Tindakan Rasulullah Dalam Menangkal Syirik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tindakan Rasulullah dalam Menangkal Syirik Upaya Nabi SAW dalam menjaga kemurnian tauhid dari perkataan dan perbuatan yang menodainya, yang membuat kemurnian tauhid menurun dan berkurang. Hal seperti itu banyak terdapat dalam banyak hadist Nabi SAW. Sementara, Rasulullah SAW sangatlah menyayangi umatnya, sangat ingin agar kita terhindar dari kesyirikan. Karena itulah Rasulullah shallallahu 'alaihi was sallam berupaya menutup pintu-pintu kesyirikan, dengan cara sebagai berikut : 1.      Tidak berlebihan dalam memuji dan mengagungkan Nabi SAW Seperti sabda beliau :” janganlah kalian berlebihan memujiku seebagaimana orang – orang nasrani berlebihan memuji putera Maryam. Aku ini tiada lain adalah hamba. Maka katakanlah hamba Allah dan Rosul – Nya”. Beliau SAW membenci kalau mereka mengarahkan pujian kepada beliau karena menjerumuskan mereka kepada sikap berlebih – lebihan terhadapnya. Beliau memberi kabar bahwa mengarahkan pujian kepada orang yang dipuji –walau memang begitu adanya- termasuk perbuatan syetan, karena senang memuji kepadanya akan membawanya kepada sikap membanggakan diri, dan itu menafikkan kesempurnaan tauhid. Ibadah tidak akan tegak kecuali dengan berputar pada porosnya, yaitu ketundukan yang amat sangat dalam kecintaanya yang paling tinggi. 2.      Beliau melarang kita dari melakukan perbuatan menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah dan Larangan menjadikan kubur beliau sebagai ‘ied (tempat yang didatangi berulang-ulang). Syaikhul islam rahimahullahu berkata, “kata Al – ‘Id merupakan kata benda (sebutan) terhadap pertemuan umum yang kembali terulang yang berlaku menurut kebiasaan, baik kembali dengan kembalinya tahun, minggu, bulan, dan lain sebagainya.” Ibnu Al Qayyin rohimahullahu berkata: “ Al ‘Id adalah sesuatu yang biasa didatangi dan dituju, baik berupa masa ataupun tempat. Jika berupa nama tempat maka ia adalah tempat yang dimaksudkan didalamnya untuk berkumpul, dijadikan tempat ibadah dan sebagainya, sebagimana masjidil Haram, Minna, Musdalifah, Padang Arafah dan al Masya’ir yang dijadikan oleh Allah sebagai ‘Id bagi kaum Hunafa’(orang orang yang lurus), sebagaimana pula dia menjadikan hari – hari ibadah di tempat - tempat tersebut sebagai ‘Id. Dan dalam hal ini rosulullah melarang untuk melakukan perbuatan menjadikan kuburan sebagi tempat ibadah dan melarang kuburan beliau untuk di jadikan sebagi tempat ‘Id



sebagaimana sabdaNya ; Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:“jangan jadikan rumah kalian sebagai kuburan, dan jangan jadikan kuburanku sebagai Id, bershalawatlah kepadaku karena shalawat kalian akan sampai kepadaku dimanapun engkau berada”. 3. Larangan bersafar menuju tempat yang dianggap berkah kecuali tiga masjid. Anggapan adanya tempat-tempat keramat seperti masjid-masjid, kuburan-kuburan wali atau petilasan-petilasan tertentu telah mendorong sebagian orang dengan sengaja mempersiapkan bekal untuk melakukan perjalanan jauh (safar) menuju tempat tersebut, baik sendirian ataupun berombongan. Mereka berkeyakinan tempat-tempat itu bisa berperan menjadikan doa dan ibadah menjadi lebih mustajab (terkabul) daripada di tempat-tempat selainnya. Karenanya merekapun mengkhususkan beribadah di sana terlebih lagi bila itu adalah kuburan orang-orang shalih atau wali, mereka bahkan bisa beri’tikaf dan bermalam hingga berhari-hari. Secara umum melakukan perjalanan jauh atau safar tidaklah dilarang di dalam Islam bahkan Islam mengajarkan adab safar. Akan tetapi sengaja bersafar ke suatu tempat hanya untuk melakukan peribadatan khusus di sana, seperti fenomena di atas adalah perbuatan terlarang yang bertentangan dengan hadits Nabi yang dikenal dengan hadits “Syaddur Rihal”. Nabi bersabda,



‫صى‬ َ ‫و َم ْس ِج ِد اأْل َ ْق‬,‫ا‬ َ ‫ْج ِدي هَ َذ‬ ِ ‫ َو َمس‬, ‫ْج ِد ْال َح َر ِام‬ ِ ‫ َمس‬:‫اَل تُ َش ُّد ال ِّر َحا ُل إِاَّل إِلَى ثَاَل ثَ ِة َم َسا ِج َد‬ “Tidak boleh mengadakan safar/perjalanan (dengan tujuan beribadah) kecuali menuju tiga masjid: Masjidil Haram, Masjid Al-Aqsha, dan masjidku (Masjid Nabawi).” (HR. al-Bukhari, no. 1197, dari Abu Sa’id al Khudri). Ibnu Hajar al-Asqalany asy-Syafi’i berkata, “Yang dimaksud dengan



)ُ‫الرِّحال‬ ‫(والَ تُ َش ُّد‬ َ َ adalah larangan bersafar menuju selainnya (tiga masjid itu). Ath-Thibi berkata, “Larangan dengan gaya bahasa bentuk penafian (negasi) seperti ini lebih tegas daripada hanya kata larangan semata, seolah-olah dikatakan sangat tidak pantas melakukan ziarah ke selain tempat-tempat ini.”(Fathul Bari, 3/64). Tiga masjid tersebut lebih utama daripada masjid lainnya, dikarenakan ketiganya itu masjid para nabi.Masjidil Haram kiblat kaum muslimin dan tujuan berhaji, Masjidil Aqsha kiblat



kaum terdahulu dan masjid Nabawi masjid yang terbangun di atas ketakwaan [lihat Fathul Bari, 3/64].