7 0 273 KB
LAPORAN PENDAHULUAN EPIDURAL HEMATOMA RUANG PEDIATRIC INTENSIVE CARE UNIT (PICU) Stase : Keperawatan Gawat Darurat
Disusun Oleh :
Widya Ashariana I
P1908131
PROGRAM PROFESI NERS INSTITUSI TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA SAMARINDA 2020
LAPORAN PENDAHULUAN EPIDURAL HEMATOM 1. KONSEP DASAR MEDIS A. ANATOMI KEPALA a. Kulit kepala Kulit kepala terdiri atas 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu : 1) Skin atau kulit 2) Conneccive tissue atau jaringan penyambung. 3) Aponeurosis atau galea aponeurotika. 4) Lose connectife atau jaringan penunjang longgar. 5) Pericranium Tulang Tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis crani. Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis crania berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar terbagi atas 3 fosa yaitu : Fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebrum. b. Meningen Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1) Duramater Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara bagian-bagian otak. 2) Arachnoidea Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu anyaman padat yang menjadi system rongga-rongga yang saling berhubungan. 3) Piamater Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissure transversalis di abwah corpus callosum. Di tempat ini pia membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan
ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu. c. Otak Otak merupakan satu struktur gelatin yang mana berat pada orang sekitar 14 kg. otak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon (atak depan) yaitu terdiri
dari
serebrum
diensefalon,
nesensefalon
(otak
tengah)
dan
ronbensefalon (otak belakang ) terdiri dari pons, medulla oblongata dan serebellum. Fisura membagi otrak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sitem aktivitas reticular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medulla oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik kardiorespiratorik. Cerebellum bertanggungjawab dalam fungsi kordinasi dan keseimbangan. d. Cidera otak merupakan kerusakan akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial (Smeltzer,2000). Jenis cidera otak menurut fritzell et al (2001) : 1) Concussion: benturan pada otak yang cukup keras dan mampu membuat jaringan otak mengenai tulang tengkorak namun tidak cukup kuat untuk menyebabkan memar pada jaringan otak atau penurunan keasadaran yang menetap. Contohnya seperti ketika kita membentur tembok atau benda
lain, sesaat kemudian kita akan merasa kepala berputar dan diatasnya ada burung-burung emprit yang mengelilingi kepala kita, dan beberapa saat setelah itu kita akan kembali sadar. Recovery time 24-48 jam. Gejala: penurunan kesadaran dalam waktu singkat, mual, amnesia terhadap hal hal yang baru saja terjadi, letargi, pusing. 2) Contusion: memar pada jaringan otak yang lebih serius daripada concussion. Lebih banyak disebabkan oleh adanya perdarahan arteri otak, darah biasanya terakumulasi antara tulang tengkorak dan dura. Gejala: penurunan kesadaran,hemiparese, perubahan reflek pupil. 3) Epidural Hematoma: terjadi berhubungan dengan proses ekselerasideselerasi atau coup-contracoup yang menyebabkan adanya gangguan pada sistem saraf pada daerah otak yang mengalami memar. Gejala: penurunan kesadaran dalam waktu singkat yang akan berlanjut menjadi penurunan kesadaran yang progresif, sakit kepala yang parah, kompresi batang otak, keabnormalan pernafasa (pernfasan dalam), gangguan motorik yang bersifat kontralateral,dilatasi pupil pada sisi yang searah dengan trauma, kejang, perdarahan. Epidural hematoma merupakan jenis perdarahan yang paling berbahaya karena terjadi pada artesi otak. 4) Subdural hematoma: merupakan tipe trauma yang sering terjadi. Perdarahan pada meningeal yang menyebabkan akumulasi darah pada daerah subdural (antara duramater dan arachnoid). Biasanya mengenai vena pada korteks cerebri (jarang sekali mengenai arteri). Gejala: mirip dengan epidural hematoma namun dengan onset of time yang lambat
karena sobekan pembuluh darah terjadi pada vena sedangkan pada epidural mengenai arteri. 5) Intracerebral hemorrhage: merupakan tipe perdarahan yang sub akut dan memiliki prognosa yang lebih baik karena aliran darah pada pembuluh darah yang robek berjalan relatif lambat. Sering terjadi pada bagian frontal dan temporal otak. Ich sering disebabkan oleh hipertensi. Gejala: deficit neurologis yang tergantung pada letak perdarahan, gangguan motorik, peningkatan tekanan intracranial. 6) Skull fracture (fraktur tulang tengkorak): terdapat 4 tipe yaitu linear, comminuted, basilar, dan depressed. Fraktur pada bagian depan dan tengah tulang tengkorak akan mengakibatkan sakit kepala yang parah. Gejala: mungkin asimtomatik tergantung pada penyebab trauma, displacemenet (perubahan/pergeseran letak) tulang, perubahan sensor motorik,periorbital ekimosis (bercak merah pada mata), adanya battle’s sign (ekimosis pada tulang mstoid), akumulasi darah pada membran timpani.
B. PENGERTIAN EPIDURAL HEMATOM Beberapa pengertian mengenai epidural hematoma (EDH) sebagai berikut: a. Epidural hematom adalah salah satu akibat yang ditimbulkan dari sebuah trauma kepala (Greenberg et al, 2002). b. Epidural hematom adalah hematom/perdarahan yang terletak antara durameter dan tubula interna/lapisan bawah tengkorak, dan sering terjadi pada lobus temporal dan paretal (Smeltzer&Bare, 2001).
c. Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan (Anderson, 2005). d. Epidural hematoma adalah adanya pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabangcabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. e. Epidural hematoma adalah hematoma yang terletak antara dura mater dan tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah sobeknya arteri meningica media(paling sering), vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria), vena emmisaria, sinus venosus duralis C. ETIOLOGI Epidural hematom terjadi karena laserasi atau robekan pembuluh darah yang ada diantara durameter dan tulang tengkorak akibat benturan yang menyebabkan fraktur tengkorak seperti kecelakaan kendaraan dan trauma (Japardi, 2004). Perdarahan biasanya bersumber dari robeknya arteri meningica media (paling sering), vena diploica (karena fraktur kalvaria), vena emmisaria, dan sinus venosus duralis (Bajamal, 1999). D. TANDA DAN GEJALA Tanda dan gejala yang biasanya dijumpai pada orang yang menderita epidural hematom diantaranya adalah
mengalami penurunan kesadaran
sampai koma secara mendadak dalam kurun waktu beberapa jam hingga 1-2 hari, adanya suatu keadaan “lucid interval” yaitu diantara waktu terjadinya trauma kepala dan waktu terjadinya koma terdapat waktu dimana kesadaran penderita adalah baik, tekanan darah yang semakin bertambah tinggi, nadi semakin bertambah lambat, sakit kepala yang hebat, hemiparesis, dilatasi pupil yang ipsilateral, keluarnya darah yang bercampur CSS dari hidung (rinorea) dan telinga (othorea), susah bicara, mual, pernafasan dangkal dan cepat kemudian irregular, suhu meningka, funduskopi dapat memperlihatkan papil edema (setelah 6 jam kejadian), dan foto rontgen menunjukan garis
fraktur yang jalannya melintang dengan jalan arteri meningea media atau salah satu cabangnya (Greenberg et al, 2002). E. PATOFISIOLOGI Epidural hematom secara khas timbul sebagai akibat dari sebuah luka atau trauma atau fraktur pada kepala yang menyebabkan laserasi pada pembuluh darah arteri, khususnya arteri meningea media dimana arteri ini berada diantara durameter dan tengkorak daerah temporal. Rusaknya arteri menyebabkan perdarahan yang memenuhi epidural. Apabila perdarahan terus mendesak durameter, maka darah akan memotong atau menjauhkan daerah durameter dengan tengkorak, hal ini akan memperluas hematoma. Perluasan hematom akan menekan hemisfer otak dibawahanya yaitu lobus temporal ke dalam dan ke bawah. Seiring terbentuknya hematom maka akan memberikan efek yang cukup berat yakni isi otak akan mengalami herniasi. Herniasi menyebabkan penekanan saraf yang ada dibawahnya seperti medulla oblongata yang menyebabkan terjadinya penurunan hingga hilangnya kesadaran. Pada bagian ini terdapat nervus okulomotor yang menekan saraf sehingga menyebabkan peningkatan TIK, akibatnya terjadi penekanan saraf yang ada diotak (Japardi, 2004 dan Mcphee et al, 2006). F. PATHWAY Luka, trauma/fraktur kepala Rusaknya pembuluh darah arteri meningeal Darah keluar dari vaskuler
Darah memenuhi epidural
Hematoma
Syok hipovolemik Hipoksia otak Iskemik
Darah memenuhi epidural
Naiknya volume intrakranial
Edema Otak
Herniasi
Peningkatan TIK
Risiko gangguan perfusi jaringan otak
Penekanan N. Batang otak
Gangguan Rasa Nyaman: Nyeri
Penurunan kesadaran dan motorik
Gangguan pusat pernafasan
Hambatan Mobilitas Fisik Hiperventilasi Pola nafas tidak efektif
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG Menurut Doengoes (2004), pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada kasus epidural hematom yaitu sebagai berikut: a. CT Scan : untuk mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler pergeseran otak. CT Scan merupakan pilihan primer dalam hal mengevaluasi trauma kepala. Sebuah epidural hematom memiliki batas yang kasar dan penampakan yang bikonveks pada CT Scan dan MRI. Tampakan biasanya merupakan lesi bikonveks dengan densitas tinggi yang homogen, tetapi mingkin juga tampok sebagai ndensitas yang heterogen akibat dari pencampuran antara darah yang menggumpal dan tidak menggumpal. b. MRI : memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan lebih jelas karena mampu melakukan pencitraan dari berbagai posisi apalagi dalam pencitraan hematom dan cedera batang otak. c. Angiografi serebral : untuk menunjukan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran jaringan otak karena edema dan trauma. d. EEG : untuk memperlihatkan gelombang patologis. e. Sinar X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan/edema), dan adanya fragmen tulang.
f. BAER (brain auditory evoked respons) : untuk menentukan fungsi korteks dan batang otak. g. PET (positron emmision topography): untuk menunjukan metabolisme otak. h. Pungsi lumbal : untuk menduga kemungkinan perdarahan subarachnoid. i. AGD : untuk melihat masalah ventilasi/oksigenasi yang meningkatkan TIK. H. PENATALAKSANAAN EPIDURAL HEMATOM Penatalaksanaan epidural hematom terdiri dari: a. Terapi Operatif. Terapi operatif
bisa menjadi penanganan darurat yaitu dengan
melakukan kraniotomi. Terapi ini dilakukan jika hasil CT Scan menunjukan volume perdarahan/hematom sudah lebih dari 20 CC atau tebal lebih dari 1 cm atau dengan pergeseran garis tengah (midline shift) lebih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematom untuk menghentikan
sumber
perdarahan
sedangkan
tulang
kepala
dikembalikan. Jika saat operasi tidak didapatkan adanya edema serebri sebaliknya tulang tidak dikembalikan (Bajamal, 1999). b. Terapi Medikamentosa. Terapi medikamentosa dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) mengelevasikan kepala pasien 30o setelah memastikan tidak ada cedera
spinal
atau
posisikan
trendelenburg
terbalik
untuk
mengurangi TIK. 2) Berikan dexametason (pemberian awal dengan dosis 10 mg kemudian dilanjutkan dengan dosis 4 mg setiap 6 jam). 3) Berikan manitol 20% untuk mengatasi edema serebri. 4) Berikan barbiturat untuk mengatasi TIK yang meninggi. 2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN a. Aktivitas istirahat
Lemah, lelah, hilang keseimbangan, kaku, perubahan kesadaran, letargi, hemiparesis, tetraplegi, dan kehilangan tonus otot. b. Sirkulasi Perubahan tekanan darah (hipertensi), bradikardi. Takilardi yang diselingi bradikardi. c. Integritas ego Perubahan tingkah laku/kepribadian, cemas, delirium, bingung, dan depresi. d. Eliminasi Inkontinensia kemih atau usus. e. Neurosensori Kehilangan kesadaran sementara, amnesia kejadian, vertigo, sinkop, hilang pendengaran, baal ekstremitas, gangguan penglihatan dan pengecapan, penciuman, perubahan pupil, refleks tendon lemah dan tak ada. f. Nutrisi Mual, muntah (muntah proyektil). g. Nyeri Sakit kepala, gelisah, tak bisa istirahat, dan merntih. h. Pernafasan Mengi (+), ronkhi (+), perubahan pola nafas. i. Interaksi sosial Afasia motorik sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang. B. DIAGNOSA Menurut Herdman (2011), diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan epidural hematom sebagai berikut: a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik. c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neuromuskular. d. Pola nafas tidak efektif.
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (KRITERIA HASIL, INTERVENSI, RASIONAL) DIAGNOSA
BATASAN
TUJUAN
Risiko
KARAKTERISTIK Pasien mengalami
Setelah
gangguan
trauma kepala.
tindakan
dilakukan
INTERVENSI 1. Monitot TTV klien 2. Berikan
perfusi
keperawatan 3x24
jaringan otak
jam
diharapkan
perfusi
jaringan
3. Pertahankan
pasien
4. Evaluasi
adekuat
dengan
pupil
kriteria hasil:
5. Kaji
1. TTV normal 2. Urine
output
dan
intake
normal 3. Motorik baik Keterangan:
tekanan
tanda gejala peningkatan tirah TIK. 2.
serebral
Penurunan
1.
posisi sistolik merupakan tanda-
semi fowler baring
RASIONAL
Meningkatkan
aliran
keadaan balik vena dari kepala, sehingga
mengurangi
peningkatan edema.
rigiditas, regangan, 3. Tirah baring membuat dan kejang.
serangan konsumsi O2 tidak terlalu banyak. 4. Melihat apakah fungsi batang otak masih bai8k. 5. Merupakan indikasi in fewksi meningeal.
1:
tidak
pernah
menunjukan 2:
jarang
menunjukan 3:
kadang-kadang
menunjukan 4:
sering
menunjukan 5: Nyeri
Akut Perubahan
b.d
agen darah
injuri fisik
Perubahan
tekanan
menunjukan Setelah dilakukan tindakan
frekuensi
jantung Perubahan
konsisten
frekuensi
format PQRST.
keperawatan 3x24 jam
1. Kaji nyeri dengan 1. Berguna
diharapkan
2. kontrol
pasien
dapat
berkontribusi
pernafasan
mengontrol
nyeri
terhadap
Mengekspresikan
dengan
perilaku
(mis.:
hasil:
gelisah,
merengek,
kriteria
1. Frekuensi nyeri
pengawasan keefektifan
lingkungan
yang
terapi yang diberikamn.
dapat 2. Lingkungan yang tidak nyeri
seperti suhu, suara, dan cahaya. 3. Ajarkan
dalam
nyaman
dapat
meningkatkan
nyeri
bertambah parah. 3. Relaksasi
pasien
mengurangi
membantu nyeri
menangis,
waspada,
teknik
non
iritabilitas,
2. TTV normal
farmakologis seperti
mendesah).
3. Menggunakan
nafas dalam.
Fokus
menyempit
(mis.:
gangguang
persepsi
nyeri,
hambatan
proses
pikir,
penurunan
interaksi
dengan
orang
Hambatan
berkurang
dan
non analgetik
cepat
menurunkan nyeri.
farmakologik untuk mengurangi nyeri.
Keterangan: 1= konsisten 2= sering
Dilatasi pupil.
4= jarang 5= tidak pernah Setelah dilakukan
1.
Ubah posisi klien 1.
Meningkatkan sirkulasi
mobilitas fisik reaksi.
tindakan
setiap
b.d
Kesulitan membolak-
keperawatan 3x24
sekali.
kelemahan
balikan posisi.
jam
diharapkan
neuromuskula Keterbatasan rentang
pasien
r
mengalami
pergerakan sendi.
4. Analgetik
pemberian
analgetik
3= kadang-kadang
waktu
receptor.
4. Kolaborasikan
4. Menggunakan
lingkungan).
Penurunan
dengan menutup gate
tidak
2.
2
Bantu
jam 2. klien
Mempertahankan fungsi
melakukan
mobilisasi
rentang gerak.
menurunkan
sendi, dan vena
gangguan mobilitas
3.
Berikan masase.
fisik
dengan
4.
Periksa
kriteria
sebagai
yang statis. 3.
Meningkatkan
kemampuan dan
sirkulasi
berikut:
keadaan
elastisitas kulit.
1. Dapat
fungsional
pada 4.
Identifikasi
melakukan
kerusakan
yang
kemungkinan
mobilisasi
terjadi.
sendiri 2. Tidak terjadi
:
1 : Tidak pernah dilakukan 2
:
dilakukan
secara
fungsional
dan
intervensi
dekubitus
Keterangan
kerusakan
mempengaruhi pilihan
tergantung 3. Tidak
secara
dan
jarang
dilakukan.
yang
3 : Kadang-kadang dilakukan 4 : sering dilakukan 5 : selalu dilakukan
DAFTAR PUSTAKA Bajamal. A.H. (1999). Epidural Hematom (EDH = Epidural Hematom). Doengoes, M.E. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC. Heardman. (2011). Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC. Japardi. (2002). Cedera Kepala. Jakarta: PT Bhauna Ilmu Populer. Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. (2000). Nursing Outcame Clasification. Mosby. Philadelphia. McCloskey & Gloria M Bulechek. (1996). Nursing Intervention Clasification. Mosby. USA. Smeltzer & Bare. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol.1. Alih Bahasa : Agung waluyo. Jakarta. EGC. Greenberg, D. A., Michael J. A., dan Roger P. S. (2002). Intracranial Hemorrhage, Clinical Neurology, 5th edition. United States of America: Lange Medical Books, McGraw-Hill,. Price, D.D. (2003). Epidural Hematoma. www.emedicine.com McPhee, S. J., dan William F.G. (2006). Vascular Territories and Clinical Features in Ischemic Stroke, Pathophysiology of Disease An Introduction to Clinical Medicine, 5th edition. United States of America: Lange Medical Books, McGraw-Hill,.
LAPORAN PRESENTASI ASKEP DAN JURNAL STASE KEPERAWATAN KRITIS
PADA KLIEN DENGAN EPIDURAL HEMATOMA DENGAN METODE LATIHAN SLOW DEEP BREATHING (SDB) Dosen Koordinator Ns. Marina Kristi Layun, M. Kep
Disusun Oleh :
Widya Ashariana I
P1908131
PROGRAM PROFESI NERS INSTITUSI TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA SAMARINDA 2020
KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya kepada penyusun, sehingga dengan limpahan rahmad dan karunia- nya penyusun dapat menyelesaikan laporan ini dengan judul “Laporan Presentasi Jurnal Pada Pasien Dengan Bronkopneumonia Dengan Metode Inhalasi Nebulizer Untuk Mengatasi Bersihan Jalan Napas”. Laporan ini dibuat berdasarkan bermacam sumber buku – buku refrensi, media elektronik, dan dari hasil pemikiran penyusun sendiri. Selama penyusunan laporan ini penyusun banyak mendapatkan masukan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu berbagai penyusunan mengucapkan terimakasih kepada : 1.
Ns. Marina Kristi Layun, M.Kep Selaki dosen koordinator dan pembimbing keperawatan Gawat darurat dan kritis di Institut Teknologi Kesehatan dan Sains Wiyata Husada Samarinda.
2.
Kedua orang tua dan keluarga yang selalu meberikan dukungan kepada penyusun baik bersifat moril maupun material.
3.
Dan semua yang telah membantu dalam kelancaran penyusun laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat kepada pembacanya dan dapat
dijadikan acuan terhadap penyusunan laporan berikut-berikutnya.
Samarinda, Juni 2020
Widya Ashariana Istiqomah Penyusun
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan BAB II ASUHAN KEPERAWATAN A. Deskripsi Kasus Kelolaan B. Asuhan Keperawatan a. Pengkajian b. Analisa Data c. Diagnosa d. Intervensi Keperawatan BAB III ANALISIS JURNAL A. Deskripsi Topik Jurnal B. Tabel Summary C. Tinjauan Pustaka D. Pembahasan BAB IV STANDAR OPERASIONAL BAB V KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidural hematom adalah hematom/perdarahan yang terletak antara durameter dan tubula interna/lapisan bawah tengkorak, dan sering terjadi pada lobus temporal dan paretal (Smeltzer&Bare, 2001). Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan (Anderson, 2005). Epidural hematoma adalah adanya pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Epidural hematoma adalah hematoma yang terletak antara dura mater dan tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah sobeknya arteri meningica media(paling sering), vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria), vena emmisaria, sinus venosus duralis B. Tujuan Laporan presentasi askep dan jurnal ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan pengetahuan pada keluarga dan pasien yang teserang Epidural Hematoma.
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN
A. Deskripsi Kasus Kelolaan Data pasien Nama
: An. N
Usia
: 13 tahun
TTL
: Samboja, 22/06/2006
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Selok Api Darat RT. 4 Pasien post kecelakaan, terjatuh dari motor, dan diserepet mobil dari belakang, kepala terbentur ke tanah, pasien mengatakan kepalanya terasa pusing dan muntah-muntah, pasien dibawa ke IGD. pasien direncanakan operasi kraniotomi. Setelah di operasi pasien dibawa di ruang PICU. Saat dilakukan pengkajian keadaan umum pasien lemah terpasang restrain tingkat kesadaran apatis GCS E : 3 M : 5 V : 3, terpasang NGT dan DC, pasien gelisah dan cenderung memegangi luka post op craniotomy, saat perawatan luka post op craniotomy pasien mengerang karena nyeri, skala nyeri 4, terdapat memar dan lebam di mata bagian kiri (raccon eyes). Pemeriksaan TTV TD : 100/70 mmHg, N : 78x/m, RR : 22x/m S : 36.2 0C, SPO2 : 97%. Urine Output 300-400 cc/7jam.
Hasil pemeriksaan penunjang CT-Scan for Bone 3D (kepala dengan 3D) EDH di regio Frontotemporo parietal kanan Brain Oedem Fraktur os parietal kanan Obat oral Piracetam 2 x 800 mg tablet Parasetamol 3 x500 mg tablet B. Asuhan Keperawatan a. Pengkajian PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FORMAT PENGKAJIAN PEDIATRI
Nama
: Widya Ashariana Istiqomah
Tanggal Praktek
: 25 Juni 2020
Tempat Praktek
: PICU
I.
IDENTITAS DATA
No. RM : 801769
Nama
: An. N
Tgl Masuk : 23/06/2020
TTL
: Samboja, 22/06/2006 Tgl Pengkajian : 25/06/2020
Usia
: 13 tahun
Nama Ayah
: Tn. N
Pekerjaan
: Wiraswasta
Pendidikan
: SMA
Nama Ibu
: Ny. S
Pekerjaan
: Karyawan Honor
Pendidikan
: SMA
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Bugis
Alamat
: Jl. Selok Api Darat Rt. 4
II.
KELUHAN UTAMA Pasien mengatakan pusing kepala, muntah-muntah dan terdapat luka robek di kepala ± 10 cm.
III.
RIWAYAT MUNCULNYA MASALAH SAAT INI Pasien post kecelakaan, terjatuh dari motor, dan diserepet mobil dari belakang, kepala terbentur ke tanah, pasien mengatakan kepalanya terasa pusing dan muntah-muntah, pasien dibawa ke IGD, dan dirawat diruang flamboyan, saat diruang flamboyan kondisi
pasien
frekuensinya,
menurun,
akhirnya
di
muntah-muntah CT-Scan
head
jadi
bertambah
ulang,
setelah
mendapatkan hasil CT-Scan head terbaru pasien direncanakan operasi kraniotomi. Setelah di operasi pasien dibawa di ruang PICU. IV.
RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN 1. Prenatal
: Saat ibu pasien hamil An. N ibu pasien
mengatakan tidak masalah terkait kehamilan, ibu pasien mengatakan hanya mual saat pagi hari. 2. Intra natal : Pada saat lahir tidak ada kelainan dan masalah pada bayi proses lahir normal, pasien langsung menangis BB : 3500kg, PB : 52cm
3. Post natal
: Saat setelah lahir ibu pasien diperbolehkan pulang,
tidak ada kelainan pada pasien dan tidak ada caat bawaan.
V.
RIWAYAT MASA LAMPAU 1. Penyakit waktu kecil
: Ibu pasien mengatakan pasien
pernah sakit cacar dan hanya berobat ke puskesmas 2. Pernah dirawat dirumah sakit : Pernah, pada tahun 2013 pasien sakit tonsilitis 3. Obat-obatan yang digunakan : 4. Tindakan (operasi) : Tidak ada Op
VI.
5. Alergi
: Tidak ada
6. Kecelakaan
: Tidak pernah
7. Imunisasi
:
Hepatitis B
BCG
DPT
Polio
Campak
RIWAYAT KELUARGA
Imunisasi Lengkap di Posyandu
Keterangan : : Meninggal
: Pasien VII.
: Laki-laki
: Perempuan
KESEHATAN FUNGSIONAL (11 Pola kesehatan Gordon) 1. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan : Orang tua pasien mengatakan bila pasien sakit selalu dibawa berobat puskesmas dan rumah sakit 2. Nutrisi : Makanan yang disukai : Pasien mengatakan menyukai semua jenis makanan Alat makan yang dipakai : Saat di RS pasien terpasang selang NGT Pola makan/jam : Sebelum sakit pasien makan 3x sehari Jenis makanan : Nasi, sayur, ikan, telur, dan buah-buahan 3. Aktivitas : Sebelum sakit pasien beraktifitas seperti biasa, sekolah, mengahal Al-Qur’an da bermain bersama temannya. 4. Tidur dan istirahat Pola tidur : Pasien sebelum sakit pola tidur baik yaitu (21.0005.00) / 8 jam/ hari. Kebiasaan sebelum tidur : Pasien mengatakan tidur suka memeluk boneka. Tidur siang : Pasien jarang tidur siang.
5. Eliminasi BAB : Tidak ada masalah BAB 1x/hari BAK : Tidak ada masalah, saat sakit pasien menggunakan selang kateter. 6. Pola hubungan Yang mengasuh : Bapak, ibu dan nenek Hubungan dengan anggota keluarga : Ibu pasien mengatakan tidak ada masalah dengan anggota keluarga lain, hubungan sangat baik. Hubungan anak dengan orang tua : Hubungan dengan orang tua sangat baik, pasien patuh dan taat kepada orang tua. Pembawaan secara umum: Ibu pasien mengatakan pasien merupakan anak yang cerda, ceria, dan mudah bergaul. Lingkungan rumah : Lingkungan rumah aman dan baik, pasien suka bermain dengan anak-anak yang sebaya dengan pasien. 7. Koping keluarga Stressor pada anak/keluarga : Ayah dan ibu mencemaskan kondisi kepada pasien. Koping terhadap pemberi : Ayah dan ibu pasien kooperatif dan memberikan respon yang baik terhadap pemberi pelayanan kesehatan, keluarga berharap pasien dapat sembuh dan kembaliberaktifitas dengan keluarga dirumah.
8. Kognitif dan persepsi Pendengaran : Baik Pengelihatan : Baik Penciuman : Baik Taktil dan pengecapan : Baik 9. Konsep diri : Saat dikaji pasien mengatakan sekarang lagi dirawat di RS setelah terjadi kecelakaan 10. Seksual : Pasien berjenis kelamin perempuan, tidak ada kelainan. 11. Nilai dan kepercayaan : Pasien dan keluarga beragama Islam. VIII.
PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : lemah, kesadaran : apatis, GCS : E : 3 M : 5 V : 3 TB/BB : 15-0 cm/44 kg Lingkar kepala : 55 cm Mata : pada mata kiri tampak memar dan lebam, pada mata kanan tidak terdapat kelainan. Hidung :Ttidak terdapat masa/polip, fingsi penciuman baik terpasang selang NGT. Mulut : Mukosa gigi kering, mulut bersih, bentuk simetris Telinga : Pendengaran baik, tidak ada gangguan pendengaran, telinga simetris
Tengkung : Tidak ada kaku kuduk Dada : Bentuk normal tidak ada retraksi dinding dada Jantung : Suara jantung normal, CRT < 2detik Paru-paru : Suara napas vesikuler, tidak ada suara napas tambahan Perut : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada asites, bising usu : 12x/m Punggung : Tidak ada luka tekan, tidak ada kelainan tulang belakang Genetalia : Bentuk normal, tidak ada kelainan, terpasang selang kateter Ekstremitas : Kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah normal berfungsi dengan baik. Kulit : Warna kulit normal, turgor kulit baik. Tanda vital : TD : 100/70 mmHg N : 78x/m RR : 22x/m Suhu : 36.2 0C SPO2 : 97% IX.
KEADAAN KESEHATAN SAAT INI 1. Diagnosa medis : CKR + EDH + Post Craniotomi. 2. Tindakan operasi : Kraniotomi
3. Status nutrisi : Intake makanan dan cairan melalui selang NGT, susu peptisol 6x200cc 4. Status cairan : IVFD Kn 3B / 33cc/jam 5. Obat-obatan : Piracetam 2 x 800 mg tablet Parasetamol 3 x500 mg tablet Post tranfusi inj. Lasix 0,1 mg/kg/BB 6. Aktivitas : Aktivitas dilakukan hanya ditempat tidur 7. Tindakan Keperawatan : Memonitor tingkat kesadaran Memonitor status hemodinamik Memonitor input dan output pasien Memenuhi kebutuhan personal hygine pasien. 8. Hasil labolatorium : Hb
: 14,1 g/dl
Leukosit
: 15.92
Eritrosit
: 5,15
Hematokrit
: 42,1
MCV
: 81,7
MCH
: 27,9
MCHC
: 33,9
RDW-CV
: 12,9
Basifil
: 0,6
Erisofil
: 5,1
Neotrofil
: 73,4
Limfosit
: 15,1
Monosit
: 5,8
9. Hasil Rontgen : CT-Scan for Bone 3D (kepala dengan 3D) EDH di regio Frontotemporo parietal kanan Brain Oedem Fraktur os parietal kanan 10. Data tambahan : Hematoma soft tissue di regio Frontotrmporoparietal kanan Sinusitis Maxillaris kanan
X.
PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN(Gunakan
Denver DDST/
Denver).
1. Kemandirian dan bergaul 2. Motorik halus
Usia 13Th tidak dilakukan Denver
3. Kognitif dan Bahasa 4. Motorik kasar
XI.
RINGKASAN RIWAYAT KEPERAWATAN Pasien berjenis kelamin perempuan, berusia 13 tahun dengan riwayat post kecelakaan motor, mengalami pendarahan di otak, keluhan utama pasien pusing dan muntah-muntah GCS 15, setelah beberapa jam kemudian, setelah mengalami perawatan emergency dan masuk ke rawat inap, pasien mengalami keluhan muntah-muntah dengan frekuensi sering, dan pasien mengalami penurunan kesadaran pasien dilakukan pemeriksaan radiologi CT-Scan head berulang dan mendapatkan hasil perdarahan semakin bertambah, pasien direncanakan operasi Craniotomi, dan setelah di operasi pasien di rawat inap di ruang Picu. Saat di lakukan pengkajian, keadaan umum pasien lemah, terpasang restrain, pasien gelisah, kesadaran apatis, GCS E : 3 M : 5 V : 3, terpasang NGT hari ke VII, terpasang DC hari ke VII, saat dilakukan perawatan luka post op Craniotomi, pasien mengerang menahan nyeri,
skala yang terukur 4. Dari data-data tersebut dibuat diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan.
XII.
ANALISA DATA
DATA
ETIOLOGI
Ds : Do
Cedera kepala :
mengalami
pasien
MASALAH Resiko
perfusi
serebral tidak efektif
muntah-
muntah,
dan
penurunan kesadaran, memar dan lebam di mata bagian kiri. Ds : pasen mengerang Agen pencedera fisik
Nyeri akut
karena nyeri di bagian post op, Do : Pasien tampak meringis kesakitan Ds : -
Kelemahan
Intoleransi aktivitas
Do : Pasien hanya melakukan
aktivitas
di tempat tidur
XIII.
DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan cedera kepala. 2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
XIV.
INTERVENSI KEPERAWATAN
No. 1.
SDKI
SLKI
SIKI
Risiko perfusi serebral Perfusi Serebral
Pemantauan
tidak
Intrakranial
efektif Kriteria hasil
berhubungan
dengan
cedera kepala. Definisi
:
mengalami
Berisiko penurunan
sirkulasi darah ke otak.
a. Kognitif (4)
Observasi :
b. Sakit kepala (4)
a. Identifikasi
Tekanan
penyebab
c. Gelisah (4)
peningkatan TIK (mis.
d. Kecemasan (4)
Lesi menempati ruang,
Keterangan :
gangguan metabolisme
1. Menurun
b. Monitor peningkatan TD
2. Cukup menurun
c. Monitor ireguler irama
3. Sedang 4. Cukup meningkat 5. meningkat
napas d. Monitor
tingkat
kesadaran e. Monitor tekanan perfusi serebral.
2.
Nyeri akut berhubungan Tingkat Nyeri
Manajemen Nyeri
dengan agen pencedera Kriteria hasil :
Tindakan :
fisik.
a. Keluhan nyeri (4)
Observasi :
b. Meringis (4)
a. Identifikasi
Definisi
:
Pengalaman
lokasi,
sensorik atau emosional
c. Gelisah (4)
karakteristik,
yang
dengan
d. Sikap protektif (4)
frekuensi dan kualitas
kerusakan jaringan aktual
e. Kesulitan tisur (4)
nyeri.
atau fungsional, dengan
f. Frekuensi nadi (4)
onset
berkaitan
mendadak
atau Keterangan :
durasi,
b. Identifikasi skala nyeri c. Identifikasi respon non
lambat dan berintensitas
6. Menurun
ringan hingga berat yang
7. Cukup menurun
berlangsung kurang dari 3
8. Sedang
memperberat
bulan.
9. Cukup meningkat
memperingan nyeri
10. meningkat
verbal d. Identifikasi faktor yang dan
Terapeutik : a. Berikan nonfarmakologi
teknik untuk
3.
Intoleransi berhubungan
aktivitas Intoleransi aktivitas dengan Kriteria hasil :
mengurangi rasa nyeri. Manajemen Energi Observasi :
kelemahan
a. Saturasi oksigen (4)
Definisi : ketidakcukupan
b. Frekuensi napas (4)
fungsi
energi untuk melakukan
c. Sianosis (4)
mengakibatkan
aktivitas sehari-hari
d. EKG iskemia (4)
kelelahan.
Keterangan :
1. Menurun 2. Cukup menurun 3. Sedang 4. Cukup meningkat 5. Meningkat
a. Identifikasi
gangguan
tubuh
yang
b. Monitor pola tidur. Terapeutik : a. Lakukan latihan rentang gerak
pasif
dan/atau
aktif. b. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah
berjalan
atau
BAB III ANALISIS JURNAL A. Deskripsi Topik Jurnal Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi tubuh, karena di dalam otak terdapat berbagai pusat kontrol seperti pengendalian fisik, intelektual, emosional, sosial, dan keterampilan. Walaupun otak berada dalam ruang yang tertutup dan terlindungi oleh tulangtulang yang kuat namun dapat juga mengalami kerusakan. Salah satu penyebab dari kerusakan otak adalah terjadinya trauma atau cedera kepala yang dapat mengakibatkan kerusakan struktur otak, sehingga fungsinya juga apat terganggu (Black & Hawks, 2009). Slow deep breathing merupakan tindakan yang disadari untuk mengatur pernapasan secara dalam dan lambat yang dapat menimbulkan efek relaksasi. Terapi relaksasi banyak digunakan dalam kehidupan seharihari untuk dapat mengatasi berbagai masalah misalnya stres, ketegangan otot, nyeri, hipertensi, gangguan pernapasan, dan lain-lain. Relaksasi secara umum merupakan keadaan menurunnya kognitif, fisiologi, dan perilaku (Potter & Perry, 2006). Pada saat relaksasi terjadi perpanjangan serabut otot, menurunnya pengiriman impuls saraf ke otak, menurunnya aktifitas otak, dan fungsi tubuh yang lain. Karakteristik dari respons relaksasi ditandai oleh menurunnya denyut nadi, jumlah pernapasan, penurunan tekanan darah, dan konsumsi oksigen (Potter & Perry, 2006). Desain penelitian adalah kuasi eksperimen pre post test dengan kelompok kontrol terhadap 21 responden kelompok intervensi dan 21 responden kelompok kontrol. Kelompok intervensi diberikan tindakan SDB pada hari pertama 3 kali dan pada hari kedua 1 kali masing-masing selama 15 menit. Hasil penelitian diperoleh ada perbedaan yang bermakna rerata intensitas nyeri kepala akut pada pasien cedera kepala ringan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah dilakukan latihan SDB (p=0,000, α = 0,05. Terdapat hubungan jenis kelamin dengan intensitas
nyeri kepala akut pada pasien cedera kepala ringan (p= 0,046), tetapi tidak ada hubungan antara usia dan suku responden terhadap intensitas nyeri kepala akut pada pasien cedera kepala ringan (berturut-turut p= 0,079 dan p=0,834; α = 0,05). B.
Tabel Summary
No.
Judul Jurnal Terkait
1.
TARWOTO. PENGARUH LATIHAN SLOW DEEP BREATHING TERHADAP INTENSITAS NYERI KEPALA AKUT PADA PASIEN CEDERA KEPALA RINGAN
Pembahasan Hasil
Metode
Hasil penelitian diperoleh ada Desain perbedaan
yang
penelitian
adalah
bermakna kuasi eksperimen pre
rerata
post
test
dengan
intensitas nyeri kepala akut kelompok kontrol terhadap 21 pada pasien cedera kepala responden kelompok ringan antara kelompok intervensi kontrol
dan setelah
intervensi dan 21 responden
kelompok kelompok kontrol. Kelompok dilakukan intervensi diberikan
latihan SDB (p=0,000,
tindakan
SDB
pada
hari
α = 0,05. Terdapat hubungan pertama 3 kali dan pada hari jenis kelamin dengan kedua 1 kali masing-masing intensitas nyeri kepala akut
selama 15 menit.
pada pasien cedera kepala ringan (p= 0,046), tetapi tidak ada hubungan antara usia dan suku responden terhadap intensitas nyeri kepala akut pada pasien cedera kepala ringan (berturut-turut p= 0,079 dan p=0,834; α = 0,05). 2.
REZA NUURDONI. Berdasarkan hasil penelitian Penelitian ini merupakan PENGARUH SLOW ini didapatkan, karakteristik penelitian intervensi, metode DEEP BREATHING
TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI PASIEN CIDERA KEPALA RINGAN DI IGD RS PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG
usia mayoritas adalah dewasa
pada
yang digunakan adalah quasi
kelompok exsperiment
dengan
intervensi sebanyak (60%), pendekatan
pretest-posttes
sedangkan kelompok kontrol control sebanyak (55%). Jenis
mayoritas berjumlah
laki-laki
kelompok
(75%).
40
responden,
pada derngan pengambilan sampel intervensi consecutive
sebanyak (70%), sedangkan pada
design.
Populasi pada penelitian ini
kelamin
adalah
grupo
kelompok Hasil
sampling,
pengumpulan data
kontrol dilakukan pada tanggal 25
uji
paired Juni-25 Juli 2019. Instrumen
samples t-test test pada pair 1 yang diperoleh nilai
digunakan
adalah
lembar observasi
sig.(2-tailed) = 0,000, karena dan alat pengukuran skala nilai sig < 0,05 maka dapat NRS disimpulkan
bahwa
ada scale).
perbedaan ratarata dari hasil pre-test intervensi dengan post-test intervensi, sedangkan
pada
pair
2
diperoleh nilai sig.(2-tailed) = 0,021, karena nilai sig > 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa
ada
perbedaan ratarata dari hasil pre-test kontrol dengan post-test kontrol.
C. Tinjauan Pustaka
(numerical
rating
1. Slow Deep Breathing Slow deep breathing merupakan tindakan yang disadari untuk mengatur
pernapasan
secara
dalam
dan
lambat
yang
dapat
menimbulkan efek relaksasi. Terapi relaksasi banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk dapat mengatasi berbagai masalah misalnya
stres,
ketegangan
otot,
nyeri,
hipertensi,
gangguan
pernapasan, dan lain-lain. Relaksasi secara umum merupakan keadaan menurunnya kognitif, fisiologi, dan perilaku (Potter & Perry, 2006). Pada saat relaksasi terjadi perpanjangan serabut otot, menurunnya pengiriman impuls saraf ke otak, menurunnya aktifitas otak, dan fungsi tubuh yang lain. Karakteristik dari respons relaksasi ditandai oleh menurunnya denyut nadi, jumlah pernapasan, penurunan tekanan darah, dan konsumsi oksigen (Potter & Perry, 2006). Stimulasi saraf simpatis
meningkatkan
aktivitas
tubuh,
sedangkan
respons
parasimpatis lebih banyak menurunkan ativitas tubuh atau relaksasi sehingga dapat menurukan aktivitas metabolik (Velkumary & Madanmohan, 2004). Stimulasi saraf parasimpatis dan penghambatan stimulasi saraf simpatis pada slow deep breathing juga berdampak pada vasodilatasi pembuluh darah otak yang memungkinkan suplay oksigen otak lebih banyak sehingga perfusi jaringan otak diharapkan lebih adekuat (Denise, 2007; Downey, 2009). Slow deep breathing adalah metode bernapas yang frekuensi bernapas kurang dari 10 kali permenit dengan fase ekshalasi yang panjang (Breathesy, 2007). Slow deep breathing adalah gabungan dari metode nafas dalam (deep breathing) dan napas lambat sehingga dalam pelaksanaan latihan pasien melakukan nafas dalam dengan frekuensi kurang dari atau sama dengan 10 kali permenit. Langkahlangkah dalam latihan slow deep breathing, menurut University of Pittsburgh Medical Center, (2003). a. Atur pasien dengan posisi duduk
b. Kedua tangan pasien diletakkan di atas perut c. Anjurkan melakukan napas secara perlahan dan dalam melalui hidung dan tarik napas selama 3 detik, rasakan abdomen mengembang saat menarik napas d. Tahan napas selama 3 detik e. Kerutkan bibir, keluarkan melalui mulut dan hembuskan napas secara perlahan selama 6 detik. Rasakan abdomen bergerak ke bawah. f. Ulangi langkah 1 sampai 5 selama 15 menit. g. Latihan slow deep breathing dilakukan dengan frekuensi 3 kali sehari. 2. Epidural Hematom Epidural hematom adalah hematom/perdarahan yang terletak antara durameter dan tubula interna/lapisan bawah tengkorak, dan sering terjadi pada lobus temporal dan paretal (Smeltzer&Bare, 2001). Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan
arteri
yang
lebih
besar,
sehingga
menimbulkan
perdarahan (Anderson, 2005). Epidural hematoma adalah adanya pengumpulan darah diantara tulang
tengkorak
dan
duramater
akibat
pecahnya
pembuluh
darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Epidural hematoma adalah hematoma yang terletak antara dura mater dan tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah sobeknya arteri meningica media(paling sering), vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria), vena emmisaria, sinus venosus duralis. Cedera kepala atau trauma kepala adalah cedera yang terjadi pada tulang tengkorak, otak atau keduanya disertai atau tanpa disertai
adanya kerusakan struktur otak. Cedera kepala dapat bersifat primer atau sekunder. Cedera primer adalah cedera yang menimbulkan kerusakan langsung setelah cedera terjadi misalnya fraktur tengkorak, laserasio, kontusio. Sedangkan cedera kepala sekunder merupakan efek lanjut dari cedera primer seperti perdarahan intrakranial, edema serebral, peningkatan intrakranial, hipoksia, dan infeksi (Hickey, 2003).
BAB IV STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR LATIHAN SLOW DEEP BREATHING
Slow Deep Breathing STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENGERTIAN : Tindakan yang disadari untuk mengatur pernapasan secara dalam dan lambat yang dapat menimbulkan efek relaksasi TUJUAN : Relaksasi, manajemen stress, kontrol psikofisiologis, dan meningkatkan fungsi organ KEBIJAKAN : Dilakukan pada pasien yang stress, tekanan darah tinggi dan nyeri ALAT DAN BAHAN : 1. Spigmanometer PROSEDUR PELAKSANAAN a. Tahap Pra Interaksi 1. Mengumpulkan data tentang klien 2. Menciptakan lingkungan yang nyaman membuat rencana pertemuan tindakan keperawatan 3. Mengukur tekanan darah klien 4. Melakukan verifikasi tindakan pemberian Slow Deep Breathing 5. Menyiapkan alat dan bahan b. Tahap Orientasi 1. Memberikan salam kepada klien dengan menyapa nama pasien dan perawat memperkenalkan diri 2. Menjelasakan prosedur dan tujuan tindakan kepada klien/ pasien 3. Melakukan kontrak waktu dan tempat kepada klien
4. Menanyakan persetujuan dan persiapan klien sebelum kegiatan dilakukan c. Tahap Kerja Langkah –langkah Slow Deep Breathing: 1. Atur klien dengan posisi duduk 2. Kedua tangan klien diletakkan diatas perut 3. Anjurkan melakukan napas secara perlahan dan dalam melalui hidung 4. Tarik napas selama 3 detik, rasakan abdomen mengembang saat menarik napas 5. Tahan napas selama 3 detik 6. Kerutkan bibir, keluarkan melalui mulut dan hembuskan napas secara perlahan selama 6 detik. Rasakan abdomen bergerak ke bawah 7. Ulangi langkah 1 sampai 5 selama 15 menit. d. Tahap Terminasi
1. Merapikan alat dan bahan 2. Evaluasi setelah pemberian teknik core stability exercise 3. Kontrak tindak lanjut 4. Salam 5. Dokumentasi hasil tindakan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Ada perbedaan yang bermakna rata-rata intensitas nyeri kepala sebelum dan setelah intervensi SDB pada kelompok intervensi, dan juga ada perbedaan yang bermakna rata-rata intensitas nyeri kepala sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol. Penurunan intensitas nyeri kepala pada kedua kelompok tersebut tidak terlepas dari pengaruh pemberian obat analgetik dan perbaikan jaringan serebral seperti adanya pemulihan edema serebri. Namun demikian jika dilihat dari perbedaan selisih mean kelompok intervensi dengan kelompok kontrol menunjukkan nilai yang signifikan. Hal ini berarti terapi analgetik yang dikombinasi dengan teknik latihan SDB lebih efektif menurunkan nyeri kepala akut pada
pasien
cedera
kepala
ringan
menggunakan terapi analgetik saja.
dibandingkan
dengan
hanya
DAFTAR PUSTAKA Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Edisi 1 cetakan III. Jakarta:2017. Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019, Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Edisi 1 cetakan II, Jakarta:2019. Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Edisi 1 cetakan II, Jakarta:2019. Bajamal. A.H. (1999). Epidural Hematom (EDH = Epidural Hematom). Doengoes, M.E. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC. Smeltzer & Bare. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol.1. Alih Bahasa : Agung waluyo. Jakarta. EGC. Greenberg, D. A., Michael J. A., dan Roger P. S. (2002). Intracranial Hemorrhage, Clinical Neurology, 5th edition. United States of America: Lange Medical Books, McGraw-Hill,.