Tetanus 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TETANUS



SOP



UPT Puskesmas Rawat Inap Kemiling 1. Pengertian



2. Tujuan 3. Kebijakan 4. Referensi 5. Prosedur



6. Langkahlangkah



No. Dokumen : C/VII/SOP-L/01/2017/ No. Revisi : 00 Tanggal Terbit : 11/01/2017 Halaman : 1/3 dr. Endang Rosanti,M.Kes NIP: 197408112002122006



Tetanus adalah penyakit pada sistem saraf yang disebabkan oleh tetanospasmin. Tetanospasmin adalah neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani, ditandai dengan spasme tonik persisten disertai dengan serangan yang jelas dan keras. Spasme hampir selalu terjadi pada otot leher dan rahang yang menyebabkan penutupan rahang (trismus, lockjaw), serta melibatkan tidak hanya otot ekstremitas, tetapi juga otot-otot batang tubuh. Sebagai acuan petugas dalam melakukan penanganan pasien tetanus. SK Kepala UPT Puskesmas Rawat Inap Kemiling No. C/VII/SK/01/2017/001 tentang Pelayanan Klinis. Permenkes No. 5 tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer 2014. 1. Alat : a. Stetoskop b. Tensi meter c. Termometer 2. Bahan : Penatalaksanaan : 1. Manajemen luka Pasien tetanus yang diduga menjadi port de entry masuknya kuman C. tetani harus mendapatkan perawatan luka. Luka dapat menjadi luka yang rentan mengalami tetanus atau luka yang tidak rentan tetanus dengan kriteria sebagai berikut: Luka rentan tetanus Luka yang tidak rentan tetanus > 6-8 jam < 6 jam Kedalaman > 1 cm Superfisial < 1 cm Terkontaminasi Bersih Bentuk stelat, avulsi, atau hancur Bentuknya linear, tepi tajam (irreguler) Denervasi, iskemik Neurovaskular intak Terinfeksi (purulen, jaringan Tidak infeksi nekrotik) 2. Rekomendasi manajemen luka traumatik a. Semua luka harus dibersihkan dan jika perlu dilakukan debridemen b. Riwayat imunisasi tetanus pasien perlu didapatkan c. TT harus diberikan jika riwayat booster terakhir lebih dari 10 tahun jika riwayat imunisasi tidak diketahui, TT dapat diberikan d. Jika riwayat imunisasi terakhir lebih dari 10 tahun yang lalu, maka tetanus imunoglobulin (TIg) harus diberikan. Keparahan luka bukan faktor penentu pemberian TIg 3. Pengawasan, agar tidak ada hambatan fungsi respirasi 4. Ruang Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara, cahayaruangan redup dan tindakan terhadap pasien



5. Diet cukup kalori dan protein 3500-4500 kalori per hari dengan 100-150 gr protein. Bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan per sonde atau parenteral 6. Oksigen, pernapasan buatan dan trakeostomi bila perlu 7. Antikonvulsan diberikan secara titrasi, sesuai kebutuhan dan respon klinis. Diazepam atau vankuronium 6-8 mg/hari. Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan diazepam dosis 0,5mg/kgBB/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis optimum 10mg/kali diulang setiap kali kejang. Kemudian diikuti pemberian diazepam per oral (sonde lambung) dengan dosis 0,5/kgBB/kali sehari diberikan 6 kali. Dosis maksimal diazepam 240mg/hari. Bila masih kejang (tetanus yang sangat berat), harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat ditingkatkan sampai 480mg/hari dengan bantuan ventilasi mekanik, dengan atau tanpa kurarisasi. Magnesium sulfat dapat pula dipertimbangkan digunakan bila ada gangguan saraf otonom 8. Anti Tetanus Serum (ATS) dapat digunakan, tetapi sebelumnya diperlukan skin tes untuk hipersensitif. Dosis biasa 50.000 iu, diberikan IM diikuti dengan 50.000 unit dengan infus IV lambat. Jika pembedahan eksisi luka memungkinkan, sebagian antitoksin dapat disuntikkan di sekitar luka 9. Eliminasi bakteri, penisilin adalah drug of choice: berikan prokain penisilin, 1,2 juta unit IM atau IV setiap 6 jam selama 10 hari. Untuk pasien yang alergi penisilin dapat diberikan tetrasiklin, 500 mg PO atau IV setiap 6 jam selama 10 hari. Pemberian antibiotik di atas dapat mengeradikasi Clostridium tetani tetapi tidak dapat mempengaruhi proses neurologisnya 10. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika spektrum luas dapat dilakukan. Tetrasiklin, eritromisin dan metronidazol dapat diberikan, terutama bila penderita alergi penisilin. Tetrasiklin: 30-50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis. Eritromisin: 50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari. Metronidazol loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 6 jam 11. Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama, dilakukan bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan dengan dosis inisial 0,5 ml toksoid intramuscular diberikan 24 jam pertama 12. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai 13. Oksigen, pernafasan buatan dan tracheostomi bila perlu 14. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit Konseling dan Edukasi Peran keluarga pada pasien dengan risiko terjadinya tetanus adalah memotivasi untuk dilakukan vaksisnasi dan penyuntikan ATS. Rencana Tindak Lanjut 1. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai. Pengulangan dilakukan 8 minggu kemudian dengan dosis yang sama dengan dosis inisial 2. Booster dilakukan 6-12 bulan kemudian 3. Subsequent booster, diberikan 5 tahun berikutnya 4. Laporkan kasus Tetanus ke dinas kesehatan setempat 7. Bagan Alir 8. Hal - hal yang Kriteria Rujukan perlu 1. Bila tidak terjadi perbaikan setelah penanganan pertama diperhatikan 2. Terjadi komplikasi, seperti distres sistem pernapasan Rujukan ditujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder yang memiliki dokter spesialis neurologi



9. Unit Terkait 10. Dokumen Terkait 11. Rekaman Historis Perubahan



1. P. Umum 2. P. KIA/KB 3. UGD-Rawat Inap : Rekam medis pasien : NO



Yang diubah



Isi Perubahan



Tgl mulai diberlakukan