Tugas 1 Tilik 02 - Heru Prayoga 1810611114 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah  melimpahkan rahmat_Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Tingkah Laku Makan , Tingkah Laku Menyelidik (Investigatory) dan Tingkah Laku Berkelahi (Agonistik) Pada Ternak” dengan tepat waktu. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Tilik dan Tingkah Laku Ternak 02. Makalah ini membahas tentang Tingkah Laku Makan,Tingkah Laku Menyelidik (Investigatory) dan Tingkah Laku Berkelahi (Agonistik) Pada Ternak Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan.Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan oleh penulis demi kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu yang telah memberikan materi dan pencerahan sehingga makalah ini dapat terlaksana dan terbentuk. Semoga makalah ini bermanfaat. Terima kasih.



Padang, 18 April 2021



                                                                                                                          Heru Prayoga



1



BAB I PENDAHULUAN 1.1  Latar Belakang           Tingkah laku atau etologi hewan praktis telah merupakan hal yang penting sejak masa prasejarah. Tingkah laku ini dimanfaatkan oleh para pemburu dan kemudian oleh masyarakat untuk menjinakkan hewan-hewan tersebut. Sampai pada pertengahan abad ini, para ilmuwan di bidang pertanian tidak banyak mengenal ilmu tingkah laku hewan baik secara praktis sebagai hal yang penting maupun sebagai hal yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.           Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi dibidang pertanian, terutama pada sector peternakannya. Hal ini dilihat dari sisi lahan yang masih melimpah untuk dijadikan lahan hijauan untuk memproduksi pakan ternak. Sudut pandang lain juga dapat kita gunakan yaitu banyaknya warga Indonesia yang memiliki profesi sampingan sebagai peternak walaupun dalam skala yang kecil.           Berdasarkan potensi-potensi yang dimiliki oleh Indonesia ini maka perlu diadakannya pengembangan yang kongkrit dibidang peternakan. Salah satu yang dapat kita upyakan adalah dari cara peternak memberikan pakan terhadap hewan-hewan ternak tersebut. Cara peternak memberikan pakan pada hewan-hewan ternaknya sangat berpengaruh dengan hasil yang nantinya akan didapatkan.           Alasan semacam inilah yang mendorang penulis untuk membuat makalah tentang perbedaan cara makan yang terjadi pada hewan ternak khususnya sapi. Makalah ini dibuat agar mampu membantu para peteranak pada ummnya agar mengenal tingkah laku ternaknya. Pengenalan tingkah laku ini diharapkan dapat membantu meningkatkan hasil produksi ternak. 1.2   Rumusan Masalah a. BagaimanaTingkah Laku Makan , Tingkah Laku Menyelidik (Investigatory) dan Tingkah Laku Berkelahi (Agonistik) Pada Ternak ? 1.3   Tujuan a. Agar Mengetahui Tingkah Laku Makan , Tingkah Laku Menyelidik (Investigatory) dan Tingkah Laku Berkelahi (Agonistik) Pada Ternak. 1.4  Manfaat a. Mahasiswa dapat mengetahui Tingkah Laku Makan , Tingkah Laku Menyelidik (Investigatory) dan Tingkah Laku Berkelahi (Agonistik) Pada Ternak



2



BAB II PEMBAHASAN Istilah tingkah laku ingestif ini meliputi bukan hanya memakan pakan solid tetapi juga menyusui anak dan meminum pakan cair. Mempertahankan konsumsi pakan yang cukup untuk hidup dan suksesnya reproduksi merupakan hal yang sangat penting bagi semua spesies ternak. Karena itu, mengerti pola tingkah laku yang digunakan oleh hewan untuk mencari, mendapatkan, menyeleksi dan memakan pakan penting sekali untuk berhasilnya pengembangan usaha peternakan. Seleksi pakan pada kondisi penggembalaan bebas sangat tergantung pada pola dasar tingkah laku ingestif. Manusia bisa menggunakan beberapa control dengan beberapa usaha seperti pemagaran atau pengawetan pakan pada saat persediaan pakan banyak untuk dipergunakan pada waktu kekurangan pakan. Dalam keadaan dikandangkan secara intensif, seperti system potong-angkut yang umumnya berlaku di Indonesia, manusia mengontrol kebanyakan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku ingestif. Hal ini meliputi jenis dan jumlah pakan yang tersedia dan tempatnya, periode waktu selama pakan tersedia bagi ternak dan kelompok social ternak yang bersaing untuk mendapatkan pakan. Tetapi walaupun dalam keadaan yang terbatas dan bahkan bila ternak diberi makan secara individu, faktor-faktor social mempengaruhi tingkah laku ingestif dan jumlah pakan yang dimakan. A. Ruminansia Besar (Sapi dan Kerbau) 



Tingkah Laku Makan



Istilah tingkah laku ingestif ini meliputi bukan hanya memakan pakan solid tetapi juga menyusui anak dan meminum pakan cair. Mempertahankan konsumsi pakan yang cukup untuk hidup dan suksesnya reproduksi merupakan hal yang sangat penting bagi semua spesies ternak. Karena itu, mengerti pola tingkah laku yang digunakan oleh hewan untuk mencari, mendapatkan, menyeleksi dan memakan pakan penting sekali untuk berhasilnya pengembangan usaha peternakan. Seleksi pakan pada kondisi penggembalaan bebas sangat tergantung pada pola dasar tingkah laku ingestif. Manusia bisa menggunakan beberapa control dengan beberapa usaha seperti pemagaran atau pengawetan pakan pada saat persediaan pakan banyak untuk dipergunakan pada waktu kekurangan pakan. Dalam keadaan dikandangkan secara intensif, seperti system potong-angkut yang umumnya berlaku di Indonesia, manusia mengontrol kebanyakan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku ingestif. Hal ini meliputi jenis dan jumlah pakan yang tersedia dan tempatnya, periode waktu selama pakan tersedia bagi ternak dan kelompok social ternak yang bersaing untuk mendapatkan pakan. Tetapi walaupun dalam keadaan yang terbatas dan bahkan bila ternak diberi makan secara individu, faktor-faktor social mempengaruhi tingkah laku ingestif dan jumlah pakan yang dimakan. 3



1) Pola makan sapi pada saat penggembalaan Ketika ternak sapi diberi pakan dalam jumlah yang terbatas dalam waktu tertentu, mereka tidak punya pilihan kecuali memakan semua pakan yang diberikan. Pada pemberian pakan secara berlebihan, pola makan sehari-hari akan berkembang. Pada sapi dengan penggembalaan sub-tropis, periode merumput terjadi paling banyak ketika rumen diisi dengan rumput yang baru dan hal ini terjadi menjelang pagi sampai pagi, senja sampai matahari terbenam dengan satu periode lebih singkat kira-kira tengah malam. Periode 24 jam dibagi secara jelas menjadi periode merumput, mengunyah dan beristirahat. Di daerah tropis, siklus merumput biasanya sebaliknya. Pada waktu tengah hari yang panas, sapi beristirahat di bawah naungan atau dekat tempat air dan terdapat periode merumput yang panjang pada malam hari. Sapi berhenti merumput pada saat dia kepanasan, terutama bagi sapi yang berasal dari daerah sub-tropis. Di daerah tropis, sapi yang di tempatkan dalam kandang tertutup pada malam hari tanpa persediaan pakan atau air, konsumsi pakannya sering menurun secara nyata, terutama pada sapi yang mempunyai adaptasi yang kurang baik yang berasal dari daerah sub-tropis seperti sapi Frisiean Holstein, yang tidak diberi pakan selama hari panas. Secara umum, sapi meluangkan waktu 8-10 jam untuk merumput, tetapi mempunyai fleksibilitas yang cukup untuk menyesuaikan waktu merumput untuk mempertahankan jumlah pakan yang dimakan pada periode banyak angin dan hujan, cuaca panas ketika merumput terhenti. Mereka juga bisa mengatasi peningkatan kebutuhan fisiologis dari periode akhir kebuntingan dan laktasi apda beberapa keadaan yang beda. Dalam keadaan cuaca panas dan lembab, aktivitas makan sapi tertinggi pada waktu suhu udara lebih rendah yaitu pada pagi hari. Terdapat suatu hal yang menarik tetapi tidak ada pengamatan yang pasti yang menyatakan bahwa domba dan sapi bisa meramalkan keadaan panas  yang akan terjadi dan dengan demikian mereka merumput lebih dini dalam satu hari di bandingkan dengan tipe Zebu yang mempunyai daya adaptasi yang lebih baik dalam keadaan panas. 2) Sapi yang diberi makan di kandang dan kemudahan social dari makan Pada system potong dan angkut, peternak mempunyai control yang lengkap terhadap pakan apa yang dimakan oleh sapi piaraannya dan berapa banyak yang dimakan. Dimungkinkan untuk memberi pakan dengan komposisi yang seimbang, memotong pakan menjadi potongan kecil untuk menghindari terbuangnya pakan tersebut dan sebagainya. Tetapi, walaupun dalam keadaan demikian, tingkah ingestif dipengaruhi oleh tingkah laku social. Pada saat sapi diberi makan dalam kelompok, dua factor social bisa mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi. Tingkah laku agonistic bisa mengurangi jumlah pakan yang dikonsumsi oleh sapi yang tidak dominan dan kemudahan social bisa meningkatkan jumlah pakan yang dimakan tersebut. Masalah yang berhubungan dengan sapi subordinat yaitu tidak mendapatkan cukup pakan yang dimakan atau tidak cukup mendapat pakan dengan kualitas baik yang tidak terkontaminasi oleh kotoran atau parasit. Cara  yaing disarankan untuk



4



mengurangi pengaruh ini, yaitu dengan memanipulasi komposisi kelompok dan rencana kandang. Dalam suatu penelitian, dimana para ahli genetika ingin menggunakan keadaan pemberian pakan secara individu untuk memilih konversi pakan yang efisien atau dimana ahli makanan ingin menggunakan kandang metabolism individu atau calorimeter untuk mendapatkan pengukuran yang tepat untuk pertukaran metabolism, maka kemudahan social makan harus diperhitungkan. Ternak sapi dalam kandang metabolisme akan makan hanya 50%-60% dari jumlah yang dimakan sapi yang dipelihara dalam kelompok. 



Tingkah Laku Menyelidik (Investigatory)



Perilaku dasar pada hewan seperti makan, minum, tidur, istirahat, aktivitas seksual, eksplorasi, latihan, bermain, ekplorasi, aktivitas melarikan diri, pemeliharaan dan sebagainya sangat penting untuk diketahui dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan dan memberi rasa nyaman serta aman terhadap di ri mereka. Kondisi dimana perilaku dasar tersebut tidak terpenuhi akan berdampak pada kinerja dan produktivitas dari hewan. Beberapa perilaku dapat merugikan kesehatan dan produksi bahkan jika penyebab perubahan perilaku semakin meningkat maka secara tidak langsung dapat menyebabkan kerusakan sehingga kembali perlu ditekankan tentang pentingnya memahami perilaku normal sapi sebagai indikator untuk mengetahui respon perilaku umum. Kondisi yang menghambat perilaku dasar memaksa menciptakan suatu penggiatan atau intensifikasi untuk mengatasi hal tersebut. Banyak perilaku yang ditunjukkan dengan keras sebagai sebuah respons menuju stimulus fisik dan fisiologis, tapi pada kenyataannya pengaruh psikologis sekuat fisiologis atau fisik. Sebagai contoh, sapi alaminya digembalakan, dan konsekuensinya memakan lebih dari apa yang seharusnya mereka konsumsi. Hal ini sangat penting untuk dimengerti bahwa pengaruh psikologis  dari keterkejutan seperti mungkin lebih penting daripada terkejut biasa. Pengaruh psikologis sangat besar dampaknya menimbulkan stress. “Stimulus psikologis menimbulkan tidak hanya beberapa respon hormonal individu, tapi biasanya menimbulkan sebuah perluasan dari respon ganda yang terjadi bersamaan, sedangkan stimulus fisik biasanya ditimbulkan dari sebuah respon spesifik yang berusaha untuk menstabilkan keadaan homeostasis untuk sebuah partikel entitas (seperti tekanan darah atau suhu tubuh).” {3, p. 294} 



Tingkah Laku Berkelahi (Agonistik) Agonistik Agonistik Perilaku Agonistik adalah perilaku yang berhubungan dengan konflik, termasuk di dalamnya: Berkelahi (fighting) Melarikan diri (escaping) Diam (freezing) • Perilaku agonistik meliputi pula beragam ancaman atau perkelahian yang terjadi antar individu dalam suatu populasi. 5



B. Ruminansia Kecil (Kambing dan Domba) 



Tingkah Laku Makan Kambing dan domba adalah hewan yang didomestikasi sekitar 7000-6000 SM. Banyak kalangan yang mengira bahwa kambing dan domba adalah sama, Tetapi perlu diketahui keduanya adalalah makhluk yang berlainan dan memiliki bangsa yang berbeda. Ada beberapa hal yang mirip antara kambing dan domba sehingga banyak kalangan mengatakan keduanya adalah sama. Kesamaan atau kemiripan itu seperti bunyi mengembek, bentuk kepadala maupun kaki. Namun dari aspek anatomi, kedua ternak ini berbeda. Perbedaan anatomin da ditunjang dengan jumlah kromosom yang berbeda membuat keduanya tidak dapat dikawinsilangkan. Salah satu perbedaan antara domba dan kambing ialah domba tidak akan menjadi liar jika dikembalikan ke alam bebas sedangkan kambing dengan mudah menjadi liar. Domba mempunyai kelenjar di bawah mata yang menghasilkan sekresi seperti air mata. Di celah antara kedua bilah kuku keluar sekresi yang berbau khas saat berjalan. Tanduk penampang segitiga dan tumbuh melilit. Bulu wol bahan sangat baik digunakan sebagai bahan wol, olahan, kain atau benang. Domba jantan tidak berbau prengus. Konsumsi bahan kering, bahan oragnik, air minum, dan vlume urin domba lebih tinggi dai pada kambing (Elita, 2006). Kambing lebih efisien daripada domba. Berat jenis urine kambing lebih tinggi dibandingkan domba. Perbedaan jenis kelamin pada kambing dan domba tidak berpengaruh terhadap konsumsi bahan kering, bahan organik, air minum, kecernaan bahan kering dan bahan organik, pertambahan bobot badan, konversi ransum, bahan kering feses, kadar air feses, volume urine dan berat jenis urine



.



6







Tingkah Laku Menyelidik (Investigatory) Pada sistem perkawinan alami, diperlukan strategi perkawinan yang tepat mengingat kemampuan seekor pejantan untuk mengawini sejumlah betina per satuan waktu sangat terbatas. Perkawinan alami secara kelompok, dalam batas tertentu sangat efektif untuk mendapatkan tingkat kebuntingan yang tinggi. Tapi pada perkawinan kelompok sering terjadi seekor pejantan hanya mengawini betina tertentu, karena adanya faktor memilih (preference) dari pejantan bersangkutan. Akibatnya betina lain yang sedang birahi dalam kelompok tersebut tidak dikawini sampai masa birahinya bera khir. Penempatan lebih dari satu pejantan dalam satu kelompok dapat menjadi solusi. Namun hal ini dapat berbahaya karena pejantan akan berkelahi sesamanya, kecuali perkawinan kelompok dilakukan di padang penggembalaan yang luas. Pada usaha peternakan rakyat dengan skala pemilikan ternak yang rendah (2-3 ekor AgroinovasI 13 Badan Litbang Pertanian Edisi 19-25 Oktober 2011 No.3427 Tahun XLII induk/petani), sangatlah tidak efisien bila setiap petani memiliki pejantan. Namun bila tidak ada pejantan maka kebuntingan dan kelahiran tidak akan terjadi yang berarti kerugian. Untuk mengatasi hal ini petani dapat bergabung dan membangun areal peternakan bersama (perkampungan ternak) dan pejantan menjadi milik bersama. Untuk menghindari kemungkinan kawin kerabat dekat (inbreeding), pergantian pejantan hendaknya dilakukan secara terencana dan teratur. Pada perkawinan secara dituntun (hand mating), deteksi birahi menjadi sangat penting. Deteksi birahi dapat dilakukan dengan memperhatikan tingkah laku ternak atau perubahan pada organ sekual luar. Secara alami, pejantan sangat efektif dalam deteksi birahi. Bagi ternak yang birahi, sebaiknya dikawinkan dua kali selama periode birahi.







Tingkah Laku Berkelahi (Agonistik) Sifat tingkah laku yaitu: 7



1. Makan (ingestif): lama tingkah laku domba yang memakan konsentrat, rumput atau mineral blok (menit). 2. Bermain (playing): lama tingkah laku domba yang berlari dan meloncat senang, biasanya diikuti domba yang lain dalam kelompok tersebut (menit). 3. Berkelahi/agresif (agonistic): lama tingkah laku domba yang aktif menyerang (menanduk domba lain) atau melawan dengan menanduk juga (bertubrukan kepala dengan kepala) serta tingkah laku yang menggesekkan atau menandukkan tanduk ke dinding atau tiang kandang (menit). 4. Membuang kotoran (eliminatif): lama tingkah laku domba membuang feses (defekasi) atau urine (urinasi) (menit). 5. Merawat diri (care giving): lama tingkah laku domba merawat diri bagian tubuh yang gatal diantaranya dengan cara menggigit bagian tubuh sendiri seperti bagian kaki depan atau belakang, badan bagian samping, paha dan sebagainya, atau menggarukan kaki belakang ke bagian tubuh seperti leher, kepala, kaki depan, dan sebagainya, atau menggesek-gesekkan pantat, badan bagian samping dan pundak ke dinding kandang (menit). 6. Melangkah/berjalan (locomotion): lama tingkah laku domba melangkah atau berjalan (menit). 7. Berdiri (standing): lama tingkah laku domba berdiri (tidak melangkah), biasanya diiringi dengan aktivitas regurgitasi, remastikasi dan redeglutasi atau melihat/mengamati sesuatu (menit). 8. Istirahat tidur (sleeping): lama tingkah laku domba berbaring dengan posisi kepala rebah atau bersandar dan mata tertutup (menit). 9. Istirahat berbaring (resting): lama tingkah laku domba berbaring dengan posisi kepala tegak dan mata terbuka, biasanya diringi dengan aktivitas regurgitasi, remastikasi dan redeglutasi (menit). 10. Minum (drinking): lama tingkah laku domba meminum air di tempat/bak air minum (menit). C. Ternak Unggas (Ayam dan itik) 



Tingkah Laku Makan 1, bertelur, mereka gelisah mencari tempat yang nyaman untuk bertelur. Selain itu dapat dilihat sifat menyerang ketika induk ayam sedang mengasuh anak-anaknya. Perilaku bertelur dan mengeram ayam lokal juga sering terjadi menggunakan sarang yang sama dengan induk yang lain. Tingkah laku seperti ini tentunya sangat mengganggu ayam yang sedang bersarang. Sifat berlaga pada ayam jantan masih sering terlihat ketika mereka saling berhadapan, terutama pada ayam yang belum saling mengenal. Ayam betina pun demikian.







Tingkah Laku Berkelahi (Agonistik) Tingkah laku antara individu ayam dalam suatu kelompok yang menyerupai penyerangan (aggresion) adalah pematukan bulu (feather pecking). Patuk bulu ini mirip dengan gerakan makan, yaitu bulu dari salah satu ayam dipatuk oleh ayam lain 8



dan dicabut bahkan kadang-kadang sampai dimakan. Pencabutan bulu seperti ini akan mengakibatkan pendarahan pada pangkal bulu dan darah yang terlihat sangat menarik ayam yang lain, sehingga beramai-ramai mematuk dan memakan darah dari ayam yang tercabut bulunya. Kejadian patuk bulu ini paling sering terjadi di bagian ekor. Ada lima tipe patuk bulu, yaitu: 1. Pematukan agresif 2. Pematukan pelan-pelan tanpa mencabut bulu 3. Pematukan intensif hingga terjadi pencabutan bulu 4. Penggundulan bulu 5. Pematukan ekor



D. Herbivora nonruminansia (Babi dan Kuda) 



Tingkah Laku Makan



1.Merumput pada kuda & babi 2.Kuda mengambil rumput dengan cara memotongnya menggunakan gigi seri yang pada rahang atas dan bawah, kemudian mengunyahnya dan akhirnya ditelan. 3.Kuda tidak melakukan regurgitasi karena ia termasuk herbivora monogastrik. 4.Tingkah laku makan (mengerip,mengerumit).



pada



babi



adalah



khas,



yaitu



dengan



mengunggis



5.Moncongnya digunakan untuk mengenali pakan yang ada dalam tanah dengan gerakan mencongkel kearah depan atas untuk menemukan cacing, terpayak,dan umbi-umbian







Tingkah Laku Menyelidik (Investigatory)



1.Ada spe sies ternak yang melakukan identifikasi, ransangan dan kopulasi dengan cara saling mencium (naso-naso) 2.Respons noraml yang ditunjukan oleh betina adlah segerah kencing (mengeluarkan urine). 3.Selanjutnya, penjantan melakukan flehmen, yaitu suatu sikap mengangkat dn menjulurkan kepala sambil mengerutkan bibir atas dengan mulut sedikit terbuka







Tingkah Laku Berkelahi (Agonistik) TINGKAHLAKULAINNYA A.AGONISTIK ribut dan suka berebut ambing, makanan, dan tempat nyaman B.DOMINADANSUBORDINAN Anak makin besar makin dominan, jantan dan betina cepat tumbuh, membuat kelompoksendiri-sendiri,dominasi. 9



C.ELIMINASI Tempat defakasi terkonsentrasi pada satu tempat.



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan a. Pola makan sapi penggembalaan, sapi akan meluangkan 8-10 jam untuk merumput tetapi mempunyai fleksibilitas yang cukup untuk menyesuaikan waktu merumput dan mempertahankan jumlah pakannya ketika berhenti merumput. b. Sapi yang dikandangkan memiliki pola makan berkelompok, selain tingkah laku ingestif juga dipengaruhi tingkah laku social dalam kandang. c. Pakan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu: ·  Pakan hijauan atau lebih dikenal sebagai pakan tradisional, ·  Pakan yang telah diproses yang disukaioleh rata-rata ternak, ·  Pakan yang tidak disenangi. 10



d. Asupan nutrisi pada pakan sapi penting bagi perkembangan hormon-hormon reproduksi sapi tersebut.



3.2 Saran a.Pemeliharaan sapi yang diumbar sebaiknya dilakukan dilingkungan yang bersih dan terbebas dari bibit penyakit. b.Sapi yang dipelihara dalam kandang pemberian pakannya harus bervariasi agar sapi tidak mudah bosan dengan pakannya tersebut. c. Pakan yang diberikan kepada sapi haruslah paka hijauan yang memiliki nutrisi yang tinggi.



 



DAFTAR PUSTAKA



Partodihardjo, S. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Penerbit: Mutiara. Jakarta. Suharto, K. 2003. Penampilan Potensi Reproduksi Sapi Perah Frisien Holstein Akibat Pemberiaan Kualitas Ransum Berbeda dan Invusi Larutan Iodium Povidun 1% Intra Uterin. Tesis Program Studi Magister Ternak. Universitas Diponegoro. Semarang. Tagama, T.S. 1995. Pengaruh Hormon Estrogen, Progesteron, dan Prostaglandin Terhadap Aktivitas Birahi Sapi PO Dara. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak. Grati 4: 11-17.



11