Solvent [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SOLVENT



Seperti sudah dijelaskan dalam bagian sebelumnya bahwa masing-masing komponen penyususun cat mempunyai fungsi dan peran yang berbeda-beda. Resin membentuk film dan memberi kontribusi terhadap karakter film yang terbentuk, sedang pigment disamping memberi warna juga berfungsi menambah kekuatan mekanis film. Bagaimana dengan solvent ? Sekalipun setelah pemakaian solvent akan terbuang ke lingkungan dan tidak menjadi bagian dari lapisan cat, namun peran solvent selama proses pembuatan, penyimpanan dan pemakaian cat, memperlihatkan peran yang dominan dibanding komponen lainnya. Pada saat pembuatan cat, solvent memberi kontribusi sedemikian rupa sehingga campuran mempunyai kekentalan yang pas untuk diproses: diaduk, dicampur, digiling dan lain-lain. Dengan penambahan solvent yang tepat dan cukup akan menurunkan kekentalan dari resin atau campuran pada suatu titik dimana kekentalannya memenuhi syarat untuk masing-masing proses. Demikian halnya pada saat pemakaian cat, dengan penambahan jenis solvent yang tepat dan dengan takaran pas, maka cat bisa dikuas, dispray atau dilumurkan dengan mudah pada obyek yang akan dicat. Komposi solvent yang tepat juga memberi pengaruh optimal pula pada mekanisme penguapan dari solvent-solvent yang ada, sehingga akan membentuk film yang maksimal karakteristiknya, baik textur permukaannya, sifat kilapnya maupun kecepatan keringnya. Cat merupakan sebuah system campuran yang kompleks, ada padatan (solute) yang terlarut atau terdispersi dalam pelarut cair (solvent), ada juga cairan (solvent active) yang terlarut dalam cairan lain (diluent). Jadi definisi solvent adalah cairan (biasanya mudah menguap) yang berperan melarutkan atau mendispersi komponen-komponen pembentuk film (resin, pigment dan/atau additive) yang akan menguap terbuang ke lingkungan selama proses pengeringan. Membicarakan solvent tidak bisa lepas dari thinner, karena keduanya saling berkaitan satu dengan yang lain. Thinner adalah campuran beberapa solvent yang dipakai untuk melarutkan resin di dalam cat atau mengencerkan cat selama penggunaan. Di dalam prakteknya resin atau cat dilarutkan oleh tidak hanya satu jenis solvent , tetapi oleh beberapa macam kategori solvent. Bagaimana dengan cat water base, solvent dan thinner-nya adalah setali tiga uang atau sama saja, yaitu air. Untuk cat jenis water base dimana air adalah sebagai pelarutnya, tidak akan dibahas dibagian ini.



PENGGOLONGAN SOLVENT Solvent biasanya dibagi berdasarkan struktur kimia atau karakteristik fisikanya. Penggolongan solvent berdasarkan struktur kimia adalah sebagai berikut: 1. HIDROKARBON Sesuai namanya maka pada golongan ini terdiri dari solvent-solvent dimana unsur hidrogen (H) dan carbon (C) menjadi struktur dasarnya. Golongan ini terbagi lagi menjadi tiga sub golongan, yaitu: aliphatis, aromatis dan halogenated hidrokarbon. Sedang sub golongan aliphatis dibagi lagi menjadi aliphatis jenuh (saturated) dan tidak jenuh (unsaturated). Solvent-solvent golongan hidrokarbon hampir seluruhnya berasal dari hasil distilasi minyak bumi yang merupakan campuran dari beberapa sub-sub golongan (bukan senyawa murni), sehingga titik didihnya berupa range dari minimum sampai maksimum, bukan merupakan titik didih tunggal.



GOLONGAN UTAMA



SUB GOLONGAN



KETERANGAN



CONTOH DAN PENGGUNAANNYA



Dari hasil distilasi miny bumi (produksi PERTAMINA):



JENUH, tidak mempunyai ikatan rangkap dalam strukturnya, disebut juga ALKANA atau PARAFFIN.



ALIPHATIS



Terbagi menjadi 3 golongan: RANTAI LURUS, RANTAI BERCABANG dan SIKLIS. SIKLIS (NAPHTENE), ikatanya melingkar, atom karbon pertama bertemu dengan atom carbon terakhir.



Special Boiling Point XX campuran senyawa Hasil-hasil hidrokarbon aliphatis, distilasi minyak naphtenis dan sedikit bumi berupa aromatis. Boiling range nya: 55 - 120oC. Mudah campuran beberapa alkana terbakar dan sangat volatile. dan mungkin beberapa jenis Low Aromatic White Sp hidrokarbon (LAWS), campuran lain. senyawa hidrokarbon paraffin, cycloparafin d Titik didihnya dinyatakan aromatis. Boiling range antara 145 - 195oC. Sta dalam range.Komposisi dengan warna jernih. dinyatakan Minasol-M, Pertasol CA dalam Pertasol CB, Pertasol C persentasi dan minyak tanah alkana yang (kerosene). ada. Alkana yang penting dalam industri cat adalah antara C6=hexana hingga C10=dekana.



Contoh lain adalah petroleum ether (40-60 naphta (70-90oC), petroleum benzine (120 150oC)



Contoh jenis siklis yang diperoleh dari hasil ekstraksi tanaman adal terpentin.



Biasanya dipakai untuk solvent cat jenis alkyd (varnish, synthetic ena dan polyurethane.



TIDAK JENUH, mempunyai ikatan rangkap dua, ALKENA/OLEFIN (ethylene, propylene, dll) atau rangkap tig ALKYNE (etuna/acetylene, propuna, dll). Karena sifatnya reaktif dan hampir sebagian besar senyawanya dalam kond gas, maka tidak umum dipakai sebagai solvent dalam cat.



Toluena (methyl benze mempunyai titik didih 1 C, merupakan pelarut y sangat kuat.



Xylene (dymethyl benzene), merupakan Struktur molekulnya mengandung campuran dari tiga mac isomer: ortho, metha d ikatan aromatis (benzene), C6H6 para-xylena yang Daya larutnya lebih kuat dibanding mempunya titik didih GOLONGAN UTAMA KETERANGAN hampir sama (144, 139 senyawa-senyawa hidrokarbon 139oC) sehingga sulit aliphatis. dipisahkan dengan pros distilasi.



Solvent-solvent jenis aromatis dipakai hamp pada semua jenis cat, terutama cat jenis acry polyurethane, epoxy at nitrocellulose.



ESTER



Adalah senyawa organik hasil reaksi kondensasi antara asam karboksilat dan alkohol (esterifikasi), karenanya nama ester dimulai dari alkil alkohol dan diikuti nama asam karboksilat-nya, seperti: methyl acetat. Bau yang wangi adalah ciri khas senyawa ini. Makin sedikit atom karbon dan/atau makin banyak cabangnya, maka makin mudah menguap.



ETHER



Adalah senyawa organik hasil reaksi kondensasi alkohol. Senyawa ini mengandung gugus fungsional oksigen yang diapit oleg dua buah lakil.



KETONE



Adalah senyawa organik hasil reaksi oksidasi alkohol. Senyawa ini mengandung gugus fungsional karbonil. Merupakan solvent yang sangat kuat daya larutnya dan juga sangat volatile.



Adalah senyawa organic yang mempunyai gugus fungsional hidroksil (OH) yang melekat pada sebuah alkil dari hidrokarbon, baik aliphatis maupun aromatis.



ALKOHOL



AROMATIS



HALOGENATED HIDROKARBON



Methylene klorida atau diklormethane, cairan t Hidrokarbon dimana satu atau berwarna dengan titik didih 40oC. Dipakai untu lebih atom hidrogen-nya diganti oleh atom halogen, seperti klorine pembersih logam, solve (Cl) atau fluorine (F) untuk cat jenis lacquer pembersih/penghilang (paint remover).



2. OKSIGENATED SOLVENT Oksigenated sovent atau solvent dengan atom oksigen adalah solvent-solvent yang struktur kimianya mengandung atom oksigen.



Termasuk dalam kategori ini adalah golongan ester, ether, ketone dan alkohol.



KELARUTAN (SOLUBILITAS) Faktor penting bagaimana solvent menjalankan fungsinga didalam cat adalah kemampuannya untuk melarutkan resin, kemudian membentuk larutan yang stabil dan homogen. Beberapa parameter dalam hubungannya terhadap daya larut solvent adalah sebagai berikut:   



Solubility Parameter Hidrogen Bonding Index Dipole Moment



Solubility Parameter solvent -solvent hidrokarbon mempunyai hubungan yang proporsional dengan harga Kauri Butanol (KB); semakin besar harga KB-nya, semakin besar solubility parameternya atau dengan kata lain semakin besar pula daya larut solvent tersebut. Range harga KB adalah antara 20 -105. Untuk beberapa solvent hidrokarbonn aliphatis berkisar antara 28 - 40, sedang untuk hidrokarbon aromatis lebih besar dari 70. Cara lain untuk menentukan daya larut solvent-solvent hydrokarbon adalah dengan menentukan Titik Anilin(TA); makin rendah TA, makin besar daya larut solvent tersebut.



Hidrogen Bonding Index adalah merupakan ukuran kekuatan ikatan antara atom-atom hidrogen (relatif positif) dan atom-atom negatif seperti oksigen dalam solvent tersebut, harganya berkisar antara 15 sampai + 18. Solvent-solvent hidrokarbon mempunyai harga rendah dan jenis alkohol mempunyai harga yang tinggi, sedang lainnya berkisar di antara dua jenis solvent tersebut. Klasifikasi detilnya adalah sbb.: CLAS I - ikatan hydrogennya lemah (< 3.5): hidrokarbon aliphatis, aromatis dan halogenated CLAS II



- ikatan hidrogennya sedang : ester, ketone dan ether



CLAS III - ikatan hidrogennya kuat (> 7.5) : alkohol dan air



Dipole Moment adalah polaritas suatu solvent yang tergantung dengan nilai konstanta dielektriknya. Pada umumnya makin polar suatu bahan yang dilarutkan akan membutuhkan semakin polar pula bahan pelarutnya. Untuk kepolaran beberapa jenis solvent dinyatakan dalam klasifikasi berikut: Paling tinggi Polaritasnya - Air Alkohol Ketone dan Ester Halogenated Hidrokarbon Ether Hidrokarbon Aromatis Paling rendah polaritasnya - Hidrokarbon Aliphatis



Dalam hubungannya dengan resin Nitro Cellulose (NC) ada beberapa istilah yang berkaitan dengan solvent yang perlu dibahas, yaitu Active Solvent, Latent Solvent dan Diluent. Active solvent adalah solvent yang secara nyata melarutkan NC, contoh: hampir semua keton (MEK), ester (ethyl atau butyl acetate) dan ether (aceton). Latent solvent atau juga disebut co-solvent adalah solvent yang bila sendirian tidak bisa melarutkan NC, tetapi digunakan untuk meningkatkan daya larut active solventnya. Peningkatan daya larut active solvent dapat dilihat dari penurunan kekentalan larutan yang cukup besar setelah ditambah latent solvent (dibanding dengan penambahan yang sama active solvent atau solvent jenis lain), contoh latent solvent adalah alkohol. Sedang diluent adalah solvent yang dipakai untuk melarutkan kedua jenis campuran solvent tersebut (thinner), sehingga harganya diharapkan lebih murah, dibanding bila hanya ada dua jenis solvent tersebut.



SIFAT-SIFAT LAIN SOLVENT VOLATILITY atau kemudahan untuk menguap adalah sifat kedua yang terpenting dari solvent. Kecepatan kering cat secara keseluruhan sangat ditentukan oleh derajad volatility dari solventnya dan sifat resin itu sendiri. Volatility solvent ditentukan oleh sifat distilasi, seperti titik didih dan tekanan uap solvent tersebut. TITIK DIDIH ATAU RANGE TITIK DIDIH BERAT JENIS FLASH POINT DAYA RACUN (TOXICITY) BAU & WARNA (ODOR & COLOR) DAN LAIN-LAIN Pelarut adalah suatu zat yang melarutkan zat terlarut (cairan, padat atau gas yang berbeda secara kimiawi), menghasilkan suatu larutan. Pelarut biasanya berupa cairan tetapi juga bisa menjadi padat, gas, atau fluida superkritis. Kuantitas zat terlarut yang dapat larut dalam volume pelarut tertentu bervariasi terhadap suhu. Pelarut paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut lain yang juga umum digunakan adalah bahan kimia organik (mengandung karbon) yang juga disebut pelarut organik. Pelarut biasanya memiliki titik didih rendah dan lebih mudah menguap, meninggalkan substansi terlarut yang didapatkan. Untuk membedakan antara pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat dalam jumlah yang lebih besar. Penggunaan umum untuk pelarut organik terdapat dalam cuci kering (misalnya tetrakloroetilena), seperti thinner cat (misalnya toluena, terpentin), sebagai penghilang cat kuku dan pelarut lem (aseton, etil asetat), pada penghilang noda (misalnya heksana, petroleum eter), dalam deterjen (terpena lemon) serta dalam parfum (etanol). terbentuk dari campuran zat-zat yang homogen, dimana pelarut memiliki komponen dengan jumlah yang lebih banyak daripada zat terlarut. Suatu larutan dengan jumlah maksimum zat terlarut pada suhu tertentu disebut larutan jenuh. Banyaknya zat terlarut dalam satu liter larutan jenuh pada suhu tertentu disebut kelarutan.[1] Apabila suatu zat terlarut dimasukan ke dalam suatu pelarut, maka partikel zat terlarut akan menyebar ke seluruh pelarut. Kemudahan partikel zat terlarut menggantikan molekul pelarut bergantung pada kekuatan relatif dari interaksi antara pelarut-pelarut, interaksi antara zat terlarutzat terlarut, dan interaksi antara pelarut-zat terlarut.[2] Jika tarik menarik zat terlarut-pelarut lebih kuat daripada tarik menarik pelarut-pelarut dan tarik menarik zat terlarut-terlarut, maka proses pelarutan akan berlangsung, proses ini disebut reaksi eksotermik. Jika interaksi zat terlarut-



pelarut lebih lemah daripada interaksi pelarut-pelarut dan interaksi zat-zat terlarut maka proses ini disebut reaksi endotermik. Klasifikasi Pelarut organik dan anorganik -



-



Pelarut organik merupakan pelarut yang umumnya mengandung atom karbon dalam molekulnya. Dalam pelarut organik, zat terlarut didasarkan pada kemampuan koordinasi dan konstanta dielektriknya. Pelarut organik dapat bersifat polar dan non-polar bergantung pada gugus kepolaran yang dimilikinya. Pada proses kelarutan dalam pelarut organik, biasanya reaksi yang terjadi berjalan lambat sehingga perlu energi yang didapat dengan cara pemanasan untuk mengoptimumkan kondisi kelarutan.[3] Larutan yang dihasilkan bukan merupakan konduktor listrik. Contoh pelarut organik adalah senyawa dengan fungsionalitas alkohol, eter, ester, keton, dan sebagainya. Pelarut anorganik merupakan pelarut selain air yang tidak memiliki komponen organik di dalamnya. Dalam pelarut anorganik, zat terlarut dihubungkan dengan konsep sistem pelarut yang mampu mengautoionisasi pelarut tersebut. Biasanya pelarut anorganik merupakan pelarut yang bersifat polar sehingga tidak larut dalam pelarut organik dan non-polar. Larutan yang dihasilkan merupakan konduktor listrik yang baik. Contoh dari pelarut anorganik adalah amonia dan asam sulfat.



Pelarut protik dan aprotik Pelarut dengan nilai permitivitas statis relatif (εr) lebih besar dari 15 (seperti kutub atau polarisasi) dapat dibagi menjadi protik dan aprotik. -



-



Pelarut protik melarutkan anion dengan kuat (larutan bermuatan negatif) melalui ikatan hidrogen. Air termasuk pelarut protik polar. Pelarut seperti aseton atau diklorometana cenderung memiliki momen dipol yang besar (pemisahan muatan parsial negatif dan muatan parsial positif dalam molekul yang sama) dan melarutkan spesi bermuatan positif melalui dipol negatif.[4] Dalam reaksi kimia penggunaan pelarut polar protik mendukung mekanisme reaksi SN1. Pelarut polar aprotik mendukung mekanisme reaksi SN2.



Tabel sifat-sifat pelarut umum Pelarut dikelompokkan menjadi pelarut non-polar, polar aprotik, dan polar dan diurutkan berdasarkan kenaikan polaritas. Polaritasnya dinyatakan sebagai konstanta dielektrik. Sifat pelarut yang melebihi air ditulis tebal. Pelarut



Rumus kimia



Titik didih[5]



Konstanta dielektrik[6]



Massa jenis



Pelarut Non-Polar Heksana



CH3-CH2-CH2-CH2CH2-CH3



69 °C



2.0



0.655 g/ml



Benzena



C6H6



80 °C



2.3



0.879 g/ml



Toluena



C6H5-CH3



111 °C



2.4



0.867 g/ml



Dietil eter



CH3CH2-O-CH2-CH3



35 °C



4.3



0.713 g/ml



Kloroform



CHCl3



61 °C



4.8



1.498 g/ml



Etil asetat



CH3-C(=O)-O-CH2CH3



77 °C



6.0



0.894 g/ml



Pelarut Polar Aprotik 1,4-Dioksana



/-CH2-CH2-O-CH2CH2-O-\



101 °C



2.3



1.033 g/ml



Tetrahidrofuran (THF)



/-CH2-CH2-O-CH2CH2-\



66 °C



7.5



0.886 g/ml



Diklorometana (DCM)



CH2Cl2



40 °C



9.1



1.326 g/ml



Aseton



CH3-C(=O)-CH3



56 °C



21



0.786 g/ml



Asetonitril (MeCN)



CH3-C≡N



82 °C



37



0.786 g/ml



Dimetilformamida (DMF)



H-C(=O)N(CH3)2



153 °C



38



0.944 g/ml



Dimetil sulfoksida (DMSO)



CH3-S(=O)-CH3



189 °C



47



1.092 g/ml



Pelarut Polar Protik Asam asetat



CH3-C(=O)OH



118 °C



6.2



1.049 g/ml



n-Butanol



CH3-CH2-CH2-CH2OH



118 °C



18



0.810 g/ml



Isopropanol (IPA)



CH3-CH(-OH)-CH3



82 °C



18



0.785 g/ml



n-Propanol



CH3-CH2-CH2-OH



97 °C



20



0.803 g/ml



Etanol



CH3-CH2-OH



79 °C



30



0.789 g/ml



Metanol



CH3-OH



65 °C



33



0.791 g/ml



Asam format



H-C(=O)OH



100 °C



58



1.21 g/ml



Air



H-O-H



100 °C



80



1.000 g/ml



Dampak kesehatan Bahaya kesehatan umum yang terkait dengan paparan pelarut meliputi toksisitas pada sistem saraf, kerusakan reproduksi, kerusakan hati dan ginjal, gangguan pernapasan, kanker, dan dermatitis.[7] Paparan akut Banyak pelarut dapat menyebabkan hilangnya kesadaran secara tiba-tiba jika terhirup dalam jumlah besar. Pelarut seperti dietil eter dan kloroform telah digunakan dalam pengobatan sebagai anestesi, sedatif, dan hipnotik untuk waktu yang lama. Etanol (alkohol biji-bijian) adalah obat psikoaktif yang banyak digunakan dan disalahgunakan. Dietil eter, kloroform, dan banyak pelarut lainnya (misalnya dari bensin atau lem) digunakan sebagai hiburan dalam sniffing lem, sering menimbulkan efek kesehatan jangka panjang yang berbahaya seperti neurotoksisitas atau kanker. Jika tertelan, alkohol (selain etanol) seperti metanol, propanol, dan etilen glikol memetabolisme menjadi aldehida beracun dan asam, yang berpotensi menyebabkan asidosis metabolik fatal. Dengan demikian, pelarut metanol yang umum tersedia dapat menyebabkan kebutaan atau kematian permanen jika tertelan. Pelarut 2-butoksietanol, yang digunakan dalam fracking fluid, dapat menyebabkan hipotensi dan asidosis metabolik.[8] Paparan kronis Beberapa pelarut termasuk kloroform dan benzena (bahan umum dalam bensin) dikenal sebagai karsinogen, sementara banyak lainnya dipertimbangkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia sebagai kemungkinan merupakan karsinogen. Pelarut dapat merusak organ dalam seperti hati, ginjal, sistem saraf, atau otak. Efek kumulatif dari paparan pelarut jangka panjang atau berulang disebut ensefalopati kronis yang diinduksi pelarut (CSE). Paparan kronis pelarut organik di lingkungan kerja dapat menghasilkan berbagai efek neuropsikiatrik yang merugikan. Misalnya, paparan kerja terhadap pelarut organik telah dikaitkan dengan jumlah pelukis yang lebih tinggi yang menderita alkoholisme.[9] Etanol memiliki efek sinergis bila dikonsumsi bersamaan dengan banyak pelarut; Misalnya, kombinasi toluena/benzena dan etanol menyebabkan lebih banyak mual/muntah daripada zat baik saja. Banyak pelarut diketahui atau diduga bersifat katarak, sangat meningkatkan risiko pengembangan katarak di lensa mata.[10] Paparan pelarut juga dikaitkan dengan kerusakan neurotoksik yang menyebabkan gangguan pendengaran.[11][12] dan timbulnya penyakit buta warna.[13]



Referensi[sunting | sunting sumber] 1. ^ Tinoco, Ignacio; Sauer, Kenneth and Wang, James C. (2002) Physical Chemistry Prentice Hall hal. 134 ISBN 0-13-026607-8 2. ^ Lowery and Richardson, hal. 181–183 3. ^ Srivastava. 2007. Chemistry Vol (1&2). New Delhi: V. K Enterprises. 4. ^ Lowery and Richardson, hal. 183. 5. ^ Solvent Properties – Boiling Point. Xydatasource.com. Diakses tanggal 26 Januari 2013. 6. ^ Dielectric Constant. Macro.lsu.edu. Diakses tanggal 26 Januari 2013. 7. ^ U.S. Department of Labor > Occupational Safety & Health Administration > Solvents. osha.gov 8. ^ Hung, Tawny; Dewitt, Christopher R.; Martz, Walter; Schreiber, William; Holmes, Daniel Thomas (July 2010). "Fomepizole fails to prevent progression of acidosis in 2Butoxyethanol and ethanol coingestion". Clinical Toxicology. 48 (6): 569– 571. doi:10.3109/15563650.2010.492350. PMID 20560787. 9. ^ Lundberg I, Gustavsson A, Högberg M, Nise G (1992). "Diagnoses of alcohol abuse and other neuropsychiatric disorders among house painters compared with house carpenters". Br J Ind Med. 49 (6): 409–15. doi:10.1136/oem.49.6.409. PMC 1012122  . PMID 1606027. 10. ^ Raitta, C; Husman, K; Tossavainen, A (1976). "Lens changes in car painters exposed to a mixture of organic solvents". Albrecht von Graefes Archiv für klinische und experimentelle Ophthalmologie. 200 (2): 149– 56. doi:10.1007/bf00414364. PMID 1086605. 11. ^ Campo, Pierre; Morata, Thais C.; Hong, OiSaeng. "Chemical exposure and hearing loss". Disease-a-Month. 59 (4): 119– 138. doi:10.1016/j.disamonth.2013.01.003. PMC 4693596  . PMID 23507352. 12. ^ Johnson AC and Morata,, TC (2010). "Occupational exposure to chemicals and hearing impairment. The Nordic Expert Group for Criteria Documentation of Health Risks from Chemicals" (PDF). Arbete och Hälsa. 44: 177. 13. ^ Mergler, D; Blain, L; Lagacé, J. P. (1987). "Solvent related colour vision loss: An indicator of neural damage?". International Archives of Occupational and Environmental Health. 59 (4): 313–21. doi:10.1007/bf00405275. PMID 3497110.