Uji Antihistamin [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar belakang Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan ilmu penyedian bahan obat, dari sumber alam atau sistemik yang sesuai, untuk disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan penyakit. Farmasi mencangkup pengetahuan mengenai identifikasi, pemilihan, aksi farmakologis dan pengawetan terhadap obat-obatan. Seorang ahli farmasi sangat penting memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis senyawa obat. Analisis farmasi merupakan proses mengenal sifat-sifat kimia fisika bahan obat disebut atau dengan identifikasi atau sering juga disebut analisa. Analisis farmasi disebut sebagai teknik analisis obat adalah suatu kegiatan yang diperlukan untuk melakukan pengujian kualitas bahan obat maupun obat jadi. Analisis yang dimaksud adalah analisis yang mencangkup dua konsep yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif merupakan identifikasi bahan baku obat dan analisis kuantitatif merupakan penetapan kadar bahan baku obat maupun sediaan obat dengan kandungan zat aktif tunggal. Metode analisis obat yang diuraikan merupakan metode konvensional yang dapat dilakukan di laboratorium sederhana dengan alat-alat yang sederhana pula. Analisis kualitatif merupakan analisis untuk melakukan identifikasi elemen, spesies, dan/atau senyawa-senyawa yang ada di dalam sampel. Analisis kualitatif berkaitan dengan cara untuk mengetahui ada atau tidaknya suatu analit yang dituju dalam suatu sampel. Analisis kuantitatif adalah analisis untuk menentukan jumlah kadar dari suatu elemen atau spesies yang ada di dalam sampel. Bidang farmasi terutama pada industri farmasi, analisis kimia digunakan secara rutin untuk menentukan suatu bahan baku yang akan digunakan, produk setengah jadi dan produk jadi. Hasilnya dibandingkan dengan spesifikasi yang ditetapkan (Cartika, Harpolia, 2016). Pengaruh pemberian suatu bahan baku yang tidak sesuai dengan standar kefarmasian dalam analisis farmasi akan memberikan dampak serius pada



masyarakat yang menggunakan. Dampak serius dari penggunaan obat-oatan yaitu berupa alergi. Pada kenyataannya untuk mengatasi penyakit penyakit alergi ini diperlukan obat-obatan antihistamin. Alergi termasuk salah satu jenis penyakit yang sering dijumpai dalam masyarakat. Manifestasi dari alergi dapat berupa Asma Bronkhiale (pada saluran nafas bawah), rinitis alergika (pada hidung), UrtikarialEksim (pada kulit). Selain itu, manifestasi alergi terberat dapat berupa syok anafilaktik. Dari seluruh penyakit akibat alergi, angka kejadian rhinitis diperkirakan lebih kurang sebanyak 200/0 (Asma antara 2-10%, dan Eksim 1-2 %) (Widjaja, M.C, 2002). Masyarakat masih menganggap bahwa penyakit alergi ini dapat sembuh dengan sendirinya. Beberapa contoh golongan Antihistamin yang dapat digunakan sebagai analisis kualitatif yaitu golongan Antihistamin H1 dan Antihistamin H2. Oleh karena itu dalam percobaan ini kami melakukan Analisis kualitatif antihistamin golongan H1 dan H2 yang dilakukan di Laboratorium Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Mandiri Gorontalo. 1.2



Maksud dan Tujuan Percobaan



1.2.1 Maksud percobaan Maksud percobaan dalam melakukan praktikum ini yaitu; Analisis secara Kualitatif golongan Antihistamin H1 dan Antihistamin H2 1.2.2 Tujuan Percobaan Tujuan percobaan dalam melakukan praktikum ini yaitu; Untuk mengetahui Analisis secara Kualitatif golongan Antihistamin H1 dan Antihistamin H2. 1.3



Prinsip percobaan



1.3.1



Analisis Antihistamin H1 dan Antihistamin H2 Antihistamin H1 dan Antihistamin H2 menghasilkan hasil positif menggunakan pereaksi Cuprifil. Pereaksi cuprifil memiliki komposisi NaOH, HCl dan CuSO4. NaOH berguna untuk menghasilkan positif berwarna biru. HCl berguna untuk menstabilkan pH dari sampel yang besifat basa. CuSO4 berfungsi untuk membetuk zat lebih komplek sehingga membentuk hasil positif dengan berwarna biru (Rohman, Abdul. 2007).



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Antihistamin Histamin sendiri dikenal sebagai mediator kimia yang penting pada peradangan dan secara khusus berperan dalam respon hipersensitivitas tipe cepat. Hipersensitivitas atau yang dikenal dengan nama alergi adalah perubahan reaksi tubuh atau pertahanan tubuh terhadap suatu benda asing yang terdapat di dalam lingkungan hidup sehari-hari. Alergi termasuk salah satu jenis penyakit yang sering dijumpai dalam masyarakat. Manifestasi dari alergi dapat berupa Asma Bronkhiale (pada saluran nafas bawah), rinitis alergika (pada hidung), UrtikarialEksim (pada kulit). Selain itu, manifestasi alergi terberat dapat berupa syok anafilaktik. Dari seluruh penyakit akibat alergi, angka kejadian rhinitis diperkirakan lebih kurang sebanyak 200/0(Asma antara 2-10%, dan Eksim 1-2 %) (Widjaja, M.C, 2002). Antihistamin dalam dosis terapi, efektif untuk mengobati edema, eritem dan pruritus, tetapi tidak dapat melawan efek hipersekresi asam lambung akibat histamin. Antihistamin tersebut digolongkan dalam antihistamin penghambat reseptor H1 (AH1). Setelah tahun 1972 ditemukan kelompok antihistamin baru yang dapat menghambat sekresi asam lambung akibat histamin. Antihistamin ini digolongkan sebagai antihistamin penghambat reseptor H2 (AH2). Kedua jenis antihistamin ini bekerja secara kompetitif yaitu dengan menghambat interaksi histamin dan reseptor histamin H1 atau H2 (Ganiswara, SG. 1995).



2.1.1



Antihistamin H1 Antihistamin AH1 generasi pertama merupakan reseptor yang tidak selektif, obat-obatan ini juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor-reseptor



dopaminergik,



serotoergik,



alpha-adrenergik,



dan



kolinergik di otak. Semua antihistamin generasi pertama termasuk semua obat-obatan tanpa resep dokter yang tersedia di pasaran menyebabkan efekefek yang tidak diinginkan seperti hilangnya kewaspadaan dalam mengemudi dan bekerja, menurunkan ketangkasan dan dapat meningkatkan efek buruk ethanol dalam menyebabkan kerusakan psikomotor. Penurunan



3



produktivitas pekerja yang disebabkan oleh antihistamin sedatif banyak ditemukan dalam studi klinik. Kasus kecelakaan yang paling sering terjadi pada penggunaan obat-obat antihistamin sedatif adalah luka bakar, diikuti dengan luka terbuka dan luka tusuk, juga patah tulang dan dislokasi sendi (Buske, M. & Laurance Du. 2002. A. Cetirizin Cetirizin adalah metabolit karboksilat dari antihistamin generasi pertama hidroksizin, diperkenalkan sebagai antihistamin yang tidak mempunyai efek sedasi. (dipasarkan pada Desember 1995). Obat ini tidak mengalami metabolisme, mulai kerjanya lebih cepat dari pada obat yang sejenis dan lebih efektif dalam pengobatan urtikaria kronik. Efeknya antara lain menghambat fungsi eosinofil, menghambat pelepasan histamin dan prostaglandin D 2. Cetirizin tidak menyebabkan aritmia jantung, namun mempunyai sedikit efek sedasi sehingga bila dibandingkan dengan terfenadin, astemizol dan loratadin obat ini lebih rendah (Andri, L.,Dkk, 1993).



Gambar 1: Struktur Kimia Cetirizine



B. CTM Klorfeniramin maleat adalah turunan alkilamin yang merupakan antihistamin dengan indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar dengan efek samping dan toksisitas yang relatif rendah. Klorfeniramin maleat juga merupakan obat golongan antihistamin penghambat reseptor H1 (AH1) (Siswandono, 1995). Pemasukan gugus klor pada posisi para cincin aromatik feniramin maleat akan meningkatkan aktifitas antihistamin. Berdasarkan struktur molekulnya, memiliki gugus kromofor berupa cincin pirimidin, cincin benzen, dan ikatan –C=C- yang mengandung elektron pi (π) terkonjugasi yang dapat mengabsorpsi sinar pada panjang gelombang tertentu di daerah UV (200-400 nm), sehingga dapat memberikan nilai serapan (Rohman, Abdul, 2007).



Gambar 2: Struktur Kimia CTM C. Loratadin Loratadin merupakan antihistamin trisiklik dan merupakan derivat azatadin, tetapi pHnya lebih kecil dan lebih polar dibanding senyawa induknya sehingga distribusi dalam SSP kecil. Efek samping loratadin tidak memperlihatkan efek sedatif yang secara klinis bermakna pada pemberian dosis 10 mg. Efek samping yang sering dilaporkan rasa kecapaian, sakit kepala, mulut kering, jantung berdebar, gangguan pencernaan seperti mual dan muntah. Studi penelitian klinis terkontrol efek samping loratadin sebanding dengan plasebo, dimana loratadin tidak memperlihatkan sifat sedatif atau antikolinergik yang secara klinis bermakna (Tjay, T. H., dan Rahardja, K. 2007). Loratadin memiliki rumus molekul C22H23ClN2O2 dengan berat molekul (BM) 382,88 g/mol dan digunakan sebagai obat anti-rhinitis alergi dengan mekanisme antagonis reseptor histamin H1. Loratadin 5



berbentuk serbuk berwarna putih tulang dan tidak larut dalam air, tetapi mudah larut dalam alkohol, aseton dan kloroform (Sweetman, S.C., 2009).



Gambar 3 : Struktur Kimia Loratadin 2.1.2



Antihistamin H2 Setelah tahun 1972, ditemukan kelompok antihistamin baru yang dapat menghambat sekresi asam lambung akibat histamin yaitu burinamid, metilamid dan simetidin. Ternyata antihistamin generasi kedua ini memberi harapan untuk pengobatan ulkus peptikum, gastritis atau duodenitis. Antihistamin generasi kedua mempunyai efektifitas antialergi seperti generasi pertama, memiliki sifat lipofilik yang lebih rendah sulit menembus sawar darah otak. Reseptor H1 sel otak tetap diisi histamin, sehingga efek samping yang ditimbulkan agak kurang tanpa efek mengantuk. Obat ini ditoleransi sangat baik, dapat diberikan dengan dosis yang tinggi untuk meringankan gejala alergi sepanjang hari, terutama untuk penderita alergi yang tergantung pada musim. Obat ini juga dapat dipakai untuk pengobatan jangka panjang pada penyakit kronis seperti urtikaria dan asma bronkial. Peranan histamin pada asma masih belum sepenuhnya diketahui. Pada dosis yang dapat mencegah bronkokonstriksi karena histamin, antihistamin dapat meredakan gejala ringan asma kronik dan gejala-gejala akibat menghirup alergen pada penderita dengan hiperreaktif bronkus. Namun, pada umumnya mempunyai efek terbatas dan terutama untuk reaksi cepat dibanding dengan reaksi lambat, sehingga antihistamin generasi kedua diragukan untuk terapi asma kronik (Ganiswara, SG. 1995).



A. Antimo (Dimenhidrinat-difenhidramit) Difenhidramin merupakan generasi pertama obat antihistamin. Dalam proses terapi difenhidramin termasuk kategori antidot, reaksi hipersensitivitas,



antihistamin



dan



sedatif.



Memiliki



sinonim



Diphenhydramine HCl dan digunakan untuk mengatasi gejala alergi pernapasan dan alergi kulit, memberi efek mengantuk bagi orang yang sulit tidur, mencegah mabuk perjalanan dan sebagai antitusif, anti mual dan anestesi topikal (Ganiswara, SG. 1995).



Gambar 4: Struktur Kimia Difenhidramin 2.2



Uraian sampel A. Cetirizin (Dirjen POM, 1979) Nama resmi



: Cetirizine Hydrochloride



Sinonim



: Cetirizine



Berat molekul



: 461,8



Rumus molekul : C21H25ClN2O3,2HCl Khasiat



: Antihistamin



Kelarutan



: Bebas larut dalam air, praktis tidak larut dalam aseton dan metal klorida



Pemerian



: Putih atau hampir putih bubuk



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup baik



Kegunaan



: Sebagai sampel



A. CTM (Ditjem POM, 1979) Nama lain



: Chlorpheniramini Maleas



Rumus molekul : C6H19ClN2.C4H4O4 Berat molekul



: 390,67



Khasiat



: Antihistaminikum



7



Pemerian



: Serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa



pahit.



Kelarutan



: Larut dalam 4 bagian air, dalam 10 bagian etanol 95%P dan dalam 10 bagian kloroform P, sukar larut dalam eter p.



Kegunaan



: Sampel



B. Loratadin (Dirjen POM, 1995) Nama Resmi



: Loratidine



Nama lain



: Loratidin



Rumus Molekul : C22H23ClN2O2 Farmakologi



: Kompetisi dengan histamin bebas untuk mengikat reseptor H1. Antagonis kompetitif ini akan menghambat efek histamin pada reseptor H1 di saluran gastrointestinal, uterus, pembuluh Darah dan otot bronkus. Peran spesifik, selektif pada reseptor



H1



perifer



menghasilkan



aktivitas



antagonis. Tidak memiliki aktivitas antikolinergik, atau α-adrenergik blocker yang cukup dalam uji in vitro Dosisi



: Dosis Dewasa, usia lanjut, anak 12 tahun tahun atau lebih : 10 mg (1 tablet) sehari sekali. Anak-anak usia 2 – 12 tahun : BB > 30 kg, 10 mg sehari. BB ≤ 30 kg, 5 mg sehari. Khasiat dan keamanan penggunaan pada anak-anak usia dibawah 2 tahun belum terbukti.



Efek samping



: Loratadine tidak memperlihatkan efek mengantuk, lelah, sakit kepala, somnolensi, mulut kering, gangguan pencernaan, nausea, gastritis dan alergi yang menyerupai ruam.



Khasiat



: Antihistamin



Kegunaan



: Sebagai Sampel



C. Antimo (Dimenhidrinat-difenhidramit) (Gunawijaya, F. A. 2000) Berat Molekul



: 291.82



Rumus Molekul : C17H21NO.C7H7CIN4O2 Farmakologi



: Dimenhidrinat mempunyai efek depresi sistem saraf pusat, antikolinergik, antiemetik, antihistamin, dan anestesi lokal. Efek antiemetik dimenhidrinat tercapai dalam 15-30 menit setelah dosis oral dan



Dosis/Cara pakai : Dewasa dan anak (12 tahun ke atas): 50-100 mg tiap 4-6 jam, tidak lebih dari 400 mg dalam 24 jam, atau seperti petunjuk dokter. Anak usia 6 -