Teori Pariwisata Dan Aplikasinya [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama : Ayu Prima Ferdita NPM : 170510140048 Mata Kuliah : Antropologi Pariwisata



1. Teori Durkheim ( religi sebagai sebuah kohesi sosial) Pemikiran Durkheim tentang fakta sosial didefinisikan sebagai seluruh cara bertindak, baku maupun tidak, yang dapat berlaku pada diri individu sebagai sebuah paksaan eksternal atau seluruh cara bertindak yang umum dipakai suatu masyarakat, dan pada saat yang sama keberadaannya terlepas dari manifestasi-manifestasi individual. Asumsi dasar dari pendefenisian Durkheim tersebut adalah bahwa gejala sosial itu riil dan mempengaruhi kesadaran individu serta perilakunya. Kenyataan/fakta sosial tersebut terjadi dalam satu kehidupan bersama/komunitas. Komunitas yang dimaksud di sini adalah komunitas yang meliputi segala bentuk hubungan yang ditandai oleh tingkat keakraban yang sangat tinggi, kedalaman memosi, komitmen moral, kohesi sosial yang dibangun atas dasar manusia dalam keutuhannya, bukan peranan-peranannya yang terpisah-pisah. Kesadaran kolektif yang merujuk pada struktur umum pengertian, norma, dan kepercayaan bersama. Oleh karena itu dia adalah konsep yang sangat terbuka dan tidak tetap. Durkheim menggunakan konsep ini untuk menyatakan bahwa masyarakat “primitif” memiliki kesadaran kolektif yang kuat, yaitu pengertian, norma, dan kepercayaan bersama, lebih dari masyarakat modern. Representasi kolektif berupa simbol agama, mitos, dan legenda populer. Semuanya mempresentasikan kepercayaan, norma, dan nilai kolektif, dan mendorong kita untuk menyesuaikan diri dengan klaim kolektif. Representasi kolektif muncul dari interaksi sosial, dan hanya bisa dipelajari secara langsung karena cenderung berhubungan dengan simbol material seperti isyarat, ikon, dan gambar atau berhubungan dengan praktik seperti ritual yang menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu dan / atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Contoh isu pariwisata yang mengacu pada teori Durkheim seperti yang diatas, antara lain : 1) Pura Tanah Lot, Bali Salah satu destinasi paling terkenal di Bali, yaitu tempat beribadah bagi umat Hindu. Tak hanya bernuansa religi tapi juga punya panorama super cantik. Pada hari biasa saja, Pura Tanah Lot selalu dibanjiri wisatawan, apalagi saat hari raya Galungan dan Kuningan yang menjadi ritual ibadah umat Hindu. 2) Masjid Istiqlal, Jakarta



Ramainya wisatawan yang berkunjung ke Masjid Istiqlal Jakarta ketika bulan ramadhan. Tidak hanya wisatawan lokal saja namun wisatawan dari mancanegara pun ikut mengunjungi masjid yang termashyur di Jakarta ini. 3) Gua Maria Lourdes, Kediri Berkunjung ke Gua Maria Lourdes di Kediri, tempat beribadat umat Kristen Katholik. Pada bagian depan gua ini terdapat patung Bunda Maria yang berukuran besar dan juga 12 pancuran air yang melambangkan 12 rasul Yesus dan menjadi salah satu daya tarik wisatawan. 4) Klenteng Kwan Sing Bio, Tuban Klenteng ini tak pernah sepi pengunjung, klenteng yang jadi tempat beribadah umat Kong Hu Cu ini adalah yang terbesar di Indonesia bahkan di Asia Tenggara. Etnis Tionghoa yang menyambangi klenteng ini tak hanya dari Indonesia, tapi juga negara-negara di Asia Tenggara seperti Singapura. Mereka datang untuk berdoa dan menikmati suasana klenteng. Tempat ini juga menjadi favorit wisatawan, bahkan bagi mereka yang ingin bermalam, klenteng ini menyediakan tempat bermalam gratis yang bisa menampung ribuan pengunjung. Jadi, sangatlah jelas gagasan Durkheim yang menyatakan bahwa pariwisata sebagai sebuah “perjalanan suci” dalam menjelaskan motif wisatawan. Banyak dari mereka pasti mencari pengalaman yang tidak biasa, yang sarat akan kesakralannya, agama, dan pelarian atas kehidupan mereka yang biasa saja. Dengan ini, kita dapat mengartikannya bahwa mereka sedang mencari ruang untuk menyelesaikan masalah dan untuk memilah-milah hubungan pribadi atau kesulitan dalam kehidupan kerja mereka, dengan melakukan wisata religi. 2. Teori Van Gennep ( masa peralihan) Adalah teori mengenai ritus peralihan dan upacara pengukuhan. Menurutnya ritus dan upacara religi secara universal asasnya berfungsi sebagai aktifitas untuk menimbulkan kembali semangat kehidupan sosial antar warga masyarakat. Van Gennep menyatakan bahwa semua ritus dan upacara dapat di bagi menjadi tiga bagian antara lain : a. Ritus bagian dari perpisahan, manusia melepaskan kedudukannya yang semula. b. Ritus bagian dari peralihan, manusia yang dianggap mati dan dalam keadaan seperti tak tergolong dalam lingkungan manapun. c. Ritus bagian dari integrasi, manusia diresmikan ke dalam tahap kehidupan dan lingkungan sosialnya yang baru. Contoh isu pariwisata yang mengacu pada teori Durkheim seperti yang diatas, antara lain : 1) Tempat-tempat suci seperti Sendangsono, Gua Maria Kerep Ambarawa dan Ganjuran. Saya melihat bahwa ritual-ritual yang sering sekali dilakukan adalah bagian dari memantapkan proses perpindahan siklus kehidupan dan pendewasaan diri. Peziarah-peziarah yang datang ke sana tidak sekedar melihat bagaimana indahnya tempat itu atau hanya sekedar melakukan wisata semata, tetapi nampaknya ada keyakinan yang teramat sangat dari peziarah yang



meyakini bahwa doa yang mereka panjatkan di bawah patung Yesus dan Maria merupakan bagian dari liminalitas. Kebutuhan untuk berziarah didasarkan pada permasalahan-permasalah hidup yang membuat umat merasa terhimpit dan tertekan sehingga mereka membutuhkan kekuatan untuk melanjutkan kehidupan mereka. Mereka meyakini bahwa pengalaman berjumpa dengan Allah melalui perziarahan mampu memberikan kekuatan baru dan memperkuat iman mereka pada Tuhan. Nah, proses transisi dalam kehidupan seseorang dimantapkan lewat ritual-ritual tertentu dan biasanya bersifat transendental. 2) Ritual haji, melalui tahap persiapan haji, pelaksanaan haji, dan pascaberhaji dengan pola perpisahan, perubahan, dan penyatuan kembali. 3) Upacara Ngaben, dalam hal ini upacara kematian berdasarkan tema berpikir bahwa peristiwa kematian manusia hanya merupakan suatu saat proses peralihan saja ke suatu kehidupan yang baru di alam baka atau juga berdasarkan tema berpikir bahwa individu yang mati harus diintegrasikan ke dalam kehidupannya yang baru di antara makhluk halus yang lain di alam baka. Pada dasarnya kehidupan manusia tidak luput dari adat, antara lain, lahir diterima secara adat, ketika menjelang dewasa dan menikah diiringi dengan adat, dan saat meninggal dihantar dengan adat. Secara antropologis perjalanan hidup manusia selalu melalui tahaptahap ritual peralihan (Rites of Passage). Menurut masyarakat Bali, ketika seseorang meninggal dunia, keluarga yang ditinggalkan harus melaksanakan ritual Ngaben. Ritual ini merupakan salah satu rangkaian upacara ritual untuk kematian. Rangkaian itu dimulai dari ritual mengurus jenasah hingga pembakaran. Dalam kebiasaannya upacara ini selalu dirayakan secara besar dan meriah sehingga mampu mengundang daya tarik dan perhatian segenap wisatawan yang berkunjung ke Pulau Dewata. Prosesi upacarapun biasanya tak luput dari jepretan kamera atau foto para wisatawan atau wartawan yang mengabadikan momenmomen penting dan bersejarah tersebut. Tentu saja upacara besar seperti Ngaben ini sendiri merupakan salah satu objek wisata yang wajib dilihat karna menjadi tradisi pemakaman yang unik yang hanya ada di Bali dan tentunya hal ini makin membuat Bali menjadi salah satu destinasi impian wisatawan.