UTS Hukum Pidana - M. Romandhon Rizky Putra Tara (12030119410020) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Mata Kuliah



:



Hukum Pidana



Dosen Pengampu



:



Prof. Dr. Pujiyono, S.H., M.Hum.



Nama



:



M. Romandhon Rizky Putra Tara



NIM



:



12030119410020



Jurusan



:



Magister Akuntansi – Kelas Pagi 42 Universitas Diponegoro



Materi



:



Ujian Tengah Semester



1



1.



Sebut dan jelaskan mengapa ketentuan di luar KUHP (hukum pidana khusus) dapat mengatur menyimpang dari Ketentuan Umum Buku I KUHP? Berikan contohnya?



Jawaban Soal Nomor 1 Setidaknya ada 3 jenis hukum pidana tertulis diluar KUHP, yakni : (1) undang-undang yang merubah/menambah KUHP, (2) undang-undang pidana khusus; dan (3) aturan hukum pidana dalam undang-undang yang bukan mengatur hukum pidana. Undang-undang pidana khusus yang murni mengatur tindak pidana diluar KUHP (generic crime) misalnya seperti tindak pidana ekonomi, tindak pidana subversif, tindak pidana terorisme, tindak pidana Hak Asasi Manusia, tindak pidana narkotika, tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, dan lain sebagainya. Sementara, aturan hukum pidana dalam undang-undang bukan hukum pidana sering juga disebut sebagai tindak pidana administrasi (administratif penal law), seperti tindak pidana dibidang perbankan, tindak pidana pajak, tindak pidana dibidang konstruksi dan sebagainya. Perkembangan hukum pidana diluar KUHP tersebut menjadi salah satu persoalan yang mengemuka dalam revisi KUHP. Beberapa pengaturan hukum pidana diluar KUHP dianggap jauh menyimpangi KUHP dan memunculkan ‘dualisme hukum pidana’ nasional. Dalam naskah akademik RKUHP disebutkan beberapa masalah undang-undang pidana dilauar KUHP, yakni: i.



Banyak perundang-undangan khusus tidak menyebutkan/ menentukan kualifikasi tindak pidana sebagai ”kejahatan” atau ”pelanggaran”;



ii.



Mencantumkan ancaman pidana minimal khusus, tetapi tidak disertai dengan aturan pemidanaan/penerapannya.



2



iii.



Subjek tindak pidana ada yang diperluas pada korporasi, tetapi ada yang tidak disertai dengan ketentuan ”pertanggungjawaban pidana korporasi.



iv.



Pemufakatan jahat dipidana sama dengan tindak pidananya, namun tidak ada ketentuan yang memberikan pengertian/batasan/syarat-syarat kapan dikatakan ada ”pemufakatan jahat” seperti halnya dalam KUHP (Pasal 88).



3



2.



Apakah yang dimaksud dengan hukum pidana yang dikodifikasi dengan non kodifikasi, sebutkan perbedaannya dan berikan contohnya?



Jawaban Soal Nomor 2 Hukum Pidana yang dikodifikasikan (KUHP dan KUHPT) dan Hukum Pidana yang tidak dikodifikasikan, yakni yang terdapat di luar KUHP tersebar dalam berbagai undang-undang dan peraturan lain, misalnya Ordonansi Obat Bius, Ordonansi Lalu-Lintas, dan sebagainya. Tumbuhnya kodifikasi hukum adalah untuk mengatasi tidak adanya kepastian hukum dan kesatuan hukum di suatu negara. Di Indonesia, sebelum adanya kodifikasi atau hukum nasional yang berlaku adalah hukum adat. Menurut V. Vollenhoven di Indonesia terdapat 19 macam masyarakat hukum adat atau rechtsgemeenschappen. Tiap-tiap rechtsgemeenschap memiliki hukum adatnya sendiri yang berbeda dengan hukum adat di rechtsgemeenschap yang lain, sehingga bagi keseluruhan wilayah Indonesia tidak ada kesatuan dan kepastian hukum. Jadi secara nasional tidak terdapat kesatuan hukum dan kepastian hukum karena masingmasing daerah memakai hukumnya sendiri-sendiri yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Maka demi adanya kesatuan dan kepastian hukum, Indonesia memerlukan hukum yang bersifat nasional, yang berlaku bagi seluruh warga negara Indonesia. Oleh karenanya, diperlukan kodifikasi.



4



3.



Apakah dalam KUHP kita mengatur ketentuan tentang asas retroaktif (berlaku surut)? Jawaban meliputi dasar hukum dan syarat pemberlakuannya?



Jawaban Soal Nomor 3 Pemberlakuan surut diizinkan (asas retroaktif) jika sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP yang menyatakan bahwa, “Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya.”



Suatu peraturan perundang-undangan mengandung asas retroaktif apabila: i.



Menyatakan seseorang bersalah karena melakukan suatu perbuatan yang ketika perbuatan tersebut dilakukan bukan merupakan perbatan yang dapat dipidana; dan



ii.



Menjatuhkan hukuman atau pidana yang lebih berat daripada hukuman atau pidana yang berlaku pada saat perbuatan itu dilakukan.



5



4.



Apakah yang dimaksud dengan asas legalitas dalam KUHP kita? Dengan adanya asas legalitas formil, mengapa eksistensi Hukum Pidana Adat (hukum pidana tidak tertulis) tidak diakui?



Jawaban Soal Nomor 4 Asas legalitas merupakan asas yang fundamental dalam hukum pidana karena asas ini menentukan perbuatan-perbuatan mana saja yang dianggap sebagai perbuatan pidana. Asas ini dalam hukum pidana Indonesia dikejawantahkan dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP yang berbunyi “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundangundangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan”. Berdasarkan uraian diatas maka penentuan ada tidaknya perbuatan pidana harus didasarkan pada undang-undang atau hukum tertulis sesuai dengan frasa “kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan” dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP itu sendiri. Tegasnya, pemidanaan berdasarkan hukum adat tidak dimungkinkan karena adanya asas legalitas tersebut. Pemidanaan berdasarkan hukum tidak tertulis tidak mungkin dilakukan disebabkan asas legalitas lahir untuk menjawab ketidakpastian hukum akibat kesewenang-wenangan penguasa.



Tindak pidana adat sebagaimana substansi pengaturan dari hukum pidana adat, secara yuridis formal baru mempunyai dasar hukum semenjak dikeluarkan serta diundangkannya UU Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang Tindakan Sementara untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadilan Sipil. Semenjak dikeluarkannya Undang-Undang a quo maka pemidanaan menurut hukum yang hidup dalam masyarakat (hukum adat) dimungkinkan. Mahkamah Agung pun mengakui eksistensi tindak pidana adat ini melalui



6



putusan-putusannya, misalnya Putusan MA No. 195/K/Kr/1978 (mengadili delik adat Bali – Lokika Sanggraha) dan Putusan MA No. 59K/Kr/1969 (mengadili delik adat Karo – Ndjurmak).



7



5.



Sebut dan jelaskan unsur-unsur tindak pidana menurut aliran monistis dan aliran dualistis. Apa konsekuensi antara dua aliran tersebut?



Jawaban Soal Nomor 5 Golongan aliran monistis a.



D.Simons i.



Perbuatan manusia



ii.



Diancam dengan pidana



iii.



Melawan hukum



iv.



Dilakukan dengan kesalahan



v.



Oleh orang yang mampu bertanggungjawab



b.



c.



Van Hamel i.



Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang



ii.



Melawan hukum



iii.



Dilakukan dengan kesalahan



iv.



Patut dipidana E. Mezger Tindak pidana adalah keseluruhan syarat untuk adanya pidana.



d.



J. Baumann Perbuatan yang memenuhi rumusan delik bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan.



8



e.



Karni Delik itu mengandung perbuatan yang mengandung perlawanan hak, yang dilakukan dengan salah dosa, oleh orang yang sempurna akal budinya dan kepada siapa perbuatan patut di pertanggungkan.



f.



Wirjono Prodjodikoro Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.



Golongan aliran dualistis a.



H.B. Vos i.



Kelakukan manusia



ii.



Diancam pidana dalam undang-undang



b.



W.P.J. Pompe Untuk penjatuhan pidana tidak cukup dengan adanya tindak pidana, akan tetapi disamping itu harus ada orang yang dapat dipidana. Orang ini tidak ada, jika tidak ada sifat melawan hukum atau kesalahan.



c.



Moeljatno i.



Perbuatan (manusia)



ii.



Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil)



iii.



Bersifat melawan hukum (syarat materiil)



9



6.



Sebut, jelaskan, dan berikan contoh jenis-jenis tindak pidana menurut pembagian secara yuridis dan pembagian secara ilmiah atau teoritik?



Jawaban Soal Nomor 6 Jenis-jenis tindak pidana: i.



Kejahatan dan pelanggaran



ii.



Delik formal dan delik materiil



iii.



Delik commisionis delik omissionis, dan delik commisionis per omissionem commissa



iv.



Delik dolus dan delik culpa



v.



Delik tunggal dan delik ganda



vi.



Delik yang berlangsung terus dan delik yang tidak berlangsung terus



vii.



Delik aduan dan bukan delik aduan



viii.



Delik sederhana dan delik yang ada pemberatannya



ix.



Delik ekonomi dan bukan delik ekonomi



x.



Kejahatan ringan



10



7.



Sebut dan jelaskan bahwa KUHP hanya mengenal subjek dan pertanggungjawaban pidana terhadap manusia, tidak terhadap korporasi?



Jawaban Soal Nomor 7 Dalam KUHP dinyatakan hanya manusia yang dapat melakukan suatu tindak pidana, dan juga hanya manusia sajalah yang dapat menjadi subjek hukum pidana. Hal ini dapat diketahui dari tiap-tiap pasal di KUHP karena sebagian besar kaidah hukum pidana dalam KUHP dimulai dengan kata barangsiapa. Dari kata tersebut, dapat disimpulkan bahwa hanya manusialah yang diakui sebagai subjek tindak pidana, Alasan dikatakan demikian karena : i.



Rumusan delik yang selalu menentukan subjeknya dengan menggunakan istilah barang siapa, warga negara Indonesia, pegawai negeri, dan lain sebagainya. Hal ini dapat ditemukan pada pasal 2-9 KUHP.



ii.



Ketentuan tentang pertanggungjawaban pidana, terutama pada pasal 44, 45, dan 49 KUHP, yang mengisyaratkan "kejiwaan" dari tindak pelaku.



iii.



Ketentuan tentang pidana dalam pasal 10 KUHP mengenai denda, hanya manusia yang memahami tentang uang.



iv.



KUHP pasal 59 menyinggung soal ini berbunyi: “Dalam hal-hal di mana karena pelanggaran ditentukan pidana terhadap pengurus, anggota badan pengurus atau komisaris-komisaris, maka pengurus, amggota badan pengurus atau komisariskomisaris yang ternyata tidak ikut campur melakukan pelanggaran tindak pidana”.



11



8.



Sebut dan jelaskan tingkat dan corak kesengajaan? Berikan contohnya?



Jawaban Soal Nomor 8 Kesengajaan (dolus, intent, opzet, vorsatz) merupakan bagian dari kesalahan (schuld). Kesengajaan pelaku mempunyai hubungan kejiwaan yang lebih erat terhadap suatu tindakan dibanding dengan kelalaian (culpa). Karenanya ancaman pidana pada suatu kesengajaan jauh lebih berat, apabila dibandingkan dengan kelalaian. Istilah kesengajaan dalam KUHP dapat temui dalam beberapa pasal dengan penggunaan istilah yang berbeda namun makna yang terkandung adalah sama yaitu sengaja/dolus/opzet. Beberapa contoh pasal tersebut antara lain: i.



Pasal 338 KUHP menggunakan istilah “dengan sengaja”



ii.



Pasal 164 KUHP menggunakan istilah “mengetahui tentang”



iii.



Pasal 362,378,263 KUHP menggunakan istilah “dengan maksud”



iv.



Pasal 53 KUHP menggunakan istilah “niat”



v.



Pasal 340 dan 355 KUHP menggunakan istilah “dengan rencana lebih dahulu”



Teori-teori kesengejaan: a.



Teori kehendak (wilstheorie) adalah kehendak untuk mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan undang-undang.



b.



Teori pengetahuan atau membayangkan (voorstellings-theorie) adalah membayangkan akan timbulnya akibat perbuatannya; orang tidak bisa menghendaki akibat, melainkan hanya dapat membayangkannya.



12



Corak kesengajaan: i.



Kesengajaan yang dimaksud (opzet als oogmerk) untuk mencapai tujuan (yang dekat); dolus directus



ii.



Kesengajaan dengan sadar kepastian (opzet met zekerheidsbewustzijn atau noodzakelijkheidbewustzijn)



iii.



Kesengajaan dengan sadar kemungkinan (dolus eventualis atau voodwaardelijk opzet)



13



9.



Sebut dan jelaskan secara rinci, disertai dengan contoh mengenai alasan-alasan hapusnya pidana?



Jawaban Soal Nomor 9 M.v.T. dari KUHP (Belanda) dalam penjelasannya mengenai alasan penghapus pidana ini, mengemukakan apa yang disebut “alasan-alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang atau alasan-alasan tidak dapat dipidananya seseorang”. 1)



Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak pada diri orang itu (inwendig).



2)



Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak di luar orang itu (uitwendig). Alasan Penghapus Pidana (Umum) dalam KUHP



Alasan Penghapus Pidana yang Ada di Luar KUHP Alasan Penghapus Pidana



Alasan Penghapus Pidana Putatief



Alasan Penghapus Penuntutan (Vervolgings Uitsluitingsgrond)



a.



Alasan Penghapus Pidana (Umum) dalam KUHP i.



Tidak mampu bertanggung jawab (Pasal 44 KUHP)



ii.



Daya paksa (overmacht) (Pasal 48 KUHP)



iii.



Keadaan darurat (noodtoestand) 14



iv.



Pembelaan darurat (noodweer)



v.



Pelampauan batas pembelaan darurat (noodweer exces)



vi.



Menjalankan peraturan undang-undang (Pasal 50)



vii.



Melaksanakan perintah jabatan (Pasal 51 ayat 1)



b.



Alasan Penghapus Pidana yang Ada di Luar KUHP i.



Hak dari orang tua, guru untuk menertibkan anak-anak atau anak didiknya



ii.



Hak yang timbul dari pekerjaan seorang dokter, apoteker, bidan, dan penyelidik ilmiah.



iii.



Izin atau persetujuan dari orang yang dirugikan kepada orang lain mengenai suatu perbuatan yang dapat dipidana, apabila dibukukan tanpa izin atau persetujuan.



iv.



Mewakili urusan orang lain



v.



Tidak adanya unsur sifat melawan hukum yang materiil



vi.



Tidak adanya kesalahan sama sekali



c.



Alasan Penghapus Pidana Putatief



d.



Alasan Penghapus Penuntutan (Vervolgings Uitsluitingsgrond)



15