Teori Evolusi Dan Pandangan Berbagai Agama [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

A. Pengertian Teori Evolusi Biologi Evolusi pada dasarnya berarti proses perubahan dalam jangka waktu tertentu. Dalam konteks biologi modern, evolusi berarti perubahan sifat-sifat yang diwariskan



dalam



suatu



populasi



organisme



dari



satu



generasi



ke



generasi berikutnya. Sifat-sifat yang menjadi dasar dari evolusi ini dibawa oleh gen yang diwariskan pada keturunan suatu makhluk hidup. Sifat baru dapat diperoleh dari perubahan gen oleh mutasi, transfer gen antar populasi, seperti dalam migrasi,atau antar spesies seperti yang terjadi pada bakteria, serta kombinasi gen mealui reproduksi seksual. Teori Evolusi biologi sendiri sebuah upaya untuk menyelidiki penyebab (dan proses) terbentuknya keragaman spesies yang kita lihat saat ini. Proses perubahan ini terjadi melalui mekanisme berupa adaptasi dan seleksi alam. Evolusi berasumsi bahwa pada awalnya hanya terdapat satu atau sedikit spesies dimuka bumi milyaran tahun lalu. Dari spesies perintis itu, terjadi upaya adaptasi berdasarkan keadaan alam yang berbeda-beda. Hasil adaptasi ini kemudian diturunkan pada anak-cucu dari makhluk perintis tersebut. Mengesankan terjadinya perubahan perlahan-lahan menuju bentuk yang lebih sempurna. Meskipun teori evolusi selalu diasosiasikan dengan Charles Darwin, namun sebenarnya biologi evolusi telah berakar sejak jaman Aristoteles. Namun demikian, Darwin adalah ilmuwan pertama yang mencetuskan teori evolusi yang telah banyak terbukti mapan menghadapi pengujian ilmiah. Sampai saat ini, teori Darwin tentang evolusi yang terjadi karena seleksi alam dianggap oleh mayoritas masyarakat sains sebagai teori terbaik dalam menjelaskan peristiwa evolusi. Tahun 1858 Darwin mempublikasikan The Origin yang memuat 2 teori utamayaitu: 1. Spesies yang hidup sekarang berasal dari spesies lain yang hidup di masa lampau.2. Evolusi terjadi melalui seleksi alam. B. Teori Darwin dan Pandangan Agama Dalam mengemukakan teori evolusi biologis, Darwin tetap mengakui Tuhan yang menciptakan makhluk-makhluk hidup. Kalimat yang paling akhir dari bukunya The Origin of Species bymeans of Natural Selection (1859) adalah:



There is grandeur in this view of life, with its several powers, having been originally breathed by Creator into a few forms or into one, and that, whilst the planet has gone cycling on according to the fixed law or gravity, form so simple a beginning endless forms most beautiful and most wonderful have been and are being avolusi. Dan dalam bab yang berjudul Kehidupan dan Pekerjaan Darwin dari buku K.F. Vaas Darwinisme dan Ajaran Evolusi (1956) dapat kita jumpai kutipan dan kalimat-kalimat Darwin yang artinya sebagai berikut: Adalah sesuatu maksud yang sama agungnya dari Tuhan Yang Maha Esa asli yang sedikit saja, yang telah diciptakan oleh-Nya, sudah dapat berkembang terus, daripada untuk mengira bahwa harus ada tindakantindakan penciptaan yang baru untuk mengisi lowongan-lowongan yang masih terbuka di barisan makhluk-makhluk hidup yang terjadi karena hokum-hukum Tuhan. Selanjutnya pengakuan Darwin yang bernada sama dengan kalimatkalimat di atas dapat kita lihat dalam bab Yang Selamat dari yang Terkuat dari buku Robert Doens (1959) berjudu Buku-buku yang Merobah Dunia: Sumber keyakinan yang lain dari adanya Tuhan, yang berhubungan dengan akal dan tidak dengan arti….Segalanya ini lahir dari kesulitan yang tidak terkira atau lebih baik dari suatu kemustahilan untuk memahami universum yang luas dan menakjubkan ini termasuk manusia dengan kesanggupan untuk melihat jauh ke belakang dan ke depan….. Demikian, jika saya renungkan, saya terpaksa mencari sebab pertama, sebagai sesuatu yang mempunyai pikiran cerdik yang sampai tingkat tertentu mempunyai analogi yang sama denagn yang terdapat pada manusia: saya sepatutnya disebut orang Theis. Biologi mencari jawaban mengenai persoalan



berbagai jenis-jenis



makhluk hidup terjadi dan memngemukakan jawaban seacra evolusi. Filsafat sebagai puncak kegiatan berpikir manusia mengemukakan directorialisme dan finalisme dalam kaitannya dengan evolusi biologis. Hakekat hidup (life) sebagai suatu non-materi, filsafat juga mengemukakan vitalisme.



Hasil-hasil pemikiran manusia dalam biologi, dilengkapi dengan vitalisme, directorialisme dan finalisme selaras dengan pandangan ilmuwan yang meyakini kebenaran agama yang berdasarkan wahyu. Organisme tidak sekedar dikaji dari aspek fisik atau biologis semata-mata, manusia yang diperlakukan dalam biologi sebagai bagian integral dari keseluruhan organisme dengan demikian dipandang sebagai manusia yang utuh, ayaitu terdiri dari komponen jasmani (body) dan rohani (soul). Dalam keyakinan agama, keseluruhan yang ada digolongkan atas Khaliq yakni Allah yang menjadikan (menciptakan), dan makhluq, yaitu segala yang dijadikan olah Allah. Dengan demikian, segala makhluk, baik makhluk hidup maupun makhluk tidak hidup (benda mati) terjadi atas kehendak Allah. Terjadinya jenis-jenis makhluk hidup secara evolusipun atas kehendak Allah. Mengenai kejadian makhluk-makhluk hidup secara evolusi atas kehendak Allah bias timbul pertanyaan: karena Tuhan itu Maha Kuasa, mengapa Tuhan tidak menciptakan jenis-jenis makhluk hidup itu secara langsung, mengapa harus melewati waktu yang lama. Dalam keyakinan agama, Tuhan itu Maha Esa. Tidak hanya Zat-Nya, tetapi juga Sifat-Nya, Cara-Nya menciptakan. Tuhan menciptakan sesuatu tidak seperti cara manusia bekerja, sebab Tuhan Maha Kuasa, kuasa menciptakan segala sesuatu sesuai dengan Keagungan-Nya. Mengenai waktu yang menurut ukuran manusia,



berpuluh-puluh,



beribu-ribu



atau



berjuta-juta



tahun. Al-Quran



menjelaskan tentang waktu tersebut antara lain dalam Surat AL-Mukminun ayat 112-114: “Berkata Allah: Berapa bilangan tahun kamu berdiam di atas bumi?” “Mereka menjawab: Kami telah berdiam di sana sehari atau setengah hari. Cobalah tanyakan kepada orang yang pandai menghitung”. “Berkata Allah: Tidaklah lama kamu berdiam di sana. Hanya sedikit sekali kalau kamu ketahui”. Teori evolusi biologis justru membawa persoalan asal mula makhluk hidup yang pertama, yang ada di bumi kira-kira 3,2 milyard tahun lalu. Biologi sekarang menolak anggapan generation spontania atau abiogenesis, dan hal ini berarti bahwa makhluk hidup tidak bias terjadi dengan sendirinya dari benda-benda mati.



Terhadap makhluk hidup yang pertama di bumi, orang bisa sampai pada kesimpulan bahwa Tuhan yang menciptakan ahli-ahli biologi tidak pernah bisa membuat benda hidup yang paling sederhanapun dari benda mati. Menurut agama Islam, juga menurut agama Nasrani dan agama Yahudi, manusia pertama yaitu Adam yang kemudian menurunkan semua manusia di atas bumi sekarang ini diciptakan oleh Allah dari tanah. Firman Allah dalam Al-Quran surat As-Sajadah ayat 7,8,dan 9 menegaskan penciptaan manusia dari tanah, yang menurut Mahmud Yunus (1951) di dalam Tafsir Al-Quranul Karim terjemahannya sebagai berikut: “Dia membaguskan tiap-tiap sesuatu dijadikan-Nya dan dimulainya menjadi manusia dari tanah. Kemudian disempurnakan-Nya kejadian manusia dan ditiupkan-Nya roh ke dalam tubuhnya serta dianugerahi-Nya pendengaran, penglihatan, dan hati. Tapi sedikit dari kamu yang berterima kasih”. Menurut Al-Quran, maka Adam telah dijadikan dari tanah. Biologi menerangkan juga bahwa tiap-tiap bagian dari jasmani (tubuh) makhluk hidup berasal dari tanah, melewati makanan dan minuman, dan bahwa tiap-tiap unsure dari jasmani manusia terdapat unsurnya dalam tanah juga. Dengan teori evolusi biologis yang diterima para ilmuwan sebagai suatu penjelasan tentang kemungkinan terjadinya manusia, dimanakah Adam dalam deretan evolusi makhluk-makhluk hidup itu? Menurut agama Yahudi, Nasrani dan Islam, maka Adam-lah nenek moyang semua manusia di muka bumi sekarang ini. Dari ajaran agama (Al-Quran Surat Al-Baqarah 31-33) kita dapat mengetahui bahwa maksud Adam itu adalah makhluk yang sudah dapat berfikir taraf konsepsi, mempunyai kemampuan untuk berpikir



abstrak,



serta



memiliki



bahasa.



Dengan



Adam



dan



keturunannyadimaksudkan juga manusia yang sadar akan dirinya, dapat dibebani tanggungan moral dan spiritual, hal ini manakala dihubungkan dengan teori biologis akan tercapai kalau makhluk dalam perkembangan evolusinya mencapai tingkatan Homo sapiens atau manusia berakal. Biologi menggolong-golongkan makhluk hidup atau jenis-jenis (spesies). Pengertian jenis adalah ciptaan pikiran manusia, yaitu menunjukkan sejumlah



individu yang



mempunyai ciri-ciri morfologis yang sama dan mereka dapat



kawin sesamanya untuk menghasilkan



keturunan yang normal. Begitulah di



muka bumi ini ada manusia homo yang diperkirakan sejak 50.000 tahun yang lau,



yang



mempunyai ciri yang disebut jenis sapiens (berakal), sehingga



makhluk demikian diberi Homo sapiens. Semua manusia di zaman ini, dari suku, bangsa atau Negara manapun dengan kebudayaan dan agama apapun berasal dari satu jenis yaitu Homo sapiens. Tepat pemakaian istilah jenis untuk seluruh manusia di zaman ini, sebab dengan istilah jenis menurut biologi dimaksud juga bahwa perkawinan antara makhluk-makhluk hidup di dalam satu jenis yang sama bisa menghasilkan keturunan yang normal (fertile). Homo sapiens berasal dari perkembangan makhluk hidup dengan jenis yang bukan Homo sapiens yang sebelumnya juga berasal dari makhluk hidup yang lebih rendah lagi tingkatnya. Secara biologis Homo sapiens masih memiliki struktur hewan dan mewarisi sejumlah instink serupa yang terdapat pada hewan. Tetapi Homo sapiens adalah satu-satunya jenis makhluk hidup di bumi ini yang secara tiba-tiba dan istimewa selaki memiliki otak (brain) yang khas bersifat manusia sempurna. Ada perkembangan yang tiba-tiba melonjak dalam kemampuan intelek yang dimiliki Homo sapiens dibanding dengan jenis-jenis makhluk hidup sebelumnya; seolah-olah perkembangan evolusi biologis, yaitu evolusi fisik manusia tepatnya dalam tingkatan tingkatan kedua dibandingkan perkembangan inteleknya. Proses evolusi yang kemudian berjalan terus pada Homo sapiens terutama mengenai evolusi psyco-social-nya. Kemudian sampailah kita pada taraf membandingkan Adam dan Homo sapiens. Agama tidak mengenal istilah Homo sapiens dalam Kitab Sucinya. Sebab istilah ini memang baru muncul dalam abad 18 hasil pikiran untuk menjadikan kelompok manusia tertentu dalam khususnya taksonomi atau



pembicaraan ilmiah. Dalam



biologi,



sistematik, yaitu ilmu menggolong-golongkan



makhluk hidup, maka suatu jenis makhluk hidup paling sedikit diberi nama dua kata Latin atau yang diLatinkan. Kata yang pertama (misalnya Homo) menunjukkan golongan atau genus mankhluk hidup tersebut, sedangkan kata



yang kedua (misalnya sapiens) menunjukkan jenis atau spesiesnya. Pemberian naman makhluk-makhluk hidup dengan dua kata (binomial nomenclature) tersebut gunanya untuk memudahkan dalam mempelajari atau menggolongkan makhluk hidup. Berdasarkan hal ini maka istilah Adam yang terdiri hanya dari satu kata tidak dipergunakan dalam taksonomi. Kembali pada soal apa yang ada antara nama Adam yang dipakai agama dengan nama Homo sapiens yang diperguankan ilmu pengetahuan. Adam adalah nama yang diberikan kepada manusia yang diciptakan oleh Tuhan, kemudian semua manusia di zaman ini, Adam adalah makhluk manusia yang bisa berpikir taraf konsepsi, mempunyai kemampuan berpikir abastrak dan dapat dibebani pertanggungjawaban moral dan spiritual, sehingga Adam dapat menerima ajara-ajaran dari Tuhan. Teori evolusi biologis mencoba manjelaskan bahwa dalam perkembangan evolusi makhluk-makhluk hidup pada suatu ketika tercapai makhluk hhidup yang mempunyai ciri-ciri yang dimiliki Adam. Makhluk hidup demikian oleh pengetahuan diberi naman Homo sapiens. Jadi dapat diartikan bahwa Adam adalah Homo sapiens yang pertama, dan manusia di zaman



ini dapat disebut keturunan Adam atau termasuk Homo



sapiens. Dalam Al-Quran surat Nuh ayat 14 dikatakan:”Sesungguhnya Dia telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan”. Ayat 14 surat Nuh ini ditafsirkan oleh H. Zainuddin Hami di dan Fachruddin Hs. (1967) di dalam Tafsir Quran yang disusun keduanya, bahwa Tuhan menciptakan manusia melalui beberapa tingkatan pertumbuhannya, mulai dari tanah, air mani, segumpal daging, lahir sebagai bayi, kanak-kanak, meningkat umur dewasa sampai kepada manusia yang sangat tua dan seterusnya



meninggal dunia dan dibangkitkan kembali. Juga



berarti menurut keduanya bahwa hidup manusia dari zaman ke zaman senantiasa berjalan sepanjang evolusinya. Dalam Al-Quran Surat Ali Imron ayat 59 diterangkan: Sesungguhnya umpama kejadian Isa oleh Allah seperti kejadian Adam, ia dijadikan dari pada tanah, kemudian Allah berkata:Jadilah engkau, maka jadilah ia”.



Ayat di atas menegaskan Kemahakuasaaan Allah. Jikalau Allah menghendaki, Allah kuasa untuk menjadikan jenis-jenis makhluk hidup secara penciptaan khusus (special creation). Tetapi juga karean Allah Maha Kuasa dan kalau dikehendaki-Nya, maka kuasa juga Allah untuk menciptakan jenis-jenis makhluk hidup secara evolusi. Daftar Pustaka



Jane,



Al-Jannah. 2010. Makalah Asal Usul Kehidupan. (Online). (http://www.scribd.com/doc/47464352, diakses tanggal 7 September 2011).



Kurniawati, Ida. 2010. Makalah Evolusi. (Online). (http://www.scribd.com/doc/58423350, diakses tanggal 7 September 2011). Widodo, H., Umie Lestari, dan Mohammad Amin. 2003. Evolusi. Malang: FMIPA UM



Pandangan Agama Buddha tentang Evolusi Refferensi. Effendie, R. 2009. Evolusi dan Agama Buddha. Eka-Cita: Bersatu dalam Dharma. no.XXIX/Desember/2009 (Online), (http://www.google.com/url? sa=t&rct=j&q=teori%20evolusi%20menurut%20agama %20buddha&source=web&cd=3&ved=0CEYQFjAC&u), Menurut Effendie (2009) pada ajaran Agama Buddha seseorang tidak perlu mengetahui asal mula dari kehidupan maupun setuju dengan pendapat dari Buddha maupun teori ilmu pengetahuan untuk dapat mencapai penerangan sempurna (enlightenment) atau suatu kebahagiaan/kedamaian sejati (nirwana). Akan tetapi, ada salah satu sabda Sang Buddha di dalam Agganna Sutta yang dapat diinterpretasikan sebagai model kosmologi awal menurut agama Buddha. Kutipan dari Agganna Sutta tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut: “Pada suatu masa, Vasettha, ketika, setelah waktu yang lama sekali, dunia ini mati. Dan ketika ini terjadi, sebagian besar makhluk terlahir dalam ‘Alam Dewa’; dan di sana mereka tinggal, terdiri dari pikiran, makan dari kebahagiaan yang berlimpahan, bersinar terang, berkelana melalui udara, hidup dalam kejayaan; dan di sana mereka berada dalam waktu yang lama sekali. Pada Vasettha, ketika cepat atau lambat dunia ini mulai berevolusi kembali. Ketika ini terjadi, makhluk yang telah turun dari ‘Alam Dewa’ biasanya hidup kembali sebagai manusia...sekarang pada saat itu, semuanya telah menjadi satu dunia yang terdiri dari air, gelap, dan kegelapan yang membuat buta. Tidak ada bulan atau matahari yang muncul, tidak ada bintang yang terlihat, tidak ada rasi bintang, tidak ada siang atau malam, tidak ada bulan atau tengah-bulan, tidak ada tahun atau musim, tidak ada perempuan atau laki-laki. ‘Makhluk’ hanya dikenal sebagai makhluk. Dan kepada makhluk tersebut, Vasettha, cepat atau lambat setelah waktu yang lama, bumi berserta kenikmatannya tersebar dalam air, walaupun dalam bentuk lapisan pada permukaan susu mendidiah yang mendingin, begitu juga ketika bumi muncul.”



Kalau kutipan di atas diartikan secara harfiah, maka Buddha sepertinya telah membuat pernyataan mengenai model kosmologi Buddhis dimana alam semesta mengembang dan mengerut dalam waktu yang lama sekali. Deskripsi tersebut konsisten dengan model alam semesta yang mengembang dan Teori Ledakan Besar (Big Bang). Selain itu, dalam kutipan di atas juga dapat menemukan pernyataan mengenai perubahan karakteristik fisik dan evolusi yang terjadi pada makhluk yang ada di bumi tersebut. Pernyataan inilah yang seringkali diinterpretasikan sebagai bentuk teori evolusi dalam agama Buddha. Akan tetapi, banyak juga para ahli yang menginterpretasikan kutipan tersebut tidak dapat diartikan secara harfiah dan merupakan bentuk perumpamaan dari kemelekatan. Kesimpulan ini dapat ditarik karena sutta tersebut tidak semata-mata bercerita dengan penciptaan dunia dan proses kehidupan. Lebih dari pada itu, kutipan tersebut dapat juga diartikan sebagai salah satu bentuk kemelekatan makhluk terhadap kenikmatan keduniawian yang dinikmati oleh makhluk tersebut di bumi. Pada gilirannya, kemelekatan tersebut akan menimbulkan penderitaan dan mulainya proses tumimbal lahir yang terus menerus pada makhluk. Oleh karena masih terdapat perdebatan mengenai interpretasi manakah yang tepat untuk menjelaskan kutipan dari Agganna Sutta tersebut, berdasarkan pertanyaaan berikut: “Apakah dengan mengetahui asal mula penciptaan dari makhluk hidup maupun alam semesta maka kita akan memperolah kemajuan dalam usaha kita mencapai penerangan sempurna?” Agama Buddha menekankan pada pelatihan pikiran untuk melatih kesadaran dan meditasi yang terwujud melalui moralitas yang baik untuk menghapus keserakahan, kebencian, dan kebodohan. Akibatnya agama Buddha tidak menganjurkan untuk tenggelam dalam debat filosofis yang tidak berguna dan membuang waktu yang berharga. Lebih baik waktu tersebut dimanfaatkan untuk melatih pikiran yang pada gilirannya akan membawa kemajuan batin dalam pencapaian penerangan sempurna. Oleh karena itu, asal mula dari alam maupun manusia tidak dibahas dalam ajaran Buddha karena



ketidakrelevanan dari topik tersebut dalam usaha dalam mencapai penerangan sempurna yang merupakan tujuan akhir dari agama Buddha. Setelah teori evolusi dan pandangan agama Buddha terhadap teori tersebut dapat disimpulkan bahwa agama Buddha tidak berada dalam posisi mendukung maupun menolak teori evolusi tersebut. Sepanjang teori evolusi (maupun teori ilmu pengetahuan lainnya) tidak menghalangi umat Buddha dalam usahanya mencapai penerangan sempurna, maka umat Buddha dapat mengambil posisi yang kritis dalam proses pengembangan teori ilmu pengetahuan dan sains. Asal Muasal Manusia Ala Budha Refferensi: Ghifarie, Ibn. 2012. Menyibak Tafsir Kelahiran Ala Budha. (Online), (http://filsafat.kompasiana.com/2009/04/22/menyibak-tafsir-kelahiranala-budha-5244.html), Pada penjelasan di dalam Aganna Sutta, Sang Buddha mengatakan `bumi kita ini terbentuk bukan kali pertama. Tapi bumi kita ini dulu pernah terbentuk kemudian pudar, menjadi dan mewujud lagi. Proses ini terus berkelanjutan sampai puluhan bahkan ratusan dan jutaan kali. Hal ini cocok dengan ‘Hukum Kekekalan Energi’, energi tidak bisa diciptakan tetapi juga tidak bisa termusnahkan. Menurutnya, bumi ini merupakan energi dengan proses terbentuk dan kiamat yang berulang-ulang. Sang Buddha mengatakan untuk mencari sumber yang pertama ini sulit dan tidak ada manfaatnya bagi kebebasan manusia. Oleh karena itu, yang akan diceritakan berkenaan dengan proses terjadinya kehidupan kekinian semata. Bagi Sang Guru, sesungguhnya tata surya ini jumlahnya lebih dari satu milliar. Ini berarti matahari dan planet-planetnya juga sekian milliar dari sekarang yang ada karena bintang-bintang yang ada di angkasa itu sebetulnya adalah matahari juga. Dapat diambil contoh, kini di Amerika sudah ditemukan beberapa bintang baru dari bintang-bintang yang ada di angkasa sebelum matahari. Jika bintang-bintang itu pertanda matahari, maka dengan serta mertra pasti mempunyai planet-planet. Peristiwa ini sudah dibuktikan oleh negara Amerika yang telah mempunyai teleskop raksasa. Pada agama Buddha itu dikenal 31 alam kehidupan yaitu: alam manusia, binatang, neraka, setan kelaparan, setan raksasa (asura), 6 alam surga dan 20 alam brahma. Salah satu dari alam brahma itu, makhluknya ada yang berupa cahaya. Ketika bumi yang dulu kiamat maka pada waktu itu semuanya menjadi seperti kabut. Peristiwa ini sesuai dengan teori terjadinya bumi dengan kabut dari Kant dan Laplace. Pada awalnya bumi ini berupa kabut yang panas dan bercahaya karena merupakan hasil ledakan dari bumi yang terdahulu. Kabut yang berupa cahaya ini berputar terus menerus tanpa jeda, sehingga lama-kelamaan terjadi



penggumpalan di bagian pinggirnya. Kejadian alamiah ini membutuhkan waktu jutaan, milliar-an bahkan trilliunan tahun. Karena pada saat bumi ini terbentuk masih berupa cahaya dan kabut gas maka makhluk-makhluk yang berupa cahaya datang kesini. Keikut-sertaan semua unsur-unsur itu, sesuai dengan teori frequensi yaitu jenis mencari jenis. Lama kelamaan sesuai bergulirnya waktu dan sepenggal asa, makhluk hidup bercahaya ini berubah total menjadi bumi ini. Pada waktu pinggiran dari gumpalan kabut tersebut menggumpal, makhlukmakhluk yang berupa cahaya ini tergiur untuk mencicipinya dan terus berulangulang mengikuti fase tersebut. Karena yang mereka cicipi itu merupakan gumpalan-gumpalan dan bukan berupa kabut lagi maka cahaya makhluk itu mulai berkurang dan hilang, badannya mulai tampak dan semakin lama semakin memadat, jenis kelaminnya pun mulai tampak. Walhasil, terjadi persilangan dan keturunan, hingga berujung pada proses mewujudnya manusia. Hal Ini sesuai dengan teori evolusi Darwin. Demikian pula di planet-planet lainnya. Baik di matahari, bulan dan planet-planet itu juga mempunyai makhluk-makhluk, tetapi bukan makhluk yang seperti manusia, ayam kucing, dll.