14 0 201 KB
STUDI LITERATURE: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MEDICATION ERROR
PROPOSAL PENELITIAN
CINDI CLAUDIA HARMAIN NIM. C01416010
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO 2020
PENGESAHAN PEMBIMBING
Nama Nim Tahun Masuk Program Studi : Fakultas Judul Penelitian
: Cindi Claudia Harmain : C01416010 : 2016 : Ilmu Keperawatan : Ilmu Kesehatan : Studi Literatur Faktor-faktor yang berhubungan dengan Medication Error
Disetujui Pembimbing Pembimbing 1
Pembimbing 2
Ns.Fadli Syamsudin. M.Kep.,Sp.Kep.MB
Ns. Abdul Wahab Pakaya,S.Kep,MM,Kep
NIDN: 0924118701
NIDN : 8825150017
Mengetahui
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Program Studi Keperawatan
Ns. Abdul Wahab Pakaya.S.Kep, MM, Kep Rona Febriyona, S.Kep, Ns, M.kes NBM : 1328876
NBM :1130501
1
KATA PENGANTAR
Dengan sepenuh hati peneliti memanjatkan puji & syukur kepada Allah SWT, karena berkatrahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal dengan judul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan Medication Error” sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Semoga Allah SWT dapat memberikan tuntunan dan bimbingan guna kesempurnaan proposal penelitian ini sampai dengan tahap akhir pada penyusunan skripsi. Peneliti selama menjalani studi dan menyelesaikan penyusunan proposal ini banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu melalui kesempatan ini menyampaikan terima kasih kepada 1. Dr. dr.Muh. Isman Jusuf, Sp.S, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Gorontalo (UMG). 2. Prof. Dr. Ha. Moon Hidayati Otoluwa, M.Hum, selaku Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Muhammadiyah Gorontalo (UMG). 3. Dr. Hi. Sjamsuddin N. Tuli, M.Si, selaku Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum dan Keuangan Universitas Muhammadiyah Gorontalo (UMG). 4. Dr. Ir. Hasim, M.Si, Selaku Wakil Rektor Bidang Riset, Pengembangan dan Kerjasama Universitas Muhammadiyah Gorontalo (UMG). 5. Dr.
Munkizul
Kemahasiswaan,
Umam
Kau,
Al-Islam
M.Phill, dan
selaku
Wakil
Rektor
Kemuhammadiyaan
Bidang
Universitas
Muhammadiyah Gorontalo (UMG). 6. Ns. Abdul Wahab Pakaya, S.Kep, MM, selaku Dekan Fakultas Ilmu kesehatan sekaligus dosen Pembimbing 2 yang telah banyak memberikan arahan dan bantuan selama penyelesaian penyusunan proposal penelitian.
2
7. Ns. PipinYunus, S.Kep, M.Kep, selaku Wakil Dekan yang telah banyak memberikan arahan dan bantuan selama penyelesaian penyusunan proposal penelitian. 8. Rona Febriyona, S.Kep., Ns., M.Kes, selaku Ketua Program Studi Keperawatan yang telah banyak memberikan arahan selama perkuliahan. 9. Dosen Pembimbing 1 Ns. Fadli Syamsudin, S.Kep., M.Kep., Sp.kep.,MB, yang telah memberikan bimbingan dan arahan tentang isi dan permasalahan dalam penelitian 10. Dosen/Staf Universitas Muhammadiyah Gorontalo (UMG) yang telah membantu dalam memberikan arahan penyusunan proposal. 11. Orang tua tersayang dan tercinta mama, papa, dan saudara-saudara dan teman sahabat yang telah banyak memberikan dukungan baiks ecara emosional maupun materil selama sejak awal proses perkuliahan sampai dengan tahap akhir pembuatan skripsi. 12. Rekan–rekan
seperjuangan
yang saling
memberikan dukungan
dan
semangat. Penulis
menyadari
masih
banyak
kekurangan
yang
disebabkan
oleh
keterbatasan pengetahuan, wawasan dan kemampuan penulis.Oleh karena itu, penulis sangat menghargai masukan guna penyempurnaan dalam penulisan proposal penelitian ini.Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para perawat dan mahasiswa keperawatan.
Gorontalo,
November 2020
Cindi Claudia Harmain
3
DAFTAR ISI PENGESAHAN PEMBIMBING...................................................................................i KATA PENGANTAR..................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1 A.
Latar Belakang................................................................................................1
B.
Identifikasi Masalah.........................................................................................4
C.
Rumusan Masalah...........................................................................................4
D.
Tujuan Penelitian.............................................................................................4
E.
Manfaat Penelitian...........................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................6 A.
Konsep Teoritis...............................................................................................6
B.
Kerangka Teori..............................................................................................18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN......................................................................19 A.
Diagram Alur.................................................................................................19
B.
Studi Literatur................................................................................................19
C.
Pengumpulan Data........................................................................................20
D.
Analisa...........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................23
4
BAB I PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang Keselamatan pasien adalah salah satu konsep utama dalam bidang
penyediaan perawatan kesehatan dan faktor kunci dalam menjaga kualitas pelayanan kesehatan. Penerapan keselamatan pasien menjadi perhatian utama di sistem penyediaan perawatan Kesehatan. Salah satu tahapan penting dari meningkatkan tingkat keamanan pasien adalah identifikasi kesalahan pengobatan dan penyebabnya. Kesalahan pengobatan termasuk yang paling banyak kesalahan kesehatan umum yang mengancam keselamatan pasien dan dianggap sebagai indeks untuk menentukan keselamatan pasien di rumah sakit (Ehsani et al., 2013). Pengobatan dapat berarti proses atau objek yang mengalami proses tersebut. Obat (objek) dapat dianggap sama dengan produk obat, yang didefinisikan dalam istilah apa produk obat itu dan apa fungsinya. Obat mengandung senyawa dengan efek biologis yang terbukti dapat memberikan penanganan yang efektif dalam pengobatan penyakit. Namun permasalahan kesehatan yang masih banyak menimbulkan berbagai dampak pada pasien saat ini adalah medication error, mulai dari resiko ringan bahkan resiko yang paling berat yaitu yang dapat menyebabkan suatu kematian (Aronson, 2018). Dalam
Surat
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.58
Tahun
2014
menjelaskan bahwa medication error adalah kejadian yang dapat merugikan pasien, akibat dari pemakaian obat selama masa penanganan tenaga kesehatan yang masih dapat dicegah. Medication error terbagi menjadi 4 fase yaitu prescribing (kesalahan peresepan), transcribing (kesalahan penerjemahan resep), dispensing (kesalahan
menyiapkan
dan
meracik
obat)
dan
administration
(kesalahan
penyerahan obat kepada pasien) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
5
Medication error (ME) merupakan insiden serius yang dapat menimbulkan kecacatan bahkan kematian pasien. Penelitian di Australia pada tahun 2016 medication error yang paling sering terjadi adalah kesalaahan persepan ada 3%37%, kesalahan persiapan obat 5%-58%, kesalahan pemberian obat 72%-75% dan kesalahan
dalam
pendokumentasian
17%-21%.
Penemuan
tersebut
juga
menemukan 19,2% pasien rawat inap anak- anak mengalami efekk samping obat (Adverse Drug Events/ADE) dan di perkirakan 12,3% adalah potensi ADE, 7,0% adalah ADE actual dan 3,6% dapat di cegah (Gates et al., 2019). Di Timur Tengah tingkat kesalahan resep menonjol dengan kesalahan terkait dosis menjadi paling umum tingkat kesalahan pengobatan di rumah sakit Afrika bervariasi dari 26,8% hingga 58,3% untuk kesalahan resep, dari 12,5% hingga 41,6% untuk kesalahan administarsi dan dari 8,4% hingga 25% untuk kesalahan pemantuan (Thomas et al., 2019). Di AS > 250.000 orang Amerika meninggal setiap tahun sebagai akibat dari medication error dan menjadi penyebab kematian ketiga di AS yang seharusnya dapat di cegah (Makary & Daniel, 2016). Angka kejadian medication error di Indonesia tidak terdata dengan jelas dan kurangnya pelaporan terjadi kasus medication error, namun dari penelitian di instalasi farmasi Rumah Sakit Bhayangkara Tk.III Manado periode bulan Januari 2019 dari 332 resep pasien rawat jalan Poli Interna, hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi Medication Error pada Fase prescribing meliputi ; tidak ada tanggal lahir ( usia) 80.12%, tidak ada bentuk sediaan 38.85%, tidak ada konsterasi / dosis sediaan 27.71%, tidak ada lengkap penulisan resep obat keras 6.32%, tulisan resep tidak terbaca 3.01%, salah per tidak jelas naama pasien 1.20%, tidak ada jumlah obat 0.30% dan tidak ada aturan pakai 0.30%. Medication Error yang terjadi pada Fase dispensing meliputi; pemberian obat di luar instruksi 8.13%, obat yang diserahkan 8.1%, dan penulisan etiket yang salah atau tidak lengkap 0.30% (Maalangen et al., 2019). Kesalahan pengobatan (medication error) dapat terjadi pada 4 fase, yaitu kesalahan
peresepan
(prescribing
error),
kesalahan
penerjemahan
resep
6
(transcribing erorr), kesalahan menyiapkan dan meracik obat (dispensing erorr), dan kesalahan penyerahan obat kepada pasien (administration error). Medication error menurut The National Coordinating Cauncil for Medication Error Reporting and Prevention (Cousins & Heath, 2016) adalah suatu kejadian yang dapat di cegah yang menyebabkan atau mengarah pada pemakaian obat yang tidak sesuai atau membahayakan pasien dimana pengobatan tersebut berada di bawah pengawasan petugas kesehatan profesional, pasien, atau konsumen. Peristiwa tersebut bisa terkait dengan praktik profesional, produk perawatan kesehatan, prosedur, dan sistem, termasuk peresepan, komunikasi order, label produk, kemasan, tata-nama, peracikan, pengeluaran, distribusi, administrasi, pendidikan, monitoring, dan penggunaannya. Menurut World Health Organization (WHO, 2016), medication eror dapat disebabkan oleh faktor yang terkait dengan profesional perawatan Kesehatan seperti kurangnya pengetahuan tentang obat-obatan dan pengalaman dalam pemberian obat. Faktor lain yang juga menjadi penyebab medication error adalah faktor yang berhubungan dengan pasien seperti Kompleksitas kasus klinis, termasuk multiple health kondisi, polifarmasi, dan obat-obatan berisiko tinggi. Faktor lingkungan kerja seperti seperti beban kerja dan faktor yang berhubungan dengan obat-obatan seperti nama obat dan pelabelan, pengemasan obat juga menjadi penyebab medication error. Medication error atau kesalahan pengobatan paling sering terjadi selama fase pemesanan dan administrasi. Kesalahan ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk (misalnya, dosis yang salah, obat yang diberikan atau diresepkan salah, alergi yang diketahui, waktu atau rute yang salah, atau dosis yang terlewat), dengan kesalahan dosis yang paling umum. Ada banyak penyebab kesalahan ini, termasuk penyebaran pengetahuan obat yang tidak memadai kepada dokter, informasi pasien yang tidak lengkap, pelanggaran aturan, kesalahan transkripsi, dan penyimpangan dalam penilaian dan kinerja (Pham et al., 2012).
7
Melihat permasalahan yang terjadi akibat kesalahan pemberian obat atau medication error dan faktor yang menyebabkan terjadi kesalahan tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian literature tentang ” faktor-faktor yang berhubungan dengan medication error”. II.
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, identifikasi permasalahannya sebagai berikut:
1.2.1 Keselamatan pasien merupakan suatu disiplin baru dalam pelayanan kesehatan yang mengutamakan pelaporan, analisis, dan pencegahan medical error yang sering menimbulkan Kejadian Tak Diharapkan (KTD) dalam pelayanan kesehatan 2.2.1 Berdasarkan Data penelitian, insiden medication error di temukan di berbagai fasilitas kesehatan di negara- negara maju maupun negara berkembang 1.2.2 Tingkat medication error yang terjadi pada instansi kesehatan Di negaranegara maju lebih rendah di bandingkan dengan fasilitas kesehatan di negara berkembang. III. Rumusan Masalah Sehubungan dengan penjelasan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah “apa sajakah yang menjadi penyebab Medication Error”. IV. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui adanya faktor-faktor yang berhubungan dengan medication error berdasarkan kajian studi literature. V. Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis 1. Bagi Pengemban Ilmu Pengetahuan Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bukti ilmiah dan menjadi penambah wawasan ilmu pengetahuan serta berpikir kritis khususnya dalam kejadian medication error di pelayanan kesehatan 8
2. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan atau dasar maupun sebagai referensi dalam penelitian lanjutan tentang medication error 1.5.2 Manfaat Praktis 1. Bagi Profesi Keperawatan Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan referensi dalam bidang keperawatan tentang pencegahan terjadinya kejadian medication error dalam pelayanan kesehatan 2. Bagi Institusi Diharapkan hasil penelitan ini dapat memberikan informasi yang diperlukan dalam
pembelajaran
maupun
penentuan
penanganan
dalam
kejadian
medication error di fasilitas pelayanan kesehatan
9
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
VI. 2.1.1
Konsep Teoritis
Definisi Obat Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan no 58 Tentang Kefarmasian, Obat
adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan rangka
penetapan
diagnosis,
patologi
pencegahan, penyembuhan,
dalam
pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia sedangkan Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker,
baik
dalam
bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien
sesuai peraturan yang berlaku (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2014). Obat adalah suatu bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejalah penyakit,luka atau kelainan badania dan rohaniah pada manusia atau hewan, memperelok badan atau bagian badan manusia (Durham, 2015). Besarnya efektifitas obat tergantung pada biosis dan kepekaan organ tubuh. Setiap orang berbeda kepekaan dan kebutuhan biosis obatnnya. Tetapi secara umum dapat dikelompokan, yaitu dosis bayi, anak-anak, dewasa dan orang tua. Peran obat dalam upaya kesehatan besar dan merupakan suatu unsur penting. Begitu juga dengan bagaimana penggunaan obat melalui mulut, tenggorokan masuk keperut, disebut secara oral, cara penggunaan lainnya pemakaian luar (Siregar & Kumolosasi, 2016). Swamedikasi harus dilakukan sesuai dengan penyakit yang dialami. Pelaksaanya harus memenuhi kreteria penggunaan obat yang rasional, antara lain ketepatan pemilihan obat, ketepatan dosis obat, tidak adanya efek samping, tidak
11
adanya kontra indikasi, tidak adanya interaksi obat, dan tidak adanya poli farmasi. Pada prakteknya, kesalahan penggunaan obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi, terutama karena ketidak tepatan obat dan dosis obat. Apabila kesalahan terjadi terus menerus dalam waktu yang lama di kawatirkan dapat menimbulkan resiko pada Kesehatan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan no 58 Tentang Kefarmasian, obat dapat di golongkan atas beberapa macam yaitu: 1. Obat Bebas Obat golongan ini termasuk obat relatif aman, dapat diperoleh tanpa resep dokter, selain diapotek juga didapat di warungwarung.Obat bebas dalam kemasannya ditandai dengan lingkaran berwarna hijau contohnya adalah Paracetamol, Vitamin C, Asetosal (aspirin), Antasida daftar obat Esensial, dan obat batuk hitam (OBH). 2. Obat Bebas Terbatas Obat golongan ini juga relatif aman selama penggunaanya mengikuti aturan pakai yang ada. Penandaan obat ini adaalah adannya lingkaran berwarna biru daan 6 peringatan khusus bagai mana obat bebas.Obat ini juga dapat diperoleh tanpa resep dokter diapotek, toko obat atau diwarung-warung.Contohnya obat flu kombinasi (tablet), Klotrimaleat (CTM), dan Membedasol. Interaksi obat Menurut Siregar & Kumolosasi (2016), digolongkan menjadi 3, yaitu:
1. Interaksi farmasetik, yang bersifat langsung dan dapat secara fisik atau kimiawi. 2. Interaksi farmakokinetik, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Interaksi
obat
secarafarmakokinetikterjadipada
obatyang
tidak
dapat
diekstrapolasikan (tidak berlaku) untuk obat lain meskipun masih dalam satu kelas terapi, disebabkan adanya perbedaan sifat fitokimia, yang menghasilkan sifat farmkokinetik yang berbeda.
12
3. Interaksi farmakodinamik, adalah interaksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang adiktif, sinergistik, atau antagonistik, tanpa ada perubahan kadar plasma ataupun profil farmakokinetik lainnya. klasifikasi obat adalah berdasarkan efek farmakodinamik diketahui sehingga dapat dihindari jika diketahui mekanisme kerja obat tersebut.
2.1.2
Definisi Medication Error Medication error adalah sesuatu yang tidak benar, dilakukan melalui ketidak
tahuan
atau
ketidak
sengajaan,
kesalahan,
misalnya
dalam
perhitungan,
penghakiman, berbicara, menulis, tindakan, dll atau kegagalan untuk menyelesaikan tindakan yang direncanakan sebagaimana dimaksud, atau penggunaan yang tidak benar rencana tindakan untuk mencapai tujuan tertentu (Aronson, 2018). Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 tahun 2014 menyebutkan bahwa medication error adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah. Kesalahan dapat terjadi setiap fase mulai dari peresepan (dokter), dispensing (apoteker atau staf dispensing), administration (perawat atau pasien). Medication Error adalah setiap kejadian yang dapat dihindari yang dapat menyebabkan membahayakan
atau
berakibat
pasien
pada
sementara
pelayanan obat
obatyang tidak
berada
dalam
tepat
atau
pengawasan
tenagakesehatan atau pasien (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). 2.1.3
Klasifikasi Medication Error Medication error adalah kejadian yang dapat merugikan pasien, akibat dari
pemakaian obat selama masa penanganan tenaga kesehatan yang masih dapat dicegah. Medication error terbagi menjadi 4 fase yaitu prescribing (kesalahan peresepan), transcribing (kesalahan penerjemahan resep), dispensing (kesalahan menyiapkan dan meracik obat) dan administration (kesalahan penyerahan obat kepada pasien) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
13
3. Prescibing (Kesalahan peresepan) Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan,
pemeriksaan ketersediaan,
pengkajian
Resep,
penyiapan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error). Kesalahan meresepkan dan kesalahan resep merupakan masalah utama di antara kesalahan pengobatan. Prescribing terjadi baik di rumah sakit umum maupun di rumah sakit khusus, meskipun kesalahan jarang terjadi hingga fatal namun dapat mempengaruhi keselamatan pasien dan kualitas kesehatan. Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis: a. Kajian administratif meliputi: 1) Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan; 2) Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf; 3) Tanggal penulisan Resep. b. Kajian kesesuaian farmasetik meliputi: 1) Bentuk dan kekuatan sediaan; 2) Stabilitas; 3) Kompatibilitas (ketercampuran Obat). c. Pertimbangan klinis meliputi: 1) Ketepatan indikasi dan dosis Obat; 2) Aturan, cara dan lama penggunaan Obat; 3) Duplikasi dan/atau polifarmasi;
14
4) Reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain); 5) Kontra indikasi; 6) Interaksi. Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep. 4. Transcibing error (Kesalahan penerjemah resep) Transcribing adalah kesalahan yang terjadi pada saat pembacaan resep untuk proses dispencing antara lain salah membaca resep karena tulisan yang tidak jelas, informasi yang tidak jelas atau penggunaan singkatan yang tidak tepat. Transcribing atau kesalahan dalam penerjemah resep meliputi (Khairurrijal & Putriana, 2018): a. Kelalaian, misalnya ketika obat diresepkan namun tidak diberikan b. Kesalahan interval, misalnya ketika dosis yang diperintahkan tidak pada waktu yang tepat c. Obat
alternatif,
misalnya
pengobatan
diganti
oleh
apoteker
tanpa
sepengetahuan dokter. d. Kesalahan dosis, misalnya pada resep 0.125mg menjadi 0.25mg pada salinan e. Kesalahan rute, misalnya pada resep Ofloxacin tablet menjadi OfloxacinI.V. f.
Kesalahan informasi detail pasien,meliputi nama, umur, gender, registrasi yang tidak ditulis atau salah ditulis pada lembar salinan.
3. Dispensing error (Kesalahan menyiapkan dan meracik obat) Dispensing adalah kegiatan atau proses untuk memastikan kelayakan atau order resep obat, seleksi suatu obat zat aktif yangmemadai dan memastikan bahwa penderita dan perawat mengerti penggunaan pemberian obat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut:
15
a. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep: 1) Menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep; 2) Mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan nama Obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik Obat. b. Melakukan peracikan Obat bila diperlukan c. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi: 1) Warna putih untuk Obat dalam/oral; 2) Warna biru untuk Obat luar dan suntik; 3) Menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi. d. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah. Setelah penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut: 1) Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah Obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan Resep); 2) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien; 3) Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien; 4) Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat; 5) Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang terkait dengan Obat antara lain manfaat Obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan Obat dan lain-lain; 6) Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil;
16
7) Memastikan
bahwa
yang
menerima
Obat
adalah
pasien
atau
keluarganya; 8) Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh Apoteker (apabila diperlukan); 9) Menyimpan Resep pada tempatnya; 10) Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan Formulir yang telah disiapkan. Kesalahan dispencing atau dispencing error adalah perbedaan antara obat yang diresepkan dengan obat yang diberikan oleh farmasi kepada pasien atau yang didistribusikan ke ruangan. Kategori kesalahan dispencing dalam pemberian obat adalah: 4. Pasien mengalami reaksi alergi 5. Kontraindikasi 6. Obat kadaluarsa 7. Bentuk sediaan yang salah 8. Frekuensi pemberian yang salah 9. Label obat yang salah 10. Informasi obat kepada pasien yang salah atau tidak jelas 11. Obat yang diberikan kepada pasien yang salah 12. Cara meracik obat yang salah 13. Jumlah obat yang tidak sesuai 14. Rute pemberian yang salah 15. Cara penyimpanan yang salah 16. Penjelasan petunjuk penggunaan kepada pasien yang salah Faktor yang mempengaruhi kesalahan dispensing antara lain: 1. Lingkungan 2. Personel
17
3. Administration error (Kesalahan penyerahan obat pada pasien) Medication administration error atau kesalahan pengobatan didefinisikan sebagai penyimpangan dari pesanan obat dari resep dokter seperti yang tertulis pada bagan pasien, persiapan produsen / petunjuk administrasi, atau kebijakan institusi yang relevan. Kesalahan pemberian / persiapan obat di tingkat bangsal adalah dianggap sebagai kesalahan administrasi; resep dan kesalahan farmasi dalam mengeluarkan obat (Keers et al., 2013b). Administration error terjadi ketika pemberian obat kepada pasien tidak sesuai dengan prinsip enam benar yaitu benar obat, benar pasien, benar dosis, benar rute pemberian, benarwaktu pemberian dan benar pendokumentasian. Secara global, kesalahan pemberian obat (medication errors) sampai saat ini masih menjadi isu keselamatan pasien dan kualitas pelayanandi beberapa rumah sakit. Perawat sebagai bagian terbesar dari tenaga kesehatan di rumah sakit, mempunyaiperanan dalam kejadian medication error. Perawat berkontribusi karena perawat banyak berperandalam proses pemberian obat. Pemberian obat/ Medication Administration adalah salah satu intervensi keperawatan yang paling banyak dilakukan, dengan sekitar 5- 20% waktu perawatdialokasikan untuk kegiatan ini (Rambe, 2016). Pemberian obat juga mencakup tugas-tugas lain, seperti menyiapkan dan memeriksa obat obatan, memantau efek obat-obatan, mengedukasi pasien tentang pengobatan, dan memperdalam pengetahuan perawat tentang obat – obatan sendiri. Kesalahan administrasi pengobatan adalah salah satu area risiko praktik keperawatan dan terjadi ketika adanya perbedaan antara obat yang diterima oleh pasien dan terapi obat yang ditujukan oleh penulis resep (Liao et al., 2017). Faktor yang paling umum yang berkontribusi pada administering errors adalah kegagalan
untuk
memeriksa
identifikasi
pasien
sebelum
pemberian,
penyimpanan sediaan serupa di area yang sama, dan faktor lingkungan seperti gangguan perawat saat melakukan putaran obat. Dokumentasi yang tidak akurat
18
dan komunikasi yang buruk selama perubahan shift di rumah sakit juga berkontribusi pada administering errors (Thomas et al., 2019). Pencegah medication errors dapat dilakukan dengan mendidik tenaga Kesehatan tentang faktor risiko kesalahan pengobatan dan dampaknya pada hasil terapeutik, mempersiapkan sistem pengobatan terstruktur untuk pengaturan pasien rawat jalan, mendidik apoteker untuk meningkatkan perannya dalam pengaturan komunitas. 2.1.4 Penyebab Medication Error Kesalahan pengobatan tidak dapat dihindari, tetapi kesalahan tersebut dapat diminimalkan secara signifikan dengan adanya pengawas, manajemen rumah sakit, pabrik farmasi, resep, apoteker atau staf pemberian obat dan perawat bekerja sama untuk mengidentifikasi kesalahan pengobatan dan mengadopsi strategi untuk menguranginya. Menurut (Aronson, 2018), kesalahan obat dapat terjadi pada tahap prescribing, meliputi resep yang tidak rasional, tidak tepat dan tidak efektif, serta kelebihan dan kekurangan dosis. Kesalahan dalam tahap transcribing meliputi kesalahan dalam mengartikan resep. Kesalahan pada manufacturing meliputi salah dosis, adanya kontaminan, salah formula, salah kemasan, dan salah label, serta kesalahan pada tahap dispensing, salah dosis, salah rute, salah frekuensi, dan salah durasi. Menurut World Health Organization (WHO, 2016), faktor-faktor yang berkontribusi pada medication error yaitu: 1. Faktor yang terkait dengan profesional perawatan kesehatan Kenyataan bahwa perawatan medis dapat membahayakan pasien adalah salah satu yang harus pahami oleh komunitas perawatan kesehatan selama beberapa tahun terakhir. Upaya pencegahan efek samping obat selama proses penggunaan obat di rumah sakit sering dikaitkan dengan tambahan lama tinggal dan biaya perawatan Kesehatan. Peresepan dan pemberian obat tampaknya berhubungan dengan jumlah terbesar kesalahan pengobatan (Keers et al., 2013a). Faktor ini meliputi:
19
a. Kurangnya pelatihan terapeutik Sikap dan keterampilan diperlukan untuk berkomunikasi secara efektif antara professional pemberi asuhan dengan penderita. b. Pengetahuan dan pengalaman obat yang tidak memadai Pengetahuan tentang obat-obatan sangat penting bagi seorang tenaga Kesehatan terutama dokter, perawat atau farmasi. Hal ini berhubungan dengan indikasi, kontraindikasi dan prosedur pemberian serta dosis yang akan diberikan. c. Persepsi risiko yang tidak memadai d. Para profesional perawatan kesehatan yang terlalu banyak bekerja atau kelelahan e. Masalah kesehatan fisik dan emosional tenaga kesehatan f.
Komunikasi yang buruk antara profesional perawatan kesehatan dan dengan pasien Kegagalan dalam berkomunikasi merupakan sumber utama terjadinya kesalahan. Kegagalan komunikasi ini dapat disebabkan oleh ketidakjelasan serta tidak lengkapnya penulisan resep, contoh ketidaklengkapan resep yaitu tidak tercantumnya berat badan dan umur pasien, padahal kedua unsur resep ini sangat penting sebagai dasar perhitungan dosis. Institusi pelayanan kesehatan harus menghilangkan hambatan komunikasi antar petugas kesehatan dan membuat SOP bagaimana resep/permintaan obat dan informasi obat lainnya dikomunikasikan. Komunikasi baik antar apoteker maupun dengan petugas kesehatan lainnya perlu dilakukan dengan jelas untuk menghindari penafsiran ganda atau ketidak lengkapan informasi dengan berbicara perlahan dan jelas. Perlu dibuat daftar singkatan dan penulisan dosis yang berisiko menimbulkan kesalahan untuk diwaspadai.
2. Faktor yang berhubungan dengan pasien Faktor ini meliputi:
20
a. Karakteristik pasien (misalnya, kepribadian, melek huruf dan hambatan bahasa) b. Kompleksitas kasus klinis, termasuk berbagai kesehatan kondisi, polifarmasi, dan obat-obatan berisiko tinggi 3. Faktor yang berhubungan dengan lingkungan kerja Kondisi lingkungan Untuk menghindari kesalahan yang berkaitan dengan kondisi lingkungan, area dispensing harus didesain dengan tepat dan sesuai dengan alur kerja, untuk menurunkan kelelahan dengan pencahayaan yang cukup dan temperatur yang nyaman. Selain itu, area kerja harus bersih dan teratur untuk mencegah terjadinya kesalahan. Obat untuk setiap pasien perlu disiapkan dalam nampan terpisah. Beban kerja Rasio antara beban kerja dan SDM yang cukup penting untuk mengurangi stres dan beban kerja berlebihan sehingga dapat menurunkan kesalahan. Menurut (Handayani, 2017), jumlah pasien pada waktuwaktu tertentu sangat banyak, sehingga mengakibatkan beban kerja petugas yang berlebihan.
Mobilitas petugas yang tinggi merupakan faktor kesibukan
kerja yang juga mempengaruhi proses medikasi kepada pasien. 4. Faktor yang berhubungan dengan obat-obatan Racikan pada resep yang berisi tiga kombinasi jenis obat dan adanya obat dalam satu
peresepan memiliki aksi farmakologis yang sama, serta adanya
pemakaian yang tidak sesuai yaitu obat kausatif yang dicampurkan
dengan
obat simptomatik dalam racikan (Thomas et al., 2019). Faktor ini meliputi: a. Penamaan obat-obatan b. Pelabelan dan pengemasan. 5. Faktor yang berhubungan dengan tugas Faktor ini meliputi: a. Sistem berulang untuk pemesanan, pemrosesan dan otorisasi b. Pemantauan pasien (tergantung pada praktik, pasien, lainnya pengaturan perawatan kesehatan, prescriber)
21
6. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sistem informasi terkomputerisasi Sistem Computerized Physician Order Entry (CPOE) berusaha menghilangkan perintah tertulis dan lisan yang rawan kesalahan dengan meminta dokter memasukkan pesanan obat langsung ke komputer (Pham et al., 2012). Faktor ini meliputi: a. Proses yang sulit untuk menghasilkan resep pertama (misalnya daftar pilihan obat, regimen dosis standar dan peringatan yang terlewat). b. Proses yang sulit untuk menghasilkan pengulangan yang benar resep c. Kurangnya akurasi catatan pasien d. Desain yang tidak memadai yang memungkinkan terjadinya kesalahan manusia. 7. Edukasi staf dan pasien Meskipun edukasi staf merupakan cara yang tidak cukup kuat dalam menurunkan insiden/kesalahan, tetapi mereka dapat memainkan peran penting ketika dilibatkan dalam sistem menurunkan insiden/kesalahan. Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker. 2.1.5 Upaya Pencegahan Medication Error Tindakan pencegahan yang dilakukan untuk mencegah terjadi kesalahan. Orang pertama yang dapat mengambil langkah-langkah untuk mencegah kesalahan pengobatan adalah penulis resep. Sekarang sulit untuk mengetahui tingkat kesalahan yang berhubungan dengan peresepan, karena banyak kesalahan tidak terdeteksi atau tidak dilaporkan. Ditemukan bukti yang menunjukkan bahwa masalah ini adalah substansial Berbagai metode pendekatan organisasi sebagai upaya menurunkan medication error yang jika dipaparkan menurut urutan dampak
22
efektifitas terbesar (Siregar & Kumolosasi, 2016). Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2014) upaya pencegahan medication error adalah 1. Mendorong fungsi dan pembatasan (forcing function& constraints) : suatu upaya mendesain sistem yang mendorong seseorang melakukan hal yang baik, contoh : sediaan potasium klorida siap pakai dalam konsentrasi 10% Nacl 0.9%, karena sediaan di pasar dalam konsentrasi 20% (>10%) yang mengakibatkan fatal (henti jantung dan nekrosis pada tempat injeksi) 2. Otomasi dan komputer (Computerized Prescribing Order Entry) : membuat statis/ robotisasi pekerjaan berulang yang sudah pasti dengan dukungan teknologi, contoh : komputerisasi proses penulisan resep oleh dokter diikuti dengan tanda “ atau tanda peringatan jika di luar standar (ada penanda otomatis ketika digoxin ditulis 0.5g) 3. Standar dan protokol, standarisasi prosedur : menetapkan standar berdasarkan bukti ilmiah dan standarisasi prosedur (menetapkan standar pelaporan insiden dengan prosedur baku). Kontribusi apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi serta pemenuhan sertifikasi/ akreditasi pelayanan memegang peranan penting. 4. Sistem daftar tilik dan cek ulang : alat kontrol berupa daftar tilik dan penetapan cek ulang setiap langkah kritis dalam pelayanan. Untuk mendukung efektifitas sistem ini diperlukan pemetaan analisis titik kritis dalam sistem. 5. Peraturan dan Kebijakan : untuk mendukung keamanan proses manajemen obat pasien. contoh : semua resep rawat inap harus melalui supervisi apoteker. 6. Pendidikan dan Informasi : penyediaan informasi setiap saat tentang obat, pengobatan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan tentang prosedur untuk meningkatkan kompetensi dan mendukung kesulitan pengambilan keputusan saat memerlukan informasi. 7. Lebih hati-hati dan waspada : membangun lingkungan kondusif untuk mencegah kesalahan, contoh : baca sekali lagi nama pasien sebelum menyerahkan.
23
2.1.6
Pasien Safety dalam Pemberian Obat Dalam sasaran keselamatan pasien dalam meningkatkaan keamanan obat
yang perlu diwaspadai, penerapan manajemen yang benar penting/krusial untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang persentasinya tinggi dalam menyebabkan terjadi kesalahan/error dan/atau kejadian sentinel (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) demikian pula obatobat yang tampak mirip/ucapan mirip (Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look-Alike Sound-Alike/ LASA) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017). Daftar obat-obatan yang sangat perlu diwaspadai tersedia di WHO. Yang sering disebut-sebut dalam isu keamanan obat adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium/potasium klorida [sama dengan 2 mEq/ml atau yang lebih pekat)], kalium/potasium fosfat [(sama dengan atau lebih besar dari 3 mmol/ml)], natrium/sodium klorida [lebih pekat dari 0.9%], dan magnesium sulfat [sama dengan 50% atau lebih pekat]. Kesalahan ini bisa terjadi bila staf tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit asuhan pasien, bila perawat kontrak tidak diorientasikan sebagaimana mestinya terhadap unit asuhan pasien, atau pada keadaan gawat darurat/emergensi. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan mengembangkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi (Cousins & Heath, 2016). Fasilitas pelayanan kesehatan
secara kolaboratif mengembangkan suatu
kebijakan dan/atau prosedur untuk menyusun daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan datanya sendiri. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana yang membutuhkan elektrolit konsentrat secara klinis sebagaimana ditetapkan oleh petunjuk dan praktek profesional, seperti di IGD atau kamar operasi, serta menetapkan cara pemberian label yang jelas serta bagaimana penyimpanannya di area tersebut sedemikian rupa, sehingga membatasi akses
24
untuk mencegah pemberian yang tidak disengaja/kurang hati-hati (Keers et al., 2013b). Pelaksanaan keselamatan pasien dalam hal pemberian obat dapat dilakukan dengan 12 Langkah benar dalam pemberian obat, yaitu (Siregar & Kumolosasi, 2016): 1. Benar Pasien Obat yang akan diberikan hendaknya benar pada pasien yang diprogramkan dengan cara mencocokkanprogram pengobatan pada pasien, nama,nomor register, alamat untukmengidentifikasi kebenaran obat 2. Benar Obat Obat memiliki nama dagangdan nama generik dan pasien harusmendapatkan informasi tersebut ataumenghubungi apoteker untuk menanyakannama generik dari
nama
dagang
obat
yangasing.
Jika
pasien
meragukan
obatnya,
makaperawat harus memeriksanya lagi danperawat harus mengingat nama dan obatkerja dari obat yang diberikan. 3. Benar Dosis Untuk menghindari kesalahan pemberian obat dan agarperhitungan obat benar untuk diberikankepada pasien maka penentuan dosis harusdiperhatikan dengan menggunakan alatstandar seperti alat untuk membelah tablet, spuit atau sendok khusus, gelas ukur, obatcair harus dilengkapi alat tetes. 4. Benar Cara Pemberian Obat dapatdiberikan melalui sejumlah rute yangberbeda dan rute obat yang diberikandiantaranya inhalasi, rektal, topikal, parenteral, sublingual, peroral. 5. Benar Waktu: Untuk dapatmenimbulkan efek terapi dari obat dan berhubungan dengan kerja obat itu sendiri, maka pemberian obat harus benar-benarsesuai dengan waktu yang diprogramkan.
25
6. Benar Dokumentasi Pemberian obatharus sesuai dengan standar prosedur yang berlaku di rumah sakit. Perawat harus selalumencatat informasi yang sesuai mengenaiobat yang telah diberikan serta respon klienterhadap pengobatan. 7. Benar Evaluasi: Setelah pemberian obat, perawat selalu memantau atau memeriksaefek kerja obat kerja tersebut8. Benar Pengkajian: Sebelum pemberianobat, perawat harus selalu memeriksa tanda-tanda vital (TTV). 8. Benar Reaksi dengan Obat Lain Padapenyakit kritis, penggunaan obat sepertiomeprazol diberikan dengan chloramphenicol. 9. Benar Reaksi Terhadap Makanan Pemberian
obat
harus
memperhatikan
waktuyang
tepat
karena
akan
mempengaruhiefektivitas obat tersebut. 10. Hak Klien Untuk Menolak Perawat harus memberikan “inform consent” dalampemberian obat dan klien memiliki hakuntuk menolak pemberian obat tersebut 11. Benar Pendidikan Kesehatan Perihal Medikasi Klien Perawat memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan kesehatan khususnya yang berkaitan dengan obat kepada pasien, keluarga pasien, dan masyarakat luas diantaranya mengenai perubahan-perubahan yang diperlukan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. 2.1.7 Peran Perawat Dalam Pencegahan Medication Error Perawat memainkan
peran
penting
dalam proses
pemberian
obat
sehingga dalam mencegah kesalahan pemberian obat perlu dilakukan upayaupaya untuk meningkatkan pengetahuan dan perspesi perawat dalam proses pemberian obat / medication Administration. Peran perawat dalam pencegahan medication error adalah tidak hanya menangkap kesalahan mereka sendiri, tetapi juga harus mampu menilai kesalahan yang dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan, apoteker, dan lain-lain (Durham, 2015).
26
Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat menjalankan perannya dengan baik seperti mampu mengidentifikiasi kesalahan pengobatan sebelum kesalahan sampai ke pasien. Seorang perawat harus mampu menjalankan perannya sebagai care giver dengan baik untuk meningkatkan derajat kesehatan seperti,
memberikan
informasi
meningkatkan perannya sebagai
kepada
tenaga
keperawatan
untuk
lebih
care giver atau pemberi asuhan keperawatan
meliputi pengkajian, penetapan diagnosa, rencana tindakan, implementasi dan evaluasi (Nursalam, 2014). Dalam menjalankan perannya perawat menggunakan pendekatan proses keperawatan dengan memperhatikan prinsip benar pada pemberian obat. Prinsip 7 benar dalam pemberian obat tersebut (Guwandi, 2017) adalah : 1. Benar Pasien Perawat
memastikan
klien
dengan
memeriksa
gelang
identifikasi
dan
membedakan dua klien dengan nama yang sama. 2. Benar Obat Untuk menghindari kesalahan sebelum memberi obat kepada pasien, label obat harus dibaca tiga kali, yaitu pertama saat melihat botol atau kemasan obat, kedua
saat
sebelum
menuang/
menghisap
obat
dan
ketiga
setelah
menuang/menghisap obat. 3. Benar Dosis Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep ataau apoteker sebelum dilanjutkan ke pasien. Jika perawat ragu ragu dalam perhitungan dosis mengenai rasio dan proporsi maka dosis obat harus dihitung kembali dan diperiksa oleh perawat lain. 4. Benar rute Perawat diharapkan mampu menilai kemampuan klien untuk menelan obat sebelum memberikan obat obat per oral dan juga memberikan obat obat pada tempat yang sesuai. Perawat juga harus tetap bersama klien sampai obat oral telah ditelan. Pada pemberian obat dengan rute parenteral maka dibutuhkan tehnik steril.
27
5. Benar waktu Pemberian obat harus benar benar sesuai dengan waktu yang diprogramkan karena berhubungan dengan kerja obat yang dapat menimbulkan efek terapi dari obat. 6. Benar Dokumentasi Dalam hal terapi, setelah obat diberikan harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya atau obat itu tidak dapat diminum harus dicatat alasannya dan dilaporkan. 7. Benar informasi Perawat memberikan informasi yang benar tentang obat untuk menghindari kesalahan dalam menerima obat, memberikan informasi cara kerja dan efek samping obat yang diberikan. VII. Kerangka Teori MEDICATION ERROR
1. 2. 3. 4.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Faktor yang mempengaruhi
Prescibing error Trancibing error Dispensing error Administration error
7 benar dalam pemberian obat. Benar pasien Benar obat Benar dosis Benar cara pemberian Benar waktu Benar dokumentasi Benar informasi
1. Komunikasi 2. Kondisi/lingkungan 3. Gangguan/interupsi saat bekerja 4. Beban kerja
Terjadinya kesalahan dalam pengobatan
Gambar 1. Kerangka Teori Sumber; (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014), (Cousins & Heath, 2016)
28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN VIII.
Diagram Alur
Langkah-langkah yang digunakan dalam penulisan penelitian ini secara sistematis adalah sebagai berikut:
Studi Literatur
Pengumpulan Data
Konsep yang diteliti Konseptualisasi
Analisa
Kesimpulan dan Saran Gambar 2. Diagram Alur IX.
Studi Literatur Penelitian ini termasuk Studi Pustaka (Studi Literatur) dimana data-data yang
dibutuhkan dalam penelitian dapat diperoleh dari sumber pustaka atau dokumen. Studi kepustakaan dilakukan oleh peneliti dengan tujuan untuk memperoleh dan membangun landasan teori, kerangka teori dan kerangka berpikir. Pada penelitian ini, peneliti melakukan kajian dan analisis pada literature-literatur berupa jurnal-jurnal yang relevan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan medication error.
29
X.
Pengumpulan Data Peneliti
menggunakan data yang berasal dari hasil-hasil penelitian
sebelumnya
yang
diterbitkan
dalam
bentuk
jurnal
nasional
ataupun
internasional. Pencarian jurnal yang digunakan oleh peneliti berasal dari search engine Scholar, PubMed dan Proquest dengan kata kunci factors and medication error. Setelah dilakukan pengumpulan data melalui jurnal, peneliti melakukan screening atau penyaringan data untuk memilih masalah-masalah penelitian yang sesuai dengan topik peneliti. Pemilihan data dilakukan berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditetapkan oleh peneliti. Adapun kriterianya sebagai berikut: A. Kriteria Inklusi 1. Jurnal nasional dan internasional 2. Rentang waktu penerbitan jurnal maksimal 5 tahun terakhir (2015 – 2020) 3. Dapat diakses atau download, full text dan tidak berbayar 4. Jurnal yang
sesuai dengan
topik
penelitian
yaitu faktor
yang
berhubungan dengan medication error B. Kriteria Ekslusi 1. Rentang waktu penerbitan jurnal lebih dari 5 tahun terakhir 2. Jurnal yang tidak sesuai dengan topik penelitian
30
Berikut adalah alur seleksi jurnal:
IDENTIFIKASI
Literatur di identifikasi melalui search engine 1. Google Scholar 2. PubMed 3. Proquest
Literatur diidentifikasi Literatur dikeluarkan
SCREENING
KELAYAKAN
INKLUSI
Literatur di screening menggunakan filter 5 tahun terakhir, open access, full text, research funder dan academic journal
Literatur dikaji kelayakan
Literatur yang memiliki kriteria inklusi
1. Hanya abstrak (tidak full text) 2. Tidak bisa di download/ berbayar 3. Memerlukan username dan password untuk login
Literatur dikeluarkan 1. Literatur merupakan ulasan, opini Kriteria inklusi 1. Jurnal nasional dan internasional 2. Rentang waktu penerbitan jurnal 5 tahun terakhir (20152020) 3. Dapat diakses/download, full text dan tidak berbayar 4. Jurnal sesuai dengan topik penelitian yaitu mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan medication error
Gambar 3. Alur Seleksi Jurnal
31
XI.
Analisa Peneliti mengumpulkan jurnal yang sesuai dengan kriteria inklusi dan
dibuatkan ringkasan jurnal yang di dalamnya terdapat nama pemilik jurnal, tahun terbit, tujuan penelitian, dan hasil penelitian atau temuan. Untuk melakukan analisis, peneliti membaca dengan cermat kemudian dilakukan analisis terhadap isi atau hasil penelitian dari jurnal tersebut. Metode analisis yang digunakan adalah dengan analisis isi jurnal.
32
33
DAFTAR PUSTAKA Aronson, J. K. (2018). Medication errors: Definitions and classification. British Journal of Clinical Pharmacology, 67(6), 599–604. https://doi.org/10.1111/j.1365-2125.2009.03415.x Cousins, D. D., & Heath, W. M. (2016). The National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention: promoting patient safety and quality through innovation and leadership. Joint Commission Journal on Quality and Patient Safety, 34(12), 700–702. Durham, B. (2015). The nurse’s role in medication safety. Nursing2019, 45(4), 1– 4. Ehsani, S. R., Cheraghi, M. A., Nejati, A., Salari, A., Esmaeilpoor, A. H., & Mohammad Nejad, E. (2013). Medication errors of nurses in the emergency department. Journal of Medical Ethics and History of Medicine, 6. Gates, P. J., Baysari, M. T., Mumford, V., Raban, M. Z., & Westbrook, J. I. (2019). Standardising the Classification of Harm Associated with Medication Errors: The Harm Associated with Medication Error Classification (HAMEC). Drug Safety, 42(8), 931–939. https://doi.org/10.1007/s40264-019-00823-4 Guwandi, J. (2017). Medical error dan hukum medis. Balai Penerbit Fakultas Kedoktoran Universitas Indonesia. Handayani, T. W. (2017). Faktor Penyebab Medication Error di RSU Anutapura Kota Palu. Perspektif: Jurnal Pengembangan Sumber Daya Insani Vol.02 Nomor 02 Juli-Desember 2017, 2(2), 224–229. https://journal.unismuh.ac.id/index.php/Perspektif/article/view/1285 Keers, R. N., Williams, S. D., Cooke, J., & Ashcroft, D. M. (2013a). Causes of medication administration errors in hospitals: A systematic review of quantitative and qualitative evidence. Drug Safety, 36(11), 1045–1067. https://doi.org/10.1007/s40264-013-0090-2 Keers, R. N., Williams, S. D., Cooke, J., & Ashcroft, D. M. (2013b). Prevalence and nature of medication administration errors in health care settings: A systematic review of direct observational evidence. Annals of Pharmacotherapy, 47(2), 237–256. https://doi.org/10.1345/aph.1R147 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan No. 58 tahun 2014 Standar Pelayanan Kefarmasian. Research Policy, 9(2), 155–162. http://dx.doi.org/10.1016/j.respol.2011.09.003%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.w orlddev.2020.104995%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.worlddev.2009.12.011% 0Ahttp://publicaciones.eafit.edu.co/index.php/ecoseconomia/article/view/1969/1978%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.euroe
34
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan R.I no 11 tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien. In regulasi. Khairurrijal, M. A. W., & Putriana, N. A. (2018). Review : Medication Erorr Pada Tahap Prescribing, Transcribing, Dispensing, dan Administration. Farmasetika.Com (Online), 2(4), 8. https://doi.org/10.24198/farmasetika.v2i4.15020 Liao, T. V., Rabinovich, M., Abraham, P., Perez, S., DiPlotti, C., Han, J. E., Martin, G. S., & Honig, E. (2017). Evaluation of medication errors with implementation of electronic health record technology in the medical intensive care unit. Open Access Journal of Clinical Trials, 9(May), 31–40. https://doi.org/10.2147/OAJCT.S131211 Maalangen, T. V., Citraningtyas, G., & Wiyono, W. I. (2019). Identifikasi Medication Error Pada Resep Pasien Poli Interna Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bhayangkara Tk. III Manado. Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi, 8(3), 20–27. Makary, M. A., & Daniel, M. (2016). Medical error-the third leading cause of death in the US. BMJ (Online), 353(May), 1–5. https://doi.org/10.1136/bmj.i2139 Nursalam, D. (2014). Manajemen Keperawatan" Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Salemba Medika. Pham, J. C., Aswani, M. S., Rosen, M., Lee, H., Huddle, M., Weeks, K., & Pronovost, P. J. (2012). Reducing medical errors and adverse events. Annual Review of Medicine, 63(May 2014), 447–463. https://doi.org/10.1146/annurev-med-061410-121352 Rambe, B. M. (2016). Analisis Faktor Perawat Dalam Pelaksanakan Keselamatan Pasien Terhadap Kejadian Medication Administration Error di Rumah Sakit. Siregar, C. J. P., & Kumolosasi, E. (2016). Farmasi Klinik teori dan penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Thomas, B., Paudyal, V., MacLure, K., Pallivalapila, A., McLay, J., El Kassem, W., Al Hail, M., & Stewart, D. (2019). Medication errors in hospitals in the Middle East: a systematic review of prevalence, nature, severity and contributory factors. European Journal of Clinical Pharmacology, 75(9), 1269–1282. https://doi.org/10.1007/s00228-019-02689-y World Health Organization(WHO). (2016). Medication errors. In Nursing standard (Royal College of Nursing (Great Britain) : 1987) (Vol. 30, Issue 35). https://doi.org/10.7748/ns.30.35.61.s49
35