Tesis 1 [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Ade
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TESIS



HUBUNGAN ANTARA PERUBAHAN KADAR NEURON SPESIFIC ENOLASE (NSE) DENGAN GLASGOW OUTCOME SCALE EXTENDED (GOSE) PADA PENDERITA CEDERA OTAK BERAT



Syauq Hikmi



PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN KLINIK JENJANG MAGISTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA



2018



i



Halaman Prasyarat Gelar Magister



TESIS HUBUNGAN ANTARA PERUBAHAN KADAR NEURON SPESIFIC ENOLASE (NSE) DENGAN GLASGOW OUTCOME SCALE EXTENDED (GOSE) PADA PENDERITA CEDERA OTAK BERAT



Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik pada



PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN KLINIK JENJANG MAGISTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 19 Oktober 2018



Oleh : Syauq Hikmi NIM. 011318206303



PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN KLINIK JENJANG MAGISTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2018



ii



Halaman Pernyataan Orisinalitas



Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.



19 Oktober 2018



Syauq Hikmi NIM. 011318206303



iii



Lembar Pengesahan



TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 19 OKTOBER 2018



Oleh



Pembimbing I



Pembimbing II



Prof. Dr. Abdul Hafid Bajamal, dr., Sp.BS(K) NIP. 19490408 197603 1 001



Dr.Windhu Purnomo, dr., MS NIP. 19540625 198303 1 002



Mengetahui, Ketua Program Studi Ilmu Kedokteran Klinik Jenjang Magister



Dr. dr. Aditiawarman, Sp.OG(K) NIP. 19581101 198610 1 002



iv



Halaman Pengesahan Panitia Penguji Tesis



Tesis ini diajukan oleh: Nama



: Syauq Hikmi, dr.



NIM



: 011318206303



Program Studi : Ilmu Kedokteran Klinik Jenjang Magister / Bedah Saraf Judul



: Hubungan Antara Perubahan Kadar Neuron Spesific Enolase (NSE) Dengan Glasgow Outcome Scale Extended (GOSE) Pada Penderita Cedera Otak Berat



Tesis ini telah diuji dan dinilai Oleh panitia penguji pada PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN KLINIK JENJANG MAGISTER Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Pada tanggal 19 Oktober 2018



Panitia Penguji, 1. Ketua



: Prof. Dr. I Ketut Sudiana, drs., MSi



2. Anggota



: Prof. Dr. Abdul Hafid Bajamal, dr., SpBS(K)



3. Penguji I



: Dr. Windhu Purnomo, dr., MS



4. Penguji II



: Dr. Agus Turchan, dr., SpBS(K)



5. Penguji III



: Dr. M. Arifin Parenrengi, dr., SpBS(K)



v



KATA PENGANTAR



Rasa syukur saya panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa, atas segala limpahan hidayahNya, sehingga penulis mendapat nikmat pengetahuan dalam menyelesaikan karya akhir ini, yang berjudul “Hubungan Antara Perubahan Kadar Neuron Spesific Enolase (NSE) Dengan Glasgow Outcome Scale Extended (GOSE) Pada Penderita Cedera Otak Berat”. Karya akhir ini merupakan tugas akhir Program Pendidikan Dokter Spesialis Bedah Saraf di bagian Ilmu Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo dan Ilmu Kedokteran Klinik Jenjang Magister Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga untuk menerapkan ilmu kedokteran yang berhubungan dengan bedah saraf. Penulis menyadari karya akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan dari kekurangan-kekurangan yang ada, sehingga karya akhir ini bisa bermanfaat. Bersama ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada: 1. Kepala



Departemen



Ilmu



Bedah



Saraf



Fakultas



Kedokteran



Universitas Airlangga – RSU Dr. Soetomo Surabaya Dr. Agus Turchan, dr., SpBS(K) 2. Kepala Program Studi Ilmu Bedah Saraf Universitas Airlangga, Dr. Eko Agus Subagio, dr., SpBS(K) 3. Sekretaris Program Studi Ilmu Bedah Saraf Universitas Airlangga, Dr. Asra Al Fauzi, dr., SpBS(K)



vi



4. Dosen pembimbing pertama saya yang telah membimbing dalam penyusunan Karya Akhir, Prof. Dr. Abdul Hafid Bajamal, dr., SpBS(K). 5. Dr. Windhu Purnomo, dr., MS, dosen pembimbing kedua yang telah membantu dalam penyusunan Karya Akhir ini. 6. Para Staf Departemen Ilmu Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo. 7. Kedua Orang tua dan keluarga atas dukungan moral, materi, dan doa 8. Teman-teman sejawat PPDS Ilmu Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo. 9. Serta pihak lain yang tidak mungkin penulis sebutkan satu-persatu atas bantuannya secara langsung maupun tidak langsung sehingga Karya Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Akhir kata, kami berharap Alloh SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Alloh SWT senantiasa memberikan rahmat yang berlimpah bagi kita semua.



Peneliti,



Syauq Hikmi



vii



Halaman



Pernyataan



Persetujuan



Publikasi



Karya



Ilmiah



untuk



Kepentingan Akademis



Sebagai sivitas akademik Universitas Airlangga, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama



: Syauq Hikmi



NIM



: 011318206303



Program Studi : Ilmu Kedokteran Klinik Jenjang Magister Departemen



: Ilmu Bedah Saraf



Fakultas



: Fakultas Kedokteran



Jenis Karya



: Tesis



demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Airlangga Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :



Hubungan Antara Perubahan Kadar Neuron Spesific Enolase (NSE) Dengan Glasgow Outcome Scale Extended (GOSE) Pada Penderita Cedera Otak Berat



beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif



ini



Universitas



Airlangga



berhak



menyimpan,



mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.



Dibuat di Surabaya Pada tanggal 19 November 2018 Yang menyatakan



Syauq Hikmi



viii



ABSTRAK Hubungan Antara Perubahan Kadar Neuron Spesific Enolase (NSE) Dengan Glasgow Outcome Scale Extended (GOSE) Pada Penderita Cedera Otak Berat Hikmi S, Bajamal AH, Purnomo W Departemen Ilmu Bedah Saraf, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya, Indonesia Latar Belakang: Cedera otak akibat trauma merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak dan dewasa usia produktif. Indikator klinis tidak dapat memprediksi secara tepat trauma yang terjadi pada otak, oleh karena itu diperlukan suatu biomarker yang dapat memperkirakan cedera yang terjadi pada sel saraf sehingga dapat membantu diagnosis dan memprediksi keluaran pasien cedera otak. Neuron Specific Enolase (NSE) merupakan biomarker kerusakan otak akut yang terdapat di cairan cerebro spinal dan darah, akibat pecahnya membran sel neuron. Pada banyak pasien cedera otak, terutama COB, nilai NSE terus tinggi atau nilainya meningkat kembali oleh karena kerusakan otak sekunder. Oleh karena itu secara teori NSE memiliki potensi sebagai biomarker prognostik jangka panjang dan indikator terapi dalam perawatan intensif neurologis Tujuan: Menganalisis hubungan antara perubahan kadar NSE di dalam CSS dan darah perifer pada pasien cedera otak berat dengan Glasgow Outcome Scale Extended (GOSE) Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik longitudinal prospektif. Pengamatan dilakukan pada hari pertama dan hari ke-empat, saat keluar Rumah Sakit, 3 dan 6 bulan pasca cedera otak berat. Hasil: Rerata kadar NSE pada hari ke-1 lebih kecil dibandingkan dengan rerata kadar NSE pada hari ke-4. Hal ini menunjukan bahwa terjadi peningkatan kadar NSE serum pada pasien dengan cedera otak berat pada hari ke-4 pasca trauma dibandingkan pada hari ke-1. Peningkatan ini bermakna secara signifikan dengan nilai p 0,001 (< 0,05). Terdapat korelasi yang bermakna secara signifikan antara ΔNSE serum dengan GOSE bulan ke-3 (p=0,032). Namun korelasi antara ΔNSE serum dan GOSE bulan ke-3 dan ke-6 tidak didapatkan kemaknaan yang signifikan secara statistik (p>0,05). Uji korelasi antara ΔNSE CSS dengan GOSE tidak menunjukan adanya kemaknaan yang bermakna (p>0,05). Kesimpulan: Terdapat peningkatan kadar NSE serum dan CSS pada hari ke-4 pasca trauma dibandingkan pada hari ke-1 pada pasien cedera otak berat yang dirawat di RSUD dr. Soetomo. Terdapat korelasi antara perubahan kadar NSE serum dengan GOSE bulan ke-3 pada pasien cedera otak berat yang dirawat di RSUD dr. Soetomo. Kata Kunci: Biomarker, NSE, Cedera Otak, Cedera Otak Berat, GOSE



ABSTRACT



ix



Correlation Between Neuron Spesific Enolase (NSE) Level Changes And Glasgow Outcome Scale Extended (GOSE) In Severe Traumatic Brain Injury Patient Hikmi S, Bajamal AH, Purnomo W Departemen of Neurosurgery, Faculty of Medicine, Airlangga University Dr. Soetomo General Hospital Surabaya, Indonesia



Background: Traumatic brain injury is a major cause of death and disability in children and adults. Clinical indicators cannot predict precisely the trauma that occurs in the brain, therefore a biomarker is needed that can predict injuries in nerve cells, so that it can help to diagnose and predict the outcome of brain injury patients. Neurons Specific Enolase (NSE) is biomarker of acute brain injury that found in cerebrospinal fluid and blood due to the rupture of neuronal cell membranes. In many brain injury patients, especially severe Traumatic Brain Injury (TBI), the NSE level continues to be high or the level increases again due to secondary brain injury. Therefore, NSE has the potential as a long-term prognostic biomarker and an indicator of therapy in neurological intensive care Objective: To analyze the correlation between NSE levels change in CSF and peripheral blood in severe TBI patients with Glasgow Outcome Scale Extended (GOSE) Method: This study is a prospective longitudinal observational analytic study. Observations were made on the first day and the fourth day after leaving the hospital, 3 and 6 months after severe traumatic brain injury. Result: The mean NSE level on day 1 was smaller than NSE level on day 4. This shows that there is an increase NSE levels in serum in patients with severe TBI on the 4th day post-traumatic compared to the 1st day. This increase was significant with a p value of 0.001 ( 0.05). The correlation test between ΔNSE CSF and GOSE showed no significantly significant (p> 0.05). Summary: There was an increase in serum and CSF NSE levels on the 4th posttraumatic day compared to the 1st day in severe brain injury patients treated at the RSUD dr. Soetomo. There is a correlation between NSE serum changes and 3rd month GOSE in severe traumatic brain injury patients who are treated at RSUD dr. Soetomo. Keyword: Biomarker, NSE, Traumatic Brain Injury, Severe TBI, GOSE



x



DAFTAR ISI



Halaman Halaman Judul…………………………………………….........



i



Halaman Prasyarat Gelar Magister .............................................



ii



Halaman Pernyataan Orisinalitas ...................................................



iii



Lembar Pengesahan …………………………………………….



iv



Halaman Pengesahan Panitia Penguji Tesis ................................



v



Kata Pengantar…………………………………………………..



vi



Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan Akademis ....................................................



viii



Abstrak………………………………………………………….



ix



Abstract………………………………………………………….



x



Daftar Isi ………………………………………………………..



xi



Daftar Tabel ……………………………………...…………….



xv



Daftar Gambar ………………………………………………….



xvi



Daftar Singkatan ………………………………………………..



xvii



Bab 1



Pendahuluan



1.1



Latar Belakang ……………………………………..



1



1.2



Rumusan Masalah …………………………………..



4



1.3



Tujuan Penelitian



1.4



1.3.1



Tujuan Umum ……………………………….



4



1.3.2



Tujuan Khusus ……………………………….



4



Manfaat Penelitian



xi



Bab 2



1.4.1



Manfaat Ilmu …………………………………



5



1.4.2



Manfaat Terapan ……………………………..



5



Tinjauan Pustaka



2.1



Definisi Cedera Otak …………………………………



6



2.2



Epidemiologi …………………………………………



6



2.3



Klasifikasi Cedera Otak ……….……………………



8



2.3.1



Berdasarkan mekanisme trauma ……………



8



2.3.2



Berdasarkan derajat cedera …………………



8



2.3.3



Berdasarkan morfologi ………………..…….



9



2.4



Patofisiologi Cedera Otak ……………………………



9



2.5



Glasgow Coma Scale (GCS) …………………………



11



2.6



Glasgow Outcome Score (GOS) dan Glasgow Outcome Score



2.7



Bab 3



Extended (GOSE) ……………………………………



13



Neuron Spesific Enolase (NSE) ……………………..



18



2.7.1



20



Nilai Normal .................................................



Kerangka Konseptual dan Hipotesis



3.1



Kerangka Konseptual ………………...……………..



28



3.2



Hipotesis ………………….………………………..



30



Bab 4



Metode Penelitian



4.1



Jenis Penelitian ……………..……………………….



31



4.2



Populasi dan Sampel Penelitian ………………….…



31



4.2.1



Populasi ……………………………………..



31



4.2.2



Sampel Penelitian ………………….………..



31



4.2.3



Besar sampel dan Tehnik Penganmbilan sampel



31



xii



4.3



Kriteria Penelitian …………………………………….



32



4.3.1



Kriteria Inklusi …………….………………..



32



4.3.2



Kriteria Eksklusi ……………………………



32



4.4



Tempat Waktu dan Tenaga Pelaksana Penelitian …..



34



4.5



Variabel Penelitia…………………………………….



34



4.6



Definisi Operasional Penelitian ………...…………..



34



4.6.1



Cedera otak berat …………………………...



34



4.6.2



GCS …………...…………………………….



35



4.6.3



GOSE …………...…………………………..



35



4.6.4



Kadar Gula Darah.…………………………..



35



4.6.5



Jumlah Sel Darah Putih ..................................



35



4.6.6



Kadar NSE .....................................................



35



4.6.7



Status Neurologis ………...…………………



35



4.6.8



Jenis Kelamin ………………………………..



35



4.6.9



Cara pengambilan, penyimpanan, dan pengiriman



4.7



sampel …........................................................



36



4.6.10 Umur ……..………………………………….



36



4.6.11 Penyakit premorbid …………………………



36



4.6.12 Stabilisasi ….......……………………………



36



Alur Penelitian 4.7.1



Informed Consent ………….....……………..



37



4.7.2



Prosedur tetap penatalaksanaan cedera kepala



38



4.7.3



Kontrol tekanan intracranial...………………



39



4.7.4



Prosedur tetap pemasangan monitor TIK ……



40



xiii



4.7.5 4.8



Bab 5



Pemeriksaan CT scan kepala..………………



40



Teknik Analisa Data .............................…………….



41



4.8.1



Rerata dan simpangan baku …………............



41



4.8.2



Uji Korelasi ……………..…………………..



41



Hasil Penelitian



5.1



Profil Klinis Subjek Penelitian ....................................



5.2



Perbedaan antara kadar NSE serum dan LCS hari pertama dan keempat pasca trauma.............................



5.3



43



44



Hubungan antara delta (Δ) NSE serum hari pertama dan keempat dengan GOSE saat KRS, bulan ketiga dan bulan keenam pasca trauma pada pasien cedera otak berat ..



5.4



45



Hubungan antara delta (Δ) NSE LCS hari pertama dan keempat dengan GOSE saat KRS, bulan ketiga dan bulan keenam pasca trauma........................................



46



Bab 6



Pembahasan ................................................................



48



Bab 7



Penutup



7.1



Kesimpulan ................................................................



52



7.2



Saran ..........................................................................



52



Daftar Pustaka ..............................................................................



53



xiv



DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Data Penderita Cedera Otak RSUD dr. Soetomo .......



6



Tabel 2.2 Glasgow Coma Scale ……………………...…………



10



Table 2.3 Glasgow Outcome Scale ……………………………...



11



Tabel 2.4 Glasgow Outcome Scale Extended (GOSE) ……….....



12



Tabel 2.5 Penelitian tentang NSE dan Cedera Otak Traumatik ...



21



Tabel 2.6 Hubungan antara kadar NSE dan mortalitas pasien cedera otak traumatik.....................................................



23



Tabel 2.7 Hubungan antara NSE dan outcome buruk pada pasien cedera otak Traumatik .....................................................



23



Tabel 4.1 Glasgow Outcome Scale Extended (GOSE) .................



39



Tabel 5.1 Demografi Subjek Penelitian ........................................



41



Tabel 5.2 Distribusi status GOSE subjek penelitian pada saat KRS, bulan ke 3 dan bulan ke 6 ..............................................



42



Tabel 5.3 Perbedaan antara kadar NSE Serum dan CSS Hari ke-1 dan ke-4 pasca trauma ...................................................



43



Table 5.4 Hubungan antara ΔNSE serum dengan GOSE KRS, bulan ke-3 dan ke-6 ....................................................... Tabel 5.5



44



Hubungan antara ΔNSE serum dengan GOSE KRS, bulan ke-3 dan ke-6 .......................................................... .



44



Tabel 5.6 Kadar NSE serum dan NSE CSS pada kelompok GOSE unfavorable .................................................................



45



Tabel 5.7 Kadar NSE serum dan NSE CSS pada kelompok GOSE Favorable ................................................................... xv



45



DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1



Lembar interview penilaian GOSE .......................



Gambar 5.1



Jenis Kelamin Sampel Penelitian ............................ 44



xvi



14



DAFTAR SINGKATAN



Lambang/Singkatan Arti dan Keterangan ARAS



Ascending Activating Reticular System



ATP



Adenosine Tri Phospat



BBB



Blood Brain Barrier



CBF



Cerebral Blood Flow



CMRO2



Cerebral Metabolic Rate Oxygen



CO2



Carbondioxyde



COB



Cedera Otak Berat



COR



Cedera Otak Ringan



COS



Cedera Otak Sedang



CPP



Cerebral Perfusion Pressure



CSS



Cairan Serebrospinal



CT-SCAN



Computed Tomography Scan



CVR



Cerebral Vascular Resistance



DAI



Diffuse Axonal Injury



DBP



Diastolic Blood Pressure



DVI



Diffuse Vascular Injury



EDH



Epidural Hematome



EDRF



Endothelial-Derived Relaxing Factor



GCS



Glasgow Coma Scale



GOS



Glasgow Outcome Scale



GOSE



Glasgow Outcome Scale Extended



xvii



ICH



Intracerebral Hemorrhage



IRD



Instalasi Rawat Darurat



MAP



Mean Arterial Pressure



MLS



Midline Shift



MRI



Magnetic Resonance Imaging



NO



Nitric Oxyde



NSE



Neuron Spesific Enolase



O2



Oxygen



PaCO2



Carbondioxyde Pressure Arterial



PaO2



Oxygen Pressure Arterial



pCO2



Carbondioxyde Pressure



PO2



Oxygen Pressure



PTA



Post Traumatic Amnesia



SAH



Subarachnoid Hemorrhage



SBP



Sistolic Blood Pressure



SIADH



Sindroma Inapropriate Anti Diuretic Hormon



SDH



Subdural Hematome



TIK



Tekanan Intrakranial



ΔV



Delta Volume



ΔP



Delta Pressure



xviii



BAB 1 PENDAHULUAN



1.1 Latar belakang Cedera otak akibat trauma merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak dan dewasa usia produktif (Brain Trauma Foundation 2000). Secara umum insidensi cedera kepala meningkat dengan tajam sejalan dengan meningkatnya penggunaan sepeda motor pada negara dengan penghasilan rendah sampai menengah. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2020 kecelakaan lalu lintas (KLL) akan menjadi penyebab penyakit dan trauma ketiga terbanyak di dunia. (Maas, et al. 2008). Cedera otak menjadi “silent epidemic” kerena menimbulkan komplikasi berupa perubahan pola pikir, sensasi, bahasa atau emosi yang mungkin tidak terlalu terlihat, selain itu rendahnya kepedulian masyarakat terhadap cedera otak. (Maas, et al. 2008). Dampak buruk pada seseorang yang mengalami cedera otak bukan hanya pada dirinya tapi juga keluarga mereka, karena menyebabkan produktivitas menurun sehingga potensi pendapatan menjadi berkurang (Murthy 2008). Sebagian besar (70,0%) korban KLL di Indonesia adalah pengendara sepeda motor yang berusia produktif (15-55 tahun) dan berpenghasilan



rendah.



Kematian



akibat



KLL



menunjukkan



kecenderungan yang meningkat, yaitu dari 1% pada tahun 1986, menjadi 1,5% pada tahun 1992, 1,9% pada tahun 1995, 3,5% pada tahun 1998 dan menjadi 5,7% di tahun 2001. Cedera kepala (33,2%) menempati peringkat



1



2



pertama pada urutan cedera yang dialami oleh korban KLL (Riyadina 2009). Data POLRI tahun 2011 mencapai 108.696 jumlah kecelakaan dengan 31.195 korban meninggal dan 35.285 mengalami luka berat, serta 55,1% dari data tersebut mengalami cedera otak. (Lumandung, Siwu dan Mallo 2011). Saat ini neurotrauma menjadi masalah kesehatan masyarakat yang membutuhkan perhatian serius untuk terus dilakukan usaha pencegahan dan penanganan.



Di RSUD dr. Soetomo angka kematian pada kasus



cedera otak berat pada tahun 2013 sebesar 48,1% (Pedoman Tatalaksana Cedera Otak 2014). Karena itu diperlukan penanganan yang terpadu dari berbagai disiplin ilmu yang terkait guna menurunkan angka morbiditas dan mortalitas cedera otak. Kesulitan dalam diagnosis dan memperkirakan keluaran setelah cedera otak berhubungan dengan keterbatasan sarana pemeriksaan klinis dan neuroimaging. Indikator klinis tidak dapat memprediksi secara tepat trauma yang terjadi pada otak, oleh karena itu diperlukan suatu biomarker yang dapat memperkirakan cedera yang terjadi pada sel saraf sehingga dapat membantu diagnosis dan memprediksi keluaran pasien cedera otak. Pengembangan dan penggunaan biomarker untuk penilaian keparahan cedera otak menarik untuk dipelajari karena biomarker bisa menjadi alat yang sederhana dan cepat untuk menfasilitasi pengalokasian sumber daya kesehatan utama yang dibutuhkan dalam penanganan cedera otak (Schmechel, et al. 1978).



3



Neuron Specific Enolase (NSE) merupakan biomarker kerusakan otak akut yang terdapat di cairan cerebro spinal dan darah, akibat pecahnya membran sel neuron (Kochanek 2013) yang merupakan marker yang sensitif dari cedera otak akibat hipoksia, iskemik, dan trauma kerusakan pada sistem saraf pusat. NSE dengan kelebihan masa paruhnya yang lebih lama di darah dibandingkan biomarker lainnya, dapat menunjukkan adanya proses inflamasi otak dan kematian sel neuron (Kochanek 2013; Shinozaki 2009; Snyder-Ramos 2003). NSE biasanya tidak disekresikan, tapi ketika akson rusak, NSE dikeluarkan untuk mempertahankan homeostasis, oleh karena itu NSE adalah satu-satunya penanda biokimia yang secara langsung menilai kerusakan fungsional suatu neuron. Pada banyak pasien cedera otak, terutama COB, nilai NSE terus tinggi atau nilainya meningkat kembali oleh karena kerusakan otak sekunder. Selain itu, pada pasien dengan cedera otak yang luas dan cedera otak sekunder yang lebih parah, kadar NSE terus meningkat. Kadar NSE tidak hanya bisa mencerminkan tingkat kerusakan otak primer, tetapi juga mencerminkan progresifitas kerusakan otak sekunder, karena itu secara teori NSE memiliki potensi sebagai biomarker prognostik jangka panjang dan indikator terapi dalam perawatan intensif neurologis (Cheng, et al. 2014). NSE bisa diukur pada cairan serebrospinal (CSS) dan darah perifer setelah kerusakan sel saraf, sehingga memungkinkan untuk memprediksi lebih awal keluaran cedera otak (Ergun et al. 1998; Ross, et al. 1996).



4



1.2 Rumusan Masalah Apakah ada hubungan antara perubahan kadar NSE dalam CSS dan darah perifer pada pasien cedera otak berat fase akut pada hari ke-1 dan ke-4 dengan Glasgow Outcome Scale Extended (GOSE)



1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1



Tujuan umum Menganalisis hubungan antara perubahan kadar NSE di dalam CSS dan darah perifer pada pasien cedera otak berat dengan Glasgow Outcome Scale Extended(GOSE)



1.3.2



Tujuan khusus 1. Mengetahui kadar NSE dalam CSS pada hari ke-1 2. Mengetahui kadar NSE dalam darah perifer pada hari ke-4 3. Mengetahui kadar NSE dalam CSS pada hari ke-1 4. Mengetahui kadar NSE dalam darah perifer pada hari ke-4 5. Membandingkan kadar NSE dalam CSS antara hari ke-1 dengan hari ke-4 6. Membandingkan kadar NSE dalam darah perifer antara hari ke-1 dengan hari ke-4 7. Menganalisis hubungan antara perubahan kadar NSE dalam CSS dengan Glasgow Outcome Scale Extended(GOS) pada saat keluar RS, bulan ke-3, dan ke-6



5



8. Menganalisis hubungan antara perubahan kadar NSE dalam darah perifer dengan Glasgow Outcome Scale Extended (GOS) pada saat keluar RS, bulan ke-3, dan ke-6 9. Membandingkan kadar NSE serum dan kadar NSE CSS dengan Glasgow Outcome Scale Extended (GOSE)



1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1



Manfaat Ilmu Mengetahui hubungan perubahan kadar NSE di dalam CSS dan darah perifer setelah cedera otak berat dengan tingkat keluaran pasien dinilai dengan skala Glasgow Outcome Scale Extended (GOSE)



1.4.2



Manfaat Terapan Manfaat penelitian ini adalah: 1. Memperkuat bukti bahwa perubahan kadar NSE di dalam CSS dan darah perifer setelah cedera otak berat dapat digunakan sebagai penanda biokimia untuk kerusakan sel otak serta dapat digunakan sebagai faktor prognostik cedera otak yang akurat. 2. Sebagai dasar dalam penatalaksanaan perawatan pasien cedera otak berat selanjutnya.



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Definisi Cedera Otak Cedera otak berbeda dengan cedera kepala, meskipun sering disamakan. Cedera kepala adalah trauma fisik yang mengenai tulang tengkorak, tulang wajah atau kerusakan jaringan lunak pada wajah atau kepala tanpa disertai adanya defisit neurologis yang menyertai. Sedangkan cedera otak didefinisikan sebagai trauma fisik yang mengenai wajah atau kepala dan mengenai susunan saraf pusat yang mengakibatkan adanya defisit neurologis (Narayan, et al. 1996). Cedera otak merupakan proses patologis pada jaringan otak yang bersifat non degeneratif, non kongenital, sebagai akibat kekuatan mekanis dari luar yang bisa menyebabkan gangguan fungsi kognitif, fisik dan psikososial yang bersifat menetap ataupun sementara dan disertai perubahan dan hilangnya tingkat kesadaran (Dawodu 2011).



2.2 Epidemiologi Cedera otak menjadi penyebab utama kecacatan dan kematian di Indonesia, dan merupakan masalah yang banyak dihadapi oleh ahli bedah saraf. Data kejadian cedera otak di Indonesia belum ada, tetapi diperkirakan setiap tahun di Indonesia insiden terjadinya cedera otak berkisar antara 200300 per 100.000 penduduk. Dari jumlah kejadian cedera otak tersebut, proporsi penyebab cedera otak terbanyak karena KLL (45%), jatuh dari ketinggian (35%), kecelakaan kerja (10%), cedera yang terjadi pada saat



6



7



olahraga (5%), dan karena perkelahian atau peperangan (5%) (Djaja, et al. 2002). Cedera otak atau neurotrauma, masih merupakan masalah yang serius di RSUD dr. Soetomo. Dari data pasien cedera otak yang datang ke RSUD dr. Soetomo sejak Januari 2002 hingga Desember 2013 (Tabel 2.1), didapatkan : Tabel 2.1 Data Penderita Cedera Otak RSUD dr. Soetomo ∑ Penderita COB 455



Total Kematian



%



2002



∑ Penderita CO 2005



225



2003



1910



467



2004



1621



2005



11.22



Total Kematian COB 169



37.14



210



10.99



127



27.19



275



134



8.27



81



29.45



1670



199



103



6.17



65



32.66



2006



1588



195



98



6.17



49



25.13



2007



1231



159



75



6.09



30



18.85



2008



1339



196



81



6.05



38



19.34



2009



1487



209



76



5.11



29



13.87



2010



916



126



123



13.4



98



77.7



2011



1050



145



124



11.8



96



66.2



2012



1026



173



106



9.96



72



41.6



2013



1411



166



101



7.1



80



48.1



Tahun



%



Angka kematian pada semua kasus cedera otak berkisar antara 5,11%-13,4%. Angka ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan standar literatur internasional, yaitu berkisar antara 3%–8%. Berdasarkan tingkat



8



keparahannya, mortalitas pasien cedera otak berat masih tinggi, berkisar antara 18,85%–77,7%. Angka ini relatif tinggi dibanding dengan literatur yaitu 22%. Angka operasi berkisar antara 18,87%–25,27% dari seluruh pasien cedera otak yang datang ke IRD (Pedoman Tatalaksana Cedera Otak 2014).



2.3 Klasifikasi Cedera Otak 2.3.1



Berdasarkan mekanisme trauma Cedera otak dapat dibagi berdasarkan mekanisme traumanya, yaitu trauma tumpul dan trauma tembus. Trauma tumpul diakibatkan kecelakaan lalu lintas (KLL), jatuh dari ketinggian atau penganiayaan, sedangkan trauma tembus disebabkan luka tembak atau luka bacok. Penyebab tersering cedera otak adalah trauma tumpul langsung pada tulang kepala (Reilly, et al. 1997).



2.3.2



Berdasarkan derajat cedera Berdasarkan derajat beratnya cedera, cedera otak dibagi menjadi cedera otak ringan, sedang, dan berat (Winn 2011; Popp, et al. 1996). Derajat



kesadaran



yang



umum



digunakan



secara



internasional



menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) sebagai patokan. 1. Cedera otak ringan jika GCS 14-15. 2. Cedera otak sedang jika GCS 9-13. 3. Cedera otak berat jika GCS 3-8. 2.3.3



Berdasarkan morfologi Berdasarkan morfologi, dibedakan menjadi patah tulang kepala dan lesi intrakranial. Patah tulang kepala dapat terjadi dengan atau tanpa



9



kerusakan otak. Patah tulang kepala dibagi menjadi patah tulang tengkorak dan patah tulang dasar tengkorak. Patah tulang tengkorak bisa berupa patah tulang linier, depresi atau impresi. Berdasarkan adanya hubungan dengan luar intrakranial dibedakan lagi menjadi patah tulang tengkorak terbuka atau tertutup. Sedangkan patah tulang dasar tengkorak dibedakan berdasar ada tidaknya kebocoran dari cairan serebrospinal (CSS). Sedangkan untuk lesi intrakranial, dibedakan menjadi lesi fokal dan difus. Lesi fokal bisa berupa cedera vaskular seperti perdarahan epidural/ekstradura, perdarahan subdural dan perdarahan intraserebral, cedera axonal atau bisa berupa kontusional dan laserasi serebri. Pada lesi difus, dapat dibedakan menjadi cedera akson difus dan cedera vaskular difus. Cedera fokal sebagai akibat kerusakan setempat, secara makroskopis tampak sebagai suatu kerusakan yang berbatas tegas. Cedera difus berhubungan dengan disfungsi otak yang luas dan biasanya tidak tampak secara makroskopis (Reilly, et al. 2007).



2.4 Patofisiologi Cedera Otak Patofisiologi cedera otak bersifat kompleks, karena cedera otak bisa disebabkan mekanisme yang berbeda bahkan sebabnya bisa lebih dari satu. Proses patofisiologi cedera otak dibagi menjadi dua bagian, berdasar pada asumsi bahwa kerusakan otak fase awal disebabkan oleh kekuatan fisik, lalu segera diikuti suatu proses patologis yang sebagian besar bersifat permanen (Reilly, et al. 1997) :



10



1. Cedera otak primer, adalah cedera otak yang diakibatkan langsung dari efek mekanik dari luar otak yang menimbulkan kontusio dan laserasi parenkim otak dan kerusakan akson pada substansia alba hemisfer otak hinggá batang otak. Mekanisme yang dapat menyebabkan terjadinya cedera otak primer meliputi benturan langsung (direct impact), gaya akselerasi-deselerasi, efek kavitasi, gaya angularis, dan shock wave. 2. Cedera otak sekunder, yaitu cedera otak yang terjadi segera setelah cedera otak primer. Mekanisme cedera pada tingkat molekuler yang dapat terjadi langsung pada saat trauma terjadi dan berlanjut sampai dengan beberapa jam hingga beberapa hari. Mekanisme ini termasuk adanya pengeluaran neurotransmiter yang menyebabkan pengeluaran glutamat, suatu radikal bebas yang menyebabkan kerusakan pada membran sel. Cedera otak sekunder dapat juga karena adanya gangguan keseimbangan elektrolit, disfungsi dari mitokondria sel, respon inflamasi yang terjadi karena trauma, proses apoptosis, iskemia sekunder akibat terjadinya vasospasme, oklusi mikrovaskular fokal, atau suatu kerusakan vaskular. Cedera otak sekunder, dapat dicegah dan diterapi. Penatalaksanaan cedera otak difokuskan pada pencegahan terjadinya cedera otak sekunder dan terapi cedera otak primer yang terjadi.



Sebab dari cedera otak



sekunder ini terdiri dari dua faktor yaitu faktor ekstrakranial dan intrakranial.



Faktor



ekstrakranial



meliputi



hipoksia,



hipotensi,



hiponatremia, hipertermia, dan hipoglikemia. Jika faktor ini tidak dicegah akan menyebabkan berkurangnya sumber energi sel yaitu adenosine trifospat (ATP). Bila sumber energi tersebut berkurang maka dapat terjadi



11



malfungsi dari pompa membran sel, sehingga sel otak bisa mati atau terjadi edema. Jika terjadi edema otak maka tekanan intrakranial (ICP) akan naik sehingga akan mengurangi



tekanan perfusi serebral (CPP).



Padahal CPP ini, bila semakin tinggi, tingkat keluaran dari pasien akan semakin baik (Reilly, et al. 1997). Sedangkan faktor intrakranial meliputi perdarahan, edema otak, dan infeksi. Keparahan cedera otak sekunder sangat tergantung penyebabnya. Pada perdarahan otak, mekanisme cedera otak sekunder adalah akibat kompresi langsung pada korteks otak yang ada di bawahnya, sehingga timbul kerusakan otak iskemik yang bersifat lokal dan terjadi pergeseran otak. Cedera otak iskemik cenderung fokal namun bila peningkatan tekanan intrakranial yang terjadi dibiarkan maka akan menyebabkan penurunan aliran darah otak dan akhirnya terjadi kerusakan otak iskemik yang bersifat global. Konsekuensi akhir dari proses adalah penurunan ketersediaan ATP yang akan menyebabkan kegagalan pompa membran sehingga sel akan mengalami edema atau kematian. (Bazan, et al. 1995)



2.5



Glasgow Coma Scale (GCS) Diperkenalkan dan digunakan pertama kali oleh Teasdale dan Jennet tahun 1974. Kemudian direvisi pada tahun 1976 dengan tambahan pada pemeriksaan subskala motorik “gerakan menarik (withdrawal) saat diberikan stimulus nyeri” (Teasdale, et al. 1976). Hingga sekarang GCS menjadi ukuran derajat kesadaran yang paling banyak digunakan untuk menilai keparahan cedera otak. Karena bisa digunakan berulang untuk



12



menilai perbaikan atau perburukan selama perawatan. GCS terdiri tiga komponen, yaitu mata, bicara, dan motorik, digunakan untuk menilai respon terbaik terhadap stimulus yang diberikan berupa perintah verbal bila pasien dapat mengikuti perintah, atau berupa stimulus nyeri bila pasien tidak dapat mengikuti perintah. GCS digunakan utuk menilai tingkat kesadaran, bukan fungsi dari setiap komponennya (Tabel 2.3) Penilaian GCS harus dibuat dalam kondisi pasien sudah dilakukan resusitasi hemodinamik dan paru dan tidak dalam kondisi tersedasi atau dalam pengaruh obat-obatan sedatif atau paralisis otot. (Valadka, et al. 2005) Tabel 2.2 Poin



Glasgow Coma Scale (Teasdale, et al. 1976)



Buka Mata



Verbal



Motorik



6



-



-



Menuruti perintah



5



-



Orientasi baik



Melokalisir nyeri



4



Spontan



Disorientasi atau



Menjauhi nyeri



bingung 3



Respon terhadap Kalimat tidak bisa perintah



2



1



Fleksi (dekortikasi)



dipahami



Respon terhadap Kata-kata tidak jelas



Ekstensi



nyeri



artinya



(deserebrasi)



Tidak ada



Tidak ada respon



Tidak ada respon



respon 2.6 Glasgow Outcome Scale (GOS) dan Glasgow Outcome Scale Extended (GOSE)



13



Glasgow outcome scale adalah skala yang biasa digunakan dan telah diterima secara luas sebagai ukuran standar untuk menggambarkan keluaran setelah cedera otak yang dibagi menjadi lima kategori yaitu meninggal, vegetative state, kecacatan berat, kecacatan sedang dan perbaikan yang baik. GOS dinilai secara beragam: 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan setelah cedera. Keluaran pasien cedera otak merupakan proses yang dinamis dan bergantung waktu. Semakin panjang periode follow up semakin menyakinkan data yang didapat, tetapi ini sebanding dengan kenyataan tingginya pasien yang hilang dari follow up. (Choi, et al. 1983) Table 2.3



Glasgow Outcome Scale (Jennett, et al. 1975)



Skor Kategori 5



Good Recovery : Hidup normal dengan defisit minor. Pasien mampu bermasyarakat, bekerja. Kelainan neurologis minimal



4



Moderate Disability (independent but disabled) : Dapat melakukan aktivitas sehari-hari kehilangan sebagian memori, perubahan kepribadian, hemiparese, disfasia, ataxia, post traumatic epilepsy, kelainan saraf kranialis berat.



3



Severe Disability (Conscious but dependent) : Aktivitas sehari hari bergantung kepada bantuan orang lain. Cacat berat. Lumpuh spastik, disfasia, disarthria, komunikasi sangat terbatas. Demensia.



2



Persistent Vegetatif State : Tidak mampu untuk mengikuti perintah dan berkomunikasi



1



Death



14



Skala yang baru yaitu GOS extended (GOSE) (table 2.4) lebih terperinci mengelompokkan penderita ke dalam delapan kategori, dengan membagi kategori kecacatan berat, kecacatan sedang, dan perbaikan baik ke dalam kategori atas (upper) dan bawah (lower) (Valadka dan Andrews 2005) Tabel 2.4. Glasgow Outcome Scale Extended (GOSE) (Wilson, et al. 1997) Score



Description



1 Dead



-



2 Vegetative State (VS)



Condition of unawareness with only reflex response but with periods of spontaneous eye opening



3 Low Severe Disability (SD-)



Patient who is dependent for daily



4 Upper Severe Disability (SD+)



support



for



mental



or



physical



disability, usually a combination of both. If the patient can be left alone for more than 8 hours at home it is upper level of SD, if not then it is low level of SD. 5 Low Moderate Disability (MD-)



Patients have some disability such as



6 Upper Moderate Disability (MD+)



aphasia, hemiparesis or epilepsy and/or deficits of memory or personality but are able to look after themselves. They are independent at home but dependent outside. If they are able to return to work even with special arrangement it is upper level of MD, if not then it is low level of MD.



15



7 Low Good Recovery (GR-)



Resumption of normal life with the



8 Upper Good Recovery (GR+)



capacity to work even if pre-injury status has not been achieved. Some patients have minor neurological or psychological deficit. If these deficits are not disabling then it is upper level of GR, if disabling then it is lower level of GR.



16



17



Gambar 2.1 Lembar interview penilaian GOSE. ( Wilson, Pettigrew dan Teasdale 1997)



18



2.7 Neuron Spesifik Enolase (NSE) Enolase atau 2-fosfo-D-gliserat hidrolase merupakan enzim untuk metabolisme energi dan terdapat dalam sitoplasma sel (Molnar 2009). Enolase adalah salah satu enzim dari jalur glikolitik untuk mengubah glukosa menjadi



piruvat.



Enolase



mengubah



2-fosfo-D-gliserat



menjadi



fosfoenolpiruvat. Enolase merupakan dimer dari dua subunit, alfa, beta, atau gamma. Terdapat lima isoenzim enolase, yang tergantung pada subunit penyusun dimer: aa, bb, gg, ab, ag. Enolase otak hanya terdiri atas subunit alfa dan gamma; neuron hanya terdiri atas enolase gamma- gamma, jaringan neuroektodermal mungkin memiliki alfa-gamma atau gamma-gamma, dan glia hanya terdiri atas enolase alfa-afa, yang hampir identik dengan enolase hati, juga terdiri atas enolase alfa-alfa. Enolase gamma disebut sebagai Neuron-Specific Enolase (NSE) karena kekhususan neuronnya. NSE terdiri atas dua subunit gamma dalton 39.000 yang identik dan memiliki berat molekul 78.000 dalton (Yardimoğlu 2008). Enolase



(2-phospho-D



glycerate



hydrolyase



atau



hidratase



phosphopyruvate, EC 4.2.1.11) adalah enzim glikolitik yang mengubah 2phospho-D glycerate menjadi



fosfoenolpiruvat. Ini adalah protein yang



secara fungsional aktif sebagai heterodimer yang dirakit dari kombinasi tiga subunit: α, ß dan γ. Isoenzim γγ dan αγ disebut sebagai Neuron-Spesific Enolase (NSE) karena awalnya dianggap isoenzim tersebut eksklusif hanya ditemukan di sel saraf (neuron). Namun, kemudian tampak bahwa sel-sel neuroendokrin dan beberapa sel non-saraf dan non-neuroendokrin juga mengandung NSE. Berbeda dengan sel saraf (neuron) yang mengandung



19



isoenzim γγ, sel non-neuronal banyak mengandung isoenzim αγ (Lima, et al. 2004). NSE terdeteksi dalam serum dan cairan serebrospinal (CSS) dengan menggunakan teknik penetapan radioimmunologi standar (RIA) (Zetterberg 2013; Molnar 2009). RIA yang tersedia secara komersial merupakan RIA antibodi ganda yang berdasarkan pada teknik yang digambarkan oleh Molnar (2009). NSE merupakan biomarker kerusakan otak akut yang terdapat di cairan cerebro spinal dan darah, akibat pecahnya membran sel neuron (Kochanek 2013) yang merupakan marker yang sensitif dari cedera otak akibat hipoksia, iskemik, dan trauma kerusakan pada sistem saraf pusat. NSE dengan kelebihan masa paruhnya yang lebih lama di darah dibandingkan biomarker lainnya, dapat menunjukkan adanya proses inflamasi otak dan kematian sel neuron (Kochanek 2013; Shinozaki 2009; Snyder-Ramos 2003). Tingginya kadar NSE berhubungan dengan cedera sel neuron (Rabinowicz 1995). Selain diekspresikan khusus di neuron, NSE memiliki stabilitas yang tinggi didalam cairan biologi, sebagai protein yang larut bebas dalam sitoplasma, dan dapat dengan mudah menyebar ke ekstraseluler dan CSS saat membran sel saraf terluka. Oleh karena itu, pengukuran NSE dalam CSS (cNSE) dapat menjadi penanda kerusakan sel saraf (Lima, et al. 2004). NSE diasumsikan merupakan suatu enzim yang berasal dari sitoplasma sel yang dikeluarkan saat terjadi kerusakan sel. (Bharosay, et al. 2011)



20



Beberapa studi telah menunjukkan bahwa cNSE dapat diandalkan untuk estimasi keparahan cedera sel saraf, seperti pada pasien dengan manifestasi klinis yang serius seperti dalam kasus stroke, cedera kepala, ensefalopati anoksi, encefalitis, metastasis otak dan status epileptikus. Pada kasus kronis hasilnya konsisten karena terjadi peningkatan cNSE di tahap awal gangguan neurodegeneratif, lalu diikuti penurunan bertahap dengan berkembangnya penyakit.



2.7.1



Nilai Normal NSE Di otak orang dewasa, konsentrasi NSE yang lebih tinggi ditemukan di gray matter (misalnya, neokorteks) dan kadar yang lebih rendah di white matter (misalnya, traktus piramidalis dan korpus kalosum). NSE juga dilaporkan terdapat di trombosit dan sel darah merah. Adanya NSE dalam sel darah merah secara klinis relevan karena hemolisis ringan sebesar 2% sudah bisa meningkatkan kadar serum NSE (sNSE) lima kali lipat. Kadar konsentrasi serum tinggi serum NSE tinggi ditemukan pada kasus cedera otak traumatik berhubungan dengan keparahan cedera. Dalam cedera otak berat traumatik, NSE berkorelasi dengan hasil klinis. Biasanya, meningkat dalam 12 jam pertama setelah trauma dan kemudian menurun dalam beberapa jam dan hari. Peningkatan sekunder bisa pada pasien yang kondisinya memburuk. Kadar NSE normal dalam serum darah perifer adalah 8,7 ± 3,9 ng / ml (laki-laki 8,9 ± 3,9, perempuan 8,3



21



± 4,0). Konsentrasi NSE dalam CSS adalah 17,3 ± 4,6 ng / ml (laki-laki 17,4 ± 4,2, perempuan 17,0 ± 5,2) (Bharosay, et al. 2011). Menurut Ko (1990) yang menggunakan teknik RIA yang sama, melaporkan nilai NSE serum rata-rata pada 20 anak normal adalah 8,38 ng/mL (SD 4,4 ng/mL), dengan kisaran 3,5-15,2 ng/mL. Schaarschmidt (1994) melaporkan NSE serum rata-rata sebesar 10,8 ng/mL, kisaran, 2-20 ng/mL; batas normal kurang dari 30 ng/mL). Palmio (2001) melaporkan kadar NSE pada populasi normal dalam CSS dan serum masing-masing adalah 17,3±4,6 dan 8,7±3,9 ng/mL. Populasi normal didefinisikan sebagai subjek yang tidak mengalami proses vaskular atau proses inflamasi sistem saraf pusat. Cut off point NSE adalah lebih dari 80 ng/mL, NSE memiliki spesifisitas 100% dengan sensitivitas 63% pada kerusakan otak akut (Reisinger 2007). Tingkat CSS NSE awalnya dilaporkan oleh Royds pada tahun 1981, yang juga menggunakan teknik RIA. CSS normal diperoleh dengan pungsi lumbal pada 40 subjek yang menjalani mielografi, dan nilai dilaporkan dalam satuan internasional (Persson 1987). Persson (1987) melaporkan tingkat CSS NSE pada 16 subjek yang menjalani pungsi Iumbal rutin untuk sakit kepala atau pusing atau menjalani mielografi. Nilai CSS NSE kurang dari 2 ng/mL pada 15 subjek kontrol dan 2,4 ng/mL pada satu subjek. Correale (1998) juga meneliti tingkat CSS NSE, mereka



22



mengambil CSS dari 26 subjek kontrol normal yang menjalani pungsi lumbal untuk anestesi spinal pada prosedur ortopedi rutin yang terbukti tidak mengidap epilepsi atau penyakit CNS aktif. CSS NSE rata-rata untuk 26 kontrol (13 pria dan 13 wanita, usia rata-rata 38,6 tahun [SD 11,3 tahun]) adalah 10,76 ng/mL ± 3,08 ng/mL (kisaran, 4-18 ng/mL). Ditetapkan rentang tidak normal bila >20 ng/mL, batas normal yang ditetapkan dengan rata-rata ditambah 3 kali SD (Correale 1998). Jika



NSE



spesifik



pada



neuron



dan



jaringan



neuroektodermal, apakah NSE juga spesifik pada cedera neuron? Pertanyaan utama dari kekhususan NSE pada cedera neuronal dan bukan pada cedera glial dijawab oleh Lafon-Cazol (1992) dan Zetterberg (2013), mereka meneliti pelepasan NSE pada neuron (sel granula serebelum) dan sel glial yang dikultur setelan paparan pada fenazina metosulfat, suatu toksin neuronal spesifik, ternyata NSE pada kultur neuron lebih tinggi dari NSE sel glia. Ini membuktikan bahwa NSE spesifik untuk neuron. Lafon-Cazal (1992) memberikan bukti invitro bahwa kematian sel neuron disela dengan peningkatan kadar NSE yang signifikan sehingga NSE merupakan sarana yang sangat baik untuk mengukur kematian sel neuron. NSE merupakan penanda yang kuat pada model serebral iskemia hewan coba, termasuk infark fokal dan iskemia global (Zetterberg 2013; Palmio 2001). Tingkat CSS NSE memiliki



23



korelasi dengan durasi iskemia dan ukuran infark serebral. Hatfield (1992) dengan penyumbatan model arteri serebral media tikus, menemukan korelasi yang baik antara CSS NSE dan volume infark serebral. NSE juga merupakan penanda untuk iskemia global pada manusia, beberapa penyebab iskemia global antara lain: henti jantung, status epileptikus, tenggelam (Molnar 2009; Palmio 2001). Penelitian hubungan kadar CSS NSE sebagai biomarker kerusakan otak dengan prognostik pasien hypoxic ischemic encephalopathy setelah henti jantung telah dilakukan terdahulu oleh Roine pada tahun 1989 dan Martens pada tahun 1998 (Zandbergen 2001). Roine meneliti kadar NSE pada CSS dan serum, dan tingkat CSS CK-BB (brain-type creatine kinase isozyme) setelah henti jantung (cardiac arrest) di luar rumah sakit, dan hasil korelasinya dengan tingkat penanda tersebut. Tingkat CSS NSE rata-rata sebesar 99,7 ng/mL. pada orang yang menunjukkan hasil yang buruk setelah henti jantung, dibandingkan sebesar 10,7 ng/mL pada orang yang menunjukkan hasil baik dan 6,4 ng/mL pada kontrol normal. Tidak ada subjek dengan tingkat CSS NSE yang lebih besar dari 24 ng/mL pulih dengan baik (terjadi kecacatan), tingginya kadar NSE memprediksi prognosis yang buruk. Serum NSE, meskipun kurang sensitif pada cedera otak dibandingkan CSS NSE, memiliki kekhususan yang tinggi untuk memprediksikan hasil yang baik dan buruk. Saat kadar NSE serum lebih besar dari 17 ng/mL, serum NSE dengan tepat memprediksi hasil yang buruk pada 79% subjek.



24



Kittaka (1997) menemukan bahwa NSE merupakan penanda yang baik yang digunakan untuk meneliti pengobatan baru untuk iskemia fokal. Mereka meneliti hubungan antara NSE dan volume infark pada hewan coba yang dilakukan ligasi a.carotisnya. 10



menit



setelah



ligasi



a.carotis,



diberikan



nicardipine



intraperitoneal sebesar 1,2 mg/kg, diberikan kepada delapan tikus Nicardipine kemudian diberikan lagi pada 8, 16, 24 jam. Tikus yang diobati dengan nicardipine mengalami penurunan ukuran stroke 19% dibandingkan dengan tikus kontrol yang tidak diobati. Kadar NSE



pada tikus



yang mengalami



ligasi



a.carotis



dibandingkan tikus kontrol tampak meningkat secara signifikan tiga kali lipat, pada 24 jam Menariknya, tikus yang diobati dengan nicardipine menunjukkan kadar NSE 50% lebih rendah pada 24 jam, pengurangan 42% pada 48 jam, dan penurunan 59% pada 72 jam. Penelitian ini memberikan bukti yang kuat bahwa NSE mungkin menjadi alat penyaring yang sangat baik untuk terapi baru pada stroke (Kittaka 1997).



25



Tabel 2.5. Penelitian tentang NSE dan Cedera Otak Traumatik (Cheng, et al. 2014)



26



27



Tabel 2.6 Hubungan antara kadar NSE dan mortalitas pasien cedera otak traumatik (Cheng, et al. 2014)



Tabel 2.7 Hubungan antara NSE dan outcome buruk pada pasien cedera otak traumatik. (Cheng, et al. 2014)



BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS



3.1.



Kerangka Konseptual Cedera Otak Berat



Kerusakan Akson dan Neuroglia



Cedera langsung pada Sel Neuron Otak



Kerusakan Vaskuler



Gangguan Metabolisme Sel Neuron Otak



Iskemia Otak Kerusakan membran sel neuron otak



Proses Neuroinflamasi



NSE dalam sitoplasma keluar dari sel neuron otak



NSE CSS



Perubahan kadar NSE



Kerusakan Sel Neuron Otak



Gangguan Fungsi Otak



NSE serum Outcome GOSE



Faktor Eksternal



Yang diteliti Yang tidak diteliti



28



29



Cedera otak bisa menyebabkan perubahan pada struktur dan biokimia dari otak yang terdiri dari sel neuron, akson, sel neuroglia dan vaskular. Cedera otak juga mengakibatkan kerusakan pada sel saraf otak (neuron) baik secara langsung atau secara tidak langsung. Gangguan langsung pada neuron akibat benturan linier maupun rotasional, sehingga terjadi kerusakan sel otak. Gangguan tidak langsung akibat perubahan sirkulasi pembuluh darah otak, sehingga bisa terjadi iskhemia. Kerusakan otak iskemik disebabkan oleh faktor seperti hipotensi, hipoksia, peningkatan ICP, edema, kompresi fokal jaringan, kerusakan mikrovaskuler dan vasospasme pembuluh darah. Neuron yang telah mati tidak akan pulih kembali dan menjadi area infark menetap. Semakin luas area infark yang terjadi secara klinis dikaitkan dengan tingkat kesadaran dan akan mempengaruhi luaran dari penderita. Saat sel saraf otak rusak, berbagai komponen biokimiawi keluar ke ekstraselular yang bisa diukur kadarnya di CSS dan aliran darah. Semakin banyak sel neuron yang rusak, semakin tinggi kadar biokimiawi tersebut ditemukan dalam cairan serebrospinal dan aliran darah. Penanda biokimia yang spesifik ditemukan pada kerusakan sel neuron otak adalah Neuron Spesific Enolase (NSE). Semakin banyak sel neuron yang rusak, semakin banyak NSE keluar ke cairan serebrospinal dan darah, yang tentunya ini berkaitan dengan luaran penderita, menentukan mortalitas, morbiditas dan kualitas penderita setelah cedera otak. Sehingga diduga ada hubungan antara kadar NSE pada penderita cedera otak berat dengan keluaran penderita. Dimana semakin besar kadar NSE yang terukur berarti semakin besar kerusakan neuron yang terjadi, dan semakin jelek kesadaran



30



penderita dan secara lansung akan mempengaruhi luaran penderita cedera otak berat. Cedera otak primer menyebabkan kerusakan sel otak yang akan merangsang terjadinya proses inflamasi, yang bisa menambah keparahan cedera pada neuron, akson dan vaskuler. Proses inflamasi ini mengakibatkan perubahan kadar glukosa darah jumlah sel darah putih. Akumulasi NSE dalam CSS dan darah mulai terjadi 12 jam pasca trauma terjadi (hari ke-1). Peningkatan sekunder terjadi akibat secondary brain insult yang dipengaruhi faktor inflamasi yang merangsang keluarnya radikal bebas dan meningkatkan permeabilitas kapiler dengan cara mempengaruhi blood brain barier. Sehingga kerusakan sel akan terus berlanjut yang terjadi sekitar 3-5 hari setelah trauma (hari ke-4). Sehingga pada penelitian ini akan diukur perubahan kadar NSE dalam CSS dan darah perifer hari ke-1 dan hari ke-4 dihubungkan dengan Glasgow Outcome Scale Extended pada penderita cedera otak berat pada saat keluar RS, bulan 3 dan 6. 3.2. Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah : 1.



Terdapat peningkatan kadar NSE dalam cairan serebrospinal dan darah perifer pada hari ke-1 dan hari ke-4 penderita cedera otak berat



2.



Terdapat korelasi negatif antara peningkatan kadar NSE dengan Glasgow Outcome Scale Extended pada saat keluar RS, bulan 3 dan 6.



BAB 4 METODE PENELITIAN



4.1.



Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan peneliti an observasional analitik longitudinal



prospektif (oleh karena diamati pada hari pertama dan hari ke-empat, saat keluar Rumah Sakit, 3 dan 6 bulan pasca cedera otak berat). Bila dilihat dari tujuannya maka penelitian ini adalah penelitian korelasional.



4.2.



Populasi dan Sampel Penelitian



4.2.1. Populasi Populasi penelitian ini adalah penderita cedera otak berat (COB) yang dirawat di Instalasi Rawat Darurat (IRD), IRNA Bedah, dan Poli Bedah Saraf RSUD dr. Soetomo, mulai 1 Juni – 31 Juli 2017. 4.2.2. Sampel Penelitian Sampel penelitian adalah penderita COB yang dirawat di IRD, IRNA Bedah, dan Poli Bedah Saraf RSUD dr. Soetomo yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. 4.2.3



Besar Sampel dan Tehnik Pengambilan Sampel Adapun besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini, dihitung berdasarkan rumus penentuan besar sampel untuk menguji hipotesis ada / tidak ada hubungan antara perubahan kadar NSE pada hari pertama dan hari keempat dengan Glasgow Outcome Scale Extended penderita cedera otak berat, yaitu :



31



32



Dimana : n



= besar sampel setiap kelompok



Z 1-α



= standar normal, pada α 5%, maka Z = 1,96 ( satu arah ).



Z 1- β



= standar normal, pada β 20%, maka Z = 0,84



r



= koefisien korelasi = 0,609



Dari rumus di atas didapatkan besar sampel 19 orang. Dengan faktor koreksi 0,2, artinya perkiraan jumlah penderita drop out 20%, maka jumlah penderita yang diperlukan adalah 23 orang. Tehnik pengambilan sampel adalah secara konsekutif.



4.3.



Kriteria Penelitian



4.3.1. Kriteria Inklusi 1. Semua penderita cedera otak berat (COB). 2. Umur 15 tahun hingga 50 tahun 3. Penderita datang kurang dari 24 jam setelah trauma. 4. Keluarga



penderita



menyetujui



keikutsertaan



penderita



dalam



penelitian setelah mendapat penjelasan (informed consent) dengan menandatangani surat persetujuan. 4.3.2. Kriteria Eksklusi 1. Cedera kepala terbuka.



33



Cedera otak berat didefinisikan sebagai trauma fisik yang mengenai wajah atau kepala dan mengenai susunan saraf pusat yang mengakibatkan adanya deficit neurologis dengan GCS (Glasgow Coma Scale) pasca resusitasi 3-8, yang diakibatkan oleh cedera langsung maupun tidak langsung pada kepala yang bukan karena trauma penetrasi ke dalam otak. Contoh trauma penetrasi adalah luka tembak, luka bacok (Valadka, Narayan. 1996). 2. Trauma atau cedera pada medulla spinalis. 3. Cedera



ganda



bermakna,



yaitu



cedera



yang



menyertai



dan



mempengaruhi cedera otak seperti: hematothorax, pneumothorax dan cedera servikal. 4. Penyakit premorbid yaitu penyakit yang telah diderita sebelum terjadi cedera otak yang dapat mempengaruhi hasil penelitian dan proses penyembuhan penderita. Dalam penelitian ini yang termasuk premorbid adalah stroke, diabetes melitus, kelainan jantung, kelainan paru, kelainan sel darah, keganasan, serta penyakit infeksi (dibuktikan dengan pemeriksaan fisik, laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan ECG sesuai indikasi ). 5. Penderita gagal ginjal yang membutuhkan terapi hemodialisa 6. Jam kejadian cedera tidak diketahui 4.3.3. Kriteria Drop Out 1.



Apabila dalam perjalanan penelitian ditemukan komplikasi yang memperberat gangguan / kerusakan pada otak misalnya: infeksi paru, edema paru, gangguan perdarahan.



34



2. Apabila penderita mengundurkan diri dari penelitian. 3. Apabila penderita tidak bisa di follow up



4.4.



Tempat, Waktu dan Tenaga Pelaksana Penelitian 1. Tempat : penelitian dilakukan di IRD dan IRNA Bedah RSUD dr. Soetomo. 2.



Waktu : Penelitian dilakukan dalam 2 bulan.



3. Tenaga pelaksana : penelitian ini dilaksanakan oleh peneliti dengan bantuan tenaga dokter PPDS I Bedah / Bedah Saraf dan perawat. Pemeriksaan laboratorium dilaksanakan oleh tenaga dari laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. Soetomo.



4.5.



Variabel Penelitian Variabel bebas



:



1. Perubahan kadar NSE dalam cairan serebrospinal 2. Perubahan kadar NSE dalam darah vena perifer 3. Glasgow Outcome Scale Extended (GOSE)



4.6.



Definisi Operasional Penelitian



4.6.1. Cedera otak berat Cedera otak didefinisikan sebagai trauma fisik yang mengenai wajah atau kepala dan mengenai susunan saraf pusat yang mengakibatkan adanya deficit neurologis dengan GCS pascaresusitasi 3-8, yang diakibatkan oleh cedera langsung maupun tidak langsung pada kepala



35



yang bukan karena trauma penetrasi ke dalam otak. Contoh trauma penetrasi adalah luka tembak, luka bacok (Valadka, Narayan. 1996). Pada penelitian ini penderita mengalami trauma otak dalam waktu kurang dari 24 jam. Penderita COB dilakukan tindakan pemasangan kateter monitor TIK intraventrikuler di kamar operasi IRD maupun tidak dipasang kateter monitor TIK, sesuai indikasi operasi. 4.6.2. GCS ( Glasgow Coma Scale ) GCS yaitu skala tingkat kesadaran penderita cedera otak, yang dinyatakan dalam skor 3 - 15, Diperkenalkan dan digunakan pertama kali oleh Teasdale dan Jennet tahun 1974. 4.6.3.



GOSE ( Glasgow Outcome Scale Extended) GOSE (Glasgow Outcome Scale Extended) yaitu skala untuk menilai keluaran penderita cedera otak yang dinyatakan dalam skor 1,2,3,4,5,6,7, dan 8 pada saat keluar Rumah Sakit, bulan ke-3, dan ke-6



4.6.4. Kadar NSE (Neuron Specific Enolase) Yang dimaksud dengan kadar NSE adalah kadar yang didapatkan dari hasil pengukuran terhadap sampel CSS dan darah perifer yang telah melalui proses pemeriksaan NSE dengan menggunakan metode ELISA. 4.6.5. Status Neurologis Pemeriksaan status neurologis pasien berupa pemeriksaan pupil, kekuatan motorik, dan reflek patologis pasien 4.6.6. Jenis kelamin Jenis kelamin adalah jenis kelamin sesuai dengan yang tercantum pada kartu tanda penduduk.



36



4.6.7. Cara pengambilan, Penyimpanan dan Pengiriman sampel Sampel cairan serebrospinal pertama diambil saat pemasangan ICP monitor di Ruang Operasi sebanyak 3 ml, sedangkan sampel darah perifer diambil dari pembuluh darah vena sebanyak 3 ml saat penderita datang ke IRD. Kemudian kedua sampel diperiksa di Laboratorium Patologi Klinik Gedung Diagnostik Center (GDC) RSUD dr. Soetomo menggunakan alat Human NSE (Neuron-Specific Enolase) ELISA Kit (Elabscience Biotechnology), menggunakan alat spectrofotometer dengan panjang gelombang 450 nm. Hasil dinyatakan dalam satuan ng/mL Sampel darah yang mengalami hemolisis dan cairan serebrospinal yang tercampur eritrosit dieksklusi. Sampel CSS hari ke-4 diambil dari selang ICP monitor di ruang perawatan dan sampel darah perifer hari ke-4 diambil saat di ruang perawatan juga, selanjutnya di proses juga seperti pada sampel hari pertama. 4.6.8.



Umur Umur adalah umur dalam satuan tahun berdasarkan tanggal lahir pada kartu tanda penduduk.



4.6.9. Penyakit premorbid Penyakit



premorbid



adalah



penyakit



yang



telah



diderita



sebelumnya oleh penderita, misalnya; diabetes melitus, hipertensi, penyakit paru kronik, paska stroke. 4.6.10. Stabilisasi Stabilisasi adalah menjaga kondisi seoptimal mungkin pada penderita COB, yaitu:



37



1. Menjaga TIK dibawah 20 mmHg 2. Menjaga CPP 50-70 mmHg 3. Menjaga saturasi diatas 90% dan PCO2 dipertahankan normocapnea 35 ±2 mmHg 4. Menjaga suhu tubuh dibawah 37,5◦C



4.7.



Alur Penelitian



Populasi : COB yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi



GOSE: Luaran penderita saat keluar RS, bulan 3, dan 6



Hari I : Sampel CSS dan darah perifer diambil. Pemeriksaan CT scan kepala, GCS dan status neurologis dilakukan



Hari IV : Sampel CSS dan darah perifer diambil. Pemeriksaan GCS dan status neurologis dilakukan



4.7.1. Informed Consent Diberikan penjelasan kepada keluarga penderita (sesuai kriteria inklusi dan eksklusi), kemudian diminta menandatangani lembar persetujuan untuk tindakan pemasangan kateter ventrikel rutin pada penderita COB dan ikut serta dalam penelitian.



38



4.7.2. Prosedur Tetap Penatalaksanaan COB 1. ABC : harus dilakukan pembebasan jalan nafas, memperbaiki ventilasi dan memberi oksigen masker/nasal. Mempertahankan fungsi sirkulasi, menanggulangi hipotensi. Pemasangan kateter untuk monitor produksi urin. 2. Melakukan pemeriksaan BGA dan foto thorak kalau perlu. 3. Pemasangan infus NaCl 0,9% sesuai kebutuhan fisiologis per hari 4. Penanganan cedera di tempat lain. 5. Pipa lambung dipasang untuk menghisap isi lambung, mencegah aspirasi 6. Penderita diposisikan berbaring dengan elevasi kepala 300, kecuali ada hipotensi 7. Kalau perlu dilakukan pemasangan penyangga leher sampai dibuktikan tidak ada trauma servikal 8. Dilakukan pemasangan monitor TIK sesuai indikasi 9. Melakukan observasi ketat tiap 15 menit selama 6 jam pertama pasca trauma, dilanjutkan tiap 30 menit untuk 6 jam berikutnya bila keadaan stabil. Observasi minimal meliputi tekanan darah, nadi, suhu, respirasi, GCS, obat yang diberikan, hasil laboratorium (Hb, GDA, BGA, Na), kejang, gelisah, fungsi motorik (parese, tonus otot), muntah-muntah. 10. Melakukan multimodalitas monitoring diantaranya monitor ICP, CPP, BGA dan CT Scan sesuai indikasi. 11. Pemberian terapi medikamentosa (bila ada indikasi) meliputi antibiotika, antitetanus, analgetik, anti muntah dan anti kejang.



39



4.7.3. Kontrol Tekanan Intrakranial 1. Pa CO2 dipertahankan normocapnea sekitar 35 mmHg ± 2mmHg. 2. Normotermia (temperatur ≤ 37,5 0C). 3. Head up 300 4. Mencegah gerakan kepala berlebihan 5. Gelisah diatasi dengan mencari penyebabnya. Jika tidak ada sebab intra kranial bisa diberikan penenang seperti klorpromazin 12,5 mg tiap 4 – 6 jam, atau diazepam 5 mg im/iv, dengan syarat tidak ada hipotensi atau epilepsi. Jika tidak berhasil bisa diberikan obat neuromuscular blockade seperti vencuronium. 6. CSS di drainase hingga tekanan kurang dari 20 mmHg (dengan menaikkan selang setinggi 27 cm dari meatus akustikus eksternus). 7. Meregulasi normal cairan dan elektrolit (Andrews. 1996) 8. Pemberian manitol bila TIK tetap meningkat lebih dari 5 menit. Dosis pertama 5 cc/kgBB drip dalam 20 menit, dilanjutkan 2 cc/kgBB dalam 20 menit setiap 6 jam. Harus dilakukan monitor balans cairan dan tidak boleh diberikan pada keadaan hipotensi, dehidrasi, gangguan fungsi ginjal dan kegagalan jantung. Pemberian maksimal 250 gram/24 jam, dan pertahankan osmolalitas serum kurang dari 310-315 mOsm/L. 9. Kalau perlu pemberian pentobarbital untuk hipertensi intrakranial menetap.



40



4.7.4. Prosedur tetap pemasangan monitor TIK Pemasangan Monitor TIK perlu dilakukan pada penderita COB dengan CT scan kepala abnormal (hematoma, contusio, edema atau penyempitan sisterna basalis), atau penderita COB dengan CT scan kepala normal jika didapatkan dua atau lebih dari hal berikut : 1. Usia > 40 tahun 2. Tekanan darah sistolik < 90 mmHg 3. Postural bilateral atau unilateral 4.7.5. Pemeriksaan CT scan kepala. Indikasi pemeriksaan CTscan kepala : 1. Nyeri kepala atau muntah-muntah menetap 2. Kejang 3. Penurunan GCS lebih dari satu poin 4. Lateralisasi neurologis 5. Kesadaran tidak membaik selama perawatan 6. Cushing’s response Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan CT scan kepala pada hari ke-1, dinilai dengan Rotterdam CT score. (Lingsma et al., 2010) Gambaran



Sisterna Basalis



Interpretasi



Nilai



Normal



0



Tertekan



1



Tidak terlihat



2



≤ 5 mm



0



>5 mm



1



Ada



0



Midline Shift



Lesi masa Epidural



41



Tidak ada



1



Tidak ada



0



Ada



1



IVH atau SAH



Nilai akhir ditambahkan 1 (+1). IVH: Intraventrikular hemorrhage. SAH: Subarachnoid hemorrhage



4.8.



Teknik Analisis Data Data hasil penelitian dilakukan perhitungan dan dianalisis secara statistik dengan bantuan komputer program SPSS versi 23 windows. Taraf kemaknaan yang diambil untuk uji hipotesis adalah 0,05.



4.8.1. Rerata dan simpangan baku Data yang terkumpul, ditampilkan dalam bentuk rerata dan simpangan baku. 4.8.2.



Uji Komparasi Uji



komparasi



dengan



paired



t



test



dilakukan



untuk



membandingkan kadar NSE pada hari pertama dengan hari keempat. 4.8.3. Uji korelasi Uji korelasi Spearman ditujukan untuk mencari apakah ada hubungan antara perubahan kadar NSE dengan outcome penderita cedera otak berat.



42



Tabel 4.1 Glasgow Outcome Scale Extended (Wilson et al,1997) Score



Description



1 Dead



-



2 Vegetative State (VS)



Condition of unawareness with only reflex response but with periods of spontaneous eye opening



3 Low Severe Disability (SD-)



Patient who is dependent for daily support for mental or physical disability, usually a combination of both. If the patient can be left alone for more than 8 hours at home it is upper level of SD, if not then it is low level of SD.



4 Upper Severe Disability (SD+)



5 Low Moderate Disability (MD)



Patients have some disability such as aphasia, hemiparesis or epilepsy and/or 6 Upper Moderate Disability (MD+) deficits of memory or personality but are able to look after themselves. They are independent at home but dependent outside. If they are able to return to work even with special arrangement it is upper level of MD, if not then it is low level of MD. 7 Low Good Recovery (GR-) 8 Upper Good Recovery (GR+)



Resumption of normal life with the capacity to work even if pre-injury status has not been achieved. Some patients have minor neurological or psychological deficit. If these deficits are not disabling then it is upper level of GR, if disabling then it is lower level of GR.



BAB 5 HASIL PENELITIAN



5.1.



Profil Klinis Subjek Penelitian Penelitian ini melibatkan 23 subjek penelitian, terdiri atas 16 lakilaki dan 7 perempuan. Usia rerata subjek pada penelitian ini adalah 34,13 tahun. Kadar NSE hari ke-1 baik dalam serum dan CSS ditemukan lebih rendah jika dibandingkan dengan kadar NSE hari ke-4. Hal tersebut dapat dilihat dengan kadar rerata NSE serum pada hari ke-1 dan ke-4 yaitu 84,7 (31,5 – 150,2) pg/ml dan 113,4 (33,3 – 192) pg/ml dan 35,1 (7,9-63,5) pg/ml dan 96,3 (20,1 151,7) pg/ml untuk rerata kadar NSE pada CSS di hari ke-1 dan ke-4. Dikarenakan terbatasnya waktu penelitian jumlah subjek penelitian yang berhasil dikumpulkan sebagai subjek penelitian dalam menilai kadar NSE pada CSS hanya terdapat 6 subjek. Tabel 5.1 Demografi Subjek Penelitian Karakteristik Klinis Besar Sampel (n) Usia (mean ± SD) Jenis Kelamin (Laki-laki/Perempuan) Kadar NSE Serum Hari ke-1 (pg/ml) Kadar NSE Serum Hari ke-4 (pg/ml) Δ NSE Serum (pg/ml) Kadar NSE CSS Hari ke-1 (pg/ml)* Kadar NSE CSS Hari ke-4 (pg/ml)* Δ NSE CSS (pg/ml)



Jumlah 23 34,13 ± 12,924 16/7 (69,6%/30,4%) 84,7 (31,5 – 150,2) 113,4 (33,3 – 192) 48,2 (13,9 – 70,2) 35,1 (7,9 – 63,5) 96,3 (20,1 – 151,7) 61,1 (12,1 – 121,8)



*didapatkan dari 6 subjek (n=6)



Sedangakan rerata perubahan kadar NSE pada hari ke-1 dan ke-4 yang dinyatakan dalam delta (Δ) adalah 48,2 (13,9 – 70,2) pg/ml untuk serum dan 61, 1 (12,1 – 121,8) pg/ml untuk CSS (tabel 5.1).



43



44



Tabel 5.2 Distribusi status GOSE subjek penelitian pada saat KRS, bulan ke-3 dan bulan ke-6 GOSE 1 2 3 4 5 6 7 8 KRS 10 1 7 4 1 Bulan 3 10 1 6 2 4 Bulan 6 10 1 5 2 5



Skor GOSE subjek penelitian dievaluasi sebanyak tiga kali yaitu yang pertama adalah saat keluar dari rumah sakit (KRS), kemudian saat 3 bulan dan 6 bulan pasca kejadian. Pada tabel 5.2 dapat dilihat bahwa subjek penelitian terbanyak memiliki skor GOSE 1 atau meninggal. Gambar 5.1 berikut menunujukan persentase subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin.



7 (30.4%) 16 (69.6%)



Laki-laki



Perempuan



Gambar 5.1 Jenis Kelamin Sampel Penelitian



5.2.



Perbedaan antara kadar NSE serum dan CSS hari pertama dan keempat pasca trauma Pada tabel 5.3 rerata delta (Δ) menunjukan rerata selisih kadar NSE hari ke-1 dan ke-4 pada serum, dimana nilai tersebut adalah -28,6 ± 36,2 pg/ml dengan selisih terkecil yaitu 13 pg/ml dan terbesar adalah 44,4 pg/ml. Rerata kadar NSE pada hari ke-1 lebih kecil dibandingkan dengan



45



rerata kadar NSE pada hari ke-4. Hal ini menunjukan bahwa terjadi peningkatan kadar NSE serum pada pasien dengan cedera otak berat pada hari ke-4 pasca trauma dibandingkan pada hari ke-1. Peningkatan ini bermakna secara signifikan dengan nilai p 0,001 (< 0,05). Tabel 5.3 Perbedaan antara kadar NSE Serum dan CSS Hari ke-1 dan ke-4 pasca trauma Rerata Δ NSE Rerata (pg/ml) pβ NSE IK 95% (pg/ml) Kadar NSE serum hari ke-1 84,7 ± 38,4 28,6 ± 36,2 13 – 44,4 .001 Kadar NSE serum hari ke-4 113 ± 32,2 Kadar NSE CSS hari ke-1 Kadar NSE CSS hari ke-4 β



35,1 ± 20,3 96,3 ± 42,7



61,1 ± 36,3



23,1-99,2



.009



paired T-test



Sedangkan rerata kadar NSE CSS pada hari ke-4 didapatkan lebih besar (96,3 ± 42,7 pg/ml) dibandingkan dengan rerata kadar CSS pada hari ke-1 (35,1 ± 20,3 pg/ml). Perbedaan rerata kadar NSE CSS antara hari ke1 daan ke-4 adalah 61,1 ± 36,3 pg/ml. Perbedaan ini menunjukan bahwa terjadi peningkatan kadar NSE pada CSS pada hari ke-4 pasca trauma pada pasien cedera otak berat dimana peningkatan ini bermakna signifikan secara statistik (p=0,009).



5.3.



Hubungan antara delta (Δ) NSE serum hari pertama dan keempat dengan GOSE saat KRS, bulan ketiga dan bulan keenam pasca trauma pada pasien cedera otak berat Pada tabel 5.4 menunjukan hasil uji korelasi antara ΔNSE serum dengan GOSE saat KRS, bulan ke-3 dan ke-6 pasca trauma. Dari hasil tersebut didapatkan adanya korelasi yang bermakna secara signifikan antara ΔNSE serum dengan GOSE bulan ke-3 (p=0,032). Korelasi tersebut bersifat korelasi yang berkekuatan sedang dan negatif, dengan makna semakin besar



46



peningkatan ΔNSE pada serum maka skor GOSE yang didapatkan pada bulan ke-3 akan semakin kecil (buruk). Adapun korelasi antara ΔNSE serum dan GOSE bulan ke-3 dan ke-6 tidak didapatkan kemaknaan yang signifikan secara statistik (p>0,05). Tabel 5.4 Hubungan antara ΔNSE serum (selisih kadar NSE serum hari ke-1 dan ke4) dengan GOSE KRS, GOSE bulan ke-3 dan GOSE bulan ke-6 n rs p$ ΔNSE serum – GOSE KRS 23 -.413 .050 ΔNSE serum – GOSE bulan ke-3 23 -.448 .032 ΔNSE serum – GOSE bulan ke-6 23 -.379 .075 $



Spearman test



5.4.



Hubungan antara delta (Δ) NSE CSS hari pertama dan keempat dengan GOSE saat KRS, bulan ketiga dan bulan keenam pasca trauma Pada uji korelasi yang dianalisis antara ΔNSE dengan GOSE tidak menunjukan adanya kemaknaan (p>0,05).



Tabel 5.5 Hubungan antara ΔNSE CSS (selisih kadar NSE CSS hari ke-1 dan ke-4) dengan GOSE KRS, GOSE bulan ke-3 dan GOSE bulan ke-6 n rs p$ ΔNSE CSS – GOSE KRS 6 -.000 >0,05 ΔNSE CSS – GOSE bulan ke-3 6 -.000 >0,05 ΔNSE CSS – GOSE bulan ke-6 6 -.000 >0,05 $



Spearman test



5.5.



Perbandingan kadar NSE serum dan NSE CSS dengan GOSE bulan ketiga dan keenam pasca trauma Dari 6 sampel yang didapatkan kadar NSE baik dalam serum maupun CSS dilakukan perbandingan secara deksriptif untuk melihat pola antara kadar tersebut dengan luaran pasien yang dikelompokan kedalam kelompok GOSE unfavorable (skor GOSE 1-4) dan favorable (skor GOSE



47



5-8). Pada tabel 5.6 dan 5.7 menunjukan bahwa pada umumnya kadar NSE didapatkan lebih tinggi pada kelompok dengan luaran GOSE unfavorable dibandingkan dengan kelompok luaran GOSE favorable. Rerata kadar NSE pada serum di hari ke-1 dan ke 4 pada kelompok unfavorable dan favorable berturut-turut adalah adalah 74,5 : 44 (pg/ml) dam 84,4 : 97 (pg/ml). Untuk kadar NSE pada CSS di hari ke-1 dan ke 4 pada kelompok unfavorable dan favorable berturut-turut adalah adalah 82,1 : 23,3 (pg/ml) dam 109,2 : 91,3 (pg/ml). Sedangkan pada kadar Δ SNSE 1-4 dan Δ LS-NSE 1-4, yaitu selisih perubahan kadar NSE pada serum dan CSS dari hari ke-1 ke hari ke-4 menunjukan hal yang sebaliknya. Pada kelompok luaran GOSE unfavorable didapatkan selisih kadar NSE yang lebih kecil jika dibandingkan dengan kelompok luaran GOSE yang favorable. Tabel 5.6 Kadar NSE serum dan NSE CSS hari ke-1 dan ke-4 pada kelompok GOSE unfavorable Kadar NSE (pg/ml) A (pg/ml) B (pg/ml) Rerata (pg/ml) S-NSE hari 1 96,3 52,6 74,5 S-NSE hari 4 52,6 116,2 84,4 C-NSE hari 1 110,2 53,9 82,1 C-NSE hari 4 116,2 102,2 109,2 Δ S-NSE 1-4 -13,9 -46,7 -30,3 Δ C-NSE 1-4 -63,6 -48,2 -55,9 S-NSE: Kadar NSE serum; C-NSE: Kadar NSE CSS; A, B: Inisial sampel



Tabel 5.7 Kadar NSE serum dan NSE CSS hari ke-1 dan ke-4 pada kelompok GOSE favorable Kadar NSE W X Y Z Rerata (pg/ml) (pg/ml) (pg/ml) (pg/ml) (pg/ml) (pg/ml) S-NSE hari 1 55,2 43 43,8 34,2 44 S-NSE hari 4 89,9 100,8 92,7 104,5 97 L-NSE hari 1 29,9 31 24,4 7,9 23,3 L-NSE hari 4 151,7 100,7 92,7 20,1 91,3 Δ S-NSE 1-4 -34,7 -57,7 -48,9 -70,2 -52,9 Δ L-NSE 1-4 -121,8 -69,7 -68,3 -12,1 -68 S-NSE: Kadar NSE serum; C-NSE: Kadar NSE CSS; W, X, Y, Z: Inisial sampel



BAB 6 PEMBAHASAN



Beberapa penelitian eksperimental dan studi klinis telah dikerjakan dalam 15 tahun terakhir untuk menentukan makna praktis dari NSE sebagai prediktor luaran (outcome) pada pasien-pasien yang mengalami cedera otak (Cheng, et al. 2014; Meric 2010). Namun, hingga saat ini, di senter kami belum ada penelitian yang menilai makna praktis NSE tersebut dan hubungannya dengan prognosis pasien-pasien



cedera



otak.



Penelitian



ini



adalah



penelitian



prospektif



observasional pada pasien cedera otak berat dimana kami menganalisis apakah terdapat perbedaan kadar NSE pada pasien cedera otak berat antara hari pertama dan keempat pasca trauma baik pada serum dan CSS serta mencari apakah terdapat hubungan dengan luaran pasien tersebut yang dievaluasi dengan skor GOSE. Selama penelitian, didapatkan 28 subjek yang masuk kriteria inklusi, namun terdapat lima pasien yang drop out. Lima dari pasien yang ter drop out diakibatkan oleh infeksi paru pada tiga subjek penelitian dan dua subjek tidak bisa dihubungi untuk dilakukan evaluasi. Oleh karena demikian, data subjek yang dapat dianalisis adalah 23 pasien. Dari 23 subjek penelitian, 16 diantaranya adalah laki-laki dan 7 sisanya adalah perempuan. Usia rerata subjek pada penelitian ini adalah 34,13 tahun. Kadar rerata NSE serum pada hari ke-1 adalah 84,7 pg/ml, dengan rentang nilai 31,5-150,2 pg/ml. Sedangkan pada hari ke-4 pasca trauma rerata kadar NSE serum adalah 113,4 pg/ml dengan rentang nilai 33,3-192 pg/ml. Dari hasil tersebut



48



49



didapatkan perbedaan yang signifikan antara kadar NSE serum pada hari pertama dibandingkan dengan hari keempat pasca trauma (p=0,001). Peningkatan kadar NSE serum pada hari ke-4 ini berlawanan dengan pernyataan bahwa kadar NSE serum akan menurun setelah beberapa jam dan hari pada pasien cedera otak. (Bharosay, et al. 2011) Namun, peningkatan NSE serum ini dapat diakibatkan karena peningkatan sekunder yang terjadi pada pasien yang kondisinya memburuk (Cheng, et al. 2014). Berdasarkan studi yang dilakukan Vos dkk., kadar NSE serum pada pasien cedera otak akan meningkat dua kali lipat jika dibandingkan dengan kadar NSE serum pada individu normal yang memiliki rentang normal 512 pg/ml (Vos, et al. 2004). Hal yang serupa juga ditemukan pada studi lain yang dilakukan Lin dkk., dimana kadar NSE serum meningkat spesifik pada kelompok cedera otak berat dibandingkan dengan kelompok kontrol atau normal. Pada CSS, kadar NSE juga ditemukan meningkat pada hari ke-1 dan ke-4 pada pasien dengan cedera otak berat. Rerata kadar NSE CSS pada hari pertama adalah 35,1 pg/ml dengan rentang 7,9-63,5 pg/ml, sedangkan pada hari keempat adalah 96,3 pg/ml dengan rentang 20,1-151,7 pg/ml. Perbedaan peningkatan kadar NSE CSS pada hari pertama dan keempat tersebut memilki nilai yang bermakna signifikan (p=0,009). Jumlah subjek penelitian berdasarkan skala GOSE saat KRS, bulan ke-3 dan bulan ke-6 pasca trauma yang ditunjukkan dari tabel 5.2 dimana jumlah pasien dengan skor GOSE 1 (meninggal) adalah yang terbanyak. Hal ini mendukung hasil studi meta analisis bahwa mortalitas berhubungan secara signifikan dengan tingginya kadar NSE serum (Cheng, et al. 2014).



50



Pada tabel 5.5 menunjukan hasil uji korelasi antara ΔNSE serum dengan GOSE saat KRS, bulan ke-3 dan ke-6 pasca trauma. Dari hasil tersebut didapatkan adanya korelasi yang bermakna secara signifikan antara ΔNSE serum dengan GOSE bulan ke-3 (p=0,032). Korelasi yang ditunjukkan adalah korelasi negatif yang bermakna semakin besar peningkatan NSE pada serum, maka skor GOSE pada bulan ke-3 yang didapat semakin kecil (buruk). Hal ini mendukung hipotesa bahwa NSE serum dapat digunakan sebagai penanda evaluasi prognosis dari pasien cedera otak (Cheng, et al. 2014). Tingginya peningkatan NSE memprediksi prognosis yang buruk (Zandbergen, 2001). Adapun korelasi antara ΔNSE serum dan GOSE saat KRS dan bulan ke-6 tidak didapatkan kemaknaan yang signifikan secara statistik (p>0,05). NSE serum dapat berguna untuk memprediksi luaran pasca cedera otak berat walaupun kadar serum S-100 lebih superior dibandingkan NSE dalam memprediksi luaran tersebut (Lin, et al. 2004). Kadar NSE serum pasca cedera otak memilki superioritas dalam hubungannya berkaitan dengan mortalitas. Kadar NSE serum yang tinggi pada pasien pasca cedera otak memilki nilai yang bermakna dalam memprediksi kematian dibandingkan dengan biomarker lain seperti S-100 (Cheng, et al. 2014; Vos, et al. 2004). Pada uji korelasi yang dianalisis antara ΔNSE LCS dengan GOSE tidak menunjukan adanya kemaknaan baik saat KRS, bulan ke-3, maupun bulan ke -6 pasca trauma (p>0,05) (table 5.6). Hal ini dimungkinkan akibat karena sedikitnya subjek penelitian yang berhasil dikumpulkan yang berjumlah hanya 6 subjek. Dari 6 sampel yang didapatkan kadar NSE baik dalam serum maupun LCS dilakukan erbandingan secara deksriptif untuk melihat pola antara kadar tersebut dengan luaran pasien yang dikelompokan kedalam kelompok GOSE unfavorable



51



(skor GOSE 1-4) dan favorable (skor GOSE 5-8). Pada tabel 5.7 dan 5.8 menunjukan bahwa pada umumnya kadar NSE didapatkan lebih tinggi pada kelompok dengan luaran GOSE unfavorable dibandingkan dengan kelompok luaran GOSE favorable. Seperti pada biomarker lainnya, NSE juga memiliki kelemahan yaitu konsentrasi NSE dapat dipengaruhi oleh hemolisis. Eritrosit mengandung banyak NSE, dimana hemolysis akan menyebabkan meningkatknya kadar NSE di darah (Cheng, et al. 2014).



BAB 7 PENUTUP



7.1 Kesimpulan 1. Terdapat peningkatan kadar NSE serum pada hari ke-4 pasca trauma dibandingkan pada hari ke-1 pada penderita cedera otak berat yang dirawat di RSUD dr. Soetomo. 2. Terdapat peningkatan kadar NSE CSS pada hari ke-4 pasca trauma dibandingkan pada hari ke-1 pada penderita cedera otak berat yang dirawat di RSUD dr. Soetomo. 3. Terdapat korelasi antara perubahan kadar NSE serum dengan GOSE bulan ke-3 pada pasien cedera otak berat yang dirawat di RSUD dr. Soetomo, semakin besar peningkatan kadar NSE serum maka akan semakin buruk status GOSE pada bulan ke-3



7.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang menggunakan NSE dan biomarker lain yang terkait luaran penderita cedera otak berat, seperti S-100B, GFAP, dan BDNF untuk menilai prognosa penderita COB sehingga bisa mengoptimalkan tatalaksana penderita COB.



52



DAFTAR PUSTAKA Bazan, NG, Rodriguez de Turco, EB, & Allan, G, 1995, ‘Mediators of injury in neurotrauma: intracellular signal transduction and gene expression’, J Neurotrauma, vol.12, p791-814. Bharosay, A, Bharosay, VV, Varma, M, Saxena, K, Sodani, A, & Saxena R 2011, ‘Correlation of brain biomarker neuron specific enolase (nse) with degree of disability and neurological worsening in cerebrovascular stroke’, Indian J Clin Biochem, vol.27, no.2, p186-190. Bohmer, AE, Oses, JP, Schmidt, AP, Peron, CS, Krebs, CL, Oppitz, PP, et al 2011, ‘Neuron-Specific Enolase, S100B, and Glial Fibrillary Acidic Protein Levels as Outcome Predictors in Patients With Severe Traumatic Brain Injury’, Neurosurgery, vol.68, p1624-1631. Brain Trauma Foundation 2007, Guidelines for the management of severe traumatic brain injury, Mary Ann Liebert Inc., New York. Brain Trauma Foundation, American Association of Neurological Surgeons 2000, ‘Management and prognostic severe traumatic brain injury’, Joint Section on Neurotrauma and Critical Care. Cheng, F, Yuan, Q, Yang, J, Wang, W, & Liu, H 2014, ‘The prognostic value of serum neuron-specific enolase in traumatic brain injury: systematic review and meta-analysis’, Plos One, vol.9, p9. Chiaretti, A, Barone, G, Riccardi, R, Antonelli, A, Pezzorotti, P, Genovese, O, et al 2009, ‘NGF, DCX, and NSE upregulation correlates with severity and outcome of head trauma in children’, Neurology, vol.72, p609-616. Correale, J, Rabinowicz, AL, Heck, CN, Smith, TD, Loskota, WJ, & DeGiorgio, CM 1998, ‘Status epilepticus increases csf levels of neuron-specific enolase and alters the blood-brain barrier’, Neurology, vol.50, p1388-1391. Daoud, H, Alharfi, I, Alhelali, I, Stewart, TC, Qasem, H, Fraser, DD 2013, ‘Brain Injury Biomarkers as Outcome Predictors in Pediatric Severe Traumatic Brain Injury’, Neurocrit Care



53



54



Dawodu, ST 2011, ‘Traumatic brain pathophysiology’,



eMedicine



J,



injury: vol.3,



definition, epidemiology, no.5.



Available



at:



http://www.emedicine.com/PMR/topic.212.htm Djaja, S, Irianto, J, Mulyono, L, & Soemantri, S 2002, Laporan pola penyakit penyebab kematian di indonesia, survei kesehatan rumah tangga 2001, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Greenberg, MS 2010, Handbook of neurosurgery, 7 ed, Thieme Medical Publisher, New York. Hatfield, R, & McKernan, R 1992, ‘Csf neuro-spesific enolase as a quantitative marker of neuronal damage in rat stroke’, Brain Res, vol.577, p249-252. Hemphill, JC, & Phan, N 2013, Management of acute severe traumatic brain injury. http://www.uptodate.com/contents/managementofacuteseveretraumaticbraininjury ?topicKey=NEURO%2F4826&elapsedTimeMs=1&source=search_result&s earch Hemphill, JC, & Phan, N 2013, Traumatic brain injury: epidemiology, classification,



and



pathophysiology.



http://www.uptodate.com/contents/traumaticbraininjuryepidemiologyclassifi cationandpathophysiology?topicKey=NEURO%2F4825&elapsedTimeMs= 2&source=search_result&search Huntgeburth, M, Adler, C, Rosenkranz, S, Zobel, C, Haupt, WF, Donhem, C 2013, ‘Changes in Neuron-Specific Enolase are More Suitable Than Its Absolute Serum Levels for the Prediction of Neurologic Outcome in Hypothermia-Treated Patients with Out-of-Hospital Cardiac Arrest’, Neurocrit Care Jennet, B, & Bond, M 1975, ‘Assessment of outcome after severe brain damage: a practical scale, The Lancet, vol.1, p480-484 Kittaka, M, Giannotta, SL, Zelman, V, Correale, JD, DeGiorgio, CM, Weiss, MH, & Zlokovic 1997, BV, ‘Attenuation of brain injury and reduction of neuron-



55



specific enolase by nicardipine in systemic circulation following focal ischemia and reperfusion in a rat model’, J Neurosurg, vol.87, p731-737. Kochanek, PM, Berger, RP, Fink, EL, Au, AK, Bayır, H, Bell, MJ, Dixon, CE, & Clark, RSB 2013, ‘The potential for bio-mediators and biomarkers in pediatric traumatic brain injury and neurocritical care, Front Neurol, vol.4, p1-9. Kövesdi, E, Lückl, J, Bukovics, P, Farkas, O, Pál, J, Czeiter, E 2010, ‘Update on protein biomarkers in traumatic brain injury with emphasis on clinical use in adults and pediatrics’, Acta Neurochir, vol.152, p1-17. Lafon-Cazal, M, Bougault, I, Steinberg, R, Pin, JP, & Bockaert, J 1992, ‘Measurement of gamma-enolase release, a new method for selective quantification of neurotoxicity independently from glial lysis’, Brain Res, vol.593, p63-68. Lima, JE, Takayanagui, OM, Garcia, LV, & danLeite, JP 2004, ‘Use of neuronspecific enolase for assessing the severity and outcome in patients with neurological disorders’, Brazilian Journal of Medical and Biological Research, vol.37, p19-26. Lumandung, FT, Siwu, JF, & Mallo, JF 2014, ‘Gambaran korban meninggal dengan cedera kepala pada kecelakaan lalu lintas di bagian forensik blu rsup prof. dr. r. d. kandou manado periode tahun 2011-2012’, Jurnal E-Clinic, vol.2, p1. Maas, AI, Stocchetti, N, & Bullock, R 2008, ‘Moderate and severe traumatic brain injury in adults’, Lancet Neurol, vol.7, no.8, p728-741. Mercier, E, Boutin, A, Shemilt, M, Lauzier, F, Zarychanski, R, Fergusson, DA, et al 2016, ‘Predictive value of neuron-specifc enolase for prognosis in patients with moderate or severe traumatic brain injury: a systematic review and meta-analysis’, CMAJ Open, vol.4, p371-382. Molnar, T 2009, ‘Biomarker investigation in acute brain injury’, PhD Thesis, University of Pecs. Murthy, TVSP 2008, ‘Prehospital care of traumatic brain injury’, Indian Journal



56



of Anaesthesia, vol.52, no.3, p258-263. Narayan, RK, Wilberger, Povlishock ,JE, & John, T 1996, Neurotrauma, McGraw-Hill Companies Inc., New York. Palmio, J, Peltola, J, Vuorinen, P, Laine, S, Suhonen, J, & Keränen, T 2001, ‘Normal csf neuron-specific enolase and s-100 protein levels in patients with recent non-complicated tonic–clonic seizures’, J Neurol Sci, vol.183, p27-31. Persson, L, Hårdemark, HG, Gustafsson, J, Rundström, G, Mendel-Hartvig, I, Esscher, T, & Påhlman, S 1987, ‘S-100 protein and neuron-specific enolase in cerebrospinal fluid and serum: markers of cell damage in human central nervous system’, Stroke, vol.18, p911-918. Prior, PF, Scott, DF 1973, ‘Outcome After Severe Brain Damage’, The Lancet, p770. Popp, AJ, Feustel, PJ, & Kimelberg, HK 1996, ‘Pathophysiology of traumatic brain injury. R.H. Wilkins, S.S. Renbachary (Eds.)’, Neurosurgery, vol.2. Raabe, A, Grolms, C, & Seifert, V 1999, ‘Serum markers of brain damage and outcome prediction in patients after severe head injury’, British Journal of Neurosurgery, vol.13, p56-59. Rabinowicz, AL, Correale, JD, Bracht, KA, Smith, TD, & DeGiorgio, CM 1995, ‘Neuron- specific enolase is increased after nonconvulsive status epilepticus’, Epilepsia, vol.36, p475-479. Reilly, P, & Bullock, R 1997, Head Injury: Pathophysiology and Management, Chapman & Hall Medical, London. Reilly, P, & Selladurai, BE 2007, Patophysiology of acute non missile head injury, In Initial management of head injury, A Comprehensive Guide, Mc Graw Hill Australia Pty Limited, pp10-32 Reisinger, J, Höllinger, K, Lang, W, Steiner, C, Winter, T, Zeindlhofer, E, Mori, M, Schiller, A, Lindorfer, A, Wiesinger, K, Siostrzonek, P 2007, ‘Prediction of neurological outcome after cardiopulmonary resuscitation by serial



57



determination of serum neuron-specific enolase’, Eur Heart J, vol.28, p5258. Riyadina, W, Suhardi, & Permana, M 2009, ‘Pola dan determinan sosiodemografi cedera akibat kecelakaan lalu lintas di indonesia’, Maj Kedokt Indonesia, vol.59, p10. Ross, SA, Cunningham, RT, Johnston, CF, & Rowlands, BJ 1996, ‘Neuronspecific enolase as an aid to outcome prediction in head injury’, British Journal of Neurosurgery, vol.10, p471-476. Schmechel, D, Marangos, PJ, Brightman, M, & Goodwin, FK 1978, ‘Brain enolase as spesific markers of neuronal and glial cell’, Science, vol.199. Shinozaki, K, Oda, S, Sadahiro, T, Nakamura, M, Abe, R, Nakada, T-a, Nomura F, Nakanishi, K, Kitamura N, & Hirasawa, H 2009, ‘Serum s-100b is superior to neuron-specific enolase as an early prognostic biomarker for neurological



outcome



following



cardiopulmonary



resuscitation’,



Resuscitation, vol.80, p870-875. Shore, PM, Berger, RP, Varma, S, Janesko, KL, Wisniewski, SR, Clark, RSB, et al 2007, ‘Cerebrospinal Fluid Biomarkers versus Glasgow Coma Scale and Glasgow Outcome Scale in Pediatric Traumatic Brain Injury: The Role of Young Age and Inflicted Injury’, Journal of Neurotrauma, vol.24, p75-86. Siddiqi, J 2008, Neurosurgical Intensive Care, Thieme Medical Publisher Inc., New York. Snyder-Ramos, SA, & Bottiger, BW 2003, ‘Molecular markers of brain damage – clinical and ethical implications with particular focus on cardiac arrest’, RestorNeurolNeurosci, vol.21, p123-139. Stein, DM, Lindell, AL, Murdock, KR, Kufera, JA, Menaker, J, Bochicchio, GV, et al 2012, ‘Use of Serum Biomarkers To Predict Cerebral Hypoxia after Severe Traumatic Brain Injury’, Journal of Neurotrauma, vol.29, p11401149. Teasdale, G, & Jannet, B 1974, ‘Assessment of coma and impaired consciousnes’, Lancet, vol.1, p181-183.



58



Teasdale, G, & Jannet, B 1976, ‘Assessment and prognosis of coma after head injury’, ActaNeurochirurgica, vol.34, p45-55. Tim Neurotrauma RSUD Dr. Soetomo 2014, Pedoman tatalaksana cedera otak (guideline in management of traumatic brain injury), Departemen Bedah Saraf RSU Dr. Soetomo – FK Universitas Airlangga, Surabaya. Torbey, MT 2010, Neurocritical Care, Cambridge University Press, New York. Valadka, AB &Andrews, BT 2005, Neurotrauma: Evidence-Based Answer to Common Questions, Thieme Medical Publisher, New York. Vos, PE, Lamers, KJ, Hendriks, JC, van Haaren, M, Beems, T 2004, 'Glial and neuronal proteins in serum predict outcome after severe traumatic brain injury', Neurology, vol. 62, pp. 1303–1310. Wilson, JTL, Pettigrew, LEL, Teasdale, GM 1997, ‘Structured interviews for the Glasgow Outcome Scale and the Extended Glasgow Outcome Scale: Guidelines for Their Use’, J Neurotrauma, vol. 15, no. 8, pp. 573-585. Winn, RH 2011, Youmans Neurological Surgery Sixth Edition,Elsevier Saunder, New York. Yardimoğlu, M, Ilbay, G, Dalcik, C, Dalcik, H, Sahin, D, Ates, N 2008, ‘Immunocytochemistry of neuron specific enolase (NSE) in the rat brain after single and repeated epileptic seizures’, Int J Neurosci, vol. 118, pp. 981-993. Zandbergen, EG, De Haan, RJ, Hijdra, A 2001, ‘Systematic review of prediction of poor outcome in anoxic-ischaemic coma with biochemical markers of brain damage’, Intensive Care Med, vol. 27, pp. 1661-1667. Zeltzer, PM, Marangos, PJ, Parma, AM, Sather, H, Dalton, A, Hammond, D, Siegel, SE, Seeger, RC 1983, ‘Raised neuron-specific enolase in serum of children with metastatic neuroblastoma. a report from the children's cancer study group’, Lancet, vol. 2, pp. 361-363. Zetterberg, H, Smith, DH, Blennow, K 2013, ‘Biomarkers of mild traumatic brain injury in cerebrospinal fluid and blood’, Nat Rev Neurol, vol.9, pp. 201-210.



59



Zeltzer, PM, Marangos, PJ, Parma, AM, Sather, H, Dalton, A, Hammond, D, Siegel, SE, & Seeger, RC 1983, ‘Raised neuron-specific enolase in serum of children with metastatic neuroblastoma. a report from the children's cancer study group’, Lancet, vol.2, p361-363.