Skripsi Pengecoran Logam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG KELUD DENGAN PENGIKAT RESIN 1-5% TERHADAP KEKUATAN CETAKAN DAN TEMPRATUR PENUANGAN LOGAM PADUAN Al-Si



SKRIPSI



Oleh: Alif Firstya Akbar



150514607045



UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI S1 TEKNIK MESIN FEBRUARI 2019



BAB 1 PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Di dunia otomotif dan industri, kita sering melihat hal-hal seperti mobil, mesin-mesin mobil dan motor, sparepart, mesin-mesin industri,dan lain sebagainya. Semua itu merupakan benda-benda yang biasa kita temui dalam dunia otomotif dan industri. Semua benda tersebut dibentuk sesuai dengan keinginan dan kegunaanya masing-masing. Untuk membentuk material menjadi produk sesuai dengan kebutuhannya, bisa dilakukan dengan beberapa proses. Diantaranya dilakukan dengan proses casting. Pengecoran logam (casting) adalah salah satu teknik pembuatan produk dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian dituangkan kedalam rongga cetakan yang serupa dengan bentuk asli dari produk cor yang akan dibuat atau dicetak. Tahapan yang dilalui pada saat pengerjaan pengecoran logam adalah pembuatan model (bentuk pola yang akan dibuat), pembuatan pasir cetak, pembuatan rongga untuk menuangkan logam cair, peleburan logam, menuangkan logam cair ke dalam rongga cetakan, membuka cetakan dan membersihkan hasil pengecoran. Pengecoran logam merupakan pengolahan logam untuk mendapatkan suatu produk yang di hasilkan, pembuatan ini merupakan salah satu cara paling tua dalam dunia perindustrian. Cetakan yang sering digunakan dalam pengecoran logam yaitu cetakan pasir basah, cetakan semen proses, dan cetakan tanah liat. Pada cetakan pasir basah, pasir yang digunakan tidak menggunakan camuran dari unsur lain, tetapi ada juga jenis cetakan yang menggunakan pasir cetak yang dicampur unsur-unsur lain seperti semen, bentoit, tetes tebu, dan air. Di dalam pengecoran logam ada empat faktor yang mempengaruhi proses pengecoran yaitu adanya aliran logam cair kedalam rongga cetak, terjadi perpindahan panas selama pembekuan dan pendinginan logam dalam cetakan,



pengaruh material cetakan, pembekuan logam dari kondisi cair pembuatan cetakan. Dalam pembuatan cetakan, jenis pasir yang digunakan adalah pasir silica, pasir hijau, dan pasir zircon. Sedangkan campuran untuk perekat antar butir pasir dapat menggunakan bentonit, resin, furan atau air. Pasir cetak yang biasa digunakan dalam pengecoram logam kebanyakan menggunakan pasir silika SiO2. Pasir merupakan produk dari hancurnya batubatuan dalam jangka waktu yang cukup lama. Agar pasir cetak bisa digunakan, pasir cetak harus memenuhi persyaratan seperti mempunyai sifat mampu bentuk, peamibilitas yang cocok, distribusi besar butir yang cocok, tahan panas terhadap tempratur logam yang dituang, komposisi yang cocok, mampu dipakai lagi, dan pasir yang murah (Surdia & Chijiwa , 1980:109). Pemilihan jenis pasir untuk cetakan melibatkan beberapa faktor penting seperti bentuk dan ukuran pasir. Sebagai contoh: pasir yang halus dan bulat akan menghasilkan permukaan produk yang halus. Untuk membuat pasir cetak selain pasir yang dibutuhkan adalah pengikat dan air. Ketiga bahan tersebut diaduk sengan komposisi tertentu dan siap dipakai sebagai pasir cetak. Perkembangan proses pengecoran logam (casting) menjadi fenomena yang sangat menarik bagi casting enginers, metallurgist, fisikawan, dan pengembang perangkat lunak. Pada proses tersebut secara langsung memengaruhi waktu siklus produksi, kualitas internal tuang dan pemanfaatan material. Pengecoran logam paduan Al-Si yang akan digunakan untuk menunjang peniliti dalam melakukan penilitian skripsi ini menggunakan



cetakan yang



memakai material yang berasal dari pasir Gunung Kelud yang di campur dengan resin dengan kadar 1-5%. Gunung Kelud merupakan salah satu gunung berapi di jawa timur yang masih aktif, beberapa tahun yang lalu Gunung Kelud meletus atau erupsi. Pada saat erupsi Gunung Kelud mengeluarkan material-material vulkanik yang disemburkan ke udara. Salah satu yang disemburkan ialah pasir vulkanik. Hasil dari penelitian oleh Suryani (2014:10) menunjukkan bahwa abu vulkanik atau pasir vulkanik mengandung unsur mayor (alumunium, silika, kalium dan besi),



unsur minor (iodium, magnesium, mangan, atrium, popor, sulfur dan titanium) dan tingkat trace (aurum, asbes, barium, kobalt, krom, tembaga, nikel, plumbun, sulfur, stibium, stannum, stronsium, vanadium, zirkonium dan seng). Sedangkan lima komposisi tertinggi dari taah abu vulkanik gunung berapi secara urutan adalah silikon dioksida 55%, alumunium oksida 18%, besi oksida 18%, kalium oksida 8%, dan magnesium oksida 2,5%.



B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut : 1.



Bagaimana pengaruh penggunaan resin dengan kadar 1-5% sebagai pengikat dari pasir gunung kelud terhadap kekuatan cetakan pasir?



2.



Apakah pengaruh penggunakan cetakan pasir gunung kelud dengan pengikat resin terhadap hasil pengecoran logam?



3.



Apakah terdapat pengaruh penggunaan cetakan pasir gunung kelud dengan pengikat resin terhadao fluiditas hasil pengecoran logam?



C. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna bagi semua pihak antara lain: 1.



Pelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan pengetahuan tentang pengecoran logam (casting) dan sebagai bahan pertimbangan atau acuan untuk penelitian-penelitian sejenis demi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.



2.



Meningkatkan kompetensi serta pengalaman dalam melakukan sebuah penelitian.



3.



Penelitian ini dapat menambah pengetahuan bahwa dalam pengecoran logam dapat menggunakan pasir erupsi Gunung Kelud atau yang berasal dari guung



lain yang memiliki kandungan yang memenuhi sebagai pengganti pasir silika dan dengan menggunakan variasi pengikat. 4.



Penelitian ini dapat dimungkinkan untuk menambah kepustakaan yang bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan peningkatan proses belajar tentang pengecoran logam.



5.



Dapat menjadikan pertimbangan bagi industri pengecoran logam dalam memilih pasir cetak untuk menghasilkan kualitas hasil produksi demi kemajuan dalam industri pengecoran logam.



6.



Sebagai bahan masukan dalam dunia industri pengecoran untuk menambah inovasi-inovasi baru.



7.



Dapat menjadikan penelitian ini sebahgai kajian pustaka oleh peneliti selanjutnya yang sejenis untuk meningkatkan kemajuan pendidikan dan teknologi.



D. BATASAN MASALAH Batasan maaslah dalam suatu penelitian ditujukan agar pembahasan dan tujuan masalah tidak meny\impang dari pokok bahasan masalah, batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.



Pasir cetakan menggunakan pasir erupsi Gunung Kelud yang di dapat di kabupaten Kediri, Jawa Timur.



2.



Bahan yang digunkan sebagai pengikat yaitu resin dengan kadar 1-5%



3.



Logam yang digunakan adalah logam paduan Al-Si yaitu logam paduan silika yang diperoleh dari piston bekas kendaraan bermotor.



4.



Kualitas hasil dari pengecoran di teliti kecacatan yang terjadi pada saat pengecoran dengan visual, hasl pengujian kekerasan, hasil foto mikro.



5.



Fluiditas hasil pengecoran dilihat dari panajng total dari setiap spesimen.



6.



Perbedaan suhu saat penuangan dibedakan untuk mengetahui suhu yang tepat untuk penuangan pada saat pengecoran.



E. DEFINISI OPERASIONAL 1. Kekuatan cetakan mempengaruhi hasil cetakan, cetakan yang baik berdasarkan kandungan pasir, butir pasir dan campuran untuk pembuatan cetakan. 2. Kualitas hasil coran adalah kualitas yang didapatkan dari benda hasil coran yang diukur berdasarkan cacat hasil pengecoran dan tingat kekerasan dan kekasaran permukaan logam 3. Fluiditas merupakan kemampuan logam cair untuk memenuhi/mengisi rongga cetak dengan baik.



BAB II KAJIAN PUSTAKA



A. PENGECORAN LOGAM Pengecoran logam (casting) adalah salah satu proses pembentukan bahan baku/ bahan kerja dengan proses peleburan/pencairan logam di dalam tungku peleburan yang kemudian hasil peleburan dimasukkan ke dalam cetakan. Proses ini biasanya digunakan untuk membuat benda-benda dengan model yang rumit.benda yang sangat rumit bentuk/model atau sangat mahal jika dibuat di metode lain, dapat diproduksi secara banyak dan ekonomis dengan menggunakan teknik pengecoran yang tepat (Surdia & Chijiwa, 2000:1) Akan tetapi berbagai macam



metode



pengecoran logam



terus



mendapatkan



pembaruan dan



disempurnakan sampai saat ini, diantaranya invesment casting, pemanent mould casting, sand casting dan lain sebagainya. Pengecoran logam dapat dilakukan dengan material logam sebagai berikut : besi, baja paduan tembaga (perunggu,kuningan, perunggu alumunium), baja paduan alumunium, paduan dengan magnesium, paduan dengan seng, paduan paduan monel, dan paduan yang mengandung molibdenum, chrom dan silikon. Untuk mecairkan logam diperlukan furnance (dapur kupola). Furnance merupakan ssebuah dapur atau tempat pencairan loga yang dilengkapi dengan heater (pemanas). Material logam yang padat tersebut di panaskan hingga menapai suhu titik cair sebuah material logam tersebut, lalu setelah cair dituangkan ke dalam cetakan. Pola atau model yang digunakan dalam pembuatan cetakan untuk benda coran, dapat dibedakan menjadi pola logam dan pola kayu. Pola logam digunakan agar dapat menjaga ketelitian ukuran benda coran, terutama dalam masa produksi, sehingga unsur pola bisa lebih lama dan produktivitas lebih tinggi. Adapun faktor penting untuk menentukan macam-macam pola yang akan digunakan adalah proses pembuatan cetakan dimana pola tersebut dipakai, dan lebih pentting lagi



pertimbangan ekonomi yang sesuai dengan jumlah dari biaya pembuatan pola (Surdia & Chijiiwa, 2000:51). Dalam perindustrian yang membuat benda dengan cara casting sering mengalami efisiensi produk dikarenakan tingginya tingkat reject akibat dari cacat dari hasil casting yang sudah terbentuk. Timbulnya produk yang cacat biasanya disebabkan oleh banyak faktor seperti rendahnya suhu tuang, mampu alir dari material yang diproduksi, terjadinya porositas, dimensi benda cetak yang kurang presisi, permukaan benda yang dihasilkan kurang halus. Sifat mampu alir alumunium cair akan meningkat dengan kenaikan suhu tuang, namun hal ini akan berakibat adanya gas hidrogen yang masuk dalama jumlah yang banyak pada alumunium cair yang akhirnya dapat terbentunya cacat porositas pada produk. B. ALUR PROSES PENGECORAN Proses pengecoran logam dilakukan melalui beberapa tahap mulai dari men-desain model cetakan, pembuatan cetakan, persiapan dan peleburan logam, penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembersihan hasil coran dan proses daur ulang tanah cetakan. Proses pengecoran logam merupakan proses yang saling terkait dari berbagai proses seperti diagram di bawah ini :



Gambar 2.1 Alur Proses Pembutan Coran Menggunakan Pasir Cetak (Sumber: PT. Dekatama Pengecoran Logam dan Permesinan)



Dalam proses penuangan untuk menghasilkan tuangan yang berkualitas maka diperlukan pola yang kualitas tinggi, dari segi konstruksi, dimensi, material pola, dan kelengkapan lainnya. Pada saat pembuatan cetakan, tanah cetakkan dipersiapkan seperti tanah(pasir) dibersihkan dari material materian lain seperti batu dan lain sebagainya, lalu tanah(pasir) diletakkan disekitar pola yang dibatasi oleh rangka cetakan kemudian tanah dipadatkan. C. PASIR ERUPSI GUNUNG KELUD Gunung berapi adalah gunung yang tebentuk akibat material hasil erupsi yang menumpuk di sekitar pusat erupsi atau gunung yang terbentuk dari erupsi magma yang dikeluarkan dari perut bumi. Gunung berapi di Indonesia sangatlah



banyak tetapi tidak dapat dijumpai di semua tempat. Gunung berapi hanya terdapat pada jalur pegunungan tengah samudra, pada jalur pertemuan dua buah lempeng kerak bumi, dan pada titik panas di muka bumi tempat keluarnya magma, di benua maupun di samudera (hot spot). Sebagian besar gunung berapi yang aktifdi dunia berada di pertemuan lempeng tektonik dan muncul di daerahdaerah yang berada di dalam Lautan Pasifik yang disebut “Cincin Gunung Api” (Ring Of Fire) (Fajar Ashar, 2013). Sudah diketahui bahwa Indonesia dilewati Ring Of Fire, maka di Indonesia terdapat banyak gunung berapi yang masih aktif, salah satunya di daerah Pulau Jawa, tepatnya di Provinsi Jawa Timur salah satu gunung berapi yang masih aktif yaitu Gunung Kelud. Pasir eruspsi Gunung Kelud adalah jatuhan piroklastik bahan material vulkanik yang disemburkan ke udara saat terjadi letusan dan terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran yang paling halus. Batuan yang berukuran besar (bongkah kerikil) biasanya jatuh disekitar kawah sampai radius 5-7 km dari kawah. Sedangkan yang berukuran halus dapat jatuh dengan jarak mencapai ratusan bahkan ribuan kilometer dari kawah tergantung arah dan kecepatan angin (Suryani, 2014:10). Hasil dari penelitian oleh Suryani (2014:10) menunjukkan bahwa abu vulkanik atau pasir vulkanik mengandung unsur mayor (alumunium, silika, kalium dan besi), unsur minor (iodium, magnesium, mangan, atrium, popor, sulfur dan titanium) dan tingkat trace (aurum, asbes, barium, kobalt, krom, tembaga, nikel, plumbun, sulfur, stibium, stannum, stronsium, vanadium, zirkonium dan seng). Sedangkan lima komposisi tertinggi dari taah abu vulkanik gunung berapi secara urutan adalah silikon dioksida 55%, alumunium oksida 18%, besi oksida 18%, kalium oksida 8%, dan magnesium oksida 2,5%.



D. RESIN Ada resin fenol, resin urea dan resin melamin yang dihasilkan dari kondensasi formalin pada pemanasan dan resin epoksi yang dihasilkan dari polimerisasi adisi pada pemanasan dengan adanya katalis amino. Dalam setiap hal



dari resin yang dipanas awetkan mempunyai ikatan dengan struktur jaringan, sukar larut dalam pelarut dan tak dapat dilelehkan oleh panas. Resin fenol merupakan resin sintetis yang pertama kali digunakan secara komersil baik dalam industri plastik maupun cat. Resin fenol dihasilkan dari reaksi polimerisasi antara fenol dan formaldehid. Reaksi yang terjadi antara fenol pada posisi ortho maupun para dengan omaldehid untuk membentuk rantai yang crosslinking dan pada akhirnya akan membentuk jaringan tiga dimensi (Hesse, 1991). Resin fenol banyak digunakan untuk lapisan vernis pada cat dan pelapisan pada carbon cevlar. E. LOGAM PADUAN ALUMUNIUM Alumunium didapat dari jenis-jenis tanah liat yang tertentu yaitu batuan bauksit. Dari bauksit tersebut diproses dengan cara dipisahkan terlebih dahulu tanah – tawas murni (oksid alumunium Al2O3). Alumunium yang telah lebur dapat dipakai di tempat tuangan dan dapat dijadikan mnejadi pelat-pelat, kawat, dll. Alumunium memiliki kekerasan yang lebih dari timah putih dan lebih lunak dari seng. Alumunium memiliki kekuatan tarik 18-28 kg/mm2 dan regangannya hanya 3-5 %. Alumunium dapat tahan terhadap udara luar/ tahan korosi, karena lapisan oksid (Vohdin, Latief, Zeiroeddin, 1982:49). Alumunium adalah logam yang sangat ringan yaitu memiliki massa jenis 2,56 kg/dm3 dan memiliki tahanan jenis 2,8 x 10-8. Sifat tarik maksimum pada alumunium yaitu 17-20 kg/mm2 dalam keadaan dingin. Alumunium memiliki titik cair 660oC dan titik didih 1800oC (Sumanto,2005:46). Alumunium biasanya dipadukan dengan silikon (Si), magnesium (Mg), tembaga (Cu), mangan (Mg), dan seng (Zn). Alumunium dipadukan dengan logam lain bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat dari logam alumunium. Macam-macam paduan alumunium sebagai berikut : 1.



Alumunium – Tembaga Paduan antara Alumunium dengan Tembaga dapat menambah sifat mampu mekanis dan mampu mesin yang baik, paduan ini cocok untuk pengecoran yang diteruskan ke machining. Akan tetapi memiliki sifat mampu



cor yang jelek dan kandungan paduan tembaga yang berlebihan dapat meningkatkan korosi pada logam. 2.



Alumunium – Siliuma Paduan antara Alumunium dengan Silisium dapat meningkatkan mampu cor yang baik. Unsur dari silisium dapat mempengaruhi ketahanan panas, ketahan korosi. Menurut Surdia & Chijiwa (2000:42) “paduan eutektik dari Alumuium dan Selisium sekitar 2% disebut silisium yang memiliki mampu cor yang baik, terutama di mesin biasa. Akan tetapi paduan yang biasa di cor memiliki sifat mekanis yang jelek karena ium yang butir siluum yang besar, sehingga pada saat cor ditambahkan natrium dan agitasi dari logam cair untuk memperbaiki sifar mekanis tersebut”.



3.



Alumunium – Tembaga – Silium Pada paduan 3 unsur ini, paduan yang sebelumnya hanya Alumunium dan Tembaga selanjutnya di tambah unsur dari Silium. Kandungan 4-5% Silium yang dipadukan dengan Alumunium – Tembaga dapat memperbaiki mampu cor yang baik. Paduan ini dapat disebut “lautal” yaitu salah satu dari paduan alumunium yang terutama.



4.



Alumunium – Magnesium Paduan antara Alumunium dengan Magnesium dapat menambah sifat ringan dari alumunium. Kandungan dari magnesium juga dapat menahan korosi dan retak pada suhu yang tinggi. Paduan Alumunium dengan Magnesium sekitar 4-10% mempunyai ketahan korosi, mempunyai kekuatan tarik diatas 30 kg/mm dan perpanjangan di atas 12% setelah perlakuan panas (Surdia & Chijiwa, 2000:42)



5.



Alumunium – Silium – Magnesium Paduan Alumunium Silium dan Magnesium memiliki sifat sangat liat, mampu bentuk, tahan terhadap korosi sehingga paduan ini sangat cocok sebagai bahan tempa. Akan tetapi paduan ini memiliki kekuatan yang kurang jika dibandingkan dengan paduan alumunium yang lainnya.



6.



Alumunium – Seng Kandungan antara paduan Alumunium dengan Seng dapat meningkatkan kekuatan tarik pada Alumunium. Paduan ini biasanya digunkan sebagai bahan



kontruksi pembuatan pesawat terbang karena memiliki ketahan tarik yang tinggi dibandingkan dengan paduan yang lain. Pada penelitian kali ini yang digunkan adalah paduan alumunium dengan silium atau Al-Si yang berasal dari piston kendaraan bekas. F. PELEBURAN LOGAM Proses pencairan logam merupakan hal yang terpenting dalam produksi pengecoran, karena dapat berpengaruh langsung pada produk cor. Pada proses pencairan, material terdiri dari logam, unsur-unsur paduan, material lainnya seperti fluks dan unsur pembentuk dimasukkan kedalam tungku. Fluks merukana senyawa inorganic yang dapat memmbersihkan logam cair dengan menghilangkan gas-gas yang ikut terlarut dan unsur-unsur pengotor. Fluks juga dapat menghilangkan oksidasi pada permukaan logam cair. Pencairan dilakukan pada dapur dengan kapasitas yang disesuaikan hingga mencapai titik cair dan suhu yang diinginkan dalam proses pengecoran. G. PENGUJIAN PASIR Pengujian pasir perlu dilakukan untuk menjaga kualitas pasir cetak dan bahan campuran yang digunakan. Selain hal tersebut pengujian pasir perlu dilakukan agar kekuatan pasir cetak tidak mudah rontok dan mudah untuk membongkar cetakan tersebut. Pengujian tersebut merupakan salah satu cara untuk menghindari terjadinya cacat pada permukaan benda cor. Untuk mendapatkan cetakan pasir yang bagus perlu mengetahui karakteristik pasir yang digunakan seperti ketahanan terhadap panas, kekuatan untuk menahan gaya tekan dari logam cair, variasi ukuran butir pasir yang digunakan harus memadai supaya jarak antar butir pasir menutup, dan “permeabilitas yaitu kemampuan pasir cetak untuk dialiri setiap satuan luas dalam waktu tertentu”(Surdia & Chijiwa, 2000:120).



Permeabilitas



sangat mempengaruhi hasil cetakan karena



pembebasan gas dari rongga cetak dan pendinginan produk cor, apabila gas yang terjebak di dalam rongga cetakan akan mengakibatkan gelembung dan menyebabkan kasar permukaan.



Kualitas pasir cetak ditentukan dari karakteristik pasir yang digunakan. Berikut ini beberapa pengujian pasir cetak yang dilakukan sebelum melakukan proses pengecoran logam : 1.



Pengujian Tekan Pengujian dilakukan untuk mendapatkan nilai ketahan pasir terhadap gaya tean yang diberikan. Nilai kuat tekan akan menunjukkan besar gaya tekan yang diterima sebelum proses penuangan fluida terhadap cetakan. Menurut Surdia & Chijiwa (2000:121) “kekuatan cetakan berbeda-beda menurut jenis dan jumlah pengikat serta kadar air. Kekuatan yang tidak cukup akan menyebabkan mudah pecahnya cetakan, sedangkan kekuatan yang berlebihan akan



mencegah



penyusutan



coran



dan



menyebabkan



retak



serta



pembongkaran yang sulit” 2.



Pengujian Permabilitas Permeabilitas yaitu kemampuan pasir cetak untuk dialiri setiap satuan luas dalam waktu tertentu”(Surdia & Chijiwa, 2000:120). Pengujian permeabilitas dapat dilakukan dengan perhitungan dengan menggunakan rumus : P=



Q. L p. A.T



Surdia & Chijiwa, 2000:120



Dimana :



3.



P



= Permabilitas



Q



= Volume udara yang lewat melalui spesimen



L



= Panjang Spesimen



A



= Luas



P



= Tekanan udara



T



= Waktu



Distribusi Pasir Pengujian ini dilakukan untuk medapatkan persebaran ukuran butir pasir. Melalui pengujian ini dapat memperoleh nilai presentase persebaran ukuran



butir pasir. Untuk menghitung presentase dari setiap ayakan butir pasir menggunakan rumus : Presesntase (%) =



berat pasir pada setiap ayakan(gr) X 100 Jumlah Berat dari spesimen (gr)



Untuk nomor kehalusan butir dapat dihitung dengan menggunkan rumus berikut : F.N =



∑ ( Wn . Sn ) ∑ Wn



Surdia & Chijiwa, 2000:122



Dimana : F.N



= Nomor kehalusn butir



Wn



= Berat pasir yang didapat di setiap ayakan



Sn



= Pelipat dari tabel



Tabel 2.1 Pelipat Sn untuk perhitungan nomor kehalusan butir



Bukaan Mesh, Mikron 3.360 2.380 1.680 1.190 840 590 420 297 210 149 105 74 53 tan



Sn 5 8 11 16 22 32 45 63 89 126 178 253 357 620



Sumber : Surdia & Chijiwa (2000: 122)



H. FLUIDITAS Aliran logam cair dipengaruhi terutama oleh kekentalan logam cair dan oleh kekasaran permukaan cetakan. Kekentalan tergantung pada tempratur, dimana pada tempratur tinggi kekentalan menjadi lebih rendah, dan pada



tempratur rendah kekentalan menjadi lebih tinggi (Surdia & Chijiwa, 2000:11). Fluiditas akan mempengaruhi hasil coran. Fluiditas dipengaruhi oleh tempratur dari logam cair.



Jika fluiditasnya rendah maka logam akan cepat membeku



sebelum memenuhi semua rongga cetakan, apabila fluiditasnya tinggi maka logam cair akan susah mengeras atau membeku pada saat melewati rongga cetakan. Pengujian fluiditas dilakukan dengan metode Birmingham dengan desain cetakan yang berbentuk pelat dengan ketebalan yang berbeda.



Gambar 2. Metode Pengujian Fluiditas Birmingham (Sumber: Widodo, 2014:22) Penelitian tentang fluiditas, yang dilakukan oleh Masnur dan Suyitno (2008) diketahui bahwa panjang fluiditas meningkat seiring bertambahnya tempratur dan ketebalan coran. Pengujian ini meneliti tentang pengaruh tekanan terhadap fluiditas pada bahan ADC 12 dengan teknik high preasure die casting. Pengujian



tersebut



menggunakan



metode



Birmingham.



Faktor



yang



mempengaruhi nilai fluiditas adalah tempratur, konduktifitas material cetakan, tegangan permukaan, komposisi kimia, dan viskositas. (Suherman, 2009:30)



I.



CACAT HASIL CORAN Cacat hasil coran adalah ketidaksempurnaan atau kerusakan benda hasil



dari proses pengecoran logam sehingga benda yang cacat tersebut tidak dapat dilanjutkan ke tahap finishing sampai tahap pemasaran. Pada saat proses



pengecoran logam banyak faktor yang dapat mempengaruhi cacat hasil coran. Jika hasil coran dapat diketahui penyebab kecacatan maka ada solusi untuk mencegah cacat benda hasil coran. Menurut komisi pengecoran International (dalam Surdia & Chijiwa 2000:211) cacat dalam pengecoran digolongkan menjadi sembilan yaitu : 1. Ekor tikus tak menentu atau kekasaran yang meluas. 2. Lubang – lubang. 3. Retakan. 4. Permukaan kasar. 5. Salah alir. 6. Kesalahan ukuran. 7. Inklusi dan struktur yang tidak seragam. 8. Deformasi dan melintir. 9. Cacat yang tak nampak. Cacat – cacat pada umumnya disebabkan oleh perencanaan, bahan yang dipakai (bahan logam yang akan dicairkan, pasir dan sebagainya), proses (mencairkan logam, pengolahan psir, membuat cetakan, penuangan, penyelesaian dan sebagainya). Walaupun pada benda hasil coran mempunyai cacat yang sama, tetapi sebab kecacatan tersebut berbeda. (Surdia & Chijiwa 2000:211) Menurut Surdia & Chijiwa (2000:212) cacat hasil coran dapat dibedakan menjadi bebera macam, yaitu : 1. Rongga Udara. Cacat rongga udara merupakan cacat yang paling banyak terjadi dalam berbagai bentuk. Rongga udara pada umunya muncul di permukaan dan di dalam coran sehingga terbentuknya lubang, terutama sedikit di bawah permukaan yang merupakan rongga – rongga bulat. Cacat coran mempunyai warna yang berbeda – beda sesuai dengan sebab terjadinya cacat, yaitu warna karena oksidasi atau karena tidak oksidasi. Pada besi cor atau baja cor cacat coran berwarna hitam atau biru, pada paduan tembaga berwarna coklat atau kuning. (Surdia & Chijiwa, 2000:211216)



Sebab-sebab cacat rongga udara secara kasar digolongkan menjadi dua yaitu disebabkan gas dari logam cair dan disebabkan gas dari cetakan. Sebab utama dari rongga udara adalah sebagai berikut: a. Logam cair yang dioksidasi. b. Tidak cukup keringnya saluran ceret dan ladel, logam cair membawa gas. c. Tempratur penuangan yang rendah. d. Penuangan yang terlalu lambat. e. Cawan tuang dan system saluran yang basah. f. Permeabilitas yang kurang sempurna. g. Lubang angina yang tidak memadai pada inti. h. Cetakan yang kurang kering. i. Terlalu banyak gas yang timbul dari cetakan. j. Tekana diatas terlalu rendah. k. Rongga udara oleh penyangga, cil atau cil dalam. 2. Lubang Jarum. Lubang jarum adalah lubang di mana permukaan dalamnya halus dan berbentuk bola. Ukuran cacat pada lobang jarum biasanya berukuran 1 – 2 mm, cacat tersebut sangat kecil dan berbentuk seperti tusukan jarum. Cacat lubang jarung sering terjadi pada permukaan, sedangkan yang di bagian dalam berwarna perak atau biru karena oksidasi. Sebab terjadinya cacat lubang jarum sama seperti kasus pada cacat akibat rongga udara. (Surdia & Chijiwa, 2000:217-218). 3. Rongga gas oleh cil. Rongga gas oleh cil adalah bentuk lain dari rongga udara, yang timbul sekitar penyangga atau cil dalam. Bagian dalamnya halus dan ukurannya berbeda. Sebab – sebab terjadinya rongga gas karena cil yaitu penyangga dan sebagainya yang bersentuhan dengan logam cair, berkarat atau terdapat bahan yang bisa menguap, hal tersebut dapat menyebabkan timbulnya rongga gas. Uap air yang keluar dari cetakan



yang berembun pada permukaan cil yang kemudian karena panasnya logam cair akan terbentuk gas. 4. Penyusutan dalam. 5.



Penyusutan luar. Penyusutan luar menyebabkan terjadinya lubang pada permukaan luar dari coran, yang diakibatkan penyusutan pada saat pembekuan logam cair. Sebab – sebab terjadinya cacat penyusutan luar sama seperti pada cacat penyusutan dalam. (Surdia & Chijiwa 2000:220)



6. Rongga penyusutan. Rongga penyusutan mempunyai sebab – sebab yang sma seperti pada penyusutan dalam dan luar, dan mereka dapat terjadi pada bagian yang tebal dan membeku terakhir. Cacat ini terdiri dari lubang – lubang kecil dengan permukaan dalam berkristal dendrit kasar yang bisa timbul pada bagian tebal, bagian pertemuan, cengkungan filet dan sebagainya. (Surdia & Chijiwa, 2000:221) 7. Struktur butir terbuka. Struktur butir terbuka merupakan cacat yang diakibatkan akibat kecepatan pedinginan yang rendah, yang meluas di bagian irisan tebal, terlihat seperti pori – pori kulit pada permukaan setelah dikerjakan oleh mesin. Sebab – sebab terjadinya struktur terbuka dan permukaan menjadi kasar karena adanya grafit. Kalau derajat kejenuhan karbon sama dengan atau lebih dari satu disebabkan kadar karbon yang tinggi pada logam induk, atau kalau kecepatan pendinginan terlalu rendah, maka serpih grafit akn muncul di seluruh permukaan pada bagian yang tebal. Pada permukaan yang kasar tersebut akan memiliki kekuatan tarik yang rendah



dan permukaan akan menjadi buruk setelah



dikerjakan oleh mesin.(Surdia & Chijiwa, 2000:221)



8. Kekasaran erosi.



Pasir yang terlepas karena erosi dari permukaan cetakan berbentuk pelat atau gumpalan, bergerak dalam rongga cetakan terutama di permukaan kup yang mengakibatkan inklusi pasir. Di bagian dimana pasir telah kena erosi terjadi kekasaran permukaan yang berbentuk pelat atau gumpalan (Surdia, 2000:221). Menurut



Surdia,



(2000:222)



sebab-sebabnya



secara



terperinci



terjadinya kekerasan erosi adalah sebagai berikut:



a.



Kecepatan penuangan terlalu lambat.



b.



Tempratur penuangan terlalu tinggi.



c.



Ketahana pasir yang rendah terhadap panas.



d.



Letak saluran turun yang salah dan logam cair yang mengisi cetakan setelah terpanaskan setempat.



e.



Komponen yang bersifat kental dan lumpur yang terkandung banyak dalam pasir.



f.



Perbaikan cetakan yang belum selesai.



g.



Cat grafit yang terlalu tebal.



h.



Pemuaian panas dari batang inti besi.



i.



Penumbukan yang kurang.



j.



Lubang angina yang kurang.



k.



Permeabilits yang kurang.



9. Ekor tikus. Ekor tikus merupakan cacat permukaan, pasir dari permukaan cetakan mengembang dan logam cair masuk di bawah permukaan bagian tersebut. Kalau pasir disingkirkan, terlihat rongga lurus seperti pembuluh. Karena terbentuknya seperti ekor tikus maka cacat ini disebut ekor tikus. (Surdia &Chijiwa, 2000:222) 10. Rontokan cetakan.



Bentuk bengkakan yang tak menentu terjadinya pecahnya cetakan dan pecahan pasir ini menyebabkan inklusi pasir di tempat lain.(Surdia & Chijiwa, 2000:223) Sebab – sebab terjadinya rontokan cetakan akibat beberapa hal berikut: a. Penumbukan yang tidak cukup karena kecerobohan pada pembuatan cetakan dan carab penguatan dengan jarum – jarum adalah tidak baik. Bagian dari cetakan pecah karena penarikan pola yang tidak hati – hati, atau kemiringan ola yang tidak cukup. b. Kekuatan pasir yang tidak terlalu tinggi. c. Memegang cetakan degan kasar. 11. Dorongan ke atas. Pada saat pemasangan kup dan drag, sebagian dari cetakan mengalami rontok dan jatuh di dalam cetakan. Akibatnya terjadi pembengkakan dan pecahan pasir menyebabkan inklusi pasir pada tempat jatuhnya. (Surdia & Chijiwa, 2000:223) 12. Pelekat. Pada saat oenarikan pola, sebagian pasir di bagian muka dari cetakan mungkin menempel pada pola, sehingga terbentuk berbagai gumpalan melekat pada permukaan coran, sehingga dapat mengakibatkan permukaan cora menjadi buruk. Sebab – sebab dari kecacatan ini menurut Surdi & Chijiwa (2000:223) disebabkan hal berikut ini : a. Pada saat penarikan pola sebaiknya dilakukan perbaikan tetapi mungkin hal tersebut diabaikan meskipun pasir melekat pada pola. b. Pasir mudah melekat pada permukaan pola yang dipolis yang baik karena kemungkinan adanya embun dingin. Kalau pola dipanaskan memungkinkan tidak menempelnya pasir di permukaan pola. c. Pasir panas, kadar air yang tidak sesuai, dan kadar lempung yang kurang, menyebabkan pasir mudah melekat. d. Penumbukan cetakan yang tidak sesuai. e. Bubuk pemisah yang tidak baik. f. Kemiringan pola yang tidak baik.



g. Getaran yang kurang pada penarikan pola.



13. Penyinteran. Cacat penyinteran merupakan campuran halus antara logam dan pasir disebabkan sebagian pasir di bagian permukaan menempel pada perukaan coran. Sebab – sebab kecacatan penyinteran menurut Surdia & Chijiwa, (2000:224) hal berikut yang menyebabkan kecacatan : a. Teganagn yang kecil dari logam cair. b. Tekana statis dan dinamis yang berlebihan dari logam cair. c. Tempratur penuangan yang cukup tinggi. d. Ukuran butir pasir yang cukup besar dan penumbukan yang kurang sempurna. e. Pasir kuirang mempunyai ketahanan panas. f. Pengikat yang terlalu banyak. g. Permukaan mempunyai sifat – sifat buruk. 14. Penetrasi logam. Penetrasi logam adalah kecacatan dimana logam melakukan penetrasi ke dalam permukaan coran, terutama ke bagian inti yang bertempratur tinggi dan logam tersinter bersama pasir. Sebab daari kecacatan ini disebabkan logam cair yang masuk ke dalam ruangan antara butir – butir pasir pada permukaan cetakan bercampur dengan pasir. 15. Membengkak. Pembengkakan akibat tekanan logam cair yang terlalu besar menyebabkan cetakan membengkak setempat. (Surdia & Chijiwa, 2000:224) 16. Pergeseran. Hasil coran akan mengalami pergeseran apabila coran tidak cocok satu sama lain pada permukaan pisahnya. (Surdia & Chijiwa, 2000:225)



Sebab – sebab yang mengakibatkan kecacatan pergeseran menurut Sudia & Chijiwa (2000:225) sebagai berikut: a. Pergeseran titik tengah pola, atau pergeseran pena. b. Pergeseran titik tengah atau pergeseran pena dan kotak inti. c. Pergeserab titik tengah pdari pelat pola. d. Lepasnya pena penjamin dari rangka cetak. e. Pergeseran titik tengah dari cetakan logam. f. Rangka cetak yang kurang kuat. g. Pergeseran setelah pemasangan cetakan. 17. Perpindahan inti. Ciri dari perpindahan inti diakibatkan daya apung dari logam cair. Sehingga dapat mengakibatkan dinding sisi dari kup menjadi tipis dan mungkin dapat menyebabkan pecah. (Surdia & Chijiwa, 2000:225) 18. Retakan. 19. Cil (coran besi dan baja). 20. Cil terbalik (coran besi dan baja). Cil terbalik merupakan keadaan dimana pola coran bagian dalam terdapat struktur yang dicil. Sebab – sebab yang mengakibatkan hal tersebut tidak jelas, tetapi dapat menghindari dengan caara penurunan kadar belerang dan menigkatkan kadar mangan. 21. Salah alir dan sumbat dingin. 22. Inklusi terak. Terak adalah inklusi bukan logam dalam logam cair yang disebabkan oleh reaksi kimia selama peleburan, penuangan atau pembekuan. Banyak terak terapung pada permukaan kup.(Surdia & Chijiwa, 2000:229) Menurut Surdia & Chijiwa (2000:229) sebab – sebab yang mengakibatkan inklusi terak sebagai berikut : a. Oksidasi logam cair. b. Terlalu banyak inokulan. c. Penyingkiran terak dari permukaan cairan logam dalam ladel tidak cukup.



d. Rendahnya ketahan panas dari bahan pelapis ladel. e. Waktu penuamagan yang terlalu lama. f. Tidak menggunakan cawan tuang. g. Kurang penumbukan pada permukaan cetakan. h. Permukaan cetakan yang kurang baik. i. Pasir cetak kurang tahan panas. j. Logam mendidih karena pengeringan cetakan yang kurang. k. Pemberihan yang kurang pada rongga cetakan. l. Permeabilitas pada cetakan kurang. m. Perencanaan saluran yang tidak sempurna. 23. Inklusi pasir. Inklusi pasir adalah cacat yang diakbitkan terbanyanya pasir pada permukaan maupun ke dalam coran. Sebab – sebab terjadinya kecacatan tersebut sama seperti yang terjadi pada kecacatan inklusi terak.(Surdia & Chijiwa, 2000:230) 24. Pelenturan. Coran yang beebentuk pelat atau panjang dapat menjadi bengkok karena perbedaan teganagn yang disebabkan oleh lamanya waktu penyusutan selama pendinginan. (Surdia & Chijiwa,2000:230) J.



KEKERASAN LOGAM



K. KUALITAS HASIL CORAN