Uts Ica [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENERAPAN ALIRAN NATIVISME DALAM PEMBELAJARAN 07/11/2013 AFID BURHANUDDIN 1 KOMENTAR



Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan memiliki nuansa yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, sehingga banyak bermunculan pemikiran-pemikiran yang dianggap sebagai penyesuaian proses pendidikan dengan kebutuhan  yang diperlukan. Gagasan dan pelaksanaan pendidikan selalu dinamis sesuai dengan dinamika manusia dan masyarakatnya. Sejak dulu, kini, maupun di masa depan pendidikan itu selalu mangalami perkembangan seiring dengan perkemangan sosial budaya dan perkembangan iptek. Pemikiranpemikiran yang membawa pembaruan pendidikan itu disebut aliran-aliran pendidikan.  Aliran-aliran pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena setia kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya. Dalam makalah ini akan membahas aliran pendidikan nativisme. 1.



A.    Penerapan Aliran Nativisme Dalam Pembelajaran 1. Pengertian Nativisme Nativisme adalah pandangan bahwa keterampilan-keterampilan atau kemampuan-kemampuan tertentu bersifat alamiah atau sudah tertanam dalam otak sejak lahir. Pandangan ini berlawanan dengan empirisme, teori tabula rasa, yang menyatakan bahwa otak hanya mempunyai sedikit kemampuan bawaan dan hampir segala sesuatu dipelajari melalui interaksi dengan lingkungan. Aliran ini bertolak dari Leibnitzian Tradition, atau kemampuan dari diri anak. Sehingga faktor lingkungan tidak berpengaruh dalam faktor pengembangan pendidikan anak. Hasil pendidikan tergantung pembawaan, Schopenhouer (filsuf Jerman 17881860) berpendapat bahwa bayi lahir dalam pembawaan baik dan buruk, maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak itu sendiri. Nativisme berasal dari “nati” artinya terlahir, dan bagi nativisme lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Konvergensi menjelaskan dua faktor: a)      Pembawaan ( hereditas ). b)      Lingkungan dalam perkembangan anak. Maka banyak didapati dalam aliran Nativisme itu anak mirip dengan orang tuanya baik secara fisik dan non fisik (sifat). Di dalam diri individu terdapat “inti” (G. Leibnitz: Monad) yang mendorong manusia yaitu kemauan aktif sendiri, dan manusia adalah makhluk yang mempunyai kemauan bebas. Dalam pandangan humanistic psycology dari Carl R.



Rogers ataupun phenomenology atau humanistik lainnya. Apa yang dialami atau pengalaman pelajar ditentukan “internal frame of reference” yang dimilikinya. Terdapat beberapa variasi pendekatan yaitu: a)      Pendekatan aktualisasi atau non direktif (client centered) dari Carl R. Rogers dan Abraham Maslow. b)      Pendekatan “Personal Constructs” dari George A. Kelly yang menekankan memahami hubungan “transaksional” manusia dan lingkungan awalnya memahami perilakunya. c)      Pendekatan “Gestalt” baik yang klasik (Max Wertheimer dan Wolgang Kphler) maupun pengembangan selanjutnya (K. Lewin dan F. Perls) d)     Pendekatan “Search for Meaning” dengan aplikasi “Logotherapy” dari Viktor Franki yang mengungkapkan pentingnya semangat (human spirit) sebagai tantangan masalah. Pendekatan-pendekatan tersebut di atas tetap menekankan pentingnya “inti” privasi atau jati diri manusia. 1. Tokoh Aliran Nativisme a)      Immanuel Kant Immanuel Kant (lahir di Königsberg, Kerajaan Prusia, 22 April 1724 – meninggal di Königsberg, Kerajaan Prusia, 12 Februari 1804 pada umur 79 tahun). Kota itu sekarang bernama Kaliningrat di Rusia. Dia berasal dari keluarga pengrajin yang sederhana. Ketika Kant masih muda, usaha ayahnya bangkrut. Kehidupan meraka harus didukung oleh keluarga besar orang tuanya. Kant penuh dengan kerendahan hati dan sangat disiplin. Kant kemudian menjadi guru besar untuk logika dan metafisika di Universitas Konisberg. Dia secara rutin menyajikan kuliah tentang geografi fisik. Hal ini dilakukannya sepanjang tahun sampai tahun 1796. Dalam pengantar kuliahnya, dia selalu menegaskan tempat geografi dalam dunia ilmiah. Dia memberikan landasan falsafi bagi geografi sebagai pengetahuan ilmiah. Minat kant dalam geografi fisik tidak dirangsang oleh pengalamannya menghadapi alam di berbagai belahan dunia tetapi muncul dari penyelidikan filsofis atas pengetahuan empiris. Bagi Kant, geografi adalah ilmu empiris yang ingin menunjukkan alam sebagai suatu sistem. Geografi, menurutnya merupakan ilmu tentang fenomena fisik dan budaya yang tersusun dalam ruang bumi.



b)      Arthur Schopenhauer Arthur Schopenhauer (22 February 1788 – 21 September 1860) was a German philosopher best known for his book, The World as Will and Representation (German: Die Welt als Wille und Vorstellung), in which he claimed that our world is driven by a continually dissatisfied will, continually seeking satisfaction. Influenced by Eastern thought, he maintained that the “truth was recognized by the sages of India”; [3]  consequently, his solutions to suffering were similar to those of Vedantic and Buddhist thinkers (i.e. asceticism); his faith in “transcendental ideality”[4] led him to accept atheism[5][6][7][8] and learn from Christian philosophy.[9][10][11] At age 25, he published his doctoral dissertation, On the Fourfold Root of the Principle of Sufficient Reason, which examined the four distinct aspects[12] of experience in the phenomenal world; consequently, he has been influential in the history of phenomenology. He has influenced a long list of thinkers, including Friedrich Nietzsche,[13] Richard Wagner, Otto Weininger, Ludwig Wittgenstein, Erwin Schrödinger, Albert Einstein, [14]  Sigmund Freud, Otto Rank, Carl Jung, Joseph Campbell, Leo Tolstoy, Thomas Mann, Jorge Luis Borges and Mustafa Mahmud. 1. B.     Pengaruh Dan Konsep Teori Nativisme Dalan Praktek Pendidikan Telah cukup banyak dibicarakan hal-ikhwal tentang pendidikan, baik kaitannya dengan hakikat kehidupan manusi, maupun kaitannya dengan kebudayaan sebagai produk dari proses pendidikan. Pada saat manusia mengalami tahap perkembangan, naik secara fisik maupun rohaninya dalam proses pendidikan, muncullah pertanyaan mendasar tentang faktor yang paling berpengaruh terhaap perkembangan itu. Apakah faktor bakat dan kemampuan diri manusia itu sendiri, atau faktor dari luar diri manusia, ataukah kedua-dunya itu secara bersama-sama. Dari faktor pertamalah timbul teori yang disebut sebagai teori nativisme. Nativisme berasal dari kata “nativus” artinya pembawaan. Teori nativisme dikenal juga dengan teori naturalisme atau teori pesimisme. Teori ini berpendapat bahwa manusia itu mengalami pertumbuhkembangan bukan karena faktor pendidikan dan intervensi lain diluar manusia itu, melainkan ditentukan oleh bakat dan pembawaannya. Teori ini berpendapat bahwa upaya pendidikan itu tidak ada gunanya san tidak ada hasilnya. Bahkan menurut teori ini pendidikan it upaya itu justru akan merusak perkembangan anak. Pertumbuhkembangan anak tidak perlu diintervensi dengan upaya pendidikan, agar pertumbuhkembangan anak terjadi secara wajar, alamiah, sesuai dengan kodratnya. Telah dibahas pada sebelumnya bahwa teori nativisme berpendapat tentang perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawan sejak lahir, serta faktor lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Menganalisis dari pendapat tersebut, anak yang dilahirkan dengan bawaan yang baik akan mempunyai bakat yang baik



juga begitu juga sebaliknya. Faktor bawaan sangat dominan dalam menentukan keberhasilan belajar atau pendidikan,. Faktor-faktor yang lainnya seperti lingkungan tidak berpengaruh sama sekali dan hal itu juga tidak bisa diubah oleh kekuatan pendidikan. Pendidikan yang diselenggarakan merupakan suatu usaha yang tidak berdaya menurut teori tersebut, karena anak akan menetukan keberhasilan dengan sendirinya bukan melalui sebuah usaha pendidikan. Walaupun dalam pendidikan tersebut diterapkan dengan keras maupun secara lembut, anak akan tetap kembali kesifat atau bakat dari bawaannya. Begitu juga dengan faktor lingkungan, sebab lingkungan itu tidak akan berdaya mempengaruhi perkembangan anak. Dalam teori nativisme telah ditegaskan bahwa sifat-sifat yang dibawa dari lahir akan menentukan keadaannya. Hal ini dapat diklaim bahwa unsur yang paling mempengaruhi perkembangan anak adalah unsure genetic individu yang diturunkan dari orang tuanya. Dalam perkembangannya tersebut anak akan berkembang dalam cara yang terpola sebagai contoh anak akan tumbuh cepat pada masa bayi, berkurang pada masa anak, kemudian berkembang fisiknya dengan maksimum pada masa remaja dan seterusnya.     Menurut teori nativisme ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia yaitu : a)       Faktor genetik Orang tua sangat berperan penting dalam faktor tersebut dengan bertemunya atau menyatunya gen dari ayah dan ibu akan mewariskan keturunan yang akan memiliki bakat seperti orang tuanya. Banyak contoh yang kita jumpai seperti orang tunya seorang artis dan anaknya juga memiliki bakat seperti orang tuanya sebagai artis. b)       Faktor kemampuan anak Dalam faktor tersebut anak dituntut untuk menemukan bakat yang dimilikinya, dengan menemukannya itu anak dapat mengembangkan bakatnya tersebut serta lebih menggali kemampuannya. Jika anak tidak dituntut untuk menemukannya bakatnya, maka anak tersebut akan sulit untuk mengembangkan bakatnya dan bahkan sulit untuk mengetahui apa sebenarnya bakat yang dimilikinya. c)       Faktor pertumbuhan anak



Faktor tersebut tidak jauh berbeda dengan faktor kemampuan anak, bedanya yaitu disetiap pertumbuhan dan perkembangannya anak selalu didorong untuk mengetahui bakat dan minatnya. Dengan begitu anak akan bersikap responsiv atau bersikap positif terhadap kemampuannya. Dari ketiga faktor tersebut berpengaruh dalam perkembangan serta kematangan pendidikan anak. Dengan faktor ini juga akan menimbulkan suatu pendapat bahwa dapat mencipatakan masyarakat yang baik. Dengan ketiga faktor tersebut, memunculkan beberapa tujuan dalam teori nativisme, dimana dengan  faktor-faktor yang telah disampaikan dapat menjadikan seseorang yang mantap dan mempunyai kematangan yang bagus. Adapun tujuannya adalah sebagai berikut : a)       Dapat memunculkan bakat yang dimiliki. Dengan faktor yang kedua tadi, diharapkan setelah menemukan bakat yang dimiliki, dapat dikembangkan dan akan menjadikan suatu kemajuan yang besar baginya. b)      . Menjadikan diri yang berkompetensi. Hal ini berkaitan dengan faktor ketiga, dengan begitu dapat lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan bakatnya sehingga mempunyai potensi dan bisa berkompetensi dengan orang lain. c)       Mendorong manusia dalam menetukan pilihan. Berkaitan dengan faktor ketiga juga, diharpkan manusia bersikap bijaksana terhadap apa yang akan dipilih serta mempunyai suatu komitmen dan bertanggung jawab terhadap apa yang telah dipilihnya. d)      Mendorong manusia untuk mengembangkan potensi dari dalam diri seseorang. Artinya dalam mengembangkan bakat atau potensi yang dimiliki, diharapkan terus selalu dikembangkan dengan istilah lain terus berperan aktif dalam mengembangkannya, jangan sampai potensi yang dimiliki tidak dikembangkan secara aktif. e)       Mendorong manusia mengenali bakat minat yang dimiliki.



Banyak orang bisa memaksimalkan bakatnya, karena dari dirinya sudah mengetahui bakat-bakat yang ada pada dirinya dan dikembangkan dengan maksimal. Melihat dari tujuan-tujuan itu memang bersifat positif. Tetapi dalam penerapan di praktek pendidikan, teori tersebut kurang mengenai atau kurang tepat tanpa adanya pengaruh dari luar seperti pendidikan. Dalam praktek pendidikan suatu kematangan atau keberhasilan tidak hanya dari bawaan sejak lahir. Akan tetapi banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya seperti lingkungan. Dapat diambil contoh lagi yaitu orang tua yang tidak mampu dan kurang cerdas melahirkan anak yang cerdas daripada orang tuanya. Hal tersebut tidak hanya terpaut masalah gen, tetapi ada dorongan-dorongan dari luar yang mempengaruhi anak tersebut. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, sekarang ini yang ada dalam praktek pendididkan tidak lagi memperhatikan apakah manusia memiliki bakat dari lahir atau tidak, melainkan kemauan atau usaha yang dilakukan oleh manusia tersebut untuk kemajuan yang besar bagi dirinya. Memang secara teoritis pendidikan tidaklah berpengaruh atau tidak berdaya dalam membentuk atau mengubah sifat dan bakat yang dibawa sejak lahir. Kemudian potensi kodrat menjadi cirri khas pribadi anak dan bukan dari hasil pendidikan. Terlihat jelas bahwa anatara teori nativisme dan pendidikan tidak mempunyai hubungan serta tidak saling terkait antara yang satu dengan lainnya. Oleh sebab itulah aliran atau teori nativisme ini dianggap aliran pesimistis, karena menerima kepribadian anak sebagaimana adanya tanpa kepercayaan adanya nilai-nilai pendidikan yang dapat ditanamkan intuk merubah kepribadiannya. 1. C.           Pandangan Pendidikan Terhadap Teori Nativisme Sebelumnya telah disinggung mengenai teori nativisme tersebut, pendidikan tidak bisa mengubah atau mempengaruhi perkembangan anak dan dengan adanya pendidikan akan merusak perkembangan anak tersebut. Melihat hal tersebut muncul pandangan dengan demikian dalam praktek atau aplikasi dari teori tersebut tidaklah memerlukan suatu pendidikan baik itu pendidikan yang bersifat keras maupun lembut, dan walaupun diberikan pendidikan maka  akan menjadikannya suatu hal yang sia-sia. Pendidikan sangatlah diperlukan oleh setiap manusia, karena tanpa pendidikan tidak akan bisa berkembang walaupun dari bawaan sejak lahir sudah memiliki potensi. Fungsi pendidikan yaitu memberikan dorongan  atau menggandeng manusia untuk menjadi lebih naik serta dengan adanya pendidikan dapat lebih lagi memaksimalkan, mengembangkan segala potensi, bakat dan kemampuan yang dimiliki. Selain dari itu juga pendidikan tidak hanya harus kepada akademik saja melainkan harus memperhatikan kegiatan-



kegiatan yang bisa juga untuk menjadi wadah dalam mengembangkan dan menyalurkan bakat anak diluar akademik.     PENUTUP A.      Kesimpulan Dapat kita simpulkan bahwa isi dari teori nativime adalah perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawaan sejak lahir. Faktor lingkungan baik itu didalamnya suatu pendidikan kurang berpengaruh terhadap perkembangan dan pendidikan anak. Kemudian pendidikan dianggap suatu hal yang sia-sia karena pendidikan tidak akan dapat merubah kodrat bawaan tersebut. Selain dari iru terdapat beberapa faktor dan tujuan yang dicapai dari teori nativisme tersebut dan saling terkait sehingga menghasilkan masyarakat yang baik. Selain itu pendidikan tidak diperlukan dalam pembentukan kepribadian seseorang, sehingga antara pendidikan dan teori tersebut tidak berhubungan.



PENERAPAN ALIRAN EMPIRISME DALAM PENDIDIKAN 07/11/2013 AFID BURHANUDDIN 1 KOMENTAR



Menurut aliran ini manusia itu dilahirkan putih bersih seperti kertas putih, artinya tidak membawa potensi apa-apa. Perkembangan selanjutnya tergantung pada pendidikan dan lingkungan. Aliran empirisme dipandang berat sebelah sebab hanya mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dianggap tidak menentukan, menurut kenyataan dalam



kehidupan sehari-hari terdapat anak yang berhasil karena mempunyai bakat tersendiri, meskipun lingkungan disekitarnya tidak mendukung keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan berasal dari dalam diri yang berupa kecerdasan atau kemauan, anak berusaha mendapatkan lingkungan yang dapat mengembangkan bakat atau kemampuan yang telah ada dalam dirinya. Meskipun demikian, penganut aliran ini masih tampak pada pendapat-pendapat yang memandang manusia sebagai makhluk pasif dan dapat diubah, umpamanya melalui modifikasi tingkah laku. Hal itu tercermin pada pandangan scientific psychology Skinner ataupun dengan behavioral. Behaviorisme itu menjadikan perilaku manusia tampak keluar sebagai sasaran kajianya, dengan tetap menekankan bahwa perilaku itu terutama sebagai hasil belajar sematamata.   DEFINISI ALIRAN EMPIRISME Secara epistimologi, istilah empirisme berasal dari kata Yunani yaitu emperia yang artinya pengalaman. Berbeda dengan rasionalisme yang memberikan kedudukan bagi rasio sebagai sumber pengetahuan, maka empirisme memilih pengalaman sebagai sumber utama pengenalan, baik pengalaman lahiriyah maupun pengalaman batiniyah. Thomas Hobbes menganggap bahwa pengalaman inderawi sebagai permulaan segala pengenalan. Pengenalan intelektual tidak lain dari semacam perhitungan (kalkulus), yaitu penggabungan data-data inderawi yang sama, dengan cara berlainan. Dunia dan materi adalah objek pengenalan yang merupakan system materi dan merupakan suatu proses yang berlangsung tanpa hentinya atas dasar hukum dan mekanisme. Prinsip dan metode empirisme diterapkan pertama kali oleh Jhon Locke, langkah utamanya adalah teori empirisme seperti yang telah diajarkan Bacon dan Hobbes dengan ajaran rasionalisme Descartes. Menurut dia, segala pengetahuan dating dari pengalaman dan tidak lebih dari itu. Sementara menurut David Hume bahwa seluruh isi pemikiran berasal dari pengalaman, yang ia sebut dengan istilah “persepsi”. Menurut Hume persepsi terdiri dari dua macam, yaitu: kesan-kesan dan gagasan. Kesan adalah persepsi yang masuk melalui akal budi, secara langsung, sifatnya kuat dan hidup. Sedangkan gagasan adalah persepsi yang berisi gambaran kabur tentang kesan-kesan. Gagasan ini diartikan dengan cerminan dari kesan.      



SEJARAH ALIRAN EMPIRISME Aliran empirisme ini dipelopori oleh John Locke, filosof Inggris yang hidup pada tahun 1632-1704. Gagasan pendidikan Locke dimuat dalam bukunya “Essay Concerning Human Understanding” . Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobes (1588-1679), namun mengalami sistematisi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan David Hume.   TOKOH DAN JENIS  ALIRAN EMPIRISME Tokoh-tokoh penting dalam aliran empirisme : 1. Jhon Locke Lahir di kota Wringtone Kota Somerset Inggris tahun 1632 (meninggal tahun 1704) 1. David Hume Lahir di Edinburg, Skotlandia pada 1711. Ia menempuh pendidikan di kota kelahirannya. 1. Francis Bacon Francis Bacon (1561-1626), lahir di London di tengah-tengah keluarga bangsawan Sir Nicholas Bacon. Beberapa jenis aliran empirisme : 1. Empirisme Kritis Disebut juga Machisme. Sebuah aliran filsafat subyaktif-idealistik. Aliran ini didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran ini adalah ingin “membersihkan” pengertian pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan, kausalitas, dan sebagainya, sebagai pengertian apriori. 1. Empirisme Logis Analisis logis Modern dapat diterapkan pada pemecahan-pemecahan filosofis dan ilmiah. 1. Empirisme Radikal Suatu aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai pada pengalaman inderawi.   PENERAPAN ALIRAN EMPIRISME



Empiris memegang peranan yang amat penting bagi pengetahuan, malah barang kali merupakan satu-satunya sumber dan dasar ilmu pengetahuan menurut penganut empirisme. Pengalaman inderawi sering dianggap sebagai pengadilan yang tertinggi. Berbeda dengan rasionalisme dengan titik tumpu pengetahuan berdasarkan rasio yang memang menempel secara alami, maka kita akan menemukan perbedaan tajam dengan aliran yang satu ini, yaitu empirisme. Aliran ini menegaskan bahwa pengetahuan manusia berdasarkan pengalaman. Atau meminjam katakata John Locke, salah satu dedengkotnya … “Manusia itu ibarat tabula rasa yang nantinya akan diwarnai oleh keadaan eksternalnya…” Ajaran-ajaran pokok empirisme yaitu : 1. 2. 3. 4. 5.



6.



Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau rasio. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau disimpulkan secara tidak langsung dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran defisional logika dan matematika) Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi mendapat tugas untuk mengolah bahan yang diperoleh dari pengalaman. Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-satunya sumber pengetahuan.



  PENUTUP Penalatan yang dilakukan dengan mengkaji teori-teori dalam memahami fakta hanya bias sampai pada perumusan hipotesis. Penalaran hanya member jawaban sementara, bukan kesimpulan akhir. Oleh sebab itu agar sampai kepada kesimpulan akhir, Empirisme diperlukan untuk menguji berbagai kemungkinan jawaban dalam hipotesis. Untuk menguji jawabanjawaban yang dikumpulkan, disusun dan dianalisis. Namun demikian peranan empirisme bukan saja hanya berkaitan dengan tugas pencarian bukti-bukti atau yang lebih dikenal dengan pengumpulan data.   KESIMPULAN



Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme di ambil dari bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai suatu doktrin empirisme adalah lawan dari rasionallisme. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung



PENERAPAN ALIRAN KONVERGENSI DALAM PEMBELAJARAN 08/11/2013 AFID BURHANUDDIN 1 KOMENTAR



Perkembangan  zaman  di  dunia  pendidikan  yang  terus  berubah  secara signifikan banyak merubah pola pikir  pendidik dan peserta didik, dari pola pikir  awam dan kaku menjadi lebih modern dan kritis. Hal tersebut sangat berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia. Pendidikan merupakan hal yang paling penting untuk menuju kehidupan yang lebih baik, karena sukses tidaknya pendidikan tidak lepas dari faktor pembawaan dan lingkungan. Masalah tersebut  merupakan hal yang tidak mudah untuk di jelaskan sehingga memerlukan penjelasan dan uraian yang tidak sedikit. Dalam hal ini akan dipaparkan penjelasan dari aliran konvergensi serta penerapannya dalam pembelajaran.   1. A.  Konsep Dasar dan Definisi Aliran Konvergensi Konvergensi berasal dari kata Convergative yang berarti penyatuan hasil atau kerja sama untuk mencapai suatu hasil. William Stern mengatakan bahwa kemungkinankemungkinan yang dibawa sejak lahir itu merupakan petunjuk-petunjuk nasib manusia yang akan datang dengan ruang permainan. Dalam ruang permainan itulah terletak pendidikan dalam arti yang sangat luas. Tenaga-tenaga dari luar dapat menolong tetapi bukan yang menyebabkan perkembangan itu Karena datangnya dari dalam yang mengandung dasar keaktifan dan tenaga pendorong. Sebagai contoh; anak dalam tahun pertama belajar mengoceh, baru kemudian becakapcakap, dorongan dan bakat itu telah ada, dia meniru suara-suara dari ibunya dan orang disekelilingnya. Ia mendengar  dan meniru kata-kata yang diucapkan kepadanya. Bakat dan dorongan itu tidak akan berkembang jika tidak ada bantuan dari luar yang merangsangnya. Dengan demikian jika tidak ada bantuan suara-suara dari luar atau kata-kata yang di dengarnya tidak mungkin anak tesebut bisa bercakap-cakap. 1. B.       Sejarah Perkembangan Aliran Konvergensi Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh kembang manusia.  Meskipun demikian, terdapat variasi mengenai faktor-faktor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuh kembang itu.  Seperti telah dikemukakan bahwa variasi-variasi itu tercermin  antara lain dalam perbedaan pandangan  tentang strategi yang tepat untuk memahami  perilaku manusia,  seperti strategi disposisional/konstitusional,  startegi phenomenologis/humanistic, startegi behavior, strategi psikodinamik/psikoanalitik, dan sebagainya. Demikian halnya dalam belajar mengajar;  variasi pendapat itu telah  menyebabkan munculnya berbagai  teori  belajar mengajar dan atau teori/model mengajar.  Sebagai contoh, dikenal  berbagai  pendapat tentang model-model  mengajar seperti  rumpun model behavior(umpan model belajar tuntas, model belajar kontrol



diri sendiri, model belajar simulasi, dan model belajar asertif),  model belajar pemrosesan informasi (model belajar inkuiri, model persentase kerangka dasar,  atau advance organizer,  dan model pengembangan berfikir), dan lain-lain. Di sisi lain, variasi pendapat juga melahirkan berbagai gagasan tentang belajar mengajar, seperti peran guru sebagai fasilitator atau informatory, teknik penilaian pencapaian siswa  dengan tugas objektif atau tes esai, perumusan tujuan  pengajaran yang sangat behavior, dan penekanan pada peran teknologi pengajaran.   1.



C.      Analisis Penerapan Aliran Konvrgensi Dalam Pembelajaran Aliran ini menggabungkan arti penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia.   Berdasarkan uraian mengenai aliran-aliran doktrin filosofis yang berhubungan dengan proses perkembangan diatas, penyusun pandangan bahwa faktor yang memengaruhi tinggi rendahnya mutu hasil perkembangan siswa pada dasarnya terdiri atas dua macam: 1)   Faktor Internal,  yaitu faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri yang meliputi pembawaan dan potensi psikologis tertentu yang turut mengembangkan dirinya sendiri. 2)   Faktor Eksternal, yaitu hal-hal yang datang atau ada diluar diri siswa yang meliputi lingkungan (khususnya pendidikan) dan pengalaman berinteraksi siswa tersebut dengan lingkungannya. Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu. Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak manusia berbahasa dengan kata-kata, adalah hasil konvergensi. Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang kurang baik. Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan. Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh-kembang manusia. Meskipun demikian, terdapat variasi pendapat tentang faktor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuh-kembang itu. Dari sisi lain, variasi pendapat itu juga melahirkan berbagai pendapat/gagasan tentang belajar mengajar, seperti peran guru sebagai fasilitator atau informator, teknik penilaian pencapaian siswa dengan tes objektif atau



tes esai, perumusan tujuan pengajaran yang sangat behavioral, penekanan pada peran teknologi pengajaran The Teaching Machine (belajar berprogram), dan lain sebagainya.   1. 1.        Karakteristik Aliran Pendidikan Konvergensi Paham konvergensi ini berpendapat, bahwa didalam perkembangan individu itu baik dasar atau pembawaan maupun lingkungan memainkan peranan penting. Bakat sebagai kemungkinan telah ada pada masing-masing individu, akan tetapi bakat yang sudah tersedia  perlu menemukan lingkungan yang sesuai supaya dapat berkembang. Teori William Stern disebut teori konvergensi (konvergen artinya memusat kesatu titik).  Jadi menurut teori konvergensi : 1)      Pendidikan mungkin dilaksanakan. 2)      Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah  berkembangnya potensi yang kurang baik. 3)      Yang membatasi hasil pendidikan  adalah pembawaan dan lingkungan.   1.



2.        Pengaruh Aliran Pendidikan Konvergensi Terhadap Pendidikan di Indonesia



  1)      Masa Revolusi Kemerdekaan Faham konvergensi bukanlah hal yang baru dalam sistem pendidikan formal di Indonesia. Pengaruh faham ini sudah terlihat sejak pertama kali dirumuskan sistem pendidikan nasional di Indonesia oleh Ki Hajar Dewantara. Secara eksplisit Ki Hajar Dewantara pernah menyatakan dalam tulisannya bahwa segala alat, usaha, dan cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya keadaan. Selain itu Ki Hajar Dewantara juga mengatakan, “Pendidikan itu hanya suatu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak kita”. Dari pernyataan-pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa selain menyadari sangat pentingnya pendidikan bagi proses tumbuh kembangnya karakter dan kemampuan seseorang, beliau juga mengakui adanya peran yang cukup penting dari faktor dasar/pembawaan, yang disebutnya sebagai kekuasaan kodrati. 2)      Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)



Walaupun belum begitu meluas penerapannya, Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) sebenarnya sudah mulai diterapkan oleh para pendidik di Indonesia pada akhir tahun 1970. Secara harfiah, Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dapat diartikan sebagai suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual, dan emosional untuk memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara matra (domain) kognitif, afektif, dan psikomotorik. Metode ini dapat dikatakan sebagai ‘pendidikan yang berpusat pada anak’, karena dalam proses pembelajaran yang berperan sebagai pengolah bahan ajar adalah siswa sendiri, sedangkan guru hanya berperan sebagai pembimbing dan pengarah proses belajar-mengajar. Dalam bukunya yang berjudul “Upaya Pembaharuan Dalam Pendidikan dan Pengajaran” Cece Wijaya et.al. menyatakan bahwa Belajar mengajar dapat dikatakan bermakna dan berkadar CBSA bila terdapat ciri-ciri sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5.  



Adanya keterlibatan siswa dalam menyusun dan membuat perncanaan proses belajar-mengajar. Adanya keterlibatan intelektual emosional siswa, baik melalui kegiatan mengalami, manganalisis, berbuat, maupun pembentukan sikap. Adanya keikutsertaan siswa secara kreatif dalam menciptakan situasi yang cocok untuk berlangsungnya proses belajar-mengajar. Guru bertindak sebagai fasilitator dan koordinator kegiatan belajar siswa. Menggunakan multi metode dan multi media.



Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam sistem (CBSA) pengakuan dan perhatian terhadap potensi dasar/pembawaan anak sangat penting. Disamping itu, perhatian juga diarahkan pada pengkondisian lingkungan tempat berlangsungnya proses belajar-mengajar. Sehingga proses pembelajaran dan pendidikan secara keseluruhan dapat berlangsung lebih bermakna. Dengan kata lain melalui sistem CBSA belajar itu dipandang sebagai proses interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan demikian, penerapan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) sebenarnya secara prinsip merupakan implementasi dari paham konvergensi dalam pendidikan. 3)      Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Kurikulum berbasis kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Rumusan kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah serta menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten.



Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: 1.



Hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna. 2. Keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya. Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1.



Menekankan pada pencapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal. 2. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman. 3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi. 4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. 5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Salah satu prinsip dalam pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah berpusatnya pendidikan pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan komperehensif. Ini merupakan upaya memandirikan siswa untuk belajar, bekerjasama, dan menilai diri sendiri agar siswa mampu membangun pemahaman dan pengetahuannya. Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan pergeseran penekanan dalam kurikulum dari isi (APA yang tertuang) ke kompetensi (BAGAIMANA harus berpikir, belajar, bersikap dan melakukan). Oleh karena itu guru dan siswa diharapkan dapat mengetahui apa yang harus dicapai dan sejauh mana efektivitas belajar telah dicapai. Tetapi pada pelaksanaannya, secara prinsip metode yang diterapkan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi relatif tidak terlalu berbeda dengan metode CBSA, dimana penekanan proses belajarnya tetap berpusat pada siswa. Dengan demikian melalui metode KBK pun proses pendidikan di Indonesia tetap mengacu pada pandangan tentang pentingnya faktor dasar/pembawaan dan peranan lingkungan dalam pembentukkan pribadi sebagai produk pendidikan. Dengan kata lain jiwa dari KBK sesungguhnya inti dari faham konvergensi.  



  PENUTUP Aliran Konvergensi Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting.



Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh kembang manusia.  Meskipun demikian terdapat variasi mengenai factor-faktor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuhh kembang itu. Seperti telah dikemukakan bahwa variasi-variasi itu tercermin antara lain dalam perbedaan pandangan  tentang strategi yang tepat untuk memahami perilaku manusia, seperti strategi disposisional/konstitusional, startegi phenomenologis/humanistic, startegi behavioral.