Stomatitis Venenata 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Stomatitis merupakan radang yang terjadi pada mukosa mulut yang biasanya berupa bercak putih kekuningan dengan permukaan yang agak cekung. Bercak ini berupa bercak tunggal maupun kelompok. Salah satu jenis stomatitis yaitu stomatitis venenata. Stomatitis venenata merupakan suatu reaksi hipersentivitas yang disebabkan oleh allergen penyebab yaitu obat obatan, makanan, maupun bahan kedokteran gigi. Prevalensi stomatitis bervariari tergantung pada setiap daerah. Dari penelitian-penelitian epidemiologi menunjukkan pada umumnya, prevalensi stomatitis berkisar 15-20% dari populasi.



1.2 Tujuan Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas bagian IPM, selain itu dengan disusunnya makalah ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi pembaca.



1



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Definisi Stomatitis Venenata Stomatitis venenata atau stomatitis alergika merupakan suatu reaksi hipersensitifitas yang disebabkan oleh allergen, penyebabnya yaitu obatobatan, makanan, bahan kedokteran gigi (bahan restorasi, prostetik, alat orthodontik, mercuri, akrilik, dan cobalt). Stomatitis kontak alergika adalah reaksi alergi akut atau kronis yang jarang terjadi.(1,2) Stomatitis alergika adalah suatu reaksi hipersensitifitas yang timbul pada rongga mulut yang disebabkan oleh kontak terhadap alergen maupun terhadap obat-obatan yang diberikan secara sistemik.(3)



2



2.2 Etiologi Stomatitis Venenata Adapun etiologi dari stomatitis venenata antara lain obat-obatan, allergen makanan dan alergen bahan kedokteran gigi. 2.2.1 Obat-obatan Seiring dengan munculnya obat-obat baru dalam upaya diagnosis dan tatalaksana penyakit, maka akan terjadi juga peningkatan angka kejadian reaksi simpang obat. Reaksi simpang obat adalah respon yang tidak diinginkan atau diharapkan pada pemberian obat pada dosis terapi, diagnosis, atau profilaksis. Sebagian besar reaksi simpang obat tidak memiliki komponen alergi. Reaksi alergi obat adalah reaksi simpang obat melalui mekanisme reaksi imunologi. Diperkirakan sekitar 6-10% dari reaksi simpang obat merupakan reaksi alergi obat.(4) Reaksi alergi obat dapat muncul mulai dari yang ringan seperti eritema yang berat seperti reaksi anafilaksis, Sindorm Steven-Johnson (SSJ),



Nekrolisis



Epidermal



Toksik



(NET),



serta



Sindrom



Hipersensitifitas Obat (SHO). Beberapa jenis obat, seperti obat golongan antikonvulsan, alupurinol dan obat golongan sulfa yang terkait dengan timbulnya SHO antara lain: Anti kejang, Karbamezapin, Fenitoin, Fenibarbital, Zonisamid, Lamotrigin, Alupurinol, Minosiklin, Dapson, Sulfazalasin, Mexiletin. Terdapat berbagai faktor yang berperan terjadinya SHO, yaitu paparan terhadap obat yang berpotensi kepada individu yang memiliki kerentanan.(4) 3



2.2.2 Alergen Makanan Kejadian alergi makanan atau reaksi yang merugikan terhadap makanan meningkat selama 2-3 dekade terakhir. Hal ini disebabkan karena perubahan lingkungan, perubahan gaya hidup, perubahan pola makan, dan perubahan proses produksi dan pengawetan makanan. Pengobatan yang paling penting pada alergi makanan ialah eliminasi terhadap makanan yang bersifat alergen. Pengobatan bervariasi, tergantung jenis dan beratnya gejala.(5) Ada beberapa definisi untuk membedakan beberapa macam reaksi yang merugikan terhadap makanan : 1. Food intolerance / food sensitivity Yaitu istilah umum untuk semua respon fisiologis yang abnormal terhadap makanan atau aditif makanan yang ditelan. Reaksi ini merupakan reaksi non immunologik dan merupakan sebagian besar penyebab reaksi yang tidak diingikan terhadap makanan. Reaksi ini mungkin disebabkan oleh yang terkandung dalam makanan seperti kontaminasi toksik (misalnya, histamine pada keracunan ikan, toksik yang disekresi oleh salmonella, shigela, dan campylobacter), zat farmakologi yang terkandung dalam makanan (misalnya, cafein pada kopi, tiramin pada keju) atau karena kelainan pada pejamu sendiri, seperti gangguan metabolisme (misalnya, defisiensi laktase) maupun suatu respon idiosinkrasi pada penjamu.(5)



4



2. Food alergik / food hypersensitivity Yaitu reaksi terhadap makanan yang dapat berulang, mempunyai latar belakang reaksi immunologis yang abnormal.(5) 3. Food aversion ( psychologycally based food reaction) Yaitu reaksi terhadap makanan, tidak mengenakkan, karena faktor psikologis atau reaksi emosi terhadap makanan, sehingga apabila seseorang tersebut tidak mengetahui makanan tersebut maka reaksi tidak akan timbul. (5) Beberapa jenis makanan yang dapat menimbulkan alergi dapat digolongkan sebagai berikut: a. Golongan makanan yang paling sering menimbulkan alergi. Makanan yang termasuk golongan ini antara lain: susu sapi atau kambing, telur, kacang-kacangan, ikan laut, kedelai serta gandum. b. Golongan makanan yang relative jarang menimbulkan alergi. (5) Makanan yang termasuk golongan ini antara lain: daging ayam, daging sapi, kentang, cokelat, jagung atau nasi, jeruk, serta bahanbahan aditif makanan. (5) c. Bahan aditif pada makanan Selain golongan makanan yang telah disebutkan diatas, beberapa jenis bahan yang ditambahkan pada makanan juga dapat menimbulkan reaksi alergi. Bahan aditif dapat berupa bahan alami seperti bumbu, atau bahan sintesis misalnya bahan pengawet, perwarna, serta penyedap makanan misalnya vitsin. (5)



5



2.2.3 Alergen Bahan Kedokteran Gigi Di dalam rongga mulut, faktor-faktor seperti temperatur, jumlah dan kualitas saliva, plak, pH, protein, sifat kimiawi, makanan dan cairan, kesehatan umum dan mulut dapat mempengaruhi terjadinya korosi. Diduga frekuensi reaksi hipersensitifitas akan bertambah pada pasien-pasien yang menggunakan alat orthodonti, terutama yang menggunakan nickel-titanium alloy. Semakin lama berkontak dengan logam ini semakin besar resiko terjadinya sensitifitas. Namun demikian, penggunaan alat orthodonti yang mengandung nikel tidak akan menyebabkan reaksi hipersensitifitas nikel pada individu yang belum tersentisisasi. Restorasi logam cor dan rangka gigi tiruan sebagian yang mengandung logam berat (kobalt, mercury, nikel atau perak) dapat merangsang reaksi hipersensitivitas tertunda pada mukosa yang berada di dekat daerah yang di restorasi. (3,6)



2.3 Mekanisme Stomatitis Alergika 2.3.1 Mekanisme pada Alergen Obat-Obatan(4)



6



2.3.2



Mekanisme



pada Alergen makanan



Limfosit T berikatan dengan B sel pada saat alergen sudah menempel pada B sel. Ikatan ini membentuk plasma sel dan plasma sell akan menghasilkan IgE yang berfungsi sebagai antibodi. Alergen akan



7



menempel pada IgE yang kemudian akan menempel pada mast sel dan menyebabkan granulasi pada mast sel.(5) Makrofag menghasilkan T sel dan T sel ini berikatan dengan B sel dan B sel akan menghasilkan IgE yang juga akan mengikat allergen. Pada saat B sel dan T sel berikatan akan membentuk plasma sel sehingga IgE terlepas dan menempel pada mast sel. Sebagian allergen selain dimakan oleh makrofag akan menempel pada IgE yang terikat pada mast sel dan apabila IgE ini tidak tahan (IgE sebagai antibodi tidak berfungsi maksimal)



akan menyebabkan



granulasi mast sel inilah



yang



menyebabkan alergi.(5) 2.3.3 Mekanisme Pada Alergen Bahan Kedokteran Gigi Hipersensitivitas



terhadap



nikel



merupakan



delayed



hypersensitivity reaction, Kelainan ini terdiri dari dua fase induksi, periode sejak kontak pertama dan fase ellisitasi, periode sejak kontak untuk kedua kalinya sampai timbul gejala-gejala.(6)



2.4 Manifestasi Klinis 2.4.1 Manifestasi Klinis pada Alergi Obat-Obatan Sindrom hipersensitivitas obat terjadi sekitar 3 minggu hingga 3 bulan setelah pemberian obat, yang ditandai oleh demam dan munculnya lesi kulit. Gambaran klinis yang penting adalah awitan yang lambat setelah obat penyebab diberikan. Hal tersebut yang membedakan SHO dengan erupsi obat lainnya.(4)



8



Erupsi kulit yang timbul biasanya dimulai dengan bercak mukula eritematosa, sedikit gatal dan kemudian akan meluas dan menyatu (konfluensi). Kelainan kulit generalisata ditemukan pada sekitar 85% kasus. Demam muncul sesaat mendahului ruam kulit, dengan kisaran suhu 38-40oC. Demam umumnya akan tetap berlanjut meskipun obat penyebab telah dihentikan. Lesi kulit awalnya muncul pada daerah wajah, tubuh bagian atas serta ekstremitas atas yang kemudian diikuti oleh ekstremitas bawah. Pada wajah akan dijumpai konjungtivitis,edema periorbita dan pustul. Telapak tangan biasanya tidak terkena, meski pada beberapa kasus dapat dijumpai lesi dalam jumlah sedikit.(4) Limfadeopati yang nyeri dapat ditemukan pada sekitar 70% kasus. Umumnya kelenjar getah bening yang terlibat adalah kelenjar getah bening servikal. Mukosa umumnya tidak terlibat pada SHO, namun dapat ditemukan sedikit lesi di mukosa mulut dan bibir. Rongga mulut akan terasa kering akibat xerostomia berat. Hal tersebut akan menyulitkan asupan makanan pasien. Gejala dan tanda tersebut dapat mengalami perburukan 3-4 hari setelah obat penderita dihentikan. Fenomena paradoksikal tersebut juga menjadi salah satu karakteristik SHO. Pada pemeriksaan fisik abdomen ditemukan hepatomegali atau splenomegali. (4)



Organ dalam yang seringkali terlibat pada SHO adalah hati (80%), ginjal (40%), serta paru (33%). Keterlibatan susunan saraf pusat (ensefalitis, meningitis aseptik) jarang ditemukan. Sebagian kecil pasien dapat mengalami hipotiroid akibat tiroiditis autoimun dalam waktu 2 9



bulan setelah gejala muncul. Kolitis yang ditandai oleh diare berdarah dan nyeri abdomen juga dilaporkan meskipun jarang.(4)



2.4.2 Manifestasi Klinis Alergi Makanan Biasanya terjadi setelah beberapa menit (maksimal 1 jam) dapat lokal maupun sistemik.(7) Gejala umum pada orofaring 



Iritasi/pembengkakan orofaring







Oedema mukosa oral







Gatal dan terbakar pada bibir, lidah, langit-langit dan orofaring



Gejala Ekstra Oral 



Gatal pada wajah dan leher







Dermatitis Atropik







Gatal-Gatal pada telinga dan pilek



Gejala sistemik (Bisa Terjadi) 



Nausea, muntah, sakit perut, diare, rasa gatal, dan syok anafilaksis



2.4.3 Manifestasi Klinis Alergi Bahan Kedokteran Gigi Ion



metal



yang



terlepas



dapat



mengakibatkan



reaksi



hipersensitivitas lokal pada jaringan lunak mulut, dengan gejala kemerahan tanpa disertai edema, gangguan indera pengecap, mati rasa, rasa terbakar dan rasa sakit pada daerah yang terkena, seringkali disertai dengan angular cheifitis.(6)



10



2.5 Penatalaksanaan Pengobatan stomatitis alergi adalah menghindari alergen dan menggunakan antihistamin, penyakit alergi dapat diobati dengan kortikosteroid, imunosupresan dan antihistamin.(1) Antihistamin bekerja secara kompetitif terhadap reseptor antihistaminpada sel, dengan demikian antihistamin akan mencegah kerja histamin pada organ target. Antihistamin juga mampu menghambat pelepasan mediator inflamasi, namun tidak dapat menghilangkan efek histamin yang telah timbul sehingga lebih berguna sebagai pencegahan terlepasnya kembali histamin dan pada sebagai pengobatan yang ditimbulkan oleh stimulasi histamin.(8) Antihistamin generasi pertama digunakan sebagai obat tunggal atau dalam bentuk kombinasi dengan obat lain. Contoh: klorfeniramine, difenhidramine, prometazin, hidroksisin dan lain-lain. Antihistamin generasi kedua mempunyai efektifitas antialergi seperti genarasi pertama, memiliki sifat lipofilik yang lebih rendah. Yang termasuk antihistamin ini yaitu terfendin, astemizol, loratadin dan cetirizin. (8) Tujuan mengembangkan antihistamin generasi ketiga adalah untuk menyederhanakan



farmakokinetik



dan



metabolismenya,



serta



menghindari efek samping yang berkaitan dengan obat sebelumnya. Yang termasuk antihistamin generasi ketiga yaitu feksofenadin, norastemizole dan deskarboetoksi loratadin (DCL). (8)



11



Tatalaksana Alergen 1. Obat-obatan Tatalaksana yang dilakukan bersifat suportif yaitu antipiretik untuk menurunkan suhu, nutrisi adekuat cairan intravena yang cukup, serta perawatan kulit. Penghentian obat sesegera mungkin merupakan tindakan pertama yang perlu dilakukan. Hingga saat ini kortikosteroid merupakan terapi pilihan untuk SHO. Umumnya demam serta ruam kulit akan mengalami perbaikan dengan pemberian kortikosteroid sistemik. Pemberian kortikosteroid sistemik harus secara perlahan diturunkan, meskipun didapatkan gambaran klinis yang membaik dengan cepat. Antihistamin dan kortikosteroid topical dapat pula diberikan untuk mengurangi keluhan yang ada.(4) 2 Tatalaksana Alergen Makanan(7) Menghindari makanan yang menjadi sumber alergen 1. Kortikosteroid topikal : triamnicolone 0,1%, fluocinone 0,05% 2. Apabila diperantarai oleh IgE sistemik : kortikosteroid sistemik 3. Antihistamin untuk kadar IgE yang sedang biasanya ada manifestasi pada kulit dan tidak ada manifestasi sistemik 3. Tatalaksana Alergen Bahan Kedokteran Gigi 1. Antihistamin, contohnya setirizin HCL 10 mg tab 2. Menghindari alergen 3. Kortikosteroid topikal ; triamcinolone acetonide 0,1% in oberase.



12



2.6 Pemeriksaan Penunjang Tes tempel (patch test) : bahan yang dicurigai ditempelkan pada kulit dengan bantuan chamber. Tes tusuk (prick test) : tes ini dilakukan untuk mengetahui bahan makanan ataupun hirupan (inhalasi) yang dapat menimbulkan kanurtikaria, sehingga masuk dalam tes untuk reaksi hipersensitivitas tipe cepat yang dimediasi oleh sistem imunitas humoral. Tes pelaksanaan mirip dengan tes gores hanya saja bahan alergen diteteskan selanjutnya di lakukan pada ekstrak alergen hingga lapisan epikutan eustan paper darahan. Kontrol positif yang digunakan adalah histamin.(1) Tes ELISA : bergantung pada apa yang ingin di uji. Pada teknik ELISA harus ada antibodi atau antigen yan dikonjungsikan dengan enzim dan substrat yang sesuai.(1)



2.7 Diagnosa Banding Denture



stomatitis,



kandidiasis



erimatosa,,



eritroplakia,



leukoplakia, reaksi obat.(2)



13



BAB III PENUTUP



3.1 KESIMPULAN Stomatitis venenata atau stomatitis alergika merupakan suatu reaksi hipersensitifitas yang disebabkan oleh allergen penyebabnya itu obat-obatan, makanan, bahan kedokteran gigi (bahan restorasi, prostetik, alat orthodontik, mercuri, akrilik, dan cobalt). Reaksi alergi obat dapat muncul mulai dari yang ringan seperti eritema yang berat seperti reaksi anafilaksis, Sindorm Steven-Johnson (SSJ), Nekrolisis Epidermal Toksik (NET), serta Sindrom Hipersensitifitas Obat (SHO). Beberapa jenis obat, seperti obat golongan antikonvulsan, alupurinol dan obat golongan sulfa yang terkait dengan timbulnya SHO antara lain: Anti kejang, Karbamezapin, Fenitoin, Fenibarbital, Zonisamid, Lamotrigin, Alupurinol, Minosiklin, Dapson, Sulfazalasin, Mexiletin. Terdapat berbagai faktor yang berperan terjadinya SHO, yaitu paparan terhadap obat yang berpotensi kepada individu yang memiliki kerentanan. Kejadian alergi makanan atau reaksi yang merugikan terhadap makanan meningkat selama 2-3 dekade terakhir. Hal ini disebabkan karena perubahan lingkungan, perubahan gaya hidup, perubahan pola makan, dan perubahan proses produksi dan pengawetan makanan. Pengobatan yang paling penting pada alergi makanan ialah eliminasi terhadap makanan yang bersifat alergen. Pengobatan bervariasi, tergantung jenis dan beratnya gejala.



14



Di dalam rongga mulut, faktor-faktor seperti temperatur, jumlah dan kualitas saliva, plak, pH, protein, sifat kimiawi, makanan dan cairan, kesehatan umum dan mulut dapat mempengaruhi terjadinya korosi. Diduga frekuensi reaksi hipersensitifitas akan bertambah pada pasien-pasien yang menggunakan alat orthodonti, terutama yang menggunakan nickel-titanium alloy. Semakin lama berkontak dengan logam ini semakin besar resiko terjadinya sensitifitas. Namun demikian, penggunaan alat orthodonti yang mengandung nikel tidak akan menyebabkan



reaksi



hipersensitifitas



nikel



pada



individu



yang



belum



tersentisisasi. Restorasi logam cor dan rangka gigi tiruan sebagian yang mengandung logam berat (kobalt, mercury, nikel atau perak) dapat merangsang reaksi hipersensitivitas tertunda pada mukosa yang berada di dekat daerah yang di restorasi. Pengobatan



stomatitis



alergi



adalah



menghindari



alergen



dan



menggunakan antihistamin, penyakit alergi dapat diobati dengan kortikosteroid, imunosupresan dan antihistamin. Pemeriksaan dilakukan dengan beberapa cara tes tempel (patch test), tes tusuk (prick test), dan tes ELISA.Denture stomatitis, kandidiasis



erimatosa,



eritroplakia, leukoplakia merupakan diagnosis banding dari stomatitis venenata.



15