Tugas Makalah Geothermal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1



LATAR BELAKANG Daerah Nusa Tenggara Timur adalah bagian ujung timur dari busur banda yang



merupakan busur gunung api yang memanjang dari mulai Sabang di ujung Sumatra, Jawa sampai P.Wetar di ujung timur Nusa Tenggara. Konsekuensi dari wilayah busur gunungapi ini selain terdapat banyak gunungapi aktif juga terdapat potensi energi panas bumi yang melimpah yang merupakan akibat dari post volcanic activity. Dalam kenyataannya, pengembangan energi panas bumi tersebut masih terpusat di P.Jawa, sedangkan daerah lain di luar P.Jawa yang mempunyai potensi panas bumi yang cukup baik dibanding dengan potensi panas bumi yang terdapat di pulau Jawa masih belum mendapat perhatian yang cukup memadai terutama oleh pengembang di bidang panas bumi. Salah satu daerah tersebut adalah daerah Nusa Tenggara Timur. Saat ini daerah Nusa Tenggara Timur adalah salah satu provinsi di Indonesia yang mungkin hampir seratus persen menggunakan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD). Sebagai daerah yang curah hujannya cukup rendah maka tidak mungkin di daerah ini untuk di bangun pembangkit tenaga listrik tenaga air (PLTA) yang merupakan pembangkit tenaga listrik yang paling murah. Sebaliknya sebagai wilayah yang dilalui oleh busur gunungapi maka daerah ini sangat kaya akan sumber energi panas bumi. Energi tersebut tidak saja dapat digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik, akan tetapi juga dapat digunakan secara langsung untuk pengering hasil pertanian, perikanan, parawisata dll. 1.2



RUMUSAN MASALAH 1. Pengertian Panas Bumi (Geothermal) 2. Cara Terbentuknya Panas Bumi (Geothermal) 3. Potensi Panas Bumi (Geothermal) di Indonesia 4. Tahapan Eksplorasi panas bumi (Geothermal) di Ulumbu dan Mataloko



1.3



TUJUAN 1. Untuk mengetahui apa itu panas bumi 2. Untuk mengetahui cara terbentuknya panas bumi 3. Untuk mengetahui potensi panas bumi di Indonesia 4. Untuk mengetahui tahapan eksplorasi panas bumi di Ulumbu dan Mataloko 1



BAB II PEMBAHASAN 2.1 DASAR TEORI 2.1.1. pengertian panas bumi Energi panas bumi (Gheotermal Energy) adalah energi panas yang berasal dari kedalaman bumi yang berada di bawah dataran antara 32-40 km dan di bawah lautan antara 10-13 km. Menurut Pasal 1 UU No.27 tahun 2003 tentang Panas Bumi. Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem Panas Bumi dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambangannya. 2.1.2. Terjadinya Sistem Panas Bumi Secara garis besar bumi ini terdiri dari tiga lapisan utama (Gambar 2.1), yaitu kulit bumi (crust), selubung bumi (mantle) dan inti bumi (core). Kulit bumi adalah bagian terluar dari bumi. Ketebalan dari kulit bumi bervariasi, tetapi umumnya kulit bumi di bawah suatu daratan (continent) lebih tebal dari yang terdapat di bawah suatu lautan. Di bawah suatu daratan ketebalan kulit bumi umumnya sekitar 35 kilometer sedangkan di bawah lautan hanya sekitar 5 kilometer. Batuan yang terdapat pada lapisan ini adalah batuan keras yang mempunyai density sekitar 2.7 - 3 gr/cm3.



Gambar 2.1. Susunan Lapisan Bumi Di bawah kulit bumi terdapat suatu lapisan tebal yang disebut selubung bumi (mantel) yang diperkirakan mempunyai ketebalan sekitar 2900 km. Bagian teratas dari selubung bumi juga merupakan batuan keras. Bagian terdalam dari bumi adalah inti bumi (core) yang mempunyai ketebalan sekitar 3450 kilometer. Lapisan ini mempunyai temperatur dan tekanan yang sangat tinggi sehingga lapisan ini berupa lelehan yang sangat panas yang diperkirakan mempunyai 2



density sekitar 10.2 - 11.5 gr/cm3. Diperkirakan temperatur pada pusat bumi dapat mencapai sekitar 60000F. Kulit bumi dan bagian teratas dari selubung bumi kemudian dinamakan litosfir (80-200 km). Bagian selubung bumi yang terletak tepat di bawah litosfir merupakan batuan lunak tapi pekat dan jauh lebih panas. Bagian dari selubung bumi ini kemudian dinamakan astenosfer (200 - 300 km). Di bawah lapisan ini, yaitu bagian bawah dari selubung bumi terdiri dari material-material cair, pekat dan panas, dengan density sekitar 3.3 - 5.7 gr/cm3. Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa



litosfer



sebenarnya



bukan



merupakan



permukaan yang utuh, tetapi terdiri dari sejumlah lempeng-lempeng tipis dan kaku (Gambar 2.2).



Gambar 2.2. Lempengan-lempengan Tektonik Lempeng-lempeng tersebut merupakan bentangan batuan setebal 64-145 km yang mengapung di atas astenosfer. Lempeng-lempeng ini bergerak secara perlahan-lahan dan menerus. Di beberapa tempat lempeng-lempeng bergerak memisah sementara di beberapa tempat lainnya lempeng-lempeng saling mendorong dan salah satu diantaranya akan menujam di bawah lempeng lainnya (lihat Gambar 2.3). Karena panas di dalam astenosfere dan panas akibat gesekan, ujung dari lempengan tersebut hancur meleleh dan mempunyai temperatur tinggi (proses magmatisasi).



3



Gambar 2.3. Gambaran Pergerakan Lempengan Tektonik (Wahl, 1977) Pada dasarnya sistem panas bumi terbentuk sebagai hasil perpindahan panas dari suatu sumber panas ke sekelilingnya yang terjadi secara konduksi dan secara konveksi. Perpindahan panas secara konduksi terjadi melalui batuan, sedangkan perpindahan panas secara konveksi terjadi karena adanya kontak antara air dengan suatu sumber panas.



Gambar 2.4. Perpindahan Panas Di Bawah Permukaan Pada Gambar 2.5 memperlihatkan model konseptual panas bumi seperti rekahan dan patahan yang terdapat di permukaan membuat air dapat masuk ke dalam pori-pori batuan. Air ini lalu menembus ke bawah maupun ke samping selama ada celah untuk air dapat mengalir. Ketika air samapai ke sumber panas (heat source) maka temperatur air akan meningkat, maka air akan menguap sebagian dan sebagian lagi akan tetap menjadi air dengan suhu yang tinggi. Fluida panas ini mentransfer panas ke batuan sekitar dengan proses konveksi, jika temperatur meningkat maka akan mengakibatkan bertambahnya volume dan juga tekanan.



4



Gambar 2.5. Model konseptual Sistem Panas bumi (Putrohari, 2009) Fluida panas akan menekan batuan sekitarnya untuk mencari celah atau jalan keluar dan melepaskan tekanan. Karena tekananya lebih tinggi dibandingkan tekanan di permukaan maka fluida akan bergerak naik melalui celah-celah. Fluida tersebut akan keluar sebagai manifestasi permukaan. Bisa dikatakan bahwa dengan adannya pemunculan beberapa manifestasi terdapat sistem panas bumi dibawah permukaan daerah sekitar tempat pemunculan manifestasi seperti mata air panas, kubangan lumpur panas (mud pools), geyser dan manifestasi panas bumi lainnya. Secara garis besar sistem panas bumi dikontrol oleh adanya sumber panas (heat source), batuan reservoir, lapisan penutup, keberadaan struktur geologi dan daerah resapan air (Suharno, 2010). Hochstein dan Browne, (2000) mengkategorikan sistem panas bumi menjadi tiga sistem, yaitu: 1. Sistem hidrotermal, merupakan proses transfer panas dari sumber panas ke permukaan secara konveksi, yang melibatkan fluida meteoric dengan atau tanpa jejak dari fluida dari magmatic. Daerah rembesan berfasa cair dilengkapi air meteoric yang berasal dari daerah resapan. Sistem ini terdiri atas : sumber panas, reservoir dengan fluida panas, daerah resapan dan daerah rembesan panas berupa manifestasi. 2. Sistem vulkanik, merupakan proses transfer panas dari dapur magma ke permukaan melibatkan konveksi fluida magma. Pada sistem ini jarang ditemukan adanya fluida meteoric. 5



3. Sistem vulkanik-hidrotermal, merupakan kombinasi dua sistem di atas, yang diwakili dengan air magmatik yang naik kemudian bercampur dengan air meteorik. Temperatur suatu sistem panas bumi diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan temperatur reservoir:  Tinggi (temperatur reservoir lebih besar dari 225o C)  Sedang/intermediet (temperatur reservoir 125oC hingga 225oC)  Rendah (tempratur reservoir lebih kecil dari 125oC) Sedangkan berdasarkan fase fluida di dalam reservoir, sistem panasbumi terbagi menjadi 2 (Saptadji, 2011), yaitu : 1. Single Phase System Reservoir megandung air panas dengan temperatur sekitar 90oC hingga 180oC dan tidak ada pendidihan yang terjadi di reservoir. Reservoir pada sistem ini termasuk sistem panasbumi bertemperatur rendah. Jika reservoir ini dibor, maka yang keluar berupa air karena rekahannya masih sangat tinggi. 2. Two Phase System Two phase system terbagi menjadi 2, yaitu : a. Sistem dominasi uap atau vapour dominated system, yaitu sistem panas bumi di mana sumur-sumurnya memproduksikan uap kering atau uap basah karena ronggarongga batuan reservoirnya sebagian besar berisi uap panas. Dalam sistem dominasi uap, diperkirakan uap mengisi rongga-rongga, saluran terbuka atau rekahan-rekahan (Gambar bawah), sedangkan air mengisi pori-pori batuan. Karena jumlah air yang terkandung di dalam pori-pori relatif sedikit, maka saturasi air mungkin sama atau hanya sedikit lebih besar dari saturasi air konat sehingga air terperangkap dalam pori-pori batuan dan tidak bergerak.



6



Gambar 2.6. Kondisi hidrologi dari sistem dominasi uap (Simmons, 1998) b. Sistem dominasi air atau water dominated system yaitu sistem panas bumi dimana sumur-sumurnya menghasilkan fluida dua fasa berupa campuran uap air. Dalam sistem dominasi air, diperkirakan air mengisi rongga-rongga, saluran terbuka atau rekahan-rekahan (Gambar bawah). Lapangan Awibengkok termasuk kedalam jenis ini, karena sumur-sumur umumnya menghasilkan uap dan air. Seperti dapat dilihat pada Gambar sistem dominasi uap dan sistem dominasi air, profil tekanan dan temperatur terhadap kedalaman sangat berlainan. Pada sistem dominasi air, baik tekanan maupun temperatur tidak konstant terhadap kedalaman.



7



Gambar 2.7. Kondisi hidrologi dari sistem dominasi air (Simmons, 1998) 2.1.3.Potensi dan Pemanfaatan Sumber Energi Panas Bumi di Indonesia Daerah di Indonesia yang memiliki potensi sumber tenaga panas bumi cukup banyak, usaha pencarian sumber energi panas bumi di Indonesia pertama kali dilakukan di daerah Kawah Kamojang pada tahun 1918. Pada tahun 1926 hingga tahun 1929 lima sumur eksplorasi dibor dimana sampai saat ini salah satu dari sumur tersebut, yaitu sumur KMJ‐3 masih memproduksikan uap panas kering atau dry steam. Pecahnya perang dunia dan perang kemerdekaan Indonesia mungkin merupakan salah satu alasan dihentikannya kegiatan eksplorasi di daerah tersebut. Kegiatan eksplorasi panas bumi di Indonesia baru dilakukan secara luas pada tahun 1972. Direktorat Vulkanologi dan Pertamina, dengan bantuan Pemerintah Perancis dan New Zealand melakukan survey pendahuluan di seluruh wilayah Indonesia. Dari hasil survey dilaporkan bahwa di Indonesia terdapat 217 prospek panas bumi, yaitu di sepanjang jalur vulkanik mulai dari bagian Barat Sumatera, terus ke Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan kemudian membelok ke arah utara melalui Maluku dan Sulawesi. Survey yang dilakukan selanjutnya telah berhasil menemukan beberapa daerah prospek baru sehingga jumlahnya meningkat menjadi 256 prospek, yaitu 84 prospek di Sumatera, 76 prospek di Jawa, 51 prospek di Sulawesi, 21 prospek di Nusatenggara, 3 prospek di Irian, 15 prospek di Maluku dan 5 prospek di Kalimantan. Sistim panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistim hidrothermal yang mempunyai temperatur tinggi (>225℃), hanya beberapa diantaranya yang mempunyai temperatur sedang (150‐225℃). Potensi energi panas bumi di Indonesia dipastikan sangat besar dengan kapasitas energi listrik yang bisa dihasilkan mencapai 29.000 Mega Watt atau setara 40% potensi energi panas bumi di dunia. Dari kapasitas energi panas bumi yang ada di Indonesia itu, 22% diantaranya atau sekitar 6.096 MW berlokasi di wilayah Provinsi Jawa Barat. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan Indonesia memiliki potensi energi terbarukan berupa panas bumi yang sangat luar biasa besar. “Bila ditaksir potensi energi panas bumi Indonesia mencapai 40% dari potensi panas bumi di dunia. Kapasitas yang diperkirakan bisa diperoleh dari hasil pengolahan panas bumi menjadi energi listrik di Indonesia bisa mencapai 29.000 MW,” Menteri ESDM mengatakan bahwa Jabar menjadi wilayah yang memiliki potensi energi panas bumi yang besar di Indonesia. Dari 8



potensi 29.000 MW itu, Jabar bisa menyumbangkan potensi energi listrik dari panas bumi sebesar 6.096 MW atau 22%-nya.



Gambar 2.8. Peta Persebaran Panas Bumi Di Indonesia Dari gambar diatas dapat kita lihat bahwa potensi sumber tenaga panas bumi di Indonesia terletak di Jawa Barat, daerah lainnya yang juga memiliki potensi tenaga panas bumi yang cukup tinggi adalah : Sumatera Utara, Lampung, Sumatera Selatan, Jawa Tengah dan lain-lain.



9



POTENSI PANAS BUMI DAERAH NUSA TENGGARA TIMUR



Hasil penyelidikan Sub Dit Panas Bumi, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, sampai tahun 2002 terdapat 18 lokasi manifestasi panas bumi di daerah Nusa Tenggara Timur yang tersebar dalam enam kabupaten yaitu Kabupaten Manggarai, Ngada, Ende, Flores Timur, Lembata dan Kabupaten Alor. Dari 18 lokasi tersebut, 6 lokasi masih dalam tahap penyelidikan pendahuluan sedangkan 10 lokasi sudah memasuki tahap penyelidikan detail dan 2 lokasi sudah dalam tahap pemboran. Dari hasil inventarisasi dan eksplorasi tersebut diperkirakan potensi panas bumi daerah Nusa Tenggara Timur mencapai 1055 MWe yang terdiri dari 125 MWe Sumber Daya Spekulatif, 374 MWe Sumber Daya Hipotetis, 542 MWe Cadangan Terduga dan 14 MWe Cadangan Terbukti. Salah satu cadangan terbukti tersebut adalah lapangan panas bumi Mataloko yang dalam pengembangnnya merupakan hasil kerja sama antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Jepang.



10



2.2



EKSPLORASI GHEOTERMAL DI ULUMBU DAN MATALOKO



2.2.1 EKSPLORASI GHEOTERMAL DI MATALOKO A.



EKSPLORASI PENDAHULUAN 1. Lokasi Panas Bumi Mataloko



Gb.1 Peta Lokasi Lapangan Panas Bumi Mataloko, NTT Lapangan panas bumi Mataloko terletak pada koordinat X = 286920.49 mT dan Y = 9022732.12 mU, termasuk Kelurahan Toda Belu, Kecamatan Golewa, Kabupaten NgadaNTT. Rencana lokasi pemboran berjarak ±12 km di sebelah tenggara kota Kabupaten Bajawa, atau ±2 km di sebelah selatan jalan raya Bajawa-Ende (sisi timur Kampung Toda Belu) yang dapat dicapai melalui jalan udara, dari Bandung-Denpasar-Maumere yang dilanjutkan dengan jalan darat Maumere-Ende-Mataloko-Todabelu, atau Ende-Mataloko-Toda Belu. Berdasarkan kerangka tektonik regional, daerah penelitian (Kabupaten Ngada-Flores) termasuk busur kepulauan Banda-Sunda Kecil (McCaffrey; 1988). Kabupaten Ngada-Flores dibedakan menjadi 4 (empat) zona fisiografi, yaitu 1). Cekungan Aesesa, 2). Kaldera Welas, 11



3). Kaldera Bajawa, dan 4). Zona Gunungapi Muda. Lokasi pengembangan panas bumi ini terletak pada zona gunung api muda yang dicirikan oleh 2 (dua) gunung api aktif, yaitu G. Inelika di tengah dan G. Ineria di selatan (termasuk Wolo Bobo dan G. Ebulobo) . W. Bobo yang mirip G. Inelika dicirikan oleh sejumlah kerucut tufa (tuff cone) yang tersebar pada satu kelurusan berarah utara-selatan. Kelurusan yang sama (barat laut-tenggara) hadir di daerah Mataloko. Kelurusan ini merefleksikan dapur magma berbentuk dike (dike-shaped magma chamber) di bawah Lapangan Panas Bumi Mataloko (Muraoka et al., 1999). 2. Review Geologi a. Geologi Regional Stratigrafi daerah Bajawa terdiri dari batuan vulkanik tua, batuan vulkanik Bajawa, produk dari kerucut abu, Tuff Aimere, dan produk dari gunung Inerie. Batuan vulkanik tersebar pada batas barat dan timur dan bagian selatan daerah Bajawa. Batuan vulkanik Bajawa berada pada tengah hingga bagian utara Bajawa dan terkumpul dalam depresi Bajawa. Kerucut abu tersebar secara luas dalam depresi Bajawa dan cenderung dominan di bagian barat depresi dibandingkan sebelah timur. Tuff Aimere hanya tersingkap di sebelah barat depresi dan tidak dijumpai di daerah lain. Produk gunung api Inerie menempati bagian barat daya Bajawa. Struktur geologi daerah Bajawa ditandai dengan adanya depresi, yaitu depresi Bajawa yang melingkupi kota Bajawa di bagian barat dan Mataloko di bagian timur. b. Geologi Daerah Daratei Todabelu Mataloko Geomorfologi daerah panas bumi Daratei Todabelu Mataloko dibagi menjadi tiga yaitu kerucut vulkanik tua, kerucut vulkanik muda dan pedataran. Satuan kerucut vulkanik tua tersebar hampir ke seluruh bagian daerah Mataloko. Satuan kerucut vulkanik muda tersebar di bagian barat laut, tengah hingga selatan sedangkan satuan pedataran terdapat di bagian timurlaut daerah ini yaitu di sebelah timur kampung Mataloko. Litologi daerah panas bumi Daratei Todabelu Mataloko disusun oleh batuan dasar (basement) “Green Tuff”, batuan vulkanik Tersier sampai Kuarter serta endapan permukaan. Struktur geologi yang



berkembang di daerah ini terdiri dari sedikitnya 5 sesar normal,



kelurusan vulkanik, bagian dari dinding kaldera Nage dan struktur sisa dinding kawah. Pola struktur geologi secara umum berarah



barat laut – tenggara dan kelurusan lain berarah



utara-selatan merefleksikan adanya intrusi atau dapur magma berbentuk dyke di bawah sistem panas bumi Daratei Todabelu Mataloko. Struktur sesar normal Wae Luja, 12



diperkirakan yang mengontrol pemunculan manifestasi panas di permukaan daerah ini. Kelurusan-kelurusan vulkanik yang ada memberi kesan bahwa pemunculan kerucut-kerucut vulkanik terjadi pada periode waktu yang relatif bersamaan melalui suatu media sistem rekahan yang sama. Struktur sisa dinding kawah menunjukkan bahwa di daerah ini telah terjadi aktifitas vulkanisme pada masa lalu. c. Suvei Lapangan Panas Bumi Mataloko



Peta Geologi Daerah Panas Bumi Mataloko (Takahashi, H. etal., 1998) Susunan stratigrafi pada peta geologi daerah Mataloko, W. Bobo dan Nage (Takahashi, H. etal., 1998) digambarkan sebagai berikut. Batuan vulkanik Tersier Mombawa yang tersingkap baik ±3-5 km di sebelah barat daya lokasi pemboran MT-2 ditindih secara tidak selaras oleh endapan vulkanik Pra-kaldera Bajawa (Pleistosen). Batuan vulkanik Pra-Kaldera Bajawa disusun oleh batuan vulkanik Tertua (1.6 Ma) dan batuan vulkanik Tua (1.1 Ma). Batuan vulkanik Tua (Pleistosen Atas) tersebar luas di daerah manifestasi panas bumi Mataloko, terubah kuat menjadi alunit, kaolinit dan monmorilonit (Fredy N., 1999). Pembentukan kaldera Bajawa disertai sejumlah erupsi vulkanik (0.1 – 0.2 Ma), kemudian diikuti oleh serangkaian kerucut vulkanik muda seperti Wolo (Gunung) Inelika, W. Bobo, W. Bela, W. Sasa, W. Pure dan W. Nawa. Hampir semua kerucut vulkanik muda dicirikan oleh kerucut sinder hasil erupsi bertipe strombolian, kecuali W. Inerie (composite cone), W. Inelika dan kubah lava W. Belu. Aktivitas vulkanik termuda di Lapangan Panas Bumi 13



Mataloko adalah W. Inerie dan Inelika, masing-masing berjarak ± 13km dan ± 20 km di sebelah barat-barat daya dan barat laut lokasi pemboran MT-2.



B.



EKSPLORASI RINCI a. Review Geokimia Berdasarkan hasil analisis komposisi kimia air panas dari lima mata air panas



yaitu air panas Mataloko 1, Mataloko 2, Mataloko 3, Liba dan Dhoki Mata, air panas dapat dikelompokan menjadi dua tipe yaitu tipe air sulfat asam pada air panas Daratei Todabelu Mataloko, dan tipe bikarbonat pada air panas Liba dan Dhoki Mata. Hasil analisis Hg tanah pada kedalaman 1 meter menunjukkan konsentrasi relative bervariasi antara 105 sampai dengan 458 ppb. Kandungan Hg tanah yang relatif tinggi terletak disekitar kenampakan fumarola. Adapun kandungan CO2 udara tanah berkisar antara 0,1% sampai dengan 0,72%. Nilai kandungan CO2 tanah yang relatif tinggi berada di sekitar mata air panas Daratei Todabelu Mataloko. Dan kedua data tersebut didapatkan daerah anomali Hg dan CO 2 seluas sekitar 1 km 2 terletak di sekitar lokasi kenampakan panas bumi fumarola. Hasil analisis isotop oksigen 18 dan deuterium air panas Daratei Todabelu Mataloko, diindikasikan bahwa air yang muncul adalah meteoric water yang tertampung dalam batuan alterasi dalam suasana asam yang kaya dengan H2S dan sulfat, yang menguap pada temperatur relatif tinggi. Penentuan temperatur bawah permukaan dilakukan dengan perhitungan geotermometer gas, mengingat air panas dengan temperatur tinggi mempunyai pH asam dan mengeluarkan bau H2S. Dari perhitungan tersebut diperoleh temperatur 283°C, termasuk kedalam tipe entalpi tinggi. Hasil analisis Hg tanah pada kedalaman 1 meter menunjukkan konsentrasi relatif bervariasi antara 105 ppb sampai dengan 458 ppb. Kandungan Hg tanah yang relatif tinggi (>420 ppb) terletak di sekitar kenampakan fumarola dan di sebelah utara lokasi fumarola. b. Review Geofisika 14



Hasil penyelidikan geolistrik pada daerah panas bumi Daratei Todabelu Mataloko menunjukkan pola anomali tahanan jenis rendah