Konsep Kesimpulan
Daftar Pustaka
5 5 6 26 26 27 27 32 35 46 47 48
SKENARIO B Rafi berusia 6 tahun dibawa orang tuanya ke Poli Umum RSMH dengan keluhan sembab di seluruh tubuh. Sejak 1 bulan yang lalu tampak sembab di kelopak mata. Sejak 2 minggu yang 3
lalu tampak perut makin membesar dan kedua tungkai bengkak. BAK warna kuning dan tampak berbusa. Penyakit seperti ini baru pertama kali diderita, tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama. Pemeriksaaan fisik: KU: sakit sedang, kesadaran kompos mentis. Suhu= 37C. TD=100/60 mmHg, HR=96x/ menit, RR=32x/menit, BB 28 kg, TB 136 cm, edema (+) pada kedua kelopak mata, acites (+), edema kedua tungkai dan telapak kaki (+/+). Paru dan jantung dalam batas normal Hasil laboratorium: Urinalisis: warna kuning agak keruh, berbusa, proteinuria +++, eritrosit 0-1 sel/LPB, leukosit 2-3 sel/LPB. Darahl: Hb 8,5 g/dl, leukosit 11.000/mm3, trombosit 400.000/mm3, LED 40 mm/jam, protein total 4,0 g/dl, ureum 40mg/dl, kreatinin 0,7 mg/dl, kolesterol 280 mg/dl.
I.
KLARIFIKASI ISTILAH Istilah Pengertian Sembab seluruh tubuh Adanya cairan yang berlebihan di ruang interstisial pada (edema anasarka)
seluruh bagian tubuh 4
Edema Acites Proteinuria
Keadaan dimana terdapat cairan di ruang interstisial tubuh Adanya cairan di cavum peritoneum Adanya cairan di cavum peritoniumnya protein dalam urinbila konsentrasinya lebih besar dari 0,3 gram dalam
II.
koleksi urin 24 jam IDENTIFIKASI MASALAH No 1.
Masalah Concern Rafi berusia 6 tahun dibawa orang tuanya ke Poli Umum RSMH VVVVV
2. 3.
dengan keluhan sembab di seluruh tubuh Sejak 1 bulan yang lalu tampak sembab di kelopak mata. VVV Sejak 2 minggu yang lalu tampak perut makin membesar dan VVVV
4.
kedua tungkai bengkak. BAK warna kuning dan tampak berbusa. Penyakit seperti ini baru pertama kali diderita, tidak ada riwayat VV
5.
keluarga dengan penyakit yang sama. Pemeriksaaan fisik:
V
KU: sakit sedang, kesadaran kompos mentis. Suhu= 37C. TD=100/60 mmHg, HR=96x/ menit, RR=32x/menit, BB 28 kg, TB 136 cm, edema (+) pada kedua kelopak mata, acites (+), edema kedua tungkai dan telapak kaki (+/+). Paru dan jantung 6.
dalam batas normal Hasil laboratorium:
V
Urinalisis: warna kuning agak keruh, berbusa, proteinuria +++, eritrosit 0-1 sel/LPB, leukosit 2-3 sel/LPB. Darahl: Hb 8,5 g/dl, leukosit 11.000/mm3, trombosit 400.000/mm3, LED 40 mm/jam, protein total 4,0 g/dl, albumin 2,0 gr/dl, ureum 40mg/dl, kreatinin 0,7 mg/dl, kolesterol 280 mg/dl. III.
ANALISIS MASALAH 1. Rafi berusia 6 tahun dibawa orang tuanya ke Poli Umum RSMH dengan keluhan sembab di seluruh tubuh a. Apa hubungan umur dan jenis kelamin pada kasus? Sindrom nefrotik didapatkan lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan dengan perbandingan 3:2 dan terbanyak pada umur 2-6 tahun. Diduga bahwa sindrom nefrotik terjadi karena gangguan imunitas selular melalui pembentukkan klon sel T abnormal yang menghasilkan mediator kimia (limfokin) sehingga terjadi peningkatan permeabilitas membrane basalis dan menyebabkan proteinuria. Klon sel T abnormal diduga terdapat pada kelenjar timus yang akan mengalami ablasi saat usia pubertas, 5
hal ini menjelaskan penyebab insiden sindrom nefrotik sering terjadi pada usia kurang dari 6 tahun. Jika insiden sindrom nefrotik dihubungkan dengan letak klon sel T abnormal, maka laki-laki lebih rentan mengalami sindrom nefrotk karena laki-laki lebih sering mengalami gangguan timus. b. Bagaimana penyebab dan mekanisme sembab diseluruh tubuh? Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori underfil lmenjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan interstisium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema akan semakin berlanjut. Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama. Penurunan kemampuan nefron distal untuk mengeksresi natrium sehingga terjadi retensi natrium. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan secara bersama pada pasien Sindrom nefrotik (SN). c. Apa saja organ yang terganggu? Ginjal (glomerulus) d. Bagaimana anatomi, histologi, fisiologi organ yang terganggu? Anatomi Ginjal Ukuran rerata ginjal:11,5 cm x 6cm x 3,5 cm dengan berat sekitar 120
170 gram, atau sekitar 0,4% dari berat badan. (untuk orang dewasa) Struktur ginjal o Secara antomis, ginjal dibagi menjadi 2 bagian, yaitu korteks dan medula. o Komponen utama pada korteks adalah nefron sedangkan pada medulla adalah duktuli atau saluran kecil yang mengalirkan hasil ultrafiltrasi berupa urine. o Nefron merupakan unit fungsional terkecil ginjal yang terdiri dari glomerulus, tubulus kontortus proksimal, loop of henle, tubulus kontortus distalis dan duktus kolagentes. 6
o Sistem
pelvikalase
ginjal
terdiri
atas
kaliks
minor,
infundibulum, kaliks mayor, dan pielum/pelvis renalis. Mukosa system
pelvikalase
terdiri
atas
epitel
transisional
dan
dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan urine sampai ke ureter. o Sembab terlihat seolah-olah menjalar hanya karena durasi proses edema di kelopak mata dan tungkai dan telapak kaki itu berbeda. Jaringan ikat di kelopak mata lebih longgar dibandingkan di tungkai dan telapak kaki, sehingga proses edema berlangsung lebih duluan di kelopak mata dan diikuti proses edema di tungkai dan telapak kaki. Hal ini juga dipengaruhi
posisi
pada
saat
tidur,
yaitu
posisi
horizontal/sejajar/berbaring. Selain itu, pada saat bangun tidur, cairan cenderung masih terkumpul disekitar mata karena pengaruh gaya gravitasi. Setelah berdiri, cairan berangsurangsur turun ke bagian bawah tubuh, tungkai dan telapak kaki. 2. Sejak 1 bulan yang lalu tampak sembab di kelopak mata. a. Bagaimana penyebab dan mekanisme sembab pada kelopak mata? Perubahan fisiologis awal sindrom nefrotik adalah perubahan sel pada membrane dasar glomerular. Hal ini mengakibatkan membrane tersebut menjadi hiperpermeabel (karena berpori-pori) sehingga banyak protein yang terbuang dalam urine (proteinuria). Banyaknya protein yang terbuang
dalam
(hipoalbuminemia).
urine
mengakibatkan
Kurangnya
albumin
albumin
serum
serum
menurun
mengakibatkan
berkurangnya tekanan osmotic serum. Tekanan hidrostatik kapiler dalam jaringan seluruh tubuh menjadi lebih tinggi daripada tekanan osmotic kapiler. Oleh karena itu, terjadi edema pada kelopak mata. b. Mengapa sembab pertama kali di kelopak mata? Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas 7
bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan sembab hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. c. Mengapa sembab terjadi sejak 1 bulan yang lalu? Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali edema timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal edema sering bersifat intermitten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misalnya daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya edema menjadi menyeluruh dan massif (anasarka). Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan edema hebat, kulit menjadi lebih tipis. Edema biasanya tampak lebih hebat karena proteinuria dan hipoproteinuria lebih hebat pada pasien SNKM. d. Bagaimana hubungan sembab di mata dengan seluruh tubuh? Sembab terlihat seolah-olah menjalar hanya karena durasi proses edema di kelopak mata dan tungkai dan telapak kaki itu berbeda. Jaringan ikat di kelopak mata lebih longgar dibandingkan di tungkai dan telapak kaki, sehingga proses edema berlangsung lebih duluan di kelopak mata dan diikuti proses edema di tungkai dan telapak kaki. Hal ini juga dipengaruhi posisi pada saat tidur, yaitu posisi horizontal/sejajar/berbaring. Selain itu, pada saat bangun tidur, cairan cenderung masih terkumpul disekitar mata karena pengaruh gaya gravitasi. Setelah berdiri, cairan berangsur-angsur turun ke bagian bawah tubuh, tungkai dan telapak kaki. 3. Sejak 2 minggu yang lalu tampak perut makin membesar dan kedua tungkai bengkak. BAK warna kuning dan tampak berbusa. a. Bagaimana penyebab dan mekanisme Perut membesar Akumulasi cairan asites dalam
rongga
peritoneum
menggambarkan ketidakseimbangan pengeluaran air dan garam. Saat ini penyebabnya belum diketahui dengan pasti, namun ada
8
beberapa teori yang telah dikemukakan untuk menjelaskan mekanisme terbentuknya asites, yaitu: Hipotesis underfilling Berdasarkan hipotesis ini, asites terbentuk karena sekuestrasi cairan yang tidak memadai pada pembuluh darah splanknik akibat peningkatan tekanan portal dan penurunan Effective Arterial Blood Volume (EABV). Hal tersebut mengakibatkan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron dan sistem persarafan simpatis sehingga terjadi retensi air dan
garam. Hipotesis Overflow Berdasarkan hipotesis ini, asites terbentuk karena ketidakmampuan ginjal dalam mengatasi retensi garam dan air, yang berakibat tidak adanya penurunan volume. Dasar teori ini adalah kondisi hipervolemia intravaskular yang umum
dijumpai pada pasien dengan sirosis hati. Hipotesis vasodilatasi arteri perifer Hipotesis ini adalah hipotesis terbaru yang merupakan gabungan dari kedua hipotesis sebelumnya. Hipertensi por- tal menyebabkan
vasodilatasi
arteri
perifer,
dan
berakibat
penurunan EABV. Sesuai dengan perjalanan alami penyakit, terdapat peningkatan eksitasi neurohumoral, dan peningkatan retensi natrium oleh ginjal sehingga volume plasma meningkat. Urutan kejadian antara hipertensi portal dan retensi natrium ginjal belum jelas. Hipertensi portal juga menye- babkan peningkatan kadar nitrat oksida Nitrat oksida merupakan mediator kimia yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah splanknik dan perifer. Kadar NO pada arteri hepatika pasien asites lebih besar daripada pasien tanpa asites. Peningkatan kadar epinefrin dan norepinefrin, dan hipoalbuminemia juga berkontribusi dalam pembentukan asites. Hipoalbuminemia mengakibatkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga terjadi ekstravasasi cairan plasma ke rongga peritoneum. Dengan demikian, asites jarang terjadi pada pasien sirosis tanpa hipertensi portal dan hipoalbuminemia. Kedua tungkai bengkak 9
Kedua tungkai membengkak disebakan oleh adanya cairan intravaskuler yang berpindah ke cairan interstisial. Cairan ini dapat berpindah karena adanya peningkatkan laju eksresi protein urin total lebih dari 3,5 g setiap 1,73 m2 daerah permukaan setiap hari. Peningkatan laju eksresi menyebabkan proteinuria dan sering juga disertai dengan hipoalbuminemia. Kehilangan albumin secara berlebihan, kataboisme renal meningkat, dan sintesis albumin yang tidak
memadia
menyebakan
penurunan
albumin
plasma.
Pengurangan yang disebabkan tekanan onkotik plasma akan menyebabkan gangguan tenaga Starling melewati kapiler yang menyebabkan perpindahan plasma dari intarvaskula ke jaringan insterstisial. BAK warna kuning dan berbusa BAK warna kuning biasanya normal , BAK berbusa biasanya disebabkan oleh banyaknya kandungan protein didalam urin. Protein yang ada dalam urin bisa disebabkan oleh adanya kerusakan pada glomelurus ginjal / pada anak kebanyakan disebabkan oleh “minimal change disease” b. Bagaimana hubungan antar keluhan? Keluhan disebabkan oleh kelainan pada ginjal yang menyebabkan glomerulus tidak dapat mengifiltrasi darah yang akan menjadi urin tersebut dengan baik. Dampak yang paling berarti pada keluhan tersebut adalah proteinuria. Keluarnya protein dari urin menyebabkan tubuh kekurangan protein termasuk salah satu hasil metabolismenya yaitu albumin. Albumin yang berkurang akan menyebabkan kelainan keseimbangan cairan yaitu turunnya tekanan onkotik pada pembuluh darah sehingga cairan diplasma masuk
kedalam
jaringan
interstitial
yang
mengakibatkan
tubuh
oedem/sembab. c. Bagaimana gambaran makroskopis urin patologis yang berhubungan dengan penyakit ginjal?
Urin berbusa Terdapatnya kandungan protein dan kolesterol dalam urin menyebabkan urin mudah untuk berbusa
Urin berdarah (hematuria) 10
Hematuria adalah kehadiran sel-sel darah merah (eritrosit) dalam urin. Ini mungkin idiopatik dan / atau jinak, atau dapat menjadi tanda bahwa ada batu ginjal atau tumor dalam saluran kemih (ginjal, ureter, kandung kemih, prostat, dan uretra), mulai dari yang sepele hingga yang mematikan. Jika sel-sel darah putih ditemukan di samping sel-sel darah merah, maka itu adalah tanda infeksi saluran kemih.
4. Penyakit seperti ini baru pertama kali diderita, tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama. a. Apa saja kelainan ginjal bawaan? Asidosis tubulus renalis Asidosis tubulus renalis adalah penyakit ginjal renal khususnya pada bagian tubulus renalis-nya. Menurut sejumlah literarut ilmiah penyakit ini termasuk jenis penyaikt langka dengan manifestasi klinis yang tidak spesifik sehingga diagnosis sering terlambat. Pada penderita penyakit ini tubulus renalis tidak dapat berfungsi dengan normal, sehingga hanay sedikit asam yang dibuang bersama urine, akibatnya timbul penumpukan asam pada darah, yang menyebabkan asidosis, yakni tingkat keasaman diatas normal. Congenital hydronephrosis Congenital hydronephrosis adalah dilasi abnormal pelvis renal dan kaliks satu atau kedua ginjal dan disebabkan oleh obstruksi aliran urin dalam traktus genitourinari. Walaupun mungkin obstruksi
parsial
dan
hidronefrosis
pada
awalnya
tidak
menimbulkan gejala, tekanan yang terbentuk di balik area obstruksi akhirnya menyebabkan disfungsi renal simtomatik (menimbulkan gejala). Congenital obstruction of urinary Trac Terjadi pada level tubulus di ginjal samoai ke urethra, penyakit ini mudah trjad pada wanita (tumor pelvis), sedangkan pada pria (prostate), penderita diabetes militus, penderita limfadenopati, nefrolitiasi atau retensi urin fungsional akibat obat, gangguan neurologis dan refluks.
11
Duplicate ureter adalah kondisi bawaan di mana tunas ureter, asal embriologis ureter, membagi (atau muncul dua kali), hal mengakibatkan dua ureter menguras ginjal tunggal. Ini adalah kelainan ginjal yang paling umum, terjadi pada sekitar 1% dari populasi. Tambahan ureter dapat menyebabkan ureterocele, atau ureter ektopik. Ginjal sepatu kuda merupakan kelainan ginjal yang umum dari fusi anomali gijal. Ginjal sepatu kuda adalah penyatuan kutubkutub ginjal. mereka berhubbungan melalui istmus yang berupa parenkim ginjal atau berupa jaringan fibrokus (band). Letak penyakit ini lebih rendah dari posisi ginjal normal, dan istmus letaknya setinggi vertebra lumbal 4 – 5 Ginjal polycystic merupakan gangguan pada ginjal dimana kelompok kista berkembang dalam ginjal. Kista adalah kantung bulat non-kanker yang mengandung cairan. penyakit ini tidak hanya terbatas pada ginjal, penyakit ini juga dapat menyebabkan kista dalam hati dan organ lain tubuh. Renal dysplasia Unilateral small kidney 5. Pemeriksaaan fisik: KU: sakit sedang, kesadaran kompos mentis. Suhu= 37C. TD=100/60 mmHg, HR=96x/ menit, RR=32x/menit, BB 28 kg, TB 136 cm, edema (+) pada kedua kelopak mata, acites (+), edema kedua tungkai dan telapak kaki (+/+). Paru dan jantung dalam batas normal. a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan fisik? Pemeriksaan fisik Sakit sedang Kompos mentis Suhu= 37C TD=100/60 mmHg
Interpretasi Abnormal Normal Normal
HR=96x/ menit RR=32x/menit BB 28 kg, TB 136
Normal Sehat Kompos mentis 36,5 – 37,2 C Systole : 80-110 Diastole : 50-80 80-140 x per menit 12-34 x per menit 20 kg
cm Acites (+) Edema pada kedua
-
Abnormal Abnormal
kelopak mata dan
Mekanisme abnormal
Normal Normal BB meningkat
Perubahan sel pada membrane dasar
glomerular.
Hal 12
ini
kedua tungkai serta
mengakibatkan
membrane
telapak kaki (+/+)
tersebut menjadi hiperpermeabel (karena berori pori) sehingga banyak protein yang terbuang dalam
urine
(proteinuria).
Banyaknya protein yang terbuang dalam
urine
albumin
mengakibatkan
serum
menurun
(hipoalbuminemia).
Kurangnya
albumin
serum
berkurangnya serum.
mengakibatkan
tekanan
Tekanan
osmotic
hidrostatik
kapiler dalam jaringan seluruh tubuh
menjadi
lebih
tinggi
daripada tekanan osmotic kapiler. Oleh karena itu, terjadi edema diseluruh tubuh. Paru dan jantung
Normal
dalam batas normal 6. Hasil laboratorium: Urinalisis: warna kuning agak keruh, berbusa, proteinuria +++, eritrosit 0-1 sel/LPB, leukosit 2-3 sel/LPB. Darahl: Hb 8,5 g/dl, leukosit 11.000/mm3, trombosit 400.000/mm3, LED 40 mm/jam, protein total 4,0 g/dl, albumin 2,0 gr/dl, ureum 40mg/dl, kreatinin 0,7 mg/dl, kolesterol 280 mg/dl. a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal hasil pemeriksaan laboratorium? Pemeriksaan
Normal
Laboratorium Warna kuning agak kuning jernih keruh
Interpretasi Mekanisme abnormal Abnormal
Hal ini disebabkan oleh keadaan patologis yaitu kelainan pada fungsi ginjal pada saat filtrasi karena adanya kelainan pada glomerulus, kelainan tersebut menyebabkan ginjal tidak memfiltrasi
urin
dengan 13
baik.
Berbusa
Negative
Abnormal
Sehingga warna urin menjadi keruh. Urin berbusa pada kasus disebabkan oleh adanya kandungan protein dalam urin,
pada
umumnya
bisa
juga
disebabkan oleh seseorang yang lama menahan BAK. Protein tersebut ada disebabkan oleh adanya kelainan pada struktur
ginjal
yang
menyebabkan
makromolekul seperti protein dapat Proteinuria +++
Negative
Abnormal
lolos pada saat pensekresian urin. Disebabkan oleh kelainan pada organ ginjal yaitu pada saat filtrasi darah diglomerulus. Adanya kelainan tersebut menyebabkan makromolekul protein yang
seharusnya
diserap
kembali
kedarah akan keluar bersama urin. Eritorsit 0-1sel/LPB Leukosit 2-3sel/LPB Hb 8,5 g/dl Leukosit
0-5sel/LPB 0-5sel/LPB 10-16 g/dl 9000-
Normal Normal Abnormal Normal
11.000/mm3 Trombosit
12000/mm3 150000-
Normal
400.000/mm3 LED 40 mm/jam
4500000/mm3 11-16
Meningkat
mm/jam
Biasanya
disebabkan
oleh
adanya
inflamasi akut maupun kronis. Namun, LED ini merupakan penanda yang tidak spesifik.
Pada
besar, LED
kasus
meningkat
kemungkinan disebabkan
karna adanya keberadaan globulin, kolesterol, fibrinogen yang juga tinggi Protein total 4,0 g/dl
6,2-8,0 g/dl
Menurun
dalam darah. Disebabkan protein
oleh
yang
banyak
lolos
pada
jumlah saat
pensekresian urin. Adanya protein sebagai
makromolekul
tidak
diinfiltrasi
oleh
agar
glomerulus 14
masuk kembali ke aliran darah dan langsung diekskresikan oleh ginjal Albumin 2,0 gr/dl
4,0-5,8 gr/dl
Menurun
bersama urin. Penurun ini sejalan dengan penurunan protein total. Hal itu disebabkan karena albumin merupakan hasil metabolisme protein yang dilakukan oleh hati. Albumin
yang
menurun
ini
menyebabkan tekanan osmotic tidak seimbang sehingga banyak cairan dari plasma/pembuluh darah yang masuk Ureum 40 mg/dl 5-20 mg/dl Kreatinin 0,7 mg/dl 0,3-0,6 mg/dl Kolesterol 280 130-170 mg/dl
mg/dl
Meningkat Meningkat Meningkat
kejaringan interstitial. Disebabkan oleh berkurangnya fungsi ginjal yaitu glomerulus akibat kelainan pada
ginjal
anak.
Keadaan
ini
menyebabkan ureum dan kreatinin yang seharusnya dibuang bersama urin akan tetap berada diplasma. Sedangkan, kolesterol meningkat disebabkan oleh kurangnya
protein
memetabolisme
lipid
yang yang
akan telah
disintesis oleh hati. Sehingga kolesterol yang disintesis hati meningkat namun kurangnya protein untuk memtabolisme kolesterol
tersebut
menjadikan
keadaannya meningkat pada plasma. 7. Diagnosis : Rafi berusia 6 tahun mengalami sindroma nefrotik dengan gambaran edema anasarka a. Bagaimana cara menegakkan diagnosis ? - Anamnesis : bengkak seluruh tubuh dan buang air kecil warna -
keruh Pemeriksaan fisik : edema anasarka dan asites Laboratorium : proteinuri massif,
hiperlipidemia,
hipoalbuminemia, lipiduria, hiperkoagulabilitas
15
-
Pemeriksaan penunjang : urinalisis, ureum, creatinin, tes fungsi hati, profil lipid, elektrolit, gula darah, hemostasis, pemeriksaan
imunologi, biopsy ginjal, proteuniurin kuantitaif b. Apa diagnosis banding pada kasus ini? - Sembab non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal, edema Quincke - Glomerulonefritis akut - Lupus sitemik eritematosus c. Apa diagnosis kerja pada kasus ini? Sindroma Nefrotik d. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus ini? Pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis sindrom nefrotik, antara lain: 1
Urinalisis dan bila perlu biakan urin Biakan urin dilakukan apabila terdapat gejala klinik yang mengarah pada infeksi saluran kemih (ISK).
2
Protein urin kuantitatif Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari.
3
Pemeriksaan darah -
Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit, hematokrit, LED)
-
Albumin dan kolesterol serum
-
Ureum, kreatinin, dan klirens kreatinin Pengukuran dapat dilakukan dengan cara klasik ataupun dengan rumus Schwartz. Rumus Schwartz digunakan untuk memperkirakan laju filtrasi glomerulus (LFG). eLFG = k x L/Scr
eLFG : estimated LFG (ml/menit/1,73 m2) L
: tinggi badan (cm)
Scr
: serum kreatinin (mg/dL)
k
: konstanta (bayi aterm:0,45; anak dan remaja putri:0,55;
remaja putra:0,7) - Kadar komplemen C3 Apabila terdapat kecurigaan lupus erimatosus sistemik, pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti ds-DNA 16
e. Apa definisi kasus? Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit ginjal yang terbanyak pada anak. Penyakit tersebut ditandai dengan sindrom klinik yang terdiri dari beberapa gejala yaitu proteinuria masif (>40 mg/m 2LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstick ≥ 2+), hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL, edema, dan hiperkolesterolemia. f. Bagaimana etiologi kasus? Berdasarkan etiologinya, sindrom nefrotik dibagi menjadi tiga, yaitu kongenital, primer atau idiopatik, dan sekunder. 1
Kongenital Penyebab dari sindrom nefrotik kongenital atau genetik adalah:
2
-
Finnish-type congenital nephrotic syndrome (NPHS1, nephrin) Denys-Drash syndrome (WT1) Frasier syndrome (WT1) Diffuse mesangial sclerosis (WT1, PLCE1) Autosomal recessive, familial FSGS (NPHS2, podocin) Autosomal dominant, familial FSGS (ACTN4, α-actinin-4;
-
TRPC6) Nail-patella syndrome (LMX1B) Pierson syndrome (LAMB2) Schimke immuno-osseous dysplasia (SMARCAL1) Galloway-
-
Mowat syndrome Oculocerebrorenal (Lowe) syndrome
Primer Berdasarkan gambaran patologi anatomi, sindrom nefrotik primer atau idiopatik adalah sebagai berikut :
3
-
Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM)
-
Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
-
Mesangial Proliferative Difuse (MPD)
-
Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP)
-
Nefropati Membranosa (GNM)
Sekunder Sindrom nefrotik sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain sebagai berikut : -
lupus erimatosus sistemik (LES) keganasan, seperti limfoma dan leukemia vaskulitis, seperti granulomatosis Wegener (granulomatosis dengan poliangitis), sindrom Churg-Strauss (granulomatosis eosinofilik 17
dengan poliangitis), poliartritis nodosa, poliangitis mikroskopik, purpura Henoch Schonlein Immune complex mediated, seperti post streptococcal (postinfectious) glomerulonephritis g. Bagaimana epidemiologi kasus? Di AS, prevalensi kasus adalah sekitar 16:100.000, terjadi pada anak anak di bawah usia 16 tahun. 70% adalah anak anak di bawah usia 5 tahun. Rasio jenis kelamin laki laki dan perempuan adalah: untuk anak kecil 2:1; untuk remaja dan adolesen sama. Gambaran nephrotic syndrome yang terjadi biasanya adalah minimal change, yang biasanya memberikan prognosis yang baik. h. Bagaimana faktor resiko kasus? Jenis kelamin: pada anak lebih sering terjadi pada anak laki-laki. Dengan angka kejadian 2/100.000 kelahiran/tahun. Sementara untuk orang dewasa perbandingannya sama antara laki-laki dan perempuan. Usia: biasanya banyak di usia 2-6 tahun. Punya riwayat keluarga yang pernah menderita NS Penyakit genetic Penyakit imun Penggunaan obat intravena (heroin, dll) Infeksi hepatitis B atau C, HIV Imunosupresi (hasil penggunaan cyclosprine) Kanker Penggunaan analgesik kronik Kehamilan Alergi i. Bagaimana manifestasi klinis kasus? Tanda sindrom nefrotik yaitu : Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain. Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria. 18
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik. Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM. Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal. j. Bagaimana patogenesis kasus? Yang dimaksud dengan SN ialah SN yang idiopatik dengan
kelainan
histologik
berupa
SNKM.
Terdapat
beberapa teori mengenai terjadinya SN pada anak yaitu
Soluble Antigen Antibody Complex (SAAC) Antigen yang masuk ke sirkulasi menimbulkan antibody sehingga terjadi reaksi antigen dan antibody yang larut (“soluble”) dalam darah. SAAC ini kemudian menyebabkan system komplemen dalam tubuh bereaksi sehingga komplemen C3 akan bersatu dengan SAAC membentuk deposit yang kemudian terperangkap di bawah
epitel
kapsula
Bowman
yang
secara
imunofloresensi terlihat berupa benjolan yang disebut HUMPS sepanjang membrane basalis glomerulus (mbg) berbentuk granuler atau noduler. Komplemen C3 yang ada
dalam
HUMPS
ini
lah
yang
menyebabkan
permeabilitas mbg terganggu sehingga eritrosit, protein
19
dan lain-lain dapat melewati mbg sehingga dapat dijumpai dalam urine.
Perubahan Elektrokemis Selain perubahan struktur mbg, maka perubahan elektrokemis dapat juga mneimbulkan proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti bahwa kelainan terpenting pada glomerulus berupa gangguan fungsi elektrostatik (sebagai sawar glomerulus terhadap filtrasi protein) yaitu hilangnya fixed negative ion yang terdapat pada lapisan sialo-protein glomeruli. Akibat hilangnya muatan listrik ini maka permeabilitas mbg terhadap protein berat molekul rendah seperti albumin meningkat sehingga albumin dapat keluar bersama urine. k. Bagaimana patofisiologi kasus? Edema Edema
pada
teori underfill dan overfill.
SN
dapat
diterangkan
dengan
Teori underfillmenjelaskan
bahwa
hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan interstisium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema akan semakin berlanjut Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama. Penurunan kemampuan nefron distal untuk mengeksresi natrium sehingga terjadi retensi natrium. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah
20
retensi natrium dan edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan secara bersama pada pasien Sindrom nefrotik (SN). Mekanisme edema dari sindroma nefrotik dapat melalui beberapa jalur berikut: a.
Jalur langsung / direk. Penurunan tekanan onkotik dari kapiler glomerulus dapat langsung menyebabkan difusi cairan ke dalam jaringan interstitial. b. Jalur tidak langsung / indirek. Penurunan
tekanan
onkotik
dari
kapiler
glomerulus
menyebbakan penurunan volume darah efektif yang menimbulkan konsekuensi:
Aktivasi system Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA). Kenaikan plasma rennin dan angiotensin akan menyebabkan rangsangan kelenjar adrenal untuk sekresi hormon aldosteron. Kenaikan konsentrasi hormon aldosteron (aldosteronisme sekunder) akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion
natrium sehingga ekskresi ion natrium menurun. Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan sirkulasi katekolamin. Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin, menyebabkan tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus meningkat. Kenaikan tahanan vaskuler renal ini dapat diperberat oleh kenaikan plasma rennin dan angiotensin. Kenaikan tahanan vaskuler renal ini dapat menyebabkan penurunan LFG (diikuti penurunan ekskresi natrium, natriuresis) dan kenaikan desakan starling kapiler peritubuler, yang menyebabkan kenaikan reabsorbsi ion natrium sehingga ekskresi natrium menurun sehingga menyebabkan kenaikan volume cairan ekstra seluler dan akhirnya timbul edema. Teori lain menyatakan bahwa kelainan primer adalah adanya penurunan kemampuan nefron distal untuk mengekskresikan natrium sehingga retensi natrium tersebut menyebabkan edema.
Proteinuria Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal membrana basal glomerulus mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah 21
kebocoran protein. Mekanisme peghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada Sindrom Nefrotik (SN) kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Selain itu konfigurasi molekul protein juga menentukkan
lolos
tidaknya
protein
melalui
membrana
basalis
glomerulus. Proteinuria
dibedakan
menjadi
selektif
dan
non-selektif
berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin, sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul besar seperti immunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur MBG. Oleh karena proteinuria paralel dengan kerusakan membrana basalis glomerulus, maka proteinuria dapat dijadikan sebagai petunjuk sederhana untuk menentukan derajat kerusakan glomerulus. Jadi yang diukur adalah index selectivity of proteinuria (ISP). ISP dapat ditentukan dengan mengukur rasio antara clearance IgG dan clearance trasnferin. Bila ISP 0,2 berarti ISP menurun (Poorly Selectivity Proteinuria) yang secara klinik menunjukkan:
Kerusakan glomerulus berat
Tidak respon terhadap kortikosteroid Pada SN yang disebabkan oleh glomerulonefritis lesi minimal
(GNLM) ditemukan proteinuria selektif. Pemeriksaan mikroskop elektron memperlihatkan fusi processus sel epitel visceral glomerulus dan terlepasnya sel dari struktur membrana basalis glomerulus. Berkurangnya kandungan heparin sulfat proteoglikan pada GNLM menyebabkan muatan negatif membrana basalis glomerulus menurun dan albumin dapat lolos ke dalam
urin.
Pada
glomerulosklerosis
fokal
(GSF),
peningkatan
permeabilitas membrana basalis glomerulus disebabkan oleh suatu faktor 22
yang ikut dalam sirkulasi. Faktor tersebut menyebabkan sel epitel visceral glomerulus terlepas dari membrana basalis glomerulus sehingga permeabilitasnya
meningkat.
Pada
glomerulonefritis
membranosa
(GNMN) kerusakan struktur membrana basalis glomerulus terjadi akibat endapan komplek imun di subepitel. Komplek C5b-9 yang terbentuk pada GNMN akan meningkatkan permeabilitas membrana basalis glomerulus walaupun mekanisme yang pasti belum diketahui. Hipoalbuminemia Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hati, dan kehilangan protein melalui urin. Pada SN hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria massif dengan akibat penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan sintesis albumin hati ini tidak berhasil menghalangi timbulnya hipoalbuminemia. Pada SN sering pula dijumpai anoreksia akibat edema mukosa usus sehingga intake berkurang yang pada gilirannya dapat menimbulkan hipoproteinemia. Diet tinggi protein dapat meningkatkan sintesis albumin hati, tetapi dapat mendorong peningkatan ekskresi albumin melalui urin. Hipoalbuminemia dapat pula terjadi akibat peningkatan reabsorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus proksimal. Hiperkolesterolemia/Hiperlipidemia Disebut hiperkolesterolemia bila kadar kolesterol > 250 mg/100ml. akhir-akhir ini disebut juga sebagai hiperlipidemia karena bukan hanya kolesterol saja yang meningkat tetapi juga beberapa konstituen lemak meninggi dalam darah. Konstituen lemak itu adalah kolesterol, low density lipoprotein (LDL), very low density lipoprotein (VLDL), dan trigliserida. Hiperlipidemia terjadi sebagai akibat kelainan pada homeostasis lipoprotein yang terjadi sebagai akibat peningkatan sintesis dan penurunan katabolisme. Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel-sel hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan 23
normal VLDL diubah menjadi LDL oleh lipoprotein lipase. Tetapi pada SN akitifitas enzim ini terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Disamping itu menurunnya aktifitas lipoprotein
lipase
ini
disebabkan
pula
oleh
rendahnya
kadar
apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya protein ke dalam urin. l. Bagaimana penatalaksanaan farmako dan non farmako pada kasus? Biasanya anak dengan NS akan diberi pengobatan awal dengan steroid (prednison/prednisolon), selama respon terhadap steroid bagus maka efek jangka panjang akan kerusakan ginjal permanen sangat rendah. Dokter juga mungkin akan meresepkan diet rendah garam dan diuretik untuk mengurangi edem. Jika terjadi steroid-resisten atau steroid-dependen maka dokter akan melakukan biosi dan menterapi dengan obat lain termasuk kemoterapi (siklopospamid), siklosporin, takrolimus, dan mikopenola. Prednison 2 mg/kg/day (sampai proteinuria sembuh atau selama 4-6 minggu). Diuretik (untuk edem parah, ingat juga bahwa pasien hipovolemik intravascular). Albumin Garam Konfirmasi bahwa pasien memang benar-benar didiagnosa SN dengan melakuan pemeriksaan sesuai kriteria diatas Menyingkirkan kemungkinan SN yang lain, jika tidak ada berarti etiologinya idiopatik. Ketika terjadi resisten steroid, lakukan biopsi ginjal, berikan siklospamid, dan ketika pada pemberian siklospamid terjadi relaps, pikirkan untuk pemberian siklosporin atau levamisole. m. Bagaimana komplikasi penyakit pada kasus? Komplikasi mayor dari sindrom nefrotik adalah infeksi. Anak dengan sindrom nefrotik yang relaps mempunyai kerentanan yang lebih tinggi untuk menderita infeksi bakterial karena hilangnya imunoglobulin dan faktor B properdin melalui urin, kecacatan sel yang dimediasi imunitas, terapi imuosupresif, malnutrisi, dan edema atau ascites. Spontaneus bacterial peritonitis adalah infeksi yang biasa terjadi, walaupun sepsis, pneumonia, selulitis, dan infeksi traktus urinarius mungkin terjadi. Meskipun Streptococcus pneumonia merupakan organisme tersering 24
penyebab peritonitis, bakteri gram negatif seperti Escherichia coli, mungkin juga ditemukan sebagai penyebab. n. Bagaimana prognosis pada kasus? Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut : a. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun. Disertai oleh hipertensi Disertai hematuria. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal. Misalnya pada
b. c. d. e.
focal glomerulosklerosis, membranoproliferative glomerulonephritis mempunyai prognosis yang kurang baik karena sering mengalami kegagalan ginjal. Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid. o. Bagaimana tindakan preventif pada kasus? Tidak ada karena penyebabnya idiopatik p. Bagaimana SKDI pada kasus ini? 2. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan – pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya
IV.
V.
HIPOTESIS Rafi berusai 6 tahun mengalami sindroma nefrotik dengan gambaran edema anasarka LEARNING ISSUE Topik
What I
What I don’t know
What I have
How I will learn Kamus
Anatomi &
know Definis
Korelasi antarorgan
to prove Posisi anatomi
Fisiologi Ginjal
i
dan mekansime
organ dan
dan Saluran
kompensasi yang
fungsi organ
Kemih
terjadi apabila
Jurnal Internet
Histologi dan
Definis
terdapat cedera Gambaran
Gambaran
Histopatologi
i
mikroskopis secara
mikroskopis
normal
yang tidak
Ginjal dan
kedokteran KBBI
Textbook
25
Saluran Kemih Sindroma
Definis
Patogenesis
normal Etiologi dan
Nefrotik
i
penyakit, dan terapi
manifestasi klinis
VI.
SINTESIS MASALAH
1. Anatomi & Fisiologi Ginjal dan Saluran Kemih Anatomi Ginjal dan Saluran Kemih
a. Ukuran rerata ginjal:11,5 cm x 6cm x 3,5 cm dengan berat sekitar 120-170 gram, atau sekitar 0,4% dari berat badan. (untuk orang dewasa) b. Struktur ginjal - Secara antomis, ginjal dibagi menjadi 2 bagian, yaitu korteks dan medula. - Komponen utama pada korteks adalah nefron sedangkan pada medulla adalah duktuli -
atau saluran kecil yang mengalirkan hasil ultrafiltrasi berupa urine. Nefron merupakan unit fungsional terkecil ginjal yang terdiri dari glomerulus, tubulus
-
kontortus proksimal, loop of henle, tubulus kontortus distalis dan duktus kolagentes. Sistem pelvikalase ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks mayor, dan pielum/pelvis renalis. Mukosa system pelvikalase terdiri atas epitel transisional dan dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan urine
sampai ke ureter. c. Vaskularisasi
26
Aorta abdominalis arterirenalis (antriordan posterior) arteriinterlobaris, yang berjalan melewati kolumna bertini arteriarcuata, yang membentuk busur menyusuri basis piramida arterilobularis, menuju korteks arteri afferent menuju glomerulus arteri efferen, menuju tubulus ginjal kapiler vasa recta dan kapiler-kapiler peritubular vena interlobularis vena arcuata vena interlobaris vena renalis vena cava inferior. Ureter a. b. c.
Berfungsi mengalirkan urin dari pielum ginjal kebuli-buli. Pada orang dewasa, panjangnya sekitar 25-30 cm dengan diameter 3-4 mm. Dindingnya terdiri atas : Mukosa yang dilapisi oleh sel transisional Otot polos sirkuler Otot polos longitudinal Kontraksi dan relaksasi dari kedua otot ini memungkinkan terjadinya gerakan peristaltic
untukmengalirkan urin ke buli-buli. Apabila terjadi sumbatan pada lumen ureter sehingga menyumbat aliran urin, otot tersebut akan berkontraksi secara berlebihan, yang bertujuan untuk mendorong sumbatan itu dari saluran kemih. Kontraksi itu dinyatakan sebagai nyeri kolik yang datang secara
berkala, sesuai dengan irama peristaltik ureter. Ada 3 tempat pada ureter yang mengalami penyempitan, yaitu: a. Pada perbatasan pelvis renalis dan ureter atau pelvi-ureter junction b. Tempat pada saat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis c. Pada saat ureter masuk ke buli-buli Kandung Kemih (Vesica Urinaria) terdiriatas 3 otot detrusor yang saling beranyaman, yaitu: a. otot longitudinal (dalam) b. oto tsirkuler (tengah) c. otot longitudinal (luar) mukosa buli-buli terdiri atas sel transisional. 27
pada dasar buli-buli, terdapat kedua muara ureter dan meatus uretra internum yang
membentuk segitiga, disebut juga trigonum vesiacae. Secara anatomis, buli-buli terdiri atas tiga permukaan, yaitu: a. Permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum b. Dua permukaan inferolateral c. Permukaan posterior Pada saat kosong, buli-buli terletak dibelakang simfisis pubis dan pada saat penuh berada
di atas simfisis sehingga dapatdipalpasi dan diperkusi Pada saat penuh, buli-buli merangsang saraf afferent dan mengaktifkan pusat miksi di medulaspinalis segmen S2-4.hal ini menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya
leher buli-buli, dan relaksasi sfingter uretrasehingga terjadilah proses miksi. Buli-buli mendapatkan vaskularisasi dari cabang arteri iliaka interna, yaitu arteri vesikalis superior, yang menyilang di depan ureter. Sistem vena bermuarake vena iliaka
interna. Urethra Secara anatomis, urethra terdiri dari dua bagian, yaitu urethra posterior dan urethra
anterior. Urethra dilengkapi dengan sfingter uretra interna dan eksterna. Sfingter uretra interna terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, terdiri dari sel otot polos yang dipersarafi oleh saraf simpatik, sehingga pada saat buli-buli terisi penuh,
sfingter ini akan terbuka. Sfingter uretra eksterna terletak antara perbatasan uretra posterior dan uretra anterior, tersusun dari otot lurik yang dipersarafi saraf somatik.Miksi terjadi jika tekanan intravesika melebihi tekanan intrauretra akibat kontraksi otot detrusor, dan relaksasi sfingter uretra eksterna. 28
FISIOLOGI Ginjal Ginjal berfungsi sebagai organ ekskresi yang utama dari tubuh. Fungsi utama ginjal mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel dalam batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus. Darah dialirkan ke dalam setiap ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam ginjal melalui vena renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan vena renalis membawa darah kembali ke dalam vena kava inferior.Aliran darah yang melalui ginjal jumlahnya 25% dari curah jantung. Urin terbentuk di nefron. Proses pembentukan urin dimulai ketika darah mengalir lewat glomerulus. Ketika darah berjalan melewati sruktur ini, filtrasi terjadi. Air, elektrolit dan molekul kecil akan dibiarkan lewat, sementara molekul besar (protein, sel darah merah dan putih, trombosit) akan tetap tertahan dalam aliran darah. Cairan disaring lewat dinding jonjot-jonjot kapiler glomerulus dan memasuki tubulus, cairan ini disebut “filtrat”. Di dalam tubulus ini sebagian substansi secara selektif diabsorpsi ulang ke dalam darah,sebagian lagi disekresikan dari darah ke dalam filtrate yang mengalir disepanjang tubulus. Filtrat ini akan dipekatkan dalam tubulus distal serta duktus pengumpul, dan kemudian menjadi urin yang akan mencapai pelvis ginjal. Kemudian urin yang terbentuk sebagai hasil dari proses ini diangkut dari ginjal melalui ureter ke dalam kandung kemih (tempat sementara urin disimpan). Pada saat urinasi, kandung kemih berkontraksi dan urin akan diekskresikan dari tubuh lewat uretra. Fungsi utama ginjal adalah : A. Fungsi Ekskresi
Mempertahankna osmolalitas plasma (285 m Osmol) dengan mengubah-ubah
ekskresi air. Mempertahankan kadar elektrolit plasma. Mempertahankan pH plasma (7,4) dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan
membentuk kembali HCO3. Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein (urea, asam urat dan kreatinin)
B. Fungsi Non Ekskresi
Menghasilkan renin untuk pengaturan tekanan darah.
29
Menghasilkan eritropoietin untuk stimulasi produksi sel darah merah oleh
sumsum tulang. Metabolisme vitamin D. Degradasi insulin. Menghasilkan prostaglandin.
2. Histologi dan Histopatologi Ginjal dan Saluran Kemih
Ginjal merupakan organ ekskresi utama tubuh manusia. Unit struktural dan fungsional ginjal disebut nefron. Setiap ginjal memiliki 1 hingga 1,4 juta nefron fungsional. Nefron tersusun atas bagian-bagian yang berfungsi langsung dalam pembentukan urin. Adapun bagian-bagian nefron, yaitu: korpus renalis, tubulus kontortus proksimal, ansa henle segmen tebal dan tipis, tubulus kontortus distal, dan duktus koligens. Ginjal dibungkus oleh kapsul jaringan lemak dan jaringan ikat padat kolagen (kapsula fibrosa). Struktur tersebut disebut sebagai kapsula ginjal. Di sebelah dalam kapsula ginjal, terdapat bagian korteks dan di sebelah dalam korteks terdapat medulla. Korteks berisi korpus renalis atau korpus malphigi yang merupakan kesatuan dari glomerulus dan kapsula Bowman. Selain itu juga terdapat tubulus kontortus dan arteri atau vena yang mendarahinya. Di medulla, dapat ditemukan struktur duktus namun tidak terdapat jaringan glomerulus.1,2,3 Dengan adanya perbedaan khas tersebut, secara mikroskopis, ginjal dapat dibedakan dengan jelas mana bagian korteks dan mana bagian medullanya.
30
Korteks ginjal mengandung korpus renalis yang merupakan permulaan dari setiap nefron. Korpus renalis mengandung kapiler glomerulus yang diselubungi oleh dua lapis epitel yang disebut kapsula Bowman. Lapisan dalam kapsul atau lapisan visceral kapsula Bowman menyelimuti kapiler glomerulus. Pada lapisan ini terdapat podosit, yaitu sel yang memiliki prosesus primer dan sekunder yang menyelimuti kapiler glomerulus dengan saling bersilangan. Sementara itu, lapisan parietal di sebelah luarnya, yang tersusun dari epitel selapis skuamosa, membulat dan membentuk rongga di antara keduanya yang disebut rongga urin atau rongga kapsular. Di sinilah hasil ultrafiltrat ditampung untuk selanjutnya diteruskan ke tubulus kontortus proksimal. Korpus renalis memiliki dua kutub yaitu kutub vaskular dan kutub tubular. Kutub vaskular berarti kutub tempat masuknya arteriol aferen dan keluarnya arteriol eferen. Daerah ini ditandai dengan adanya struktur makula densa, yaitu sel reseptor berbentuk palisade di dinding tubulus kontortus distal yang dekat dengan glomerulus. Di daerah ini juga dapat ditemukan sel jukstaglomerular atau sel granular yang merupakan modifikasi dari otot polos dinding arteriol aferen. Makula densa, sel jukstaglomerular, dan kumpulan sel mesangial ekstraglomerular membentuk aparatus jukstaglomerular.1,2,3 Struktur ini berfungsi dalam pengaturan volume dan tekanan darah. Struktur nefron berikutnya adalah tubulus-tubulus yang berperan dalam proses reabsorpsi. Berikut ini merupakan ciri khas penampakan mikroskopis dari masing-masing tubulus. Tubulus kontortus proksimal : Epitel selapis kuboid dengan brush border sehingga batas sel dengan lumen tampak tidak jelas, Batas antar sel juga tidak jelas karena membran sel lateral berinterdigitasi dengan sel tetangga, Sitoplasma asidofilik dan granular, Jarak antar inti sel jauh , Ditemukan di jaringan korteks Ansa henle segmen tebal pars desendens : Epitel selapis kuboid dengan brush border sehingga batas sel dengan lumen tampak tidak jelas, Batas antar sel juga tidak jelas karena membran sel lateral berinterdigitasi dengan sel tetangga, Sitoplasma asidofilik dan granular, Jarak antar inti sel jauh, Ditemukan di jaringan medulla Ansa henle segmen tipis : Epitel selapis skuamosa, mirip dengan kapiler namun tidak memiliki sel darah pada lumennya, Tidak dapat dibedakan antara asendens dan desendens Ansa henle segmen tebal pars asendens : Epitel selapis kuboid tanpa brush border sehingga batas sel dengan lumen tampak cukup jelas dibanding tubulus kontortus proksimal , Batas 31
antar sel juga tidak jelas karena membran sel lateral berinterdigitasi dengan sel tetangga, Sitoplasma terlihat lebih pucat, Jarak antar inti sel lebih rapat dibanding tubulus kontortus proksimal, Ditemukan di jaringan medulla Tubulus kontortus distal : Epitel selapis kuboid tanpa brush border sehingga batas sel dengan lumen tampak cukup jelas dibanding tubulus kontortus proksimal, Batas antar sel juga tidak jelas karena membran sel lateral berinterdigitasi dengan sel tetangga, Sitoplasma terlihat lebih pucat, Jarak antar inti sel lebih rapat dibanding tubulus kontortus proksimal, Ditemukan di jaringan korteks Duktus koligens, Epitel selapis kuboid dengan batas antar sel atau membran sel yang jelas Setelah melalui serangkaian traktus pada nefron, urin akan bermuara pada duktus papilaris Bellini di bagian apeks dari piramid medula. Adapun struktur dari duktus papilaris Bellini ini adalah dindingnya merupakan epitel selapis silindris dengan batas cukup jelas. Urin yang melewati traktus tersebut kemudian akan ditampung di calyx minor untuk selanjutnya dialirkan ke calyx mayor, pelvis renalis, dan ureter. Ketiga struktur ini disusun oleh sel epitel transisional yang khas dengan sel payungnya. Sindroma nefrotik idiopatik (tidak diketahui sebabnya) Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk, membagi dalam 4 golongan yaitu : A. Kelainan minimal Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan mikroskop elektron tampak foot processus sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG atau imunoglobulin beta-1C pada dinding kapiler glomerulus. Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa. Prognosis lebih baik dibandingkan dengan golongan lain. B. Nefropati membranosa Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak. Prognosis kurang baik. C. Glomerulonefritis proliferative Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan
infiltrasi
sel
polimorfonukleus.
Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. 32
Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi dengan streptococcus
yang
berjalan
progresif
dan
pada
sindrom
nefrotik.
Prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan setelah
pengobatan yang lama. Dengan penebalan
batang
lobular
(lobular
stalk
thickening).
Terdapat proliferasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobuler. Dengan bulan sabit (Crescent). Didapatkan proleferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai (kapsular)
dan viseral. Prognosis buruk. Glomerulonefritis membranoproliferatif. Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membrana basalis di mesangium. Titer globulin beta-1C atau beta-1A rendah. Prognosis tidak baik.
3. Sindroma Nefrotik A. Definisi Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit ginjal yang terbanyak pada anak. Penyakit tersebut ditandai dengan sindrom klinik yang terdiri dari beberapa gejala yaitu proteinuria masif (>40 mg/m2LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstick ≥ 2+), hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL, edema, dan hiperkolesterolemia. B. Etiologi Berdasarkan etiologinya, sindrom nefrotik dibagi menjadi tiga, yaitu kongenital, primer atau idiopatik, dan sekunder. 1. Kongenital Penyebab dari sindrom nefrotik kongenital atau genetik adalah: -
Finnish-type congenital nephrotic syndrome (NPHS1, nephrin)
-
Denys-Drash syndrome (WT1)
-
Frasier syndrome (WT1)
-
Diffuse mesangial sclerosis (WT1, PLCE1)
-
Autosomal recessive, familial FSGS (NPHS2, podocin)
-
Autosomal dominant, familial FSGS (ACTN4, α-actinin-4; TRPC6)
-
Nail-patella syndrome (LMX1B)
-
Pierson syndrome (LAMB2)
-
Schimke immuno-osseous dysplasia (SMARCAL1) Galloway-Mowat syndrome
-
Oculocerebrorenal (Lowe) syndrome
2. Primer 33
Berdasarkan gambaran patologi anatomi, sindrom nefrotik primer atau idiopatik adalah sebagai berikut : -
Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM)
-
Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
-
Mesangial Proliferative Difuse (MPD)
-
Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP)
-
Nefropati Membranosa (GNM)
3. Sekunder Sindrom nefrotik sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain sebagai berikut : -
lupus erimatosus sistemik (LES)
-
keganasan, seperti limfoma dan leukemia
-
vaskulitis, seperti granulomatosis Wegener (granulomatosis dengan poliangitis), sindrom Churg-Strauss (granulomatosis eosinofilik dengan poliangitis), poliartritis nodosa, poliangitis mikroskopik, purpura Henoch Schonlein
-
Immune
complex
mediated,
seperti
post
streptococcal
(postinfectious)
glomerulonephritis C. Batasan Berikut ini adalah beberapa batasan yang dipakai pada sindrom nefrotik: 1)
Remisi Apabila proteinuri negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2LPB/jam) 3 hari berturutturut dalam satu minggu, maka disebut remisi.
2)
Relaps Apabila proteinuri ≥ 2+ ( >40 mg/m 2LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg) 3 hari berturut-turut dalam satu minggu, maka disebut relaps.
3)
Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS) Sindrom nefrotik yang apabila dengan pemberian prednison dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu mengalami remisi.
4)
Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) Sindrom nefrotik yang apabila dengan pemberian prednison dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu tidak mengalami remisi.
5)
Sindrom nefrotik relaps jarang Sindrom nefrotik yang mengalami relaps < 2 kali dalam 6 bulan sejak respons awal atau < 4 kali dalam 1 tahun.
6)
Sindrom nefrotik relaps sering 34
Sindrom nefrotik yang mengalami relaps ≥ 2 kali dalam 6 bulan sejak respons awal atau ≥ 4 kali dalam 1 tahun. 7) Sindrom nefrotik dependen steroid Sindrom nefrotik yang mengalami relaps dalam 14 hari setelah dosis prednison diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh atau dihentikan dan terjadi 2 kali berturut-turut. D. Klasifikasi Ada beberapa macam pembagian klasifikasi pada sindrom nefrotik. Menurut berbagai penelitian, respon terhadap pengobatan steroid lebih sering dipakai untuk menentukan prognosis dibandingkan gambaran patologi anatomi. Berdasarkan hal tersebut, saat ini klasifikasi SN lebih sering didasarkan pada respon klinik, yaitu : 1) Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS) 2) Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) E. Manifestasi klinis dan patofisiologi Kelainan pokok pada sindrom nefrotik adalah peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang menyebabkan proteinuria masif dan hipoalbuminemia. Pada biopsi, penipisan yang luas dari prosesus kaki podosit (tanda sindrom nefrotik idiopatik) menunjukkan peran penting podosit. Sindrom nefrotik idiopatik berkaitan pula dengan gangguan kompleks pada sistem imun, terutama imun yang dimediasi oleh sel T. Pada focal segmental glomerulosclerosis (FSGS), faktor plasma, diproduksi oleh bagian dari limfosit yang teraktivasi, bertanggung jawab terhadap kenaikan permeabilitas dinding kapiler. Selain itu, mutasi pada protein podosit (podocin, α-actinin 4) dan MYH9 (gen podosit) dikaitkan dengan focal segmental glomerulosclerosis (FSGS). Sindrom nefrotik resisten steroid dapat dikaitkan dengan mutasi NPHS2 (podocin) dan gen WT1, serta komponen lain dari aparatus filtrasi glomerulus, seperti celah pori, dan termasuk nephrin, NEPH1, dan CD-2 yang terkait protein. 1. Proteinuria Protenuria merupakan kelainan utama pada sindrom nefrotik. Apabila ekskresi protein ≥ 40 mg/jam/m2 luas permukaan badan disebut dengan protenuria berat. Hal ini digunakan untuk membedakan dengan protenuria pada pasien bukan sindrom nefrotik. 2. Hipoalbuminemia Abnormalitas sistemik yang paling berkaitan langsung dengan proteinuria adalah hipoalbuminemia. Salah satu manifestasi pada pasien sindrom nefrotik pada anak terjadi hipoalbuminemia apabila kadar albumin kurang dari 2,5 g/dL. Pada keadaan normal, produksi albumin di hati adalah 12-14 g/hari (130-200 mg/kg) 35
dan jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah yang dikatabolisme. Katabolisme secara dominan terjadi pada ekstrarenal, sedangkan 10% di katabolisme pada tubulus proksimal ginjal setelah resorpsi albumin yang telah difiltrasi. Pada pasien sindrom nefrotik, hipoalbuminemia merupakan manifestasi dari hilangnya protein dalam urin yang berlebihan dan peningkatan katabolisme albumin. Hilangnya albumin melalui urin merupakan konstributor yang penting pada kejadian hipoalbuminemia. Meskipun demikian, hal tersebut bukan merupakan satu-satunya penyebab pada pasien sindromnefrotik karena laju sintesis albumin dapat meningkat setidaknya tiga kali lipat dan dengan begitu dapat mengompensasi hilangnya albumin melalui urin. Peningkatan hilangnya albumin dalam saluran gastrointestinal juga diperkirakan mempunyai kontribusi terhadap keadaan hipoalbuminemia, tetapi hipotesis ini hanya mempunyai sedikit bukti. Oleh karena itu, terjadinya hipoalbuminemia harus ada korelasi yang cukup antara penurunan laju sintesis albumin di hepar dan peningkatan katabolisme albumin. Pada keadaan normal, laju sintesis albumin di hepar dapat meningkat hingga 300%, sedangkan penelitian pada penderita sindrom nefrotik dengan hipoalbuminemia menunjukan bahwa laju sintesis albumin di hepar hanya sedikit di atas keadaan normal meskipun diberikan diet protein yang adekuat. Hal ini mengindikasikan respon sintesis terhadap albumin oleh hepar tidak adekuat. Tekanan onkotik plasma yang memperfusi hati merupakan regulator mayor sintesis protein. Bukti eksperimental pada tikus yang secara genetik menunjukkan adanya defisiensi dalam sirkulasi albumin, menunjukkan dua kali peningkatan laju transkripsi gen albumin hepar dibandingkan dengan tikus normal.14 Meskipun demikian, peningkatan sintesis albumin di hepar pada tikus tersebut tidak adekuat untuk mengompensasi derajat hipoalbuminemia, yang mengindikasikan adanya gangguan respon sintesis. Hal ini juga terjadi pada pasien sindrom nefrotik, penurunan tekanan onkotik tidak mampu untuk meningkatkan laju sintesis albumin di hati sejauh mengembalikan konsentrasi plasma albumin. Ada juga bukti pada subjek yang normal bahwa albumin interstisial hepar mengatur sintesis albumin. Oleh karena pada sindrom nefrotik pool albumin interstisial hepar tidak habis, respon sintesis albumin normal dan naik dengan jumlah sedikit, tetapi tidak mencapai level yang adekuat. Asupan diet protein berkontribusi pada sintesis albumin. Sintesis mRNA albumin hepar dan albumin tidak meningkat pada tikus ketika diberikan diet rendah protein, tetapi sebaliknya, meningkat pada tikus yang diberikan diet tinggi protein. Meskipun begitu, 36
level albumin serum tidak mengalami perubahan karena hiperfiltrasi yang dihasilkan dari peningkatan konsumsi protein menyebabkan peningkatan albuminuria. Kontribusi katabolisme albumin ginjal pada hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik masih merupakan hal yang kontroversial. Dalam penelitian terdahulu dikemukakan bahwa kapasitas transportasi albumin tubulus ginjal telah mengalami saturasi pada level albumin terfiltrasi yang fisiologis dan dengan peningkatan protein yang terfiltrasi yang hanya diekskresikan dalam urin, bukan diserap dan dikatabolisme. Penelitian pada perfusi tubulus proksimal yang diisolasi pada kelinci membuktikan sebuah sistem transportasi ganda untuk uptake albumin. Sebuah sistem kapasitas rendah yang telah mengalami saturasi pada muatan protein yang berlebih, tetapi masih dalam level fisiologis, terdapat pula sebuah sistem kapasitas tinggi dengan afinitas yang rendah, memungkinkan tingkat penyerapan tubular untuk albumin meningkat karena beban yang disaring naik. Dengan demikian, peningkatan tingkat fraksi katabolik dapat terjadi pada sindrom nefrotik. Hipotesis ini didukung oleh adanya korelasi positif di antara katabolisme fraksi albumin dan albuminuria pada tikus dengan puromycin aminonucleoside PAN yang diinduksi hingga nefrosis. Namun, karena simpanan total albumin tubuh menurun dalam jumlah banyak pada sindrom nefrotik, laju katabolik absolut mungkin normal atau bahkan kurang. Hal ini berpengaruh pada status nutrisi, sebagaimana dibuktikan oleh fakta bahwa katabolisme albumin absolut berkurang pada tikus nefrotik dengan diet protein rendah, tetapi tidak pada asupan diet protein normal. Jadi cukup jelas bahwa hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik merupakan akibat dari perubahan multipel pada homeostasis albumin yang tidak dapat dikompensasi dengan baik oleh adanya sintesis albumin hepar dan penurunan katabolisme albumin tubulus ginjal. 3. Edema Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya edema pada sindrom nefrotik. Underfilled theory merupakan teori klasik tentang pembentukan edema. Teori ini berisi bahwa adanya edema disebabkan oleh menurunnya tekanan onkotik intravaskuler danmenyebabkan cairan merembes ke ruang interstisial. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus menyebabkan albumin keluar sehingga terjadi albuminuria dan hipoalbuminemia. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi vital dari albumin adalah sebagai penentu tekanan onkotik. Maka kondisi 37
hipoalbuminemia ini menyebabkan tekanan onkotik koloid plasma intravaskular menurun. Sebagai akibatnya, cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstisial kemudian timbul edema. Kelainan glomerulus ↓ Albuminuria ↓ Hipoalbuminemia ↓ Tekanan onkotik koloid plasma ↓ ↓ Volume plasma ↑ ↓ Retensi Na renal sekunder ↑ ↓ Edema Gambar 1. Teori underfilled Menurut teori lain yaitu teori overfilled, retensi natrium renal dan air tidak bergantung pada stimulasi sistemik perifer tetapi pada mekanisme intrarenal primer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Overfilling cairan ke dalam ruang interstisial menyebabkan terbentuknya edema. Kelainan glomerulus ↓ Retensi Na renal primer ↓
Albuminuria Hipoalbuminemia
Volume plasma ↑ ↓ Edema Gambar 2. Teori overfilled 4. Hiperkolesterolemia Hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum meningkat pada sindrom nefrosis. Hal ini dapat dijelaskan dengan penjelasan antara lain yaitu adanya kondisi hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam 38
hati, termasuk lipoprotein. Selain itu katabolisme lemak menurun karena terdapat penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma. F. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis sindrom nefrotik, antara lain: 1)
Urinalisis dan bila perlu biakan urin Biakan urin dilakukan apabila terdapat gejala klinik yang mengarah pada infeksi saluran kemih (ISK).
2)
Protein urin kuantitatif Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari.
3)
Pemeriksaan darah -
Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit, hematokrit, LED)
-
Albumin dan kolesterol serum
-
Ureum, kreatinin, dan klirens kreatinin Pengukuran dapat dilakukan dengan cara klasik ataupun dengan rumus Schwartz. Rumus Schwartz digunakan untuk memperkirakan laju filtrasi glomerulus (LFG). eLFG = k x L/Scr eLFG
: estimated LFG (ml/menit/1,73 m2)
L
: tinggi badan (cm)
Scr
: serum kreatinin (mg/dL)
k
: konstanta (bayi aterm:0,45; anak dan remaja putri:0,55; remaja
putra:0,7) - Kadar komplemen C3 Apabila terdapat kecurigaan lupus erimatosus sistemik, pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti ds-DNA. G. Komplikasi Komplikasi mayor dari sindrom nefrotik adalah infeksi. Anak dengan sindrom nefrotik yang relaps mempunyai kerentanan yang lebih tinggi untuk menderita infeksi bakterial karena hilangnya imunoglobulin dan faktor B properdin melalui urin, kecacatan sel yang dimediasi imunitas, terapi imuosupresif, malnutrisi, dan edema atau ascites. Spontaneus bacterial peritonitis adalah infeksi yang biasa terjadi, walaupun sepsis, pneumonia, selulitis, dan infeksi traktus urinarius mungkin terjadi. Meskipun Streptococcus pneumonia merupakan 39
organisme tersering penyebab peritonitis, bakteri gram negatif seperti Escherichia coli, mungkin juga ditemukan sebagai penyebab. H. Penatalaksanaan umum a. Pengukuran berat badan dan tinggi badan b. Pengukuran tekanan darah c. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan dilakukan untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti lupus eritematosus sistemik dan purpura Henoch-Schonlein. d. Pencarian fokus infeksi Sebelum melakukan terapi dengan steroid perlu dilakukan eradikasi pada setiap infeksi, seperti infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun infeksi karena kecacingan. e. Pemeriksaan uji Mantoux Apabila hasil uji Mantoux positif perlu diberikan profilaksis dengan isoniazid (INH) selama 6 bulan bersama steroid dan apabila ditemukan tuberkulosis diberikan obat antituberkulosis (OAT). I. Pengobatan kortikosteroid a. Terapi inisial Berdasarkan International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC), terapi inisial untuk anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi steroid adalah prednison dosis 60mg/m2LPB/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi. Terapi inisial diberikan dengan dosis penuh selama 4 minggu. Apabila dalam empat minggu pertama telah terjadi remisi, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2LPB/hari atau 1,5 mg/kgBB/hari, diberikan selang satu hari, dan diberikan satu hari sekali setelah makan pagi. Apabila setelah dilakukan pengobatan dosis penuh tidak juga terjadi remisi, maka pasien dinyatakan resisten steroid.
4 minggu
Prednison 4 minggu
FD
:
60
:
40
mg/m2LPB/hari Prednison
AD
mg/m2LPB/hari Dosis alternating (AD) Remisi (+) 40
Proteinuria (-) Remisi (-) : resisten steroid
Edema (-)
↓ Imunosupresan lain Gambar 3. Terapi inisial kortikosteroid b. Pengobatan sindrom nefrotik relaps Pada pasien sindrom nefrotik relaps diberikan pengobatan prednison dosis penuh hingga terjadi remisi (maksimal 4 minggu) dan dilanjutkan dengan pemberian dosis alternating selama 4 minggu. Apabila pasien terjadi remisi tetapi terjadi proteinuria lebih dari sama dengan positif 2 dan tanpa edema, terlebih dahulu dicari penyebab timbulnya proteinuria, yang biasanya disebabkan oleh karena infeksi saluran nafas atas, sebelum diberikan prednison. Apabila ditemukan infeksi, diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian protenuria menghilang maka pengobatan relaps tidak perlu diberikan. Namun, apabila terjadi proteinuria sejak awal yang disertai dengan edema, diagnosis relaps dapat ditegakkan, dan diberikan prednison pada pasien. Remisi Prednison FD AD 4 minggu
FD
:
60
mg/m2LPB/hari Prednison AD
:
40
mg/m2LPB/hari
Gambar 4. Pengobatan sindrom nefrotik relaps c. Pengobatan sindrom nefrotik relaps sering atau dependen steroid Terdapat 4 opsi pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid : -
Pemberian steroid jangka panjang
-
Pemberian levamisol
-
Pengobatan dengan sitostatika
-
Pengobatan dengan siklosporin atau mikofenolat mofetil (opsi terakhir)
Perlu dicari pula adanya fokus infeksi seperti tuberkulosis, infeksi di gigi, radang telinga tengah atau kecacingan.Penjelasan mengenai empat opsi di atas adalah sebagai berikut : 41
a. Steroid jangka panjang Untuk pengobatan sindrom nefrotik relaps sering atau dependen steroid pada anak, setelah remisi dengan prednison dosis penuh, pengobatan dilanjutkan dengan pemberian steroid dosis 1,5 mg/kgBB secara alternating. Dosis lalu diturunkan perlahan atau secara bertahap 0,2 mg/kgBB setiap 2 minggu hingga dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5 mg/kgBB alternating. Dosis tersebut merupakan dosis threshold dan dapat dipertahankan selama 6-12 bulan. Setelah pemberian 6-12 bulan, lalu dicoba untuk dihentikan. Pada anak usia sekolah umumnya dapat menoleransi prednison dengan dosis 0,5 mg/kgBB dan pada anak usia pra sekolah dapat menoleransi hingga dosis 1 mg/kgBB secara alternating. Apabila pada prednison dosis 0,1-0,5 mg/kgBB alternating terjadi relaps, terapi diberikan dengan dosis 1 mg/kgBB dalam dosis terbagi diberikan setiap hari hingga remisi. Apabila telah remisi dosis prednison diturunkan menjadi 0,8 mg/kgBB secara alternating. Setiap 2 minggu diturunkan 0,2 mg/kgBB hingga satu tahap (0,2 mg/kgBB) di atas dosis prednison pada saat terjadi relaps yang sebelumnya. Apabila pada dosis prednison rumatan > 0,5 mg/kgBB alternating terjadi relaps tetapi pada dosis < 1,0 mg/kgBB alternating tidak menimbulkan efek samping yang berat maka dapat diikombinasikan dengan levamisol dengan selang satu hari 2,5 mg/kgBB selama 4-12 bulan atau dapat langsung diberikan siklofosfamid. b. Levamisol Peran levamisol sebagai steroid sparing agent terbukti efektif. Dosis yang diberikan yaitu 2,5 mg/kgBB dosis tunggal, dengan selang satu hari dalam waktu 4-12 bulan. Levamisol mempunyai efek samping antara lain mual, muntah, hepatotoksik, vasculitic rash, dan neutropenia yang reversibel. c. Sitostatika d. Siklosporin (CyA) e. Mikofenolat mofetil (mycophenolate mofetil = MMF) J. Prognosis Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
42
1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun. 2. Disertai oleh hipertensi. 3. Disertai hematuria. 4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder. 5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal. Misalnya pada focal Rafi, 6 tahun, laki-laki glomerulosklerosis, membranoproliferative glomerulonephritis mempunyai prognosis yang kurang baik karena sering mengalami kegagalan ginjal.1,3,4,5 Penyebab yang di ketahui Pada umumnya sebagian besartidak (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan Kerusakan glomerulus pengobatan steroid.(akibat aktivitas sel T)
Permeabilitas membran glomerulus ↑
VII.
Protein bocor KERANGKA KONSEP
BAK berbusa
Proteinuria
Kadar protein dalam darah ↓ Enzim metabolisme kolesterol ↓ Hipoalbuminea
Sekresi albumin di hati ↑
Sekresi kolesterol dalam hati ↑
Hiperkolesterolemia
Tekanan Onkotik ↓ Edema Anasarka 43
Sindroma Nefrotik
VIII.
KESIMPULAN Rafi, seorang laki-laki 6 tahun menderita Sindroma Nefrotik Idiopatik dengan keluhan edema anasarka
DAFTAR PUSTAKA
Eroschenko VP. diFiore’s atlas of histology with functional correlations. 11th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008. p. 355-26.
44
Gunawan, C.A, Sindrom Nefrotik Patogenesis dan Penatalaksanaan, Bagian/ SMF Ilmu Penyakit Dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis Universitas Mulawarman / RSUD A.Wahab Sjahranie Samarinda Martini FH, Nath JL, Bartholomew EF. Fundamentals of anatomy & physiology. 9th ed. San Francisco: Pearson Education; 2012. p. 960-3. Mescher AL. Junqueira’s basic histology text & atlas. 13th ed. China: McGraw-Hill; 2013. p. 415-18. Pudjiadi AH, Hegar B. Hardyastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, penyunting Pedoman pelayanan medis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jakarta:Badan Penerbit IDAI:2011 Staf Pengajar IKA FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Vol.2. Edited by Dr.Rusepno Hasan dan Dr.Husein Alatas. Infomedika. Jakarta. 2007. Wiguno Prodjosudjadi, Divisi Ginjal Hipertensi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi ke-4, Aru W.Sudoyo, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006
45