E. Pendekatan, Metodologi Dan Program Kerja (DED) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

USULAN TEKNIS xxxxxxxx



E Uraian Pendekatan, Metodologi & Program Kerja



E.1 Pendekatan Teknis Secara umum dapat dikemukakan bahwa dalam melakukan kegiatan studi ini hasil yang diharapkan dapat diperoleh adalah Penyusunan DED UPT Pembibitan Tanaman Pangan, Hortikultura Dan Peternakan yang terdiri dari : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.



Laporan Pendahuluan/ Pra Rencana Laporan Pengembangan Rencana Laporan Akhir Dokumen lelang/ konstruksi terdiri dari gambar blue print ukuran A1, RKS Teknis dan Bill of Quantity (BQ) ukuran A4 Rencana Anggaran Biaya (RAB) Laporan perhitungan struktur File Elektronik Gambar perspektif artist impression berwarna Roll Banner Maket



Dengan mengacu pada keluaran akhir ini, maka pendekatan yang dilakukan pada kegiatan ini adalah pendekatan kesisteman, dimana tinjauan dilakukan pada seluruh komponen yang ada dalam sistem. Dalam hal ini yang dimaksud dengan sistem dibatasi hanya pada lingkup sistem Penyusunan DED UPT Pembibitan Tanaman Pangan, Hortikultura Dan Peternakan. Dengan dasar ini maka dalam pelaksanaannya, pekerjaan ini akan dilakukan dalam lima tahapan kegiatan, yaitu : Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Tahap 5



: : : : :



Desk Study (Kajian Literatur) Survey dan pengumpulan data lapangan Analisis Data Perumusan dan Evaluasi Konsep Perencanaan Penyusunan Rencana Teknis Detail E-1



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



Kelima Tahapan kegiatan ini meskipun merupakan tahapan dengan aspek bahasan yang berbeda satu dengan lainnya, tetapi dalam pelaksanaannya merupakan aspek yang terkait secara intens.



Dengan demikian, maka dalam pelaksanaannya,



kesemua aspek itu ditinjau secara menyeluruh, dan pelaksanaannya dilakukan secara mendalam. Tahapan-tahapan di atas dapat dilihat secara lebih rinci dalam diagram alir yang diperlihatkan dalam Diagram E.1. Pada diagram tersebut terlihat jelas bahwa Perumusan Alter.



Desain keterkaitan antara setiap aspek kajian sangatlah erat.Konsep Untuk masing-masing aspek Tapak



kajian rinciannya dilakukan dalam bentuk alur kegiatan dan alur data. Satu Analisis Pot & Karakteristik Penggunaan Gedung khusus



Menyusun Konsepsi Perancangan



Perumusan Alt. kegiatan dihubungkan dengan kegiatan lainnya dalam transformasi data Konsepbentuk Tampilan Arsitektur



ataupun alur data. Karena keterkaitan antara aspek kajian sangatlah erat, maka Membuat Sketsa



Gagasanyang transparan antara satu Analisis Alt.aspek kajian lainnya pemilahan aspek kajianPerumusan dengan Kebutuhan Ruang Gedung khusus



Konsep Tata Letak



Penggambaran secara diagramatis sulit dilakukan. Meskipun demikian pemilahanRencana aspek kajian Teknis Review



Metoda secara mudah. dapat dilihat Perencanaan



Detail



Analisis Kebutuhan Ruang



Perumusan Alt. Konsep Sistem Buangan



Selanjutnya, jika dikaji lebih dalam, masing-masing tahapan ini merupakan Review Kebijakan Sektor Pemerintahan



Perhitungan



Bill & Quantity sekumpulan aktifitas yang cukup Analisis beragam uraian Kebutuhandimana Perumusan Alt. dari masing-masing Prasarana/Sarana



Konsep Sistem



Elektr/Mekanikal aktifitas tersebut dapat dilihat pada bagan pada halaman berikut :



Review Standard Teknis Gedung khusus



Review kebijakan Tata Ruang



Analisis & Pembuatan Peta Topografi



Survey Topografi & Kondisi Fisik Lahan



Survey Karakteristik Tapak



Inventarisasi Prasarana dasar Kota



Data Material. Tenaga Kerja & Peralatan



Analisis Tapak



Analisis Tata Letak Bangunan



Analisis Struktur/ Konstruksi



Analisis Kebutuhan Sistem Buangan



Penetapan Konsep Desain Tapak



Estimasi Biaya Konstruksi



Penyusunan Tahapan Pembangunan Penetapan Konsep Tampilan Arsitektur



Penetapan Konsep Tata Letak



Penetapan Konsep Sistem Buangan



Penetapan Konsep Sistem Elektr/Mekanikal



Penyusunan Skejul Pembiayaan



Penyusunan Spesifikasi Teknis



Pembuatan Visualisasi Rancangan



Analisis Kebutuhan Komp. Elekt/Mekanikal



E-2



Analisis Unit Price



Persiapan



Survey



Analisis



Konsep



Gambar Detail



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



Diagram E.1 Metodologi Pelaksanaan Kegiatan Dengan demikian pelaksanaannya menjadi lebih terarah dan hasilnya diharapkan sesuai dengan sasaran yang diinginkan. Adapun kegiatan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut : E.1.1 Penyusunan DED UPT Pembibitan Tanaman Pangan, Hortikultura Dan Peternakan Pengertian sasaran di sini adalah suatu target atau kondisi yang ingin dicapai E-3



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



dan menjadi tolok ukur keberhasilan. Untuk mencapai sasaran tersebut kita harus menentukan arah, tahapan atau cara (misi) yang akan digunakan sesuai dengan potensi yang dimiliki. Makin jelas sasaran yang ingin dicapai serta makin mengetahui potensi yang dimiliki, makin mudah untuk menentukan arah/cara pencapaiannya karena makin jelas masalah yang dihadapinya. Proses Perencanaan Penyusunan DED UPT Pembibitan Tanaman Pangan, Hortikultura Dan Peternakan tersebut disamping memberikan dampak langsung sesuai dengan tujuan pembangunan, juga akan memberikan dampak terhadap lingkungan sekitar dimana pembangunan tersebut terjadi. E.1.2 Kondisi yang Ada Kondisi yang ada merupakan keadaan yang terjadi saat ini terutama yang dapat mempengaruhi terhadap proses perencanaan dan perancangan sesuai lingkup pekerjaan, baik secara fisik maupun non fisik, 1. Kondisi Fisik Lokasi Perencanaan Untuk mengetahui kondisi fisik lapangan, dapat dilakukan melalui pengumpulan data sekunder (merupakan data yang sudah ada), pengamatan lapangan serta pengumpulan/survey data primer. Seluruh data dan informasi tersebut dikumpulkan dan dianalisis untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan perencanaan selanjutnya. Data dan informasi yang diperlukan untuk mendukung proses perencanaan dan perancangan fisik, antara lain : 



Kondisi fisik lokasi, seperti : luasan, batas-batas, dan topografi.







Keadaan air tanah







Peruntukan tanah







Koefisien dasar bangunan







Koefisien lantai bangunan







Perincian penggunaan lahan, perkerasan, penghijauan dan lain-



lain. 2. Ketentuan dan Peraturan yang Berlaku Ketentuan dan peraturan yang mempengaruhi terutama terhadap E-4



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



perencanaan bangunan perlu diketahui dan dipenuhi agar bangunan yang direncanakan memenuhi persyaratan minimal, baik dari aspek kesehatan, keselamatan, keamanan dan kenyamanan. E.1.3 Survey Data Lapangan Yang dimaksud dengan survey data lapangan di sini adalah pengumpulan data dan informasi mengenai kondisi fisik lapangan, antara lain berupa konfigurasi lahan perencanaan dan benda-benda (bangunan) yang terdapat di lahan perencanaan tersebut, sumber daya yang dapat dimanfaatkan (air, listrik) serta daya dukung tanahnya. Dalam hal ini data dan informasi tersebut diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan, pengukuran dan penyelidikan tanah sederhana. Data dan informasi dari hasil survey sebelumnya (data sekunder) dapat juga digunakan sebagai acuan. Kondisi fisik lokasi perencanaan yang dapat mempengaruhi terhadap perencanaan antara lain adalah sebagai berikut :  Konfigurasi lahan (batas kepemilikan) dan keadaan permukaan, termasuk kontur tanah serta benda-benda (bangunan, pohon, dll) yang perlu diperhatikan/dipertahankan.  Konfigurasi dan kondisi bangunan yang sudah/sedang dibangun yang dapat mempengaruhi terhadap bentuk bangunan yang direncanakan, antara lain terhadap orientasi bangunan, bentuk dasar dan penggunaan bahan utama, dalam rangka mendapatkan keserasian.  Kondisi di sekitar lokasi perencanaan yang dapat mempengaruhi terhadap perencanaan bangunan secara menyeluruh agar serasi baik dari secara estetis maupun tata ruang.



Data dan informasinya dapat diperoleh dengan melakukan pengumpulan data primer atau data sekunder melalui wawancara, diskusi dan studi literatur. E.1.4 Program Ruang E-5



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



Berdasarkan Kerangka Acuan Kerja ( KAK ) Penyusunan DED UPT Pembibitan Tanaman Pangan, Hortikultura Dan Peternakan. 1) Disain Awal Dari fakta dan analisa arsitek bisa membangun idea berupa usulan bangun arsitektur yang memenuhi kriteria. Kompleksitas fungsi Gedung dipadukan dengan kuatnya karakter site dan sejarah



serta



diwarnai



dengan



pemahaman



kesejamanan



akan



menghasilkan karya arsitektur bernilai. Disain usulan merupakan sintisis yang memperhatikan aspek: fungsional, karakter site. struktural, budaya, estetika, ekonomi dan lingkungan serta memasukan unsur inovasi. Teknik presentasi design usulan dengan bantuan komputer bisa ditampilkan dalam bentuk animasi, tiga dimensi, ataupun poto futuristik sehingga tergambar suasana pada kondisi setelah terbangun. Disain usulan yang memperhatikan aspek sseperti diatas disertai dengan penampilan yang physical dan merupakan jawaban terhadap isu utama dengan menerapkan sistem terbaru sehingga perwujudannya menjadi lengkap dan utuh, dipastikan yang demikian akan menjadi arsitektur futuris dan bernilai.



Contoh presentasi berupa gambar tiga dimensi



E-6



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



Selain gambar tiga dimensi eksterior dapat pula ditampilkan tiga dimensi ruang dalam gedung sehingga tampak suasana prediksi pada saat bangunan telah dibangun dan digunakan. 2) Optimalisasi Disain



E-7



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



Evaluasi di dalam design Arsitektur terjadi pada berbagai skala dan tahapan, dengan melibatkan pihak-pihak yang terkait. Fokus evaluasi terhadap semua aspek baik arsitektural, structural, fungsional,



financial,



sejarah



dan



budaya,



termasuk



peraturan



lingkungan, zona peruntukan, juga dievaluasi terhadap daya dukung bangunan terhadap fungsinya seiring berjalannya waktu. Bagi Arsitek sendiri Evaluasi dilakukan dengan mengukur penampilan gedung dibandingkan



dengan tujuan design, kriteria yang telah



ditetapkan sebelumya. Evaluasi dapat dilakukan dengan melihat kembali tiga tahapan proses sebelumnya, apakah konsisten terhadap tujuan dan kriteria gedung yang dinginkan. Proses evaluasi sebenarnya terus berulang selama proses disain. 3) Penyiapan Dokumen Pada tahap ini aktivitasnya adalah menyiapkan dokumen pelaksanaan seperti: gambar kerja, Gambar Detail, Rencana Kerja dan Sarat, serta dokumen lelang.



Contoh potongan/Gambar kerja



E-8



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



Dalam setiap tahapan diatas ada hasil kerja dan akan disampaikan kepada pengguna jasa baik waktu maupun isi laporan sesuai seperti tertuang dalam KAK ( Kerangka Acuan Kerja ) yang telah kami terima. E.1.5 Analisis Potensi Lahan Lahan/lokasi perencanaan sangat mempengaruhi terhadap perencanaan fisik, baik tata letak, orientasi, sirkulasi maupun konfigurasi atau bentuk bangunan yang direncanakan. Dari hasil analisis lahan akan diketahui potensi yang dimiliki lahan perencanaan, antara lain :  Indonesia pada umumnya merupakan daerah tropikal basah yang banyak matahari (panas) dan banyak hujan (basah), sehingga perlu diperhatikan hubungan secara fisik antar bangunan agar kegiatan antar bangunan/gedung tidak terganggu oleh panas akibat terik matahari maupun hujan.  Morphologi (bentuk permukaan) tanah.  Kemungkinan terdapat benda (bangunan, pohon, dsb) di lahan perencanaan yang statusnya boleh dibongkar atau yang harus dipertahankan.  Kemungkinan



terdapat



bangunan/fasilitas



di



sekitar



lahan



perencanaan yang perlu diperhatikan agar dari segi fungsi tidak terganggu, bahkan dari segi kualitas ruang luarnya penempatan E-9



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



bangunan yang direncanakan tidak boleh berkurang, justru idealnya bertambah, sehingga penambahan fasilitas baru secara keseluruhan justru memiliki nilai tambah.  Kemungkinan terdapat bangunan/fasilitas di lahan perencanaan yang karena kefungsiannya harus berhubungan dengan bangunan yang direncanakan.  Kemungkinan arah pencapaian ke bangunan rencana (aksesibilitas) dikaitkan dengan tata letak bangunan yang ada serta permukaan tanah yang ada.  Daya dukung tanah secara umum di lokasi perencanaan, khususnya di lokasi bangunan yang direncanakan  Ketentuan yang berlaku untuk lokasi perencanaan, terutama peraturan daerah yang dapat dijadikan pedoman dalam perencanaan fisik bangunan antara lain Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), ketinggian (jumlah lantai) maksimal bangunan, jarak Garis Sempadan Bangunan (GSB), yang keseluruhannya tercakup dalam perda mengenai Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Hasil analisis potensi lahan dapat digunakan sebagai kriteria/parameter perencanaan fisik bangunan. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan melakukan pengumpulan data sekunder, peninjauan lapangan atau pembuatan data primer yang kemudian dilakukan pengkajian/analisis di studio untuk disimpulkan (kompilasi) menjadi parameter perencanaan. E.2 Metodologi Lingkup pekerjaan dalam Penyusunan DED UPT Pembibitan Tanaman Pangan, Hortikultura Dan Peternakan antara lain : 1.



Pekerjaan Persiapan yang meliputi studi kebutuhan ruangan-ruangan sesuai ketentuan yang berlaku, survei lokasi, melakukan pengukuran site, mengerjakan penyelidikan tanah, serta mengumpulkan keterangan daerah untuk penataan bangunan.



2.



Menyusun program ruang dan menata ruangan-ruangan yang diperlukan.



3.



Penyusunan Rencana Tapak dan Pra - Rancangan Bangunan, serta E - 10



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



menentukan garis besar material dan peralatan bangunan beserta perkiraan kasar biaya pembangunannya, dimana perkiraan biaya ini harus sudah meliputi perkiraan biaya bangunan yang memenuhi kaidahkaidah Bangunan Hijau dengan rating minimal GBCI Silver; 4.



Penyusunan pengembangan rencana yang meliputi : a. Rencana arsitektur, beserta uraian konsep dan visualisasinya; b. Rencana struktur, beserta uraian konsep dan perhitungannya; c. Rencana mekanikal – elektrikal - plumbing, beserta uraian konsep dan perhitungannya;



5.



Penyusunan rencana detail meliputi : membuat gambar-gambar detail arsitektur, lansekap, interior, struktur, pondasi, serta mekanikal dan elektrikal dan plumbing, menyusun spesifikasi umum dan teknis, serta membuat Daftar Volume Pekerjaan (BQ) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB).



Kegiatan Perencanaan yang dilaksanakan oleh Konsultan Perencana adalah berpedoman pada ketentuan yang berlaku, khususnya Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 45/PRT/M/2007 tanggal 27 Desember 2007 yang dapat meliputi tugas-tugas perencanaan lingkungan, Site/Tapak bangunan dan perencanaan fisik bangunan Gedung Negara yang terdiri dari : a.



Persiapan pra-rencana seperti pengumpulan data dan informasi lapangan



(termasuk



penyelidikan



tanah



sederhana)



membuat



interprestasi secara garis besar terhadap KAK dan Konsultan dengan Dinas Pangan dan Pertanian Kota Bandung. b.



Penyusunan Perencanaan seperti rencana tapak, pra-rencana bangunan termasuk program dan konsep ruang, perkiraan biaya, serta rencana kerja dan syarat.



c. Penyusunan pengembangan rencana, antara lain membuat : -



Gambar



pengembangan



rencana



arsitektur,



struktur,



utilitas



E - 11



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



penunjang berdasarkan konsep rencana yang telah disetujui. -



Uraian konsep rencana dan perhitungan-perhitungan lain yang diperlukan.



-



Draft rencana anggaran biaya.



-



Draft rencana kerja dan syarat-syarat.



d. Penyusunan rencana detail antara lain membuat : -



Gambar-gambar rencana bangunan dari aspek arsitektur,struktur, utilitas bangunan dan lingkungan.



-



Perkiraan biaya pembangunan.



-



Garis besar rencana kerja dan syarat-syarat (RKS).



-



Hasil konsultasi dengan pengguna gedung.



-



Rencana desain ini harus mendapat persetujuan pemberitugas terlebih dahulu yang telah melalui pembahasan bersama tim teknis agar dapat dilanjutkan ke tahapan pengembangan rencana Pembangunan.



e. Mengadakan persiapan pelelangan, seperti membantu Pejabat Pembuat Komitmen di dalam menyusun dokumen Pelelangan. f. Membantu Pejabat Pengadaan/Kelompok Kerja Pengadaan pada waktu penjelasan pekerjaan (Aanwizing) apabila memang diperlukan.



E - 12



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



Gambar E.1. Diagram Metodologi dan Pendekatan Kondisi eksisting perlu ditinjau dari setidaknya 4 aspek, yaitu: sosioekonomis dan sosio-kultural, natural-ekologis, teknis-kerekayasaan serta efisiensi-desain. Kondisi tersebut perlu dinilai. Salah satu alatnya adalah Analisis SWOT (SWOT analysis), yang meliputi : 1. Strengths (kekuatan), yaitu faktor positif internal 2. Weaknesses (kelemahan), yaitu faktor negatif internal 3. Opportunities (peluang), yaitu faktor positif eksternal 4. Threats (ancaman), yaitu faktor negatif eksternal visi Visi dapat dirinci dalam waktu dimana visi tersebut diharapkan terjadi, dapat berupa: 1. Jangka panjang, dengan durasi sekitar 25 tahun 2. Jangka menengah, dengan durasi sekitar 5 tahun 3. Jangka pendek, dengan durasi sekitar 1 tahun Visi ini dapat juga tarkait dengan tujuan atau sasaran pembangunan, atau developmental goals dan developmental objectives



Masalah adalah jarak (discrepancy) antara kondisi ideal yang diharapkan dengan kondisi eksisting sekarang ini. Perumusan problem statement membutuhkan langkah-langkah sebagaimana berikut: E - 13



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



1. mempelajari secara mendalam masalah yang dihadapi 2. membatasi daerah masalah secara lokasional, temporal, serta melihat kaitan dan pengaruhnya terhadap masalah yang lain 3. menyiapkan data-data/informasi pendukung masalah 4. menyiapkan daftar goals dan objectives 5. mengenali kisaran variabel-variabel yang perlu diperhitungkan 6. mengkaji ulang problem statement Strategi adalah cara untuk mencapai visi, yang dijabarkan dalam rencana atau rancangan. Perumusan strategi terkait erat dengan perumusan tujuan dan sasaran bagi strategi tersebut. Jika tujuan (goals) lebih bersifat ultimate serta tidak langsung, maka sasaran (objectives) lebih bersifat langsung serta konkret. Tujuan pada dasarnya dapat berupa pemecahan masalah, pemenuhan kebutuhan, atau pemanfaatan peluang. Produk rancangan yang ada pada dasarnya dapat dibagi dalam: 1. Kebijakan (policy) 2. Rencana (plan) 3. Arahan (guidelines) 4. Program (program) E.2.1 Kriteria A. Kriteria Umum Pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh Konsultan Perencana harus memperhatikan kriteria umum bangunan disesuaikan berdasarkan fungsi dan kompleksitas bangunan, yaitu : 1.



Persyaratan Peruntukan dan intensitas : a.



Menjamin bangunan gedung didirikan berdasarkan ketentuan tata ruang dan tata bangunan yang ditetapkan di daerah yang bersangkutan.



2.



b.



Menjamin bangunan dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya.



c.



Menjamin keselamatan pengguna, masyarakat dan lingkungan.



Persyaratan Arsitektur dan Lingkungan :



E - 14



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



a.



Menjamin



terwujudnya



bangunan



gedung



yang



didirikan



berdasarkan karakteristik lingkungan, ketentuan wujud bangunan dan budaya daerah, sehingga seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya (fisik, sosial dan budaya). b.



Menjamin terwujudnya tata ruang hijau yang dapat memberikan keseimbangan dan keselaran bangunan terhadap lingkungannya.



c.



Menjamin bangunan gedung dibangun dan dimafaatkan dengan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.



3.



Persyaratan Struktur Bangunan : a.



Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukunng beban yang timbul akibat perilaku alam dan manusia (gempa dll).



b.



Menjamin keselamatan manusia dari kemungkinan kecelakaan atau luka yang disebabkan oleh kegagalan struktur bangunan.



c.



Menjamin kepentingan manusia dari kehilangan atau kerusakan fisik yang disebabkan oleh prilaku struktur.



d.



Menjamin perlindungan property lainnya dari kerusakan fisik yang disebabkan oleh kegagalan struktur.



4.



Persyaratan Ketahanan terhadap Kebakaran : a.



Menjamin terwujudnya sistem proteksi pasif dan aktif pada bangunan gedung.



b.



Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung beban yang timbul akibat perilaku alam dan manusia.



c.



Menjamin



terwujudnya



bangunan



gedung



yang



dibangun



sedemikian rupa sehingga mampu secara struktural stabil selama kebakaran sehingga: 1) Cukup waktu bagi penghuni melakukan evakuasi secara aman. 2) Cukup waktu dan mudah bagi pasukan pemadam kebakaran memasuki lokasi untuk memadamkan api. 3) Dapat menghindari kerusakan pada property lainnya. 5.



Persyaratan Sarana Jalan Masuk dan Keluar :



E - 15



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



a.



Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang mempunyai akses yang layak, aman dan nyaman ke dalam bangunan dan fasilitas serta layanan didalamnya.



b.



Menjamin terwujudnya upaya melindungi penghuni dari kesakitan atau luka saat evakuasi pada keadaan darurat.



c.



Menjamin



tersedianya



aksesibilitas



bagi penyandang



cacat,



khususnya untuk bangunan fasilitas umum dan social. 6.



Persyaratan Pencahayaan Darurat, Tanda Arah Keluar dan Sistem Peringatan Bahaya : a.



Menjamin tersedianya pertandaan dini yang informatif didalam bangunan gedung apabila terjadi keadaan darurat.



b.



Menjamin penghuni melakukan evakuasi secara mudah dan aman apabila terjadi keadaan darurat.



7.



Persyaratan Instalasi Listrik, Penangkal Petir a.



Menjamin terpasangnya instalasi listrik secara cukup dan aman dalam menunjang terselenggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya.



b.



Menjamin



terwujudnya



keamanan



bangunan



gedung



dan



penghuninya dari bahaya akibat petir. 8.



Persyaratan Ventilasi dan Pengkondisian Udara : a.



Menjamin terpenuhinya kebutuhan udara yang cukup, dan alami maupun buatan dalam menunjang terselenggaranya satuan keja didalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya.



9.



Persyaratan Pencahayaan : a.



Menjamin terpenuhinya kebutuhan pencahayaan yang cukup, dan alami maupun buatan dalam menunjang terselenggaranya kegiatan didalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya.



b.



Menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan pencahayaan secara baik.



B. Kriteria Khusus E - 16



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



Kriteria khusus yang dimaksudkan untuk memberikan syarat-syarat yang khusus, spesifik berkaitan dengan bangunan gedung yang akan direncanakan, baik dari segi fungsi khusus bangunan, segi teknis lainnya, misalnya : 1.



Dikaitkan dengan upaya pelestarian atau konservasi bangunan yang



2.



ada. Kesatuan perencanaan bangunan dengan lingkungan yang ada disekitar,



3.



seperti dalam rangka implementasi penataan bangunan dan lingkungan. Solusi dan batasan-batasan konstektual, seperti factor social budaya setempat, geografi klimatologi, dan lain-lain.



C. Metode Pelaksanaan Kegiatan Perencanaan: 1.



Pembuatan Bench Mark (BM). Bench Mark (BM) dibangun minimum 2 (dua) buah pada posisi yang aman dan saling terlihat dengan ketinggian berdasarkan LWS dan jarak antara kedua BM minimal 100cm. BM tersebut dibuat dari beton dengan ukuran 40x40x150 cm3 yang ditanam sedalam 100cm dari permukaan tanah dan di plot dalam peta. Penempatan BM harus mempertimbangkan rencana pengembang-an bangunan, sehingga BM dapat bermanfaat untuk jangka waktu lama dan mudah pengawasannya. BM berfungsi sebagai titik awal pemetaan, dicat dengan warna biru muda dan pada bagian atas ditulis BM.1 dan BM2 serta tanggal pembuatan. Setelah survey selesai, BM harus diserahkan kepada pejabat setempat dengan Berita Acara.



2.



Pekerjaan Topografi a.



Pengamatan azimuth matahari (pengukuran azimuth) dilakukan pada salah satu BM.



b.



Pengukuran dengan menggunakan sistem triangulasi. 1). Dipakai titik BM sebagai basis. 2). Pengukuran jarak basis dengan alat elektronik atau optis (T2 dan interval basis) atau sejenis. 3). Pengukuran sudut dilakukan dengan 4 (empat) seri biasa-luar biasa. Selisih sudut antara tipa bacaan titik boleh lebih dari pada 10 detik. E - 17



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



c.



Pengukuran Poligon. 1). Pengukuran Poligon sepanjang titik-titik polygon dengan jarak antara titik-titik polygon maksimum 50m dan radius survey dari tiap polygon adalah 75m. 2). Pengukuran harus dimulai dari titik ikat awal dan pengukuran polygon harus tertutup (dimulai dari titik ikat awal dan berakhir pada titik yang sama atau ditutup pada titik lain yang sudah diketahui koordinatnya sehingga kesalahan-kesalahan sudut maupun jarak dapat dikontrol).



d.



Pengukuran Sipat Datar. 1). Pengukuran sipat datar dilakukan sepanjang titik-titik polygon diikatkan pada Bench Mark. 2). Pengukuran sipat datar dari Bench Mark ke Bench Mark dengan alat waterpass dilakukan dengan teliti, dengan kesalahan penutup tidak boleh lebih dari (3 Vd) mm dimana d= jarak jalur pengukuran (dalam km). 3). Semua ketinggian harus mnegacu pada LWS. 4). Pengukuran sipat datar dilakukan dengan cara double stand (pulang pergi). Selisih bacaan setiap stand maksimum 2 mm dan selisih hasil ukuran total antara pergi dan pulang tidak boleh lebih dari (8 Vd) mm dimana d= jarak jalur pengukuran (dalam km).



e.



Pengukuran Situasi dan Detail. 1). Bangunan yang penting dan berkaitan dengan pekerjaan desain harus diambil posisinya. 2). Setiap ujung bangunan existing harus diambil posisinya dan jarak antara ujung-ujung bangunan yang lain juga diukur (guna pengecekan).



f. 3.



Buku ukur harus diperlihatkan kepada PPK atau Tim Teknis.



Pekerjaan Borring. Pekerjaan lapangan disyaratkan mengikuti prosedur ASTM. Pengeboran dilaksanakan sampai kedalaman -50 meter dari dasar laut dengan E - 18



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



pengambilan contoh tanah dan pelaksanaan SPT setiap interval 2 meter (SPT pertama kali dilaksanakan pada kedalaman -1 meter dari muka tanah). Pelaksanaan SPT diberhentikan setelah SPT >60 sebanyak 3 (tiga) kali untuk penurunan berturut-turut setinggi 30 cm sampai dengan ketebalan minimal 5 meter, sedangkan pengeborannya sendiri tetap dilakukan sampai -30 meter dari muka tanah. Apabila sampai pada kedalaman -30 meter dari muka tanah belum dijumpai lapisan tanah keras (SPT>40) maka hal tersebut harus segera dilaporkan kepada Pengguna Jasa untuk mendapat petunjuk lebih lanjut. Apabila sangat diperlukan, kedalaman pengeboran dapat ditambah atau dikurangi dengan persetujuan Pengguna Jasa. a.



Metode



Pelaksanaan



Pengeboran.



Sebelum



pelaksanaan



pengeboran dimulai, semua peralatan yang akan dipergunakan dalam pekerjaan tersebut harus sudah dipersiapkan terlebih dahulu di tempat sehingga pelaksanaan dapat berjalan dengan lancar. Pengeboran dilakukan dengan alat bor yang mempunyai kemampuan dan memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1).



Mampu menembus tanah keras dengan nilai N-60.



2).



Kemampuan alat bor dapat mencapai kedalaman 100 m.



3).



Mesin diesel kapasitas 80 PK.



4).



Water pump dengan kapasitas (50 s/d 60 liter/menit).



5).



Casing dengan diameter minimum 97 mm..



6).



Drilling rod (4,05 cm).



7).



Tabung sample panjang 50 cm dan diameter 7,5 cm.



8).



Mata bor klep.



9).



Tabung SPT.



10). Piston dan piston rod untuk keperluan pengambilan undisturbed sample.



E - 19



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



Kapasitas pompa harus cukup besar sehingga terjamin bahwa sisa pengeboran yang keluar dari lubang harus selalu diamati agar diketahui bila ditemui perubahan lapisan tanah yang dibor dengan melihat perubahan jenis tanah yang dibor dengan melihat perubahan jenis tanah yang keluar. Lubang bor yang terjadi sewaktu pengeboran harus dilindungi dengan casing agar tidak terjadi kelongsoran sehingga diperoleh hasil pengeboran yang baik dan teliti. Pada setiap tambahan kedalaman tertentu, casing harus diturunkan



sampai



dasar



lubang



dengan



menambah



sambungan pada bagian atas casing. Untuk tanah lunak (soft soil) sistem pengeboran harus dilaksanakan dengan casing sistem yaitu mengebor dengan casing yang berputar (drilling rod) dan ujung casing diberi mata bor. b.



Data dan Hasil Pekerjaan Lapangan. Dari setiap pengeboran harus dilakukan pencatatan pelaksanaan pekerjaan terutama masalah teknis lapangan yang ditemui. Hasil pekerjaan lapangan tersebut dituangkan ke dalam bor-log yang menggambarkan: 1).



Elevasi muka tanah terhadap Datum.



2).



Number of blows pada standard penetration test dan kedalamannya (dalam angka dan grafik).



3).



Kedalaman tanah dimana undisturbed sample diambil.



4).



Elevasi lapisan batas atas dan bawah dari setiap perubahan lapisan tanah yang ditemui selama pengeboran.



5).



Deskripsi dari jenis tanah untuk tiap interval kedalaman.



6).



Hal-hal lain (khusus) yang ditemui/terjadi pada saat pengeboran dilaksanakan.



7).



Penjelasan teknis dari penyimpangan-penyimpangan atau



E - 20



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



kejanggalan yang terjadi selama pengeboran.



c.



Undisturbed Sampling. Untuk setiap interval kedalaman 2 meter diambil undisturbed sample dan untuk pertama kalinya diambil sample pada kedalaman -3 m dari muka tanah yang bersangkutan. Tabung contoh tanah (tube sample) yang disyaratkan adalah seamless tube sampler ukuran OD 3 inch dan ID 2 7/8 inch (ID=Internal Diameter, OD=Outer Diameter), tebal tabug 1/16 inch, dengan panjang 50 cm. Tabung yang dipakai tipe fixed-piston sampler terbuat dari baja atau kuningan. Tebal tabung baja 1,5 + 0,1 mm dan ID 75 + 0,5 mm. Bila akan dipakai ID yang lain dari harga di atas harus dipenuhi persyaratan Degree of disturbance: Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi pada waktu pengambilan contoh tanah adalah: 1).



Dasar lubang bor di mana akan diambil contoh tanah harus bersih dari sisa pengeboran dengan memompa air ke dalam lobang bor yang berfungsi untuk membersihkan sisa-sisa tanah yang tertinggal, lama mencuci minimum 5 menit sebelum diadakan pengambilan sample.



2).



Ujung bawah casing pada saat itu harus berada pada dasar lubang bor untuk menghindari adanya longsoran-longsoran pada dasar lubang dan sisa pengeboran (sludge).



3).



Segera setelah lubang bor bersih, tabung contoh tanah ditekan ke dalam tanah dengan tekanan tenaga manusia.



4).



Penekanaan harus dilakukan dengan hati-hati, continous (single movement) dan perlahan agar air yang terdapat dalam tabung diberi kesempatan keluar melalui katup (ball-valve) yang terdapat pada kepala tabung (connector head). Dalam segala hal tidak diperkenankan menekan tabung dengan pukulan.



5).



Sebelum tabung ditarik dari dalam tanah, tabung harus E - 21



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



diputar 360o untuk melepaskan tabung bersama isinya dari tanah dan kemudian diangkat keluar dari dalam tabung. 6).



Tanah pada kedua ujung tabung harus dibuang secukupnya dan ruangan itu kemudian diberi paraffin panas sebagai penutup dan pelindung tanah dalam tabung. Tebal paraffin pada bidang bawah minimum 1 cm dan pada bidang atas minimum 3 cm.



7).



Untuk pelaksanaan uji laboratorium, sample dapat dipotong di lapangan dengan hati-hati sesuai degan panjang yang diperlukan dan tidak boleh merusak keaslian sample sisanya yang belum diuji.



8).



Pengangkutan sample harus dilakukan hati-hati, dijaga dari guncangan dan beda temperatur yang tinggi (panas sinar matahari dll), sedapat mungkin pengujian dilakukan pada laboratorium yang dekat jaraknya dengan lokasi pengeboran (bila terdapat laboratorium yang memenuhi syarat).



9).



Untuk jenis tanah khusus yang sukar diambil undisturbed sampel-nya dengan cara biasa, harus digunakan tabung sample yang sesuai: soft cohesive soil dengan alat piston sampler non cohesive soil dengan alat piston sampler atau core cutter sampler, dan hard cemented sil dengan core barrel.



E.2.2 Persyaratan Peruntukan Dan Intensitas A. Peruntukan, Fungsi dan Klasifikasi Bangunan 1. Peruntukan Lokasi a.



Bangunan gedung harus diselenggarakan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam ketentuan tata ruang dan tata bangunan dari lokasi yang bersangkutan.



b.



Ketentuan tata ruang dan tata bangunan ditetapkan melalui: 1). 2).



Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Daerah, Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR),



E - 22



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



3).



Peraturan bangunan setempat dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).



c.



Peruntukan lokasi sebagaimana dimaksud dalam butir a, merupakan peruntukan



utama,



sedangkan



peruntukan



penunjangnya



sebagaimana ditetapkan di dalam ketentuan tata bangunan yang ada di Daerah setempat atau berdasarkan pertimbangan teknis Dinas/Instansi terkait. d.



Setiap pihak yang memerlukan keterangan atau ketentuan tata ruang dan tata bangunan dapat memperolehnya secara terbuka melalui Dinas/Instansi terkait.



e.



Keterangan atau ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir d meliputi keterangan tentang peruntukan lokasi dan intensitas bangunan, seperti kepadatan bangunan, ketinggian bangunan, dan garis sempadan bangunan.



f.



Dalam hal rencana-rencana tata ruang dan tata bangunan sebagaimana dimaksud pada butir b belum ada, Kepala Daerah dapat memberikan pertimbangan atas ketentuan yang diperlukan, dengan tetap mengadakan peninjauan seperlunya terhadap rencana tata ruang dan tata bangunan yang ada di Daerah.



g.



Bagi Daerah yang belum memiliki RTRW, RRTR, ataupun peraturan bangunan setempat dan RTBL, maka Kepala Daerah dapat memberikan persetujuan membangun bangunan gedung dengan pertimbangan: 1).



Persetujuan



membangun



tersebut



berstfat



sementara



sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan tata ruang yang lebih makro, kaidah perencanaan kota dan 2).



penataan bangunan Kepala Daerah segera menyusun dan menetapkan RRTR, peraturan bangunan setempat dan RTBL berdasarkan rencana



3).



tata ruang yang lebih makro. Apabila persetujuan yang telah diberikan terdapat ketidak sesuaian dengan rencana tata ruang dan tata bangunan yang E - 23



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



ditetapkan kemudian, maka perlu diadakan penyesuaian 4).



dengan resiko ditanggung oleh pemohon/pemilik bangunan. Bagi Daerah yang belum memilih RTRW Daerah, Kepala Daerah dapat memberikan persetujuan membangun bangunan pada



5).



daerah tersebut untuk jangka waktu sementara. Apabila di kemudian hari terdapat penetapan RTRW Daerah yang bersangkutan, maka bangunan tersebut harus disesuaikan dengan rencana tata ruang yang ditetapkan.



h.



Pembangunan bangunan gedung diatas jalan umum, saluran, atau lain perlu mendapatkan persetujuan Kepala Daerah dengan pertimbangan sebagai berikut: 1).



Tidak bertentangan dengan rencana tata ruang dan tata



2).



bangunan daerah, Tidak mengganggu kelancaran arus lalu lintas kendaraan,



3).



orang, maupun barang, Tidak mengganggu fungsi sarana dan prasarana yang berada



4).



atau diatas tanah; Tetap memperhatikan



keserasian



bangunan



terhadap



lingkungannya, i.



Pembangunan bangunan gedung dibawah tanah yang melintasi sarana dan prasarana jaringan kota perlu mendapatkan persetujuan Kepala Daerah dengan pertimbangan sebagai berikut: 1).



Tidak bertentangan dengan rencana tata ruang dan tata



2). 3).



bangunan Daerah, Tidak untuk fungsi hunian atau tempat tinggal; Tidak mengganggu fungsi sarana dan prasarana yang berada



4).



dibawah tanah; Penghawaan dan pencahayaan bangunan telah memenuhi



5).



persyaratan kesehatan sesuai fungsi bangunan; Memiliki sarana khusus untuk kepentingan keamanan dan keselamatan bagi pengguna bangunan.



j.



Pembangunan bangunan gedung dibawah atau diatas air perlu mendapatkan persetujuan Kepala Daerah dengan pertimbangan sebagai berikut:



E - 24



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



1).



Tidak bertentangan dengan rencana tata ruang dan tata



2).



bangunan Daerah; Tidak mengganggu keseimbangan lingkungan, dan fungsi



3).



indung kawasan; Tidak menimbulkan perubahan atau arus air yang dapat



4). 5).



merusak lingkungan; Tidak menimbulkan pencemaran; Telah mempertimbangkan faktor keamaan, kenyamanan, kesehatan dan aksesibilitas bagi pengguna bangunan.



k. Pembangunan bangunan gedung pada daerah hantaran udara (transmisi tegangan tinggi perlu mendapatkan persetujuan Kepala Daerah dengan pertimbangan sebagai berikut: 1).



Tidak bertentangan dengan rencana tata ruang dan tata



2).



bangunan Daerah; Letak bangunan minimal 10 (sepuluh) meter diukur dari as



3).



(proyeksi) jalur tegangan tinggi terluar; Letak bangunan tidak boleh melebihi atau melampaui garis sudut 45° (empat puluh lima derajat) diukur dari as (proyeksi)



jalur tegangan tinggi terluar; 4). Setelah mendapat pertimbangan teknis dari para ahli terkait. 2. Fungsi Bangunan a.



Fungsi



dan



klasifikasi



bangunan



merupakan



acuan



untuk



persyaratan teknis bangunan gedung, baik ditinjau dari segi intensitas banguanan arsitektur dan lingkungan, keselamatan, keamanan, kesehatan, kenyamanan, maupun dari segi keserasian bangunan terhadap lingkungannya. b.



Penetapan fungsi dan klasifikasi bangunan yang bersifat sementara harus dengan mempertimbangkan tingkat permanensi, keamanan, pencegahan dan penanggulangan terhadap bahaya kebakaran, dan sanitasi yang memadai.



c.



Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan fungsi utama bangunan.



d.



Fungsi bangunan dapat dikelompokkan dalam fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial dan budaya, dan fungsi khusus. E - 25



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



e.



Bangunan dengan fungsi hunian meliputi bangunan gedung dengan fungsi utama hunian yang merupakan: 1). 2). 3). 4). 5).



f.



Rumah tinggal tunggal Rumah tinggal deret Rumah tinggal susun Rumah tinggal vila Rumah tinggal asrama



Bangunan dengan fungsi usaha meliputi bangunan gedung dengan fungsi utama untuk:



g.



1).



Bangunan perkantoran: perkantoran pemerintah, perkantoran



2).



niaga, dan sejenisnya. Bangunan perdagangan: pasar, pertokoan, pusat perbelanjaan,



3).



mal, dan sejenisnya. Bangunan Perhotelan / Penginapan: hotel, motel, hostel,



4).



penginapan, dan sejenisnya. Bangunan Industri : industri kecil, industri sedang, industri



5).



besar/berat. Bangunan Terminal: stasiun kereta, terminal bus, terminal



6).



udara, halte bus, pelabuhan laut. Bangunan Penyimpanan: gudang, gedung tempat parkir, dan



7).



sejenisnya. Bangunan Pariwisata: tempat rekreasi, bioskop, dan sejenisnya.



Bangunan dengan fungsi umum, sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung dengan fungsi utama untuk : 1).



Bangunan pendidikan: sekolah taman kanak-kanak, sekolah



2).



dasar, sekolah lanjutan, sekolah tinggi/universitas. Bangunan pelayanan kesehatan: puskesmas, poliklinik, rumah



3).



bersalin, rumah sakit klas A, B. & C, dan sejenisnya. Bangunan peribadatan: mesjid, gereja, pura, kelenteng, dan



4).



vihara. Bangunan kebudayaan : museum, gedung kesenian, dan sejenisnya



h.



Bangunan dengan fungsi khusus meliputi bangunan gedung dengan fungsi utama yang mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi, atau tingkat resiko bahaya tinggi : seperti bangunan kemiliteran, bangunan reaktor, dan sejenisnya. E - 26



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



i.



Dalam suatu persil, keveling, atau blok peruntukan dimungkinkan adanya fungsi campuran (mixed use), sepanjang sesuai dengan peruntukan lokasinya dan standar perencanaan lingkungan yang berlaku.



j.



Setiap bangunan gedung, selain terdiri dari ruang-ruang dengan fungsi utama, juga dilengkapi dengan ruang fungsi penunjang, serta dilengkapi pula dengan instalasi dan kelengkapan bangunan yang dapat menjamin terselenggaranya fungsi bangunan, sesuai dengan persyatatan pokok yang diatur dalam Pedoman Teknis ini.



3. Klasifikasi Bangunan Klasifikasi bangunan atau bagian dari bangunan ditentukan berdasarkan fungsi yang dimaksudkan di dalam perencanaan, pelaksanaan, atau perubahan yang diperlukan pada bangunan. a.



Klas 1 : Bangunan Hunian Biasa Adalah satu atau lebih bangunan yang merupakan: 1).



Klas 1a : bangunan hunian tunggal yang berupa: (a) satu rumah tunggal; atau (b) satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masingmasing bangunannya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk rumah deret, rumah taman, unit town



2).



house , villa, atau Klas 1b : rumah asrama/kost, rumah tamu, hostel, atau sejenisnya dengan luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang secara tetap, dan tidak terletak diatas atau dibawah bangunan hunian lain atau



b.



bangunan klas lain selain tempat garasi pribadi. Klas 2: Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian



c.



yang masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah. Klas 3: Bangunan hunian diluar bangunan klas 1 atau 2, yang umum digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang yang tidak berhubungan, termasuk: 1). rumah asrama, rumah tamu, losmen; atau 2). bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau 3). bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah; atau 4). panti untuk orang berumur, cacat, atau anak-anak; atau E - 27



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



5).



bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan



kesehatan yang menampung karyawan-karyawannya. d. Klas 4 : Bangunan Hunian Campuran Adalah tempat tinggal yang berada didalam suatu bangunan klas 5, 6, 7, 8 atau 9 dan merupakan tempat tinggal yang ada dalam bangunan tersebut e.



Klas 5: Bangunan kantor Adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha profesional, pengurusan administrasi, atau usaha komersial, diluar bangunan klas 6, 7, 8, atau 9.



f.



Klas 6: Bangunan Perdagangan Adalah bangunan toko atau bangunan lain yang dipergunakan untuk tempat penjualan barang-barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk 1). 2).



g.



ruang makan, kafe, restoran,; atau ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari



suatu hotel atau motel; atau 3). tempat potong rambut /salon, tempat cuci umum; atau 4). pasar, ruang penjualan, ruang pamer, atau bengkel. Klas 7: Bangunan Penyimpanan/Gudang Adalah



bangunan



gedung



yang



dipergunakan



penyimpanan,



termasuk: 1). 2).



tempat parkir umum; atau gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk



dijual atau cuci gudang. h. Klas 8 : Bangunan Laboratorium/lndustri/Pabrik Adalah bangunan gedung laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk tempat pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi dalam rangka perdagangan atau penjualan. i.



Klas 9: Bangunan Umum Adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu:



E - 28



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



1).



Klas 9a: bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-



2).



bagian dari bangunan tersebut yang berupa laboratorium; Klas 9b: bangunan pertemuan, temmasuk bengkel kerja, laboratorium atau sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan peribadatan, bangunan budaya atau sejenis, tetapi tidak temmasuk setiap bagian dari bangunan



j.



yang merupakan klas lain. Klas 10 : Adalah bangunan atau struktur yang bukan hunian: 1). Klas 10a: bangunan bukan hunian yang merupakan garasi 2).



pribadi, carport, atau sejenisnya; Klas 10b: struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding penyangga atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau



sejenisnya. k. Bangunan-bangunan yang tidak diklasifikasikan khusus Bangunan atau bagian dari bangunan yang tidak termasuk dalam klasifikasi bangunan 1 s/d 10 tersebut, dalam Pedoman Teknis dimaksudkan dengan klasifikasi yang mendekati sesuai dengan peruntukannya l.



Bangunan yang penggunaannya insidentil Bagian bangunan yang penggunaannya insidentil dan sepanjang mengakibatkan gangguan pada bagian bangunan lainnya, dianggap memiliki klasifikasi yang sama dengan bangunan utamanya.



m. Klasifikasi jamak Bangunan dengan klasifikasi jamak adalah bila beberapa bagian dari bangunan harus diklasifikasikan secara terpisah, dan: 1).



bila bagian bangunan yang memiliki fungsi berbeda tidak melebihi 10% dari luas lantai dari suatu tingkat bangunan, dan b' laboratorium, klasifikasinya disamakan dengan klasifikasi



2).



bangunan utamanya; Klas-klas 1a, 1b, 9a, 9b, 10a dan 10b adalah klasifikasi yang



3).



terpisah; Ruang-ruang pengolah, ruang mesin, ruang mesin lift, ruang boiler atau sejenisnya diklasifikasikan sama dengan bagian bangunan dimana ruang tersebut terletak E - 29



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



B. Intensitas Bangunan 1. Kepadatan dan Ketinggian Bangunan a.



Bangunan gedung yang didirikan harus memenuhi persyaratan kepadatan dan ketinggian bangunan gedung berdasarkan rencana tata ruang wilayah Daerah yang bersangkutan, rencana tata bangunan dan lingkungan yang ditetapkan, dan peraturan bangunan



b.



setempat. Kepadatan bangunan sebagaimana dimaksud dalam butir a, meliputi ketentuan tentang Koefisien Dasar Bangunan (KDB), yang dibedakan



c.



dalam tingkatan KDB padat, sedang, dan renggang. Ketinggian bangunan sebagaimana dimaksud dalam butir a, meliputi ketentuan tentang Jumlah Lantai Bangunan (JLB), dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) yang dibedakan dalam tingkatan KLB tinggi,



d.



sedang, dan rendah. Persyaratan kinerja dari ketentuan kepadatan dan ketinggian bangunan ditentukan oleh: 1). kemampuannya dalam menjaga keseimbangan daya dukung



e.



2).



lahan dan optimalnya intensitas pembangunan, kemampuannya dalam mencerminkan keserasian bangunan



3).



dengan lingkungan, kemampuannya dalam menjamin kesehatan dan kenyamanan



pengguna serta masyarakat pada umumnya. Untuk suatu kawasan atau lingkungan tertentu, seperti kawasan wisata, pelestarian dan lain lain, dengan pertimbangan kepentingan umum dan dengan persetujuan Kepala Daerah dapat diberikan kelonggaran atau pembatasan terhadap ketentuan kepadatan, ketinggian bangunan dan ketentuan tata bangunan lainnya dengan



f.



tetap memperhatikan keserasian dan kelestarian lingkungan. Ketinggian bangunan sebagaimana dimaksud pada butir c tidak diperkenankan mengganggu lalu-lintas udara.



2. Penetapan KDB dan Jumlah Lantai/KLB a.



Penetapan besarnya kepadatan dan ketinggian bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam II.2.1 butir b dan c, ditetapkan dengan mempertimbangkan perkembangan kota, kebijaksanaan intensitas E - 30



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



pembangunan, daya dukung lahan/ lingkungan, serta keseimbangan b.



dan keserasian lingkungan. Apabila KDB dan JLB/KLB belum ditetapkan dalam rencana tata ruang, rencana tata bangunan dan lingkungan, peraturan bangunan setempat, maka Kepala Daerah dapat menetapkan berdasarkan berbagai pertimbangan dan setelah mendengarkan pendapat teknis



c.



para ahli terkait. Ketentuan besarnya KDB dan JLB/KLB dapat diperbanui sejalan dengan pertimbangan perkembangan kota, kebijaksanasn intensitas pembangunan,



d.



daya



dukung



lahan/lingkungan,



mendengarkan pendapat teknis para ahli terkait. Dengan pertimbangan kepentingan umum pembangunan,



Kepala



Daerah



dapat



dan



dan



menetapkan



setelah



ketertiban rencana



perpetakan dalam suatu kawasan/lingkungan dengan persyaratan: 1). setiap bangunan yang didirikan harus sesuai dengan rencana 2).



perpetakan yang telah diatur di dalam rencana tata ruang, apabila perpetakan tidak ditetapkan, maka KDB dan KLB diperhitungkan berdasarkan luas tanah di belakang garis



3).



sempadan jalan (GSJ) yang dimiliki. untuk persil-persil sudut bilamana sudut persil tersebut dilengkungkan atau disikukan, untuk memudahkan lalu lintas, maka lebar dan panjang persil tersebut diukur dari titik pertemuan garis perpanjangan pada sudut tersebut dan luas



4).



persil diperhitungkan berdasarkan lebar dan panjangnya. penggabungan atau pemecahan perpetakan dimungkinkan dengan ketentuan KDB dan KLB tidak dilampaui, dan dengan memperhitungkan



keadaan



lapangan,



keserasian



dan



keamanan lingkungan serta memenuhi persyaratan teknis yang 5).



telah ditetapkan. dimungkinkan adanya pemberian dan penerimaan besaran KDB/KLB diantara perpetakan yang berdekatan, dengan tetap menjaga keseimbangan daya dukung lahan dan keserasian lingkungan.



E - 31



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



e.



Dimungkinkan adanya kompensasi berupa penambahan besarnya KDB JLB/KLB bagi perpetakan tanah yang memberikan sebagian luas



f.



tanahnya untuk kepentingan umum. Penetapan besamya KDB, JLB/KLB untuk pembangunan bangunan gedung diatas fasilitas umum adalah setelah mempertimbangkan keserasian,



keseimbangan



dan



persyaratan



teknis



serta



mendengarkan pendapat teknis para ahli terkait. 3. Perhitungan KDB dan KLB Perhitungan KDB maupun KLB ditentukan dengan pertimbangan sebagai berikut: a.



perhitungan luas lantai bangunan adalah jumlah luas lantai yang



b.



diperhitungkan sampai batas dinding terluar; luas lantai ruangan beratap yang sisi-sisinya dibatasi oleh dinding yang tingginya lebih dari 1,20 m di atas lantai ruangan tersebut



c.



dihiitung penuh 100 %; luas lantai ruangan beratap yang bersifat terbuka atau yang sisisisinya dibatasi oleh dinding tidak lebih dari 1,20 m diatas lantai ruangan dihitung 50 %, selama tidak melebihi 10 % dari luas denah



d.



yang diperhitungkan sesuai dengan KDB yang ditetapkan; overstek atap yang melebihi lebar 1,50 m maka luas mendatar



e.



kelebihannya tersebut dianggap sebagai luas lantai denah; teras tidak beratap yang mempunyai tinggi dinding tidak lebih dari



f.



1,20 m di atas lantai teras tidak diperhitungkan sebagai luas lantai; luas lantai bangunan yang diperhitungkan untuk parkir tidak diperhitungkan dalam perhitungan KLB, asal tidak melebihi 50 % dari KLB yang ditetapkan, selebihnya diperhitungkan 50 % terhadap



g.



KLB; ramp dan tangga terbuka dihitung 50 %, selama tidak melebihi l0%



h.



dari luas lantai dasar yang diperkenankan; Dalam perhitungan KDB dan KLB, luas tapak yang diperhitungkan



i.



adalah yang dibelakang GSJ; Batasan perhitungan luas ruang bawah tanah (basement) ditetapkan Kepala Daerah dengan pertimbangan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan pendapat teknis para ahli terkait;



E - 32



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



j.



Untuk



pembangunan



yang



berskala



kawasan



(superblock),



perhitungan KDB dan KLB adalah dihitung terhadap total seluruh lantai dasar bangunan, dan total keseluruhan luas lantai bangunan k.



dalam kawasan tersebut tehadap total keseluruhan luas kawasan; Dalam perhitungan ketinggian bangunan, apabila jarak vertikal dari lantai penuh ke lantai penuh berikutnya lebih dari 5 m, maka



l.



ketinggian bangunan tersebut dianggap sebagai dua lantai; Mezanine yang luasnya melebihi 50 % dari luas lantai dasar dianggap



sebagai lantai penuh; C. Garis Sempadan Bangunan 1. Garis Sempadan (muka) Bangunan a. Garis Sempadan Bangunan ditetapkan ruang,rencanatatabangunan b.



dan



dalam



lingkungan,



rencana



serta



tata



peraturan



bangunan setempat. Dalam mendirikan atau memperbarui seluruhnya atau sebagian dari suatu bangunan, Garis Sempadan Bangunan yang telah ditetapkan



c.



sebagaimana dimaksud dalam butir a. tidak boleh dilanggar. Apabila Garis Sempadan Bangunan sebagaimana dimaksud pada butir a. tersebut belum ditetapkan, maka Kepala Daerah dapat menetapkan GSB yang bersifat sementara untuk lokasi tersebut pada



d.



setiap permohonan perijinan mendirikan bangunan. Penetapan Garis Sempadan Bangunan didasarkan



pada



pertimbangan keamanan, kesehatan, kenyamanan, dan keserasian e.



dengan lingkungan serta ketinggian bangunan. Daerah menentukan garis-garis sempadan pagar, garis sempadan muka bangunan, garis sempadan loteng, garis sempadan podium, garis sempadan menara, begitu pula garis-garis sempadan untuk



f.



pantai, sungai, danau, jaringan umum dan lapangan umum. Pada suatu kawasan/lingkungan yang diperkenankan adanya beberapa klas bangunan dan di dalam kawasan peruntukan campuran, untuk tiap-tiap klas bangunan dapat ditetapkan garis-



g.



garis sempadannya masing-masing. Dalam hal garis sempadan pagar dan garis sempadan muka bangunan berimpit (GSB sama dengan nol), maka bagian muka bangunan harus ditempatkan pada garis tersebut. E - 33



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



h.



Daerah berwenang untuk memberikan pembebasan dari ketentuan dalam butir g, sepanjang penempatan bangunan tidak mengganggu



i.



jalan dan penataan bangunan sekitarnya. Ketentuan besarnya GSB dapat diperbarui dengan pertimbangan perkembangan



kota,



kepentingan



umum,



keserasian



dengan



lingkungan, maupun pertimbangan lain dengan mendengarkan pendapat teknis para ahli terkait. 2. Garis sempadan samping dan belakang bangunan a. Kepala Daerah dengan pertimbangan keselamatan, kesehatan dan kenyamanan, juga menetapkan garis sempadan samping kiri dan kanan, serta belakang bangunan terhadap batas persil, yang diatur di dalam rencana tata ruang, rencana tata bangunan dan lingkungan, b.



dan peraturan bangunan setempat. Sepanjang tidak ada jarak bebas samping maupun belakang bangunan yang ditetapkan, maka Kepala Daerah menetapkan besarnya



garis



sempadan



tersebut



dengan



setelah



mempertimbangkan keamanan kesehatan dan kenyamanan, yang c.



ditetapkan pada setiap permohonan perijinan mendirikan bangunan. Untuk bangunan yang digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan-bahan/benda-benda yang mudah terbakar dan atau bahan berbahaya, maka Kepala Daerah dapat menetapkan syarat-syarat lebih lanjut mengenai jarak-jarak yang harus dipatuhi, diluar yang



d.



diatur dalam butir a. Pada daerah intensitas bangunan padat/rapat, maka garis sempadan samping dan belakang bangunan harus memenuhi persyaratan: 1). bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas 2).



pekarangan; struktur dan pondasi bangunan terluar harus berjarak sekurang-kurangnya



3).



10



cm



kearah



dalam



dari



batas



pekarangan, kecuali untuk bangunan rumah tinggal; untuk perbaikan atau perombakan bangunan yang semula menggunakan bangunan dinding batas bersama dengan bangunan di sebelahnya, disyaratkan untuk membuat dinding batas tersendiri disamping dinding batas terdahulu;



E - 34



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



4).



pada bangunan rumah tinggal rapat tidak terdapat jarak bebas samping, sedangkan jarak bebas belakang ditentukan minimal



e.



setengah dari besarnya garis sempadan muka bangunan. Pada daerah intensitas bangunan rendah/renggang, maka jarak bebas



samping



dan



belakang



bangunan



harus



memenuhi



persyaratan: 1). jarak bebas samping dan jarak bebas belakang ditetapkan minimum 4 m pada lantai dasar, dan pada setiap penambahan lantai/tingkat bangunan, jarak bebas di atasnya ditambah 0,50 m dari jarak bebas lantai di bawahnya sampai mencapai jarak bebas terjauh 12,5 m, kecuali untuk bangunan rumah tinggal, dan sedangkan untuk bangunan gudang serta industri dapat 2).



diatur tersendiri. sisi bangunan yang didirikan harus mempunyai jarak bebas yang tidak dibangun pada kedua sisi samping kiri dan kanan



f.



serta bagian belakang yang berbatasan dengan pekarangan. Pada dinding batas pekarangan tidak boleh dibuat bukaan dalam



g.



bentuk apapun. Jarak bebas antara dua bangunan dalam suatu tapak diatur sebagai berikut: 1). dalam hal kedua-duanya memiliki bidang bukaan yang saling berhadapan, maka jarak antara dinding atau bidang tersebut 2).



minimal dua kali jarak bebas yang ditetapkan; dalam hal salah satu dinding yang berhadapan merupakan dinding tembok tertutup dan yang lain merupakan bidang terbuka dan atau berlubang, maka jarak antara dinding



3).



tersebut minimal satu kali jarak bebas yang ditetapkan; dalam hal kedua-duanya memiliki bidang tertutup yang saling berhadapan, maka jarak dinding terluar minimal setengah kali



jarak bebas yang ditetapkan. 3. Pemisah Disepanjang Halaman Depan, Samping, Dan Belakang Bangunan a. Halaman muka dari suatu bangunan harus dipisahkan dari jalan menurut cara yang ditetapkan oleh Kepala Daerah, dengan



E - 35



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



memperhatikan



keamanan,



kenyamanan,



serta



keserasian



b.



lingkungan. Kepala Daerah menetapkan ketinggian maksimum pemisah halaman



c.



muka. Untuk sepanjang jalan atau kawasan tertentu, Kepala Daerah dapat menerapkan desain standar pemisah halaman yang dimaksudkan



d.



dalam butir a. Dalam hal yang khusus Kepala Daerah dapat memberikan pembebasan dari ketentuan-ketentuan dalam butir a dan b, dengan



e.



setelah mempertimbangkan hal teknis terkait. Dalam hal pemisah berbentuk pagar, maka tinggi pagar pada GSJ dan antara GSJ dengan GSB pada bangunan rumah tinggal maksimal 1,50 m di atas permukaan tanah, dan untuk bangunan bukan rumah tinggal termasuk untuk bangunan industri maksimal 2 m di atas



f.



permukaan tanah pekarangan. Pagar sebagaimana dimaksud pada butir e harus tembus pandang, dengan bagian bawahnya dapat tidak tembus pandang maksimal



g.



setinggi 1 m diatas permukaan tanah pekarangan. Untuk bangunan-bangunan tertentu, Kepala



Daerah



dapat



menetapkan lain terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam h.



butir e dan f. Penggunaan kawat berduri sebagai pemisah disepanjang jalan-jalan



i.



umum tidak diperkenankan. Tinggi pagar batas pekarangan sepanjang pekarangan samping dan belakang untuk bangunan renggang maksimal 3 m di atas permukaan



tanah



pekarangan,



dan



apabila



pagar



tersebut



merupakan dinding bangunan rumah tinggal bertingkat tembok maksimal 7 m dari permukaan tanah pekarangan, atau ditetapkan lebih j.



rendah



setelah



mempertimbangkan



kenyamanan



dan



kesehatan lingkungan. Antara halaman belakang dan jalur-jalur jaringan umum kota harus diadakan pemagaran. Pada pemagaran ini tidak boleh diadakan pintu-pintu masuk, kecuali jika jalur-jalur jaringan umum kota direncanakan sebagai jalur jalan belakang untuk umum .



E - 36



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



k.



Kepala Daerah berwenang untuk menetapkan syarat-syarat lebih lanjut yang berkaitan dengan desain dan spesifikasi teknis pemisah



l.



di sepanjang halaman depan, samping, dan belakang bangunan. Kepala Daerah dapat menetapkan tanpa adanya pagar pemisah halaman depan, samping maupun belakang bangunan pada ruas-ruas jalan atau kawasan tertentu, dengan pertimbangan kepentingan kenyamanan lingkungan,



kemudahan hubungan (aksesibilitas), dan



penataan



bangunan



dan



keserasian



lingkungan



yang



diharapkan. E.2.3 Persyaratan Arsitektur Dan Lingkungan A. Tata Letak Bangunan 1. Ketentuan Umum a. Penempatan bangunan gedung tidak boleh mengganggu fungsi b.



prasarana kota, lalu lintas dan ketertiban umum. Pada lokasi-lokasi tertentu Kepala Daerah dapat menetapkan secara



c.



khusus arahan rencana tata bangunan dan lingkungan. Pada jalan-jalan tertentu, perlu ditetapkan penampang-penampang (profil) bangunan untuk memperoleh pemandangan jalan yang



d.



memenuhi syarat keindahan dan keserasian. Bilamana dianggap perlu, persyaratan lebih lanjut dari ketentuanketentuan ini dapat ditetapkan pelaksanaaannya oleh Kepala Daerah dengan membentuk suatu panitia khusus yang bertugas memberi



nasehat teknis mengenai ketentuan tata bangunan dan lingkungan. 2. Tapak Bangunan a. Tinggi rendah (peil) pekarangan harus dibuat dengan tetap menjaga b.



keserasian lingkungan serta tidak merugikan pihak lain. Penambahan lantai atau tingkat suatu bangunan



gedung



diperkenankan apabila masih memenuhi batas ketinggian yang ditetapkan dalam rencana tata ruang kota, dengan ketentuan tidak melebihi KLB, harus memenuhi persyaratan teknis yang berlaku dan c. d.



keserasian lingkungan. Penambahan lantai/tingkat harus memenuhi persyaratan keamanan struktur. Pada daerah / lingkungan tertentu dapat ditetapkan: 1) Ketentuan khusus tentang pemagaran suatu pekarangan kosong atau sedang dibangun, pemasangan nama proyek dan E - 37



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



sejenisnya dengan memperhatikan keamanan, keselamatan, 2) 3)



keindahan dan keserasian lingkungan, Larangan membuat batas fisik atau pagar pekarangan. Ketentuan penataan bangunan yang harus diikuti dengan memperhatikan



4)



keamanan,



keselamatan,



keindahan



dan



keserasian lingkungan. Kekecualian kelonggaran terhadap ketentuan dapat diberikan untuk bangunan perumahan dan bangunan sosial dengan



B.



memperhatikan keserasian dan arsitektur lingkungan. Bentuk Bangunan 1. Ketentuan Umum a. Bentuk bangunan gedung harus dirancang dengan memperhatikan bentuk dan karakteristik arsitektur lingkungan yang ada di sekitarnya, atau yang mampu sebagai pedoman arsitektur atau b.



teladan bagi lingkungannya. Setiap bangunan gedung yang didirikan berdampingan dengan bangunan yang dilestarikan, harus serasi dengan bangunan yang



c.



dilestarikan tersebut. Bangunan yang didirikan sampai pada batas samping persil tampak bangunannya harus bersambungan secara serasi dengan tampak



d.



bangunan atau dinding yang telah ada di sebelahnya. Bentuk bangunan gedung harus dirancang



dengan



mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan yang nyaman e.



dan serasi terhadap lingkungannya. Bentuk, tampak, profil, detail, material maupun warna bangunan harus dirancang memenuhi syarat keindahan dan keserasian lingkungan yang telah ada dan atau yang direncanakan kemudian



f.



dengan tidak menyimpang dari persyaratan fungsinya. Bentuk bangunan gedung sesuai kondisi daerahnya harus dirancang dengan mempertimbangkan kestabilan struktur dan ketahanannya



g.



terhadap gempa. Syarat-syarat lebih lanjut mengenai tinggi/tingkat dan sesuatunya ditetapkan berdasarkan ketentuan-ketentuan rencana tata ruang, dan atau rencana tata bangunan lingkungan yang ditetapkan untuk



daerah/lokasi tersebut. 2. Perancangan Bangunan E - 38



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



a.



Bentuk bangunan gedung harus dirancang sedemikian rupa sehingga setiap nuang dalam dimungkinkan menggunakan pencayahayaan dan



b.



penghawaan alami. Ketentuan sebagaimana dimaksudkan pada butir II 1.1.2.b.i tidak berlaku



apabila



sesuai



fungsi



bangunan



diperlukan



sistem



c.



pencahayaan dan penghawaan buatan. Ketentuan pada butir II.1.1.2.b.ii harus tetap mengacu pada prinsip-



d.



prinsip konservasi energi. Untuk bangunan dengan lantai banyak, kulit atau selubung bangunan



e.



harus memenuhi persyaratan konservasi energi. Aksesibilitas bangunan harus mempertimbangkan kemudahan bagi



f.



semua orang, termasuk para penyandang cacat dan usia lanjut. Suatu bangunan gedung tertentu berdasarkan letak ketinggian dan penggunaannya, harus dilengkapi dengan perlengkapan yang berfungsi sebagai pengaman terhadap lalu lintas udara dan atau lalu



C.



lintas laut. Tata Ruang Dalam 1. Ketentuan Umum a. Tinggi ruang adalah jarak terpendek dalam ruang diukur dari b.



permukaan bawah langit-langit ke permukaan lantai. Ruangan dalam bangunan harus mempunyai tinggi yang cukup untuk



c.



fungsi yang diharapkan. Ketinggian ruang pada lantai dasar disesuaikan dengan fungsi ruang



d.



dan arsitektur bangunannya. Dalam hal tidak ada langit-langit, tinggi ruang diukur dari permukaan atas lantai sampai permukaan bawah dari lantai di



e.



atasnya atau sampai permukaan bawah kaso-kaso. Bangunan atau bagian bangunan yang mengalami perubahan perbaikan, perluasan, penambahan, tidak boleh menyebabkan berubahnya bangunan



f.



fungsi/penggunaan dan



bagian-bagian



utama, bangunan



karakter serta



arsitektur



tidak



boleh



mengurangi atau mengganggu fungsi sarana jalan keluar/masuk. Perubahan fungsi dan penggunaan ruang suatu bangunan atau bagian bangunan dapat diijinkan apabila masih memenuhi ketentuan penggunaan jenis bangunan dan dapat menjamin keamanan dan keselamatan bangunan serta penghuninya. E - 39



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



g.



Ruang penunjang dapat ditambahkan dengan tujuan memenuhi kebutuhan kegiatan bangunan, sepanjang tidak menyimpang dari



h.



penggunaan utama bangunan. Jenis dan jumlah kebutuhan fasilitas penunjang yang harus disediakan pada setiap jenis penggunann bangunan ditetapkan oleh



i.



Kepala Daerah. Tata ruang dalam untuk bangunan tempat ibadah, bangunan monumental, gedung serbaguna, gedung pertemuan, gedung pertunjukan, gedung sekolah, gedung olah raga, serta gedung sejenis



lainnya diatur secara khusus. 2. Perancangan Ruang Dalam a. Bangunan sekurang-kurang memiliki ruang-ruang fungsi utama yang b.



mewadahi kegiatan toko, kegiatan umum dan pelayanan. Suatu bangunan gudang, sekurang-kurangnya harus dilengkapi



c.



dengan kamar mandi dan kakus serta nuang kebutuhan karyawawan Suatu bangunan pabrik sehurang-kurangnya harus dilengkapi dengan fasilitas kamar mandi dan kakus, ruang ganti pakaian karyawan, ruang makan, ruang istirahat, serta ruang pelayanan



d.



kesehatan yang memadai. Perhitungan ketinggian bangunan, apabila jarak vertikal dari lantai penuh ke lantai penuh berikutnya lebih dari 5 meter, maka ketinggian bangunan dianggap sebagai dua lantai, kecuali untuk penggunaan ruang lobby, atau ruang pertemuan dalam bangunan



e.



komersial (antara lain hotel, perkantoran, dan pertokoan). Mezanin yang luasnya melebihi 50% dari luas lantai dasar dianggap



f.



sebagai lantai penuh. ; Penempatan fasilitas kamar mandi dan kakus untuk pria dan wanita



g.



harus terpisah. Ruang rongga atap hanya dapat diijinkan apabila penggunaannya tidak



menyimpang



memperhatikan



segi



dari



fungsi



kesehatan,



utama



keamanan



bangunan dan



serta



keselamatan



h.



bangunan dan lingkungan. Ruang-rongga atap untuk rumah tinggal harus mempunyai



i.



penghawaan dan pencahayaan alami yang memadai. Ruang rongga atap dilarang dipergunakan sebagai dapur atau kegiatan lain yang potensial menimbulkan kecelakaan/ kebakaran E - 40



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



j.



Setiap penggunaan ruang rongga atap yang luasnya tidak lebih dari 50% dari luas lantai di bawahnya, tidak dianggap sebagai



k.



penambahan tingkat bangunan. Setiap bukaan pada ruang atap, tidak boleh mengubah sifat dan



l.



karakter arsitektur bangunannya. Pada ruang yang penggunaannya menghasilkan asap dan atau gas harus disediakan lobang hawa dan atau cerobong hawa secukupnya,



kecuali menggunakan alat bantu mekanis. m. Cerobong asap dan atau gas harus dirancang memenuhi persyaratan n.



pencegahan kebakaran. Tinggi ruang dalam bangunan tidak boleh kurang dari ketentuan



o.



minimum yang ditetapkan. Tinggi lantai dasar suatu bangunan diperkenankan mencapai maksimal 1,20 m di atas tinggi rata-rata tanah pekarangan atau



p.



tinggi rata-rata jalan, dengan memperhatikan keserasian lingkungan. Apabila tinggi tanah pekarangan berada di bawah titik ketinggian (peil) bebas banjir atau terdapat kemiringan yang curam atau perbedaan tinggi yang besar pada tanah asli suatu perpetakan, maka



q.



tinggi maksimal lantai dasar ditetapkan tersendiri. – Tinggi Lantai Denah: 1) Permukaan atas dari lantai denah (dasar) harus: a) Sekurang-kurangnya 15 cm diatas titik tertinggi dari pekarangan yang sudah dipersiapkan. b) Sekurang-kurangnya 25 cm diatas titik tertinggi dari sumbu jalan yang berbatasan. 2) Dalam hal-hal yang luar biasa, ketentuan dalam butir (1) tersebut, tidak berlaku jika letak lantai-lantai itu lebih tinggi dari 60 cm di atas tanah yang ada di sekelilingnya, atau untuk tanah-



r.



tanah yang miring. Lantai tanah atau tanah dibawah lantai panggung harus ditempatkan sekurang-kurangnya 15 cm diatas tanah pekarangan serta dibuat



D.



kemiringan supaya air dapat mengalir. Kelengkapan Bangunan 1. Ketentuan Umum a. Bangunan tertentu berdasarkan penggunaannya



harus



dilengkapi



letak, dengan



ketinggian



dan



peralatan



dan



E - 41



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



perlengkapan b.



bangunan,



termasuk



pengaman/



rambu-rambu



terhadap lalu-lintas udara dan atau laut. Syarat-syarat teknis lebih lanjut terhadap ketentuan tersebut di atas



mengikuti standar teknis yang berlaku. 2. Sarana dan Prasarana Bangunan Gedung a. Bangunan gedung harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana pendukung



yang



dibutuhkan



untuk



menjamin



keamanan,



kenyamanan, kesehatan dan keselamatan pengguna bangunan b.



gedung. Prasarana-prasarana pendukung bangunan harus direncanakan



c.



secara terintegrasi dengan sistem prasarana lingkungan sekitarnya Sarana dan prasarana pendukung harus menjamin bahwa pemanfaatan bangunan tersebut tidak mengganggu bangunan



d.



gedung lain dan lingkungan sekitarnya. Bangunan gedung harus direncanakan dan dirancang sebaikbaiknya, sehingga dapat menjamin fungsi bangunan juga dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh semua orang, termasuk para



e.



penyandang cacat dan warga usia lanjut. Pintu masuk dan keluar area bangunan gedung harus direncanakan secara



E.



terintegrasi



serta



tidak



mengganggu



tata



sirkulasi



lingkungannya. Ruang Terbuka Hijau Pekarangan 1. Fungsi dan Persyaratan Ruang Terbuka Hijau Pekarangan a. Ruang Terbuka Hijau adalah ruang yang diperuntukkan sebagai daerah penanaman di kota/wilayah/halaman yang berfungsi untuk b.



kepentingan ekologis, sosial, ekonomi maupun estetika. Ruang Terbuka Hijau yang berhubungan langsung dengan bangunan gedung dan terletak pada persil yang sama disebut Ruang Terbuka



c.



Hijau Pekarangan (RTHP). Ruang Terbuka Hijau Pekarangan berfungsi sebagai tempat tumbuhnya tanaman, peresapan air, sirkulasi, unsur-unsur estetik,



d.



baik sebagai ruang kegiatan dan maupun sebagai ruang amenity. Sebagai ruang transisi, RTHP menupakan bagian integral dari penataan bangunan gedung dan sub-sistem dari penataan lansekap kota.



E - 42



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



e.



Syarat-syarat Ruang Terbuka Hijau Pekarangan ditetapkan dalam rencana tata ruang dan tata bangunan baik langsung maupun tidak langsung dalam bentuk ketetapan GSB, KDB, KDH, KLB, Parkir dan



f.



ketetapan lainnya. Ruang Terbuka Hijau Pekarangan yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang dan tata bangunan tidak boleh dilanggar dalam mendirikan atau rnemperbaharui seluruhnya atau sebagian dari



g.



bangunan. Apabila Ruang Terbuka Hijau Pekarangan sebagaimana dimaksud pada butir 111.2.1.e ini belum ditetapkan dalam rencana tata ruang dan tata bangunan, maka dapat dibuat ketetapan yang bersifat sementara untuk lokasi/lingkungan yang terkait dengan setiap



h.



pemmohonan bangunan. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir III.2.1.e dapat dipertimbangkan dan disesuaikan untuk bangunan perumahan dan bangunan sosial dengan memperhatikan keserasian dan arsitektur



i.



lingkungan. Setiap perencanaan bangunan baru harus memperhatikan potensi unsur-unsur alami yang ada dalam tapak seperti danau, sungai,



j.



pohon-pohon menahun, tanah dan permukaan tanah. Dalam hal terdapat makro lansekap yang dominan seperti laut, sungai



besar,



gunung



dan



sebagainya,



terhadap



suatu



kawasan/daerah dapat diterapkan pengaturan khusus untok orientasi tata letak bangunan yang mempertimbangkan potensi k.



arsitektural lansekap yang ada. Sebagai perlindungan atas sumber-sumber daya alam yang ada, dapat ditetapkan persyaratan khusus bagi permohonan ijin mendirikan pencagaran



l.



bangunan sumber



dengan



daya



alam,



mempertimbangkan keselamatan



hal-hal



pemakai



dan



kepentingan umum. Ketinggian maksimum/minimum lantai dasar bangunan dari muka jalan ditentukan untuk pengendalian keselamatan bangunan, seperti dari bahaya banjir, pengendalian bentuk estetika bangunan secara



E - 43



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



keseluruhan/ kesatuan lingkungan, dan aspek aksesibilitas, serta tergantung pada kondisi lahan. 2. Ruang Sempadan Bangunan 1. Pemanfaatan Ruang Sempadan



Depan



Bangunan



harus



mengindahkan keserasian lansekap pada ruas jalan yang terkait sesuai dengan ketentuan rencana tata ruang dan tata bangunan yang ada. Keserasian tersebut antara lain mencakup: pagar dan gerbang, vegetasi besar / pohon, bangunan penunjang seperti pos jaga, tiang 2.



bendera, bak sampah dan papan nama bangunan. Bila diperlukan dapat ditetapkan karakteristik lansekap jalan atau ruas jalan dengan mempertimbangkan keserasian tampak depan bangunan ruang sempadan depan bangunan, pagar, jalur pejalan kaki, jalur kendaraan dan jalur hijau median jalan berikut utilitas jalan lainnya seperti tiang listrik, tiang telepon di kedua sisi jalan /



3.



ruas jalan yang dimaksud. Koefisien Dasar Hijau (KDH) ditetapkan sesuai dengan peruntukan dalam rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan. KDH minimal 10% pada daerah sangat padat/padat. KDH ditetapkan meningkat setara dengan naiknya ketinggian bangunan dan



4.



berkurangnya kepadatan wilayah. Ruang terbuka hijau pekarangan sebanyak mungkin diperuntukkan bagi penghijauan / penanaman di atas tanah. Dengan demikian area parkir dengan lantai perkerasan masih tergolong RTHP sejauh ditanami pohon peneduh yang ditanam di atas tanah, tidak di dalam



5.



wadah / container yang kedap air. KDH tersendiri dapat ditetapkan untuk tiap-tiap klas bangunan dalam kawasan-kawasan bangunan, dimana terdapat beberapa klas



bangunan dan kawasan campuran. 3. Tapak Basement a. Kebutuhan basement dan besaran koefisien tapak basement (KTB) ditetapkan berdasarkan rencana peruntukan lahan, ketentuan teknis b.



dan kebijaksanaan Daerah setempat. Untuk keperluan penyediaan RTHP yang memadai, lantai basement pertama (B-1) tidak dibenarkan keluar dari tapak bangunan (di atas tanah) dan atap basement kedua (B-2) yang di luar tapak bangun E - 44



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



harus berkedalaman sekurangnya 2 (dua) meter dari permukaan tanah tempat penanaman. 4. Hijau Pada Bangunan a. Daerah Hijau Bangunan (DHB) dapat berupa taman-atap (roofgarden) maupun penanaman pada sisi-sisi bangunan seperti pada balkon dan cara-cara perletakan tanaman lainnya pada dinding b.



bangunan. DHB merupakan bagian dari kewajiban pemohon bangunan untuk menyediakan RTHP. Luas DHB diperhitungkan sebagai luas RTHP



namun tidak lebih dari 25% luas RTHP. 5. Tata Tanaman a. Pemilihan dan penggunaan tanaman harus memperhitungkan karakter tanaman sampai pertumbuhannya optimal yang berkaitan dengan bahaya yang mungkin ditimbulkan. Potensi bahaya terdapat pada jenis-jenis tertentu yang sistem perakarannya destruktif, batang dan cabangnya rapuh, mudah terbakar serta bagian-bagian lain yang b.



berbahaya bagi kesehatan manusia. Penempatan tanaman harus memperhitungkan pengaruh angin, air, kestabilan tanah / wadah sehingga memenuhi syarat-syarat



c.



keselamatan pemakai. Untuk memenuhi fungsi ekologis khususnya di perkotaan, tanaman dengan struktur daun yang rapat besar seperti pohon menahun



d.



harus lebih diutamakan. Untuk pelaksanaan kepentingan tersebut pada butir diatas Kepala Daerah dapat membentuk tim penasehat untuk mengkaji rencana pemanfaatan jeni-jenis tanaman yang layak tanam di Ruang terbuka Hijau Pekarangan berikut standar perlakuannya yang memenuhi



F.



syarat keselamatan pemakai. Pertandaan, Dan Pencahayaan Ruang Luar Bangunan 1. Sirkulasi dan Fasilitas Parkir a. Ketentuan Umum 1) Setiap bangunan bukan rumah hunian diwajibkan menyediakan area parkir kendaraan sesuai dengan jumlah area parkir yang proporsional dengan jumlah luas lantai bangunan. 2) Penyediaan parkir di pekarangan tidak boleh mengurangi daerah penghijauan yang telah ditetapkan. E - 45



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



3) Prasarana parkir untuk suatu rumah atau bangunan tidak diperkenankan



mengganggu



kelancaran



lalu



lintas,



atau



mengganggu lingkungan di sekitarnya. 4) Jumlah kebutuhan parkir menurut jenis bangunan ditetapkan sesuai dengan standar teknis yang berlaku. b. Sirkulasi 1) Sistem sirkulasi yang direncanakan harus saling mendukung, antara sirkulasi eksternal dengan internal bangunan, serta antara



individu



pemakai



bangunan



dengan



sarana



transportasinya. Sirkulasi harus memberikan pencapaian yang mudah dan jelas, baik yang bersifat pelayanan publik maupun pribadi. 2) Sistem sirkulasi yang direncanakan harus telah memperhatikan kepentingan bagi aksesibilitas pejalan kaki. 3) Sirkulasi harus memungkinkan adanya ruang gerak vertikal (clearance) dan lebar jalan yang sesuai untuk pencapaian darurat oleh kendaraan pemadam kebakaran, dan kendaraan pelayanan lainnya. 4) Sirkulasi pertu diberi perlengkapan seperti tanda penunjuk jalan, rambu-rambu, papan informasi sirkulasi, elemen pengarah sirkulasi (dapat berupa elemen perkerasan maupun tanaman), guna mendukung sistim sirkulasi yang jelas dan efisien serta c.



memperhatikan unsur estetika. Jalan 1) Penataan jalan tidak dapat



terpisahkan



dari



penataan



pedestrian, penghijauan, dan ruang terbuka umum. 2) Penataan ruang jalan dapat sekaligus mencakup ruang-ruang antar bangunan yang tidak hanya terbatas dalam Damija, dan termasuk untuk penataan elemen lingkungan, penghijauan, dll. 3) Pemilihan bahan pelapis jalan dapat mendukung pembentukan identitas



lingkungan



yang



dikehendaki,



dan



keJelasan



kontinyuitas pedestrian. d. Pedestrian 1) Jalur utama pedestrian harus telah mempertimbangkan sistem pedestrian secara keseluruhan, aksesibilitas terhadap subsistem E - 46



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



pedestrian



dalam



lingkungan,



dan



aksesibilitas



dengan



lingkungan sekitarnya. 2) Jalur pedestrian harus berhasil menciptakan pergerakan manusia yang tidak terganggu oleh lalu lintas kendaraan. 3) Penataan pedestrian harus mampu merangsang terciptanya ruang yang layak digunakan/manusiawi, aman, nyaman, dan memberikan pemandangan yang menarik. 4) Elemen pedestrian (street fumiture) harus berorientasi pada e.



kepentingan pejalan kaki. Parkir 1) Penataan parkir harus berorientasi kepada kepentingan pejalan kaki, memudahkan aksesibilitas, dan tidak terganggu oleh sirkulasi kendaraan. 2) Luas, distribusi dan perletakan fasilitas parkir diupayakan tidak mengganggu kegiatan bangunan dan lingkungannya, serta disesuaikan dengan daya tampung lahan. 3) Penataan parkir tidak terpisahkan dengan penataan lainnya



seperti untuk jalan, pedestrian dan penghijauan. 2. Pertandaan (Signage) a. Penempatan signage termasuk papan iklan/ reklame, harus membantu orientasi tetapi tidak mengganggu karakter lingkungan yang ingin diciptakan/ dipertahankan, baik yang penempatannya b.



pada bangunan keveling, pagar, atau ruang publik. Untuk penataan bangunan dan lingkungan yang baik untuk lingkungan/ kawasan tertentu, Kepala Daerah dapat mengatur pembatasa-pembatasan ukuran, bahan, motif, dan lokasi dari



signage. 3. Pencahayaan Ruang Luar Bangunan a. Pencahayaan ruang luar bangunan harus disediakan dengan memperhatikan karakter lingkungan, fungsi dan arsitektur bangunan b.



estetika amenity, dan komponen promosi. Pencahayaan yang dihasilkan harus memenuhi keserasian dengan pencahayaan dari dalam bangunan dan pencahayaan dari jalan umum



E - 47



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



c.



Pencahayaan yang dihasilkan dengan telah menghindari penerangan ruang luar yang berlebihan, silau, visual yang tidak menarik, dan



G.



telah memperhatikan aspek operasi dan pemeliharaan. Pengelolaan Dampak Lingkungan 1. Dampak Penting a. Setiap kegiatan dalam bangunan dan atau lingkungannya yang mengganggu



dan



menimbulkan



dampak



penting



terhadap



lingkungan harus dilengkapi dengan AMDAL sesuai ketentuan yang b.



berlaku. Setiap kegiatan dalam bangunan dan atau lingkungannya yang menimbulkan dampak tidak penting terhadap lingkungan, atau secara teknologi sudah dapat dikelola dampak pentingnya, tidak perlu dilengkapi dengan AMDAL, tetapi diharuskan melakukan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan



c.



(UPL) sesuai ketentuan yang berlaku. Kegiatan yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan adalah bila rencana kegiatan tersebut akan: 1) menyebabkan perubahan pada sifat-sifat fisik dan atau hayati lingkungan, yang melampaui baku mutu lingkungan menurut peraturan penundang-undangan yang bertaku; 2) menyebabkan perubahan mendasar pada komponen lingkungan yang melampaui kriteria yang diakui, berdasarkan pertimbangan ilmiah; 3) mengakibatkan spesies-spesies yang langka dan atau endemik, dan atau dilindungi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku terancam punah; atau habitat alaminya mengalami kerusakan; 4) menimbulkan kerusakan atau gangguan terhadap kawasan lindung (hutan lindung, cagar alam, taman nasional, suaka margasatwa, dan sebagainya) yang telah ditetapkan menunut peraturan perundang-undangan; 5) merusak atau memusnahkan benda-benda dan bangunan peninggalan sejarah yang bernilai tinggi; 6) mengubah atau memodifikasi areal yang mempunyai nilai keindahan alami yang tinggi; E - 48



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



7) mengakibatkan/ menimbulkan konflik atau kontroversi dengan d.



masyarakat, dan atau pemerintah. Kegiatan yang dimaksud merupakan kegiatan yang berdasarkan pengalaman dan tingkat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai potensi menimbulkan dampak penting



terhadap lingkungan hidup. 2. Ketentuan Pengelolaan Dampak Lingkungan Jenis-jenis kegiatan pada pembangunan bangunan gedung dan atau lingkungannya yang wajib AMDAL, adalah sesuai Ketentuan pengelolaan Dampak Lingkungan yang berlaku. 3. Ketentuan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) Jenis-jenis kegiatan pada pembangunan bangunan gedung dan atau lingkungannya yang harus melakukan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) adaiah sesuai ketentuan yang berlaku. 4. Persyaratan Teknis Pengelolaan Dampak Lingkungan a. Persyaratan Bangunan 1) Untuk mendirikan bangunan yang menurut



fungsinya



menggunakanmenyimpan atau memproduksi bahan peledak dan bahan-bahan lain yang sifatnya mudah meledak, dapat diberikan ijin apabila: a) Lokasi bangunan terletak di luar lingkungan perumahan atau berjarak tertentu dari jalan umum, jalan kereta api dan bangunan lain di sekitarnya sesuai rekomendasi dinas teknis terkait. b) Bangunan yang didirikan harus terletak pada jarak tertentu dari batas-batas pekarangan atau bangunan lainnya dalam pekarangan sesuai rekomendasi dinas terkait. c) Bagian dinding yang terlemah dari bangunan tersebut diarahkan ke daerah yang paling aman. 2) Bangunan yang menurut fungsinya menggunakan, menyimpan atau memproduksi bahan radioaktif, racun, mudah terbakar atau



E - 49



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



bahan lain yang berbahaya, harus dapat menjamin keamanan keselamatan serta kesehatan penghuni dan lingkungannya. 3) Pada bangunan yang menggunakan kaca pantul pada tampak bangunan, sinar yang dipantulkan tidak boleh melebihi 24% dan dengan memnperhatikan tata letak serta orientasi bangunan terhadap matahari. 4) Bangunan yang menurut fungsinya memerlukan pasokan air bersih dengan debit > 5 l/dt atau > 500 m3/hari dan akan mengambil sumber air tanah dangkal dan atau air tanah dalam (deep well) harus mendapat ijin dari dinas terkait yang bertanggung jawab serta menggunakan hanya untuk keperluan darurat atau alternatif dari sumber utama PDAM. 5) Guna pemulihan cadangan air tanah dan mengurangi debit air larian, maka setiap tapak bangunan gedung harus dilengkapi dengan bidang resapan yang ukurannya disesuaikan dengan standar teknis yang berlaku. 6) Apabila bangunan yang menurut fungsinya akan membangkitkan LHR >= 60 SMP per 1000 ft2 luas lantai, maka rencana teknis sistem jalan akses keluar masuk bangunan gedung harus mendapat ijin dari dinas teknis yang berwenang. b. Persyaratan Pelaksanaan Konstruksi 1) Setiap kegiatan konstruksi yang menimbulkan genangan baru sekitar tapak bangunan harus dilengkapi dengan saluran pengering genangan sementara yang nantinya dapat dibuat permanen dan menjadi bagian sistem drainase yang ada. 2) Setiap kegiatan pelaksanaan konstruksi yang



dapat



menimbulkan gangguan terhadap lalu lintas umum harus dilengkapi dengan rambu-rambu lalu lintas yang dioperasikan dan dikendalikan oleh tim pengatur lalu lintas. 3) Penggunaan hammer pile untuk pemancangan pondasi hanya diijinkan bila tidak ada bangunan rumah sakit di sekitarnya, atau tidak ada bangunan rumah yang rawan keretakan. 4) Penggunaan peralatan konstruksi yang diperkirakan menimbulkan



keretakan



bangunan,



sekelilingnya



harus



dilengkapi dengan kolam peredam getaran. E - 50



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



5) Setiap kegiatan pengeringan (dewatering) yang menimbulkan kekeringan



sumur



penduduk



harus



memperhitungkan



pemberian kompensasi berupa penyediaan air bersih kepada masyarakat selama pelaksanaan kegiatan, atau sampai sumur c.



penduduk pulih seperti semula. Pembuangan limbah cair dan padat 1) Setiap bangunan yang menghasilkan limbah cair dan padat atau buangan lainnya yang dapat menimbulkan pencemaran air dan tanah, harus dilengkapi dengan sarana pengumpulan dan pengolahan limbah sebelum dibuang ke tempat pembuangan yang diijinkan dan atau ditetapkan oleh instansi yang berwenang. 2) Sarana pongumpulan dan pongolahan air limbah harus dipelihara secara berkala untuk menjamin kualitas effluen yang memenuhi standar baku mutu limbah cair. 3) Sampah yang dikumpulkan di sarana pengumpulan sampah padat harus selalu dikosongkan setiap hari untuk menjamin agar lalat tidak berkembang biak dan mengganggu kesehatan



lingkungan bangunan gedung. 5. Pengelolaan Daerah Bencana a. Suatu daerah dapat ditetapkan sebagai daerah bencana, daerah b.



Banjir dan yang sejenisnya. Pada daerah bencana sebagaimana dimaksud pada dapat ditetapkan larangan membangun atau menetapkan tata cara dan persyaratan khusus di dalam membangun, dengan memperhatikan keamanan,



c.



keselamatan dan kesehatan lingkungan. Lingkungan bangunan yang mengalami kebakaran dapat ditetapkan sebagai daerah tertutup dalam jangka waktu tertentu, dibatasi, atau



d.



dilarang membangun bangunan. Bangunan-bangunan pada lingkungan bangunan yang mengalami bencana, dengan memperhatikan keamanan, keselamatan dan kesehatan dapat diperkenankan mengadakan perbaikan darurat, bagi bangunanan yang rusak atau membangun bangunan sementara untuk kebutuhan darurat dalam batas waktu penggunaan tertentu dan dapat dibebaskan dari izin. E - 51



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



e.



Daerah sebagaimana dimaksud dapat ditetapkan sebagai daerah



peremajaan kota. E.2.4 Persyaratan Struktur Bangunan Gedung A. Persyaratan Struktur dan Bahan 1.



Persyaratan Struktur a.



Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung



b.



beban yang timbul akibat perilaku alam dan manusia (gempa dll). Menjamin keselamatan manusia dari kemungkinan kecelakaan atau



c.



luka yang disebabkan oleh kegagalan struktur bangunan. Menjamin kepentingan manusia dari kehilangan atau kerusakan fisik



d.



yang disebabkan oleh prilaku struktur. Menjamin perlindungan property lainnya dari kerusakan fisik yang disebabkan oleh kegagalan struktur.



2.



Persyaratan Bahan a.



Bahan struktur yang digunakan harus sudah memenuhi semua persyaratan keamanan, termasuk keselamatan terhadap lingkungan dan pengguna bangunan, serta sesuai standar teknis (SNI) yang



b.



terkait. Dalam hal bilamana bahan struktur bangunan belum mempunyai SNI maka bahan struktur bangunan tersebut harus memenuhi ketentuan



c.



teknis yang sepadan dari negara/ produsen yang bersangkutan. Bahan yang dibuat atau dicampurkan di lapangan, harus diproses sesuai dengan standar tata cara yang baku untuk keperluan yang



d.



dimaksud. Bahan bangunan prefabrikasi harus dirancang sehingga memiliki sistem hubungan yang baik dan mampu mengembangkan kekuatan bahan-bahan yang dihubungkan, serta mampu bertahan terhadap



B.



gaya angkat pada saat pemasangan/pelaksanaan. Pembebanan 1. Analisa struktur harus dilakukan untuk memeriksa tanggap struktur terhadap beban - beban yang mungkin bekerja selama umur layan struktur, termasuk beban tetap, beban sementara (angin, gempa) dan 2.



beban khusus. Penentuan mengenai jenis, intensitas dan cara bekerjanya beban harus sesuai dengan standar teknis yang berlaku, seperti : E - 52



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



3.



a.



Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung



b.



SNI 1726;2012 SNI 1727:2013 Beban minimum untuk perancangan bangunan



gedung dan struktur lain. Beban Mati diperhitungkan berdasarkan data-data berikut ini. a. Berat Jenis Beton Bertulang yang diambil sebagai acuan pembebanan b. c. d. e. f. g. h. i. j.



adalah 2400 kg/m3 Berat Jenis Beton Rabat untuk finishing = 2200 kg/m3. Beban finishing lantai diambil setebal 4 cm = 88 kg/m2. Beban Dinding ½ Bata = 250 kg/m2. Beban Dinding Hebel untuk partisi antar ruangan dalam 1 unit Hebel tebal 8 cm difinish plester untuk 2 sisi = 80 kg/m2. Beban Dinding Hebel untuk partisi antar unit apartemen Hebel tebal 10 cm difinish plester untuk 2 sisi = 100 kg/m2. Beban Curtain Wall (Glass/ Alumunium Panel) = 50 kg/m2. Beban dinding panel precast tebal 10 cm untuk dinding luar = 240



kg/m2. k. Beban plafon diambil sebesar 18 kg/m2. l. Beban M&E di koridor diambil sebesar 20 kg/m2. m. Beban M&E di dalam unit apartemen diambil sebesar 5 kg/m2. n. Beban equipment M&E di ruang M&E = 600 kg/m2, kecuali ada o. 4.



ketentuan lain yang lebih berat. Beban tanah dan tanaman, sesuai dengan ketebalan tanah, dengan



mengambil  tanah = 1800 kg/m3. Beban Hidup (LL) Beban Hidup disesuaikan dengan fungsi dari masing -masing ruangan. a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.



C.



Beban hidup unit-unit apartemen = 200 kg/m2 Beban hidup koridor antar unit = 250 kg/m2. Beban hidup di lobi lift = 300 kg/m2. Beban ruang pertokoan = 400 kg/m2. Beban Hidup ruang serba guna / exhibition / gallery = 400 kg/m2. Beban Hidup restoran = 250 kg/m2. Beban Hidup kitchen restaurant = 400 kg/m2. Beban Hidup gudang = 400 kg/m2. Beban Hidup Parkir = 400 kg/m2. Beban Hidup ruang M&E (personil maintanance) = 100 kg/m2



(Beban alat dihitung sebagai beban mati). k. Beban Hidup atap dak beton yang tidak aksesibel = 100 kg/m2. l. Beban Hidup atap dak beton yang aksesibel = 250 kg/m2. m. Beban Hidup tangga = 300 kg/m2. Struktur Atas 1.



Konstruksi beton E - 53



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



Perencanaan konstruksi beton harus memenuhi standar-standar teknis yang berlaku, seperti: a.



Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI



b.



2847; 2013 Tata Cara Pelaksanaan Mendirikan Bangunan Gedung, SNI-



c.



1728;1989 Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal, SNI-2834; 2000



2.



Konstruksi Baja Perencanaan konstruksi baja harus memenuhi standar-standar yang berlaku seperti: a.



3.



Spesifikasi Desain Untuk Konstruksi Kayu SNI 7973;2013.



Konstruksi Kayu Perencanaan konstruksi kayu harus memenuhi standar-standar teknis yang berlaku seperti: a.



4.



Spesifikasi Desain Untuk Konstruksi Kayu SNI 7073;2013 .



Konstruksi dengan Bahan dan Teknologi Khusus a.



Perencanaan konstruksi dengan bahan dan teknologi khusus harus dilaksanakan oleh ahli struktur yang terkait dalam bidang bahan dan



b.



teknologi khusus tersebut. Perencanaan konstruksi dengan memperhatikan standar-standar teknis padanan untuk spesifikasi teknis, tata cara, dan metoda uji bahan dan teknologi khusus tersebut.



5.



Pedoman Spesifik Untuk Tiap Jenis Konstruksi Selain pedoman yang spesifik untuk masing-masing jenis konstruksi, standar teknis lainnya yang terkait dalam perencanean suatu bangunan yang harus dipenuhi, antara lain: a.



Tata Cara Perencanaan Akses Bangunan dan Akses Lingkungan untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung, SNI-



b. D.



1735;2000 Tata Cara Pemasangan Sistem Hidran untuk Pencegahan Bahaya



Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung, SNI-1745;2000 Struktur Bawah E - 54



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



1.



Pondasi Langsung a.



Kedalaman pondasi langsung harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dasarnya terletak di atas lapisan tanah yang mantap dengan daya dukung tanah yang cukup kuat dan selama berfungsinya



b.



bangunan tidak mengalami penurunan yang melampaui batas. Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori mekanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan parameter tanah yang ditemukan dari penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan korelasi tipikal



c.



dengan korelasi tipikal parameter tanah yang lain. Pelaksanaan pondasi langsung tidak boleh menyimpang dari rencana dan spesifikasi teknik yang berlaku atau ditentukan oleh perencana



d.



ahli yang memiiki sertifikasi sesuai. Pondasi langsung dapat dibuat dari pasangan batu atau konstruksi beton bertulang.



2.



Pondasi Dalam a.



Pondasi dalam pada umumnya digunakan dalam hal lapisan tanah dengan daya dukung yang cukup terletak jauh di bawah permukaan tanah sehingga penggunaan pondasi langsung dapat menyebabkan



b.



penurunan yang berlebihan atau ketidakstabilan konstruksi. Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori mekanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan parameter tanah yang ditemukan dari penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan korelasi tipikal



c.



dengan parameter tanah yang lain. Umumnya daya dukung rencana pondasi dalam harus diverifikasi dengan percobaan pembebanan, kecuali jika jumlah pondasi dalam direncanakan dengan faktor keamanan yang jauh lebih besar dari



d.



faktor keamanan yang lazim. Percobaan pembebanan pada pondasi dalam harus dilakukan dengan berdasarkan tata cara yang lazim dan hasilnya harus dievaluasi oleh



e.



perencana ahli yang memiliki sertifikasi sesuai. Jumlah percobaan pembebanan pada pondasi dalam adalah 1 % dari jumlah titik pondasi yang akan dilaksanakan dengan penentuan titik E - 55



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



secara random, kecuali ditentukan lain oleh perencana ahli serta disetujui oleh Dinas/Instansi terkait.



E.



Penulangan Struktur Penulangan struktur harus mengikuti ketentuan sebagai berikut : 1. Penulangan balok harus mengikuti ketentuan SNI 03-2847-2013 untuk Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) butir 23.3. TULANGAN LENTUR : a.



Tulangan minimum dari balok adalah : As minimum = 1,4 x bw x d / fy Dimana :



b.



As



= luas tulangan longitudinal total dalam balok



bw



= lebar balok, mm



d



= tinggi efektif balok, mm



fy



= kuat leleh tulangan longitudinal, MPa



Sekurang-kurangnya harus ada 2 buah tulangan atas dan 2 tulangan bawah yang dipasang menerus.



c.



Rasio maksimum tulangan longitudinal total di dalam balok adalah 0,025



d.



ρ maksimum = 0,025 dimana ρ = rasio tulangan longitudinal total di dalam balok



e.



Rasio luas tulangan tekan dibandingkan luas tulangan tarik tidak boleh kurang dari 0.5 As’ / As ≥ 0,5 Dimana :



f.



As’



= tulangan tekan



As



= tulangan tarik



Sesuai D1-PPL-0901-01, maka luas tulangan tarik di atas pada tumpuan adalah maksimum 1.2 % dan luas tulangan tarik di bawah pada lapangan adalah maksimum 1.2 %. E - 56



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



g.



Dalam segala hal, luas tulangan tarik diusahakan selalu dibawah 1 %, untuk menghasilkan desain yang efisien.



h.



Pada balok dengan ketinggian di atas 500 mm harus dipasang tulangan pinggang dan ties sesuai gambar standar penulangan struktur agar menjamin daktilitas balok selama memencarkan energi gempa.



TULANGAN GESER DI TUMPUAN : a. b.



Sengkang harus dipasang sebagai sengkang tertutup Sengkang pertama harus dipasang pada jarak 50 mm dari muka



c.



tumpuan Jarak maksimum antar sengkang di tumpuan tidak boleh melebihi : ≤ d/4 di mana d = tinggi efektif balok ≤ 8 D lentur di mana D lentur = diameter tulangan lentur yang dipasang ≤ 24 D sengkang



di mana D sengkang = diameter tulangan



sengkang yang dipasang ≤ 200 mm d. e.



Diameter sengkang minimum adalah 10 mm Sesuai D1-PPL-0901-01, maka jarak minimum antar sengkang di



f.



tumpuan harus ≥ 100 mm Sesuai D1-PPL-0901-01, maka sengkang maksimum dipasang



g.



sebanyak 4 penampang Dalam menentukan momen kapasitas lentur untuk menentukan tulangan geser balok di tumpuan, maka harus diambil besaran overstrength untuk tulangan sebesar 1.25.



TULANGAN GESER DI LAPANGAN : Jarak maksimum antar sengkang di lapangan tidak boleh melebihi : ≤ d/2 di mana d = tinggi efektif balok 2. Penulangan kolom harus mengikuti ketentuan SNI 03-2847-2013 untuk Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) butir 23.4. TULANGAN LENTUR : Dalam proses penulangan dengan program komputer ETABS harus selalu dipilih kondisi Special Moment Resisting Frames, sehingga oleh program komputer akan selalu terpenuhi persamaan berikut :  Me ≥ 6/5  Mg dalam menghitung tulangan utama kolom. Kondisi ini akan menyebabkan E - 57



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



bahwa momen yang dipergunakan untuk menulangi kolom selalu 6/5 kali lebih besar dari jumlah momen kapasitas balok yang sudah diberi overstrength. Rasio penulangan kolom harus lebih besar dari 1 % dan harus lebih kecil dari 4 %. Diameter minimum tulangan kolom adalah diameter ulir 13 mm. Sehubungan dengan sendi plastis akan terjadi di dasar kolom maka sambungan tulangan kolom tidak boleh dilakukan di dasar kolom. Sambungan pertama minimal terjadi di tengah-tengah kolom pada lantai dasar. Sambungan lewatan pada kolom lantai-lantai selanjutnya juga harus dilakukan di tengah-tengah bentang kolom. Hal ini karena masih dimungkinkannya terjadi sendi plastis pada kolom-kolom lantai selanjutnya. Sambungan lewatan tersebut harus diikat dengan sengkang tertutup dengan jarak vertikal sesuai persyaratan sebagai berikut : a.



s ≤ d/4 dimana s = jarak vertikal antar sengkang tertutup d = tinggi efektif kolom (jarak antara titik pusat tulangan tarik ke daerah tekan beton terjauh)



b.



s ≤ 100 mm dimana s = jarak vertikal antar sengkang tertutup



Ketentuan sambungan lewatan ini harus dijadikan standar dalam gambar standar penulangan. Apabila ukuran kolom selalu ≥ 450 mm, maka d selalu ≥ 400 mm, sehingga jarak sengkang tertutup untuk sambungan lewatan (lap splice) selalu diambil s = 100 mm. Diameter sengkang tertutup ini dapat diambil diameter ulir 10 mm. Ties dipasang sesuai dengan diameter dan jarak sengkang tertutup dan mengikuti ketentuan ties untuk kolom (bahwa jarak horizontalnya tidak boleh ≥ 350 mm). TULANGAN GESER DI TUMPUAN : a.



Sengkang harus dipasang sebagai sengkang tertutup



b.



Sengkang pertama harus dipasang pada jarak 50 mm dari muka tumpuan



c.



Jarak maksimum antar sengkang di tumpuan tidak boleh melebihi :



E - 58



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



≤ dk/4 atau bk/4 di mana dk atau bk = dipilih ukuran terkecil dari ukuran kolom ≤ 6 D lentur di mana D lentur = diameter tulangan lentur yang dipasang≤ sx di mana sx = 100 + (350-hx)/3 ; mm Hx = spasi horizontal maksimum kaki-kaki sengkang tertutup atau sengkat ikat pada semua muka kolom, mm Nilai sx tidak perlu lebih besar dari 150 mm dan tidak perlu lebih kecil dari 100 mm d. Diameter sengkang minimum adalah 10 mm e. Jarak antara 2 tulangan vertikal yang harus dikekang dengan ties : ≤ 350 mm. Pada daerah tumpuan, ties ini harus dipasang pada jarak yang sama dengan jarak sengkang. Diameter ties ini dapat diambil diameter yang sama dengan diameter sengkang. f. Dalam



menentukan



momen



kapasitas



lentur



kolom



untuk



menentukan tulangan geser kolom di tumpuan, maka harus diambil besaran overstrength untuk tulangan sebesar 1.25. g. Pada kolom terbawah, sengkang harus dipasang masuk sampai ke pile cap/pondasi raft sedalam 300 mm. TULANGAN GESER DI LAPANGAN : Tulangan geser di lapangan dapat dihitung berdasarkan gaya geser hasil analisis struktur. a.



Jarak maksimum antar sengkang di lapangan tidak boleh melebihi :



b.



≤ 6 D lentur di mana D lentur = diameter tulangan lentur yang dipasang ≤ 150 mm



c.



Diameter sengkang minimum adalah 10 mm



d.



Jarak antara 2 tulangan vertikal yang harus dikekang dengan ties : ≤ 350 mm. Pada daerah lapangan, ties ini dapat dipasang pada jarak yang lebih besar, yaitu 3 x jarak sengkang. Diameter ties ini dapat diambil diameter yang sama dengan diameter sengkang.



3. Penulangan hubungan balok-kolom harus mengikuti ketentuan SNI 032847-2002 untuk Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK).



E - 59



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



a.



Reduction factor untuk geser pada hubungan balok-kolom adalah 0.8. Shear stress check pada hubungan balok-kolom harus diperiksa dalam output ETABS nya.



b.



Sengkang tertutup yang dipasang pada tumpuan kolom harus diteruskan dengan jarak 150 mm ke dalam hubungan balok-kolom. Ties tambahan tidak perlu dipasang dalam hubungan balok-kolom.



4. Penulangan shear wall harus mengikuti ketentuan SNI 03-2847-2013. TULANGAN LENTUR : a.



Untuk menjamin agar pada gempa kuat shear wall tetap berperilaku elastik kecuali pada dasar shear wall dimana sendi plastis dapat terbentuk, maka bidang momen akibat gempa tak berfaktor harus harus dimodifikasi terlebih dahulu untuk menjamin sendi plastis hanya terjadi pada dasar shear wall.



b.



ρ vertikal minimum = 0,0025 dimana ρ = rasio tulangan longitudinal vertikal di dalam shear wall



c.



Diameter tulangan ≤ 1/10 tebal dinding



d.



Jarak minimum antar tulangan vertikal dalam dinding : ≤ 200 mm di dalam daerah ujung ≤ 300 mm di luar daerah ujung



e.



Untuk daerah ujung shear wall (boundary zone) : Pu / Po harus < 0.35 dimana Pu = gaya aksial terfaktor Po = kemampuan penampang dinding beton bertulang menahan beban aksial



f.



Tulangan vertikal di daerah ujung shear wall (boundary zone) :



g.



Minimum 0.5 % dari luas penampang ujung, sesuai UBC 1997 – 1921.6.6.6. (4.2).



h.



Tulangan vertikal di daerah ujung harus dikekang dengan sengkang tertutup.



Sengkang tertutup ini tidak perlu mengikuti ketentuan SNI 03-28472013, persamaan 124, karena concrete compressive strain shear wall E - 60



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



selalu diambil ≤ 0.003, sesuai prosedur perhitungan yang dilakukan ETABS untuk shear wall. Sengkang tertutup untuk daerah ujung dapat diambil diameter deformed D10. Jarak antara sengkang tertutup di daerah ujung harus mengikuti ketentuan tulangan geser di bawah. Tulangan vertikal di daerah ujung ini juga harus diperlakukan seperti kolom dengan dipasang pengikat (ties). Jarak antara 2 tulangan vertikal yang harus dikekang dengan ties : ≤ 350 mm. Jarak vertikal antar ties ini dapat diambil sama dengan jarak vertikal sengkang tertutup pada daerah ujung. 5. Tulangan vertikal di luar daerah ujung harus dikekang dengan ties dan dipasang pada setiap jarak ≤ 450 mm. Jarak ties secara vertikal dapat dipasang sejarak ≤ 450 mm. TULANGAN GESER : a.



ρ horizontal minimum = 0,0025 dimana ρ = rasio tulangan transversal horizontal di dalam shear wall



b.



Jarak antar tulangan horizontal di daerah ujung : -



F.



≤ 6 D vertical di mana D vertical = diameter tulangan vertical



yang dipasang ≤ ½ dd di mana dd = tebal dinding shear wall - ≤ 150 mm. - Jarak antar tulangan horizontal di luar daerah ujung : - ≤ 3 dd di mana dd = tebal dinding shear wall - ≤ ld / 5 di mana ld = panjang dinding shear wall - ≤ 450 mm Keandalan Struktur 1. Keselamatan Struktur a.



Keselamatan struktur tergantung pada keandalan struktur tersebut terhadap gaya-gaya yang dipikulnya, beban akibat perilaku manusia maupun beban yang diakibatkan oleh perilaku alam.



b.



Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus dilakukan pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala sesuai dengan ketentuan dalam Pedoman/ Petunjuk Teknis Tata Cara Pemeriksaan Keandalan Bangunan Gedung. E - 61



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



c.



Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera dilakukan sesuai rekomendasi hasil pemeriksaan keandaian bangunan gedung, sehingga



bangunan



gedung



selalu



memenuhi



persyaratan



keselamatan struktur. d.



Pemeriksaan keandalan bangunan gedung dilaksanakan secara berkala sesuai klasifikasi bangunan, dan harus dilakukan atau didampingi oleh ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.



2. Keruntuhan Struktur a.



Keruntuhan sruktur adalah diakibatkan oleh ketidak andalan suatu sistem atau komponen stnuktur untuk memikul beban sendiri, beban yang didukungnya, beban akibat perilaku manusia, dan atau beban yang diakibatkan oleh perilaku alam.



b.



Ketidak andalan struktur akibat beban sendiri dan atau beban yang didukungnya disebabkan oleh karena umur bangunan yang secara teknis telah melebihi umur yang direncanakan, atau karena dilampauinya beban yang harus dipikulnya sesuai rencana sebagai akibat



berubahnya



fungsi



bangunan



atau



kesalahan



dalam



pemanfaatannya. c.



Ketidakandalan struktur akibat beban perilaku alam dan atau manusia dapat diakibatkan oleh adanya kebakaran, gempa, maupun bencana lainnya.



d.



Untuk mencegah terjadinya keruntuhan struktur yang tidak diharapkan pemeriksaan keandalan bangunan harus dilakukan secara berkala sesuai dengan pedoman/ petunjuk teknis yang berlaku.



G.



Demolisi Struktur 1. Kriteria Demolisi Demolisi struktur dilakukan apabila: a.



Struktur bangunan sudah tidak andal, dan kerusakan struktur sudah tidak memungkinkan lagi untuk diperbaiki karena alasan teknis dan atau ekonomis, serta dapat membahayakan pengguna bangunan, masyarakat dan lingkungan. E - 62



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



b.



Adanya perubahan peruntukan lokasi/fungsi bangunan, dan secara teknis struktur bangunan tidak dapat dimanfaatkan lagi.



2. Prosedur dan Metoda a.



Prosedur, metoda dan rencana demolisi struktur harus memenuhi persyaratan teknis untuk pencegahan korban manusia dan untuk mencegah kerusakan serta dampak lingkungan.



b.



Penyusunan prosedur, metoda dan rencana demolisi struktur dilakukan atau didampingi oleh ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.



E.2.5 Persyaratan ketahanan terhadap kebakaran 1. Sistem Proteksi Aktif a.



Ketahanan Api dan Stabilitas.



b.



Menjamin terwujudnya sistem proteksi pasif dan aktif pada bangunan gedung.



c.



Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung beban yang timbul akibat perilaku alam dan manusia.



d.



Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dibangun sedemikian rupa sehingga mampu secara struktural stabil selama kebakaran sehingga: -



Cukup waktu bagi penghuni melakukan evakuasi secara aman.



-



Cukup waktu dan mudah bagi pasukan pemadam kebakaran memasuki lokasi untuk memadamkan api.



e.



Dapat menghindari kerusakan pada property lainnya.



Bangunan gedung harus mampu secara struktural stabil selama kebakaran, sehingga:



f.



Cukup waktu untuk evakuasi penghuni secara aman;



g.



Cukup waktu bagi pasukan pemadam kebakaran memasuki lokasi untuk memadamkan api;



h.



Dapat menghindari kerusakan pada properti lainnya.



E - 63



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



i.



Bangunan gedung harus dilengkapi dengan sarana/ prasarana pengamanan dan pencegahan penyebaran api, terutama pada bangunan klas 2, 3 atau bagian dan bangunan klas 4:



j.



yang menghubungkan kompartemen api, dan antara bangunan.



k.



Bangunan gedung harus mempunyai bagian atau elemen bangunan yang pada tingkat tertentu akan mempertahankan stabilitas struktural selama kebakaran, yang sesuai dengan:



l.



Fungsi atau penggunaan bangunan;



m. Beban api; n.



Intensitas kebakaran;



o.



Tingkat bahaya api;



p.



Ketinggian bangunan;



q.



Kedekatan dengan bangunan lain;



r.



Sistem proteksi aktif yang dipasang pada bangunan;



s.



Ukuran setiap kompartemen api;



t.



Intervensi pasukan pemadam kebakaran; dan



2. Elemen bangunan lainnya. a.



Ruang perawatan pasien dari bangunan klas 9a harus dilindungi dari penyebaran api dan asap untuk memberi waktu cukup untuk evakuasi yang tertib dalam keadaan darurat.



b.



Bahan dan komponen bangunan harus tahan-penyebaran api, membatasi berkembangnya asap dan panas, serta gas-gas beracun yang mungkin timbul, sampai dengan tingkat tertentu, yang sesuai dengan:



c.



Waktu evakuasi



d.



Jumlah, mobilitas dan karakteristik penghuni lainnya;



e.



Fungsi atau penggunaan bangunan;



f.



Sistem proteksi aktif yang dipasang dalam bangunan.



g.



Dinding luar beton yang dapat runtuh dalam bentuk panel yang utuh (misalnya beton pracetak) harus dirancang sehingga pada kejadian kebakaran dalam bangunan, keruntuhan tersebut dapat dihindari.



E - 64



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



h.



Bangunan gedung harus mempunyai elemen bangunan yang pada tingkat tertentu menghindarkan penyebaran api dari peralatan utilitas yang mempunyai pengaruh bahaya api yang tinggi, atau potensial dapat meledak.



i.



Bangunan gedung harus mempunyai elemen bangunan yang pada tingkat tertentu menghindarkan penyebaran api, sehingga peralatan darurat yang tersedia dalam bangunan tetap beroperasi pada jangka waktu yang diperlukan pada waktu terjadi kebakaran.



j.



Setiap



elemen



bangunan



yang



disediakan



untuk



menahan



penyebaran api, yaitu pada bukaan, sambungan konstruksi, dan lubang untuk instalasi harus dilindungi sedemikian, sehingga diperoleh tingkat kinerja yang memadai dari elemen tersebut. k.



Akses ke dan sekeliling bangunan harus disediakan bagi kendaraan dan personil pemadam kebakaran, untuk memudahkan tindakan pasukan pemadam kebakaran secara memadai, sesuai dengan:



l.



Fungsi bangunan,



m. Beban api, n.



Intensitas kebakaran,



o.



Tingkat bahaya api,



p.



Sistem proteksi aktif, dan



q.



Ukuran kompartemen.



3. Tipe Konstruksi Tahan Api. Dikaitkan dengan ketahanannya terhadap api, terdapat 3 (tiga) tipe konstruksi yaitu: a.



Tipe A: Konstruksi yang unsur-unsur struktur pembentuknya adalah tahan api dan mampu menahan secara struktural terhadap kebakaran pada bangunan minimal 2 (dua) jam. Pada konstruksi ini terdapat dinding pemisah pembentuk kompartemen untok mencegah penjaiaran panas ke ruang-ruang yang bersebelahan di dalam bangunan dan dinding luar untuk mencegah penjalaran api ke dan dari bangunan didekatnya. E - 65



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



b. Tipe B: Konstruksi yang unsur-unsur struktur pembentuk kompartemen penahanan api mampu mencegah penjalaran kebakaran ke ruangruang bersebelahan di dalam bangunan dan unsur dinding luarnya mampu menahan penjalaran kebakaran dari luar bangunan selama sekurang kurangnya 1 (satu) jam. c.



Tipe C: Konstruksi yang terbentuk dari unsur-unsur struktur yang dapat terbakar dan tidak dimaksudkan untuk mampu bertahan terhadap api.



4. Tipe konstruksi yang diwajibkan Minimum tipe konstruksi tahan api dari suatu bangunan harus sesuai dengan ketentuan pada tabel berikut: Tabel E.1 Tipe Konstruksi yang diwajibkan KETINGGIAN (dalam jumlah lantai) 4 atau lebih 3 2 1



KLAS BANGUNAN 2,3,9 A A B C



5,6,7,8 A B C C



5. Kompartemenisasi dan Pemisahan a. Ukuran Kompartemen Ukuran kompartemenisasi dan konstruksi pemisah harus dapat membatasi kobaran api yang potensial, perambatan api dan asap, agar dapat: 1) Melindungi penghuni yang berada di suatu bagian bangunan terhadap dampak kebakaran yang terjadi ditempat lain di dalam bangunan. 2) Mengendalikan kebaran api agar tidak menjelar ke bangunan lain yang berdekatan. 3) Menyediakan jalan masuk bagi petugas pemadam kebakaran.



E - 66



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



Tabel E.2 Ukuran maksimum dari kompartemen kebakaran Klasifikasi Bangunan



Tipe Konstruksi bangunan Tipe A



Tipe B



Tipe C



8.000 m2



5.500 m2



3.000 m2



Maksimum luasan lantai Klas 5 atau 9b



Maksimum volume Maksimum



48.000 m3 5.000 m2



Klas 6,7,8 atau luasan lantai 9ª



33.500 m3 3.500 m2



18.000 m3 2.000 m2



(kecuali



daerah



Maksimum



perawatan



volume



30.000m3



21.500 m3



12.000 m3



pasien b.



Pemberlakuan. 1) bagian ini tidak berlaku untuk bangunan klas 1 atau 10, dan 2) ketentuan pada butir c, d dan e tidak berlaku untuk tempat parkir umum yang dilengkapi dengan sistem sprinkler, tempat parkir tak beratap atau suatu panggung terbuka.



c.



Batasan umum luas lantai. 1)



Ukuran dari setiap kompartemen kebakaran atau atrium bangunan klas 5, 6, 7, 8 atau 9 harus tidak melebihi luasan lantai maksimum atau volume maksimum seperti ditunjukkan dalam Tabel E.2.



2)



Bagian dari bangunan yang hanya terdiri dari peralatan pendingin udara, ventilasi, atau peralatan Lift, tanki air, atau unit utilitas sejenis dan berada di puncak bangunan, tidak diperhitungkan



sebagai



luas



lantai



atau



volume



dari



kompartemen atau atrium



E - 67



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



3)



Untuk bangunan yang memiliki lubang atrium, maka bagian dari ruang atrium yang dibatasi oleh sisi tepi di sekeliling bukaan pada lantai dasar sampai dengan langit-langit dari lantai tidak diperhitungkan sebagai volume atrium.



4)



Bagian bangunan, ruang dalam bangunan yang karena fungsinya mempunyai risiko tinggi terhadap bahaya kebakaran, harus merupakan suatu kompartemen terhadap penjalaran api, asap dan gas beracun.



d.



Bangunan-bangunan besar yang diisolasi. Ukuran kompartemen pada bangunan dapat melebihi ketentuan dari yang tersebut dalam Tabel v.1.4 bila: 1)



Bangunan dengan luas tidak melebihi 18.000 m2 dan volumenya tidak melebihi 108.000 m3 dengan ketentuan: -



bangunan klas 7 atau 8 kurang dari 2 lantai dan terdapat ruangterbuka



disekeliling



bangunan



tersebut,



yang



memenuhi persyaratan sebagaimana lebamya tidak kurang dari 18 meter, -



bangunan klas 5 s.d. 9 yang dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler serta terdapat jalur kendaraan sekeliling bangunan yang memenuhi ketentuan.



2)



Bangunan dengan luasan melebihi 18.000 m2 atau 108.000 m3 dengan sistem sprinkler, dan dikelilingi jalan masuk kendaraan dan apabila: -



ketinggian langit-langit kompartemen tidak lebih dari 12 meter, dilengkapi dengan sistem pembuangan asap atau ventilasi asap dan panas sesuai pedoman dan standar teknis yang berlaku; atau



-



ketinggian langit-langit lebih dari 12 meter, dilengkapi dengan sistem pembuang asap sesuai ketentuan yang berlaku.



E - 68



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



3)



Bila terdapat lebih dari satu bangunan pada satu kapling, dan setiap bangunan harus memenuhi ketentuan butir i atau ii di atas; bila jarak antara bangunan satu dengan lainnya kurang dari 6 meter, maka seluruhnya dianggap sebagai satu bangunan dan secara bersama harus memenuhi ketentuan.



e.



Kebutuhan ruang terbuka dan jalan masuk kendaraan. 1) Ruang terbuka yang diperlukan harus: -



Seluruhnya berada di dalam kapling yang sama kecuali jalan, sungai, atau tempat umum yang berdampingan dengan kapling tersebut, namun berjarak tidak lebih dari 6 meter dengannya;



-



Termasuk jalan masuk kendaraan sesuai ketentuan



-



Tidak untuk penyimpanan dan pemrosesan material; dan



-



Tidak ada bangunan diatasnya, kecuali untuk gardu jaga dan bangunan penunjang ( seperti gardu listrik dan ruang pompa), yang tidak melanggar batas lebar dari ruang terbuka, tidak menghalangi penanggulangan kebakaran pada bagian manapun dari tepian kapling, atau akan menambah risiko merambatnya api ke bangunan yang berdekatan dengan kapling tersebut.



2) Jalan masuk kendaraan harus: -



Sebagai jalan masuk bagi kendaraan darurat dan lintasan dari jalan umum,



-



Lebar bebas minimum 6 meter dan tidak ada bagian yang lebih jauh dari 18 meter terhadap bangunan, serta di atas jalan tersebut tidak boleh dibangun apapun kecuali hanya untuk kendaraan dan pejalan kaki



-



Dilengkapi jalan untuk pejalan kaki yang memadai;



-



Memiliki



kapasitas



beban



dan



tinggi



bebas



yang



memudahkan operasi mobil pemadam kebakaran, dan ;



E - 69



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



-



Bila terdapat jalan umum yang memenuhi (1) s.d. (4) di atas maka jalan tersebut dapat beriaku sebagai jalan lewatnya kendaraan atau bagian dari padanya.



f.



Pemisahan Pemisahan vertikal pada bukaan di dinding luar, pemisahan oleh dinding tahan api, dan pemisahan pada shaft lift mengikuti syarat teknis sesuai ketentuan yang berlaku.



g.



Tangga dan Lift pada satu shaft. Tangga dan lift tidak boleh berada pada satu shaft yang sama, bila salah satu tangga atau lift tersebut diwajibkan berada dalam suatu shaft tahan api.



h.



Koridor umum pada bangunan klas 2 dan 3. Pada bangunan klas 2 dan 3, koridor umum yang panjangnya lebih dari 40 meter harus dibagi menjadi bagian yang tidak lebih dari 40 meter dengan dinding yang tahan asap, mengikuti syarat teknis sesuai ketentuan yang berlaku.



6. Proteksi Bukaan a.



Seluruh bukaan harus dilindungi, dan lubang utilitas harus diberi penyetop api untuk mencegah merambatnya api serta menjamin pemisahan dan kompartemenisasi bangunan.



b.



Bukaan vertikal pada bangunan yang dipergunakan untuk shaft pipa, shaft ventilasi, dan shaft instalasi listrik harus sepenuhnya tertutup dengan dinding dari bawah sampai atas, dan tertutup pada setiap lantai.



c.



Apabila harus diadakan bukaan pada dinding sebagaimana dimaksud pada butir b, maka bukaan harus dilindungi dengan penutup tahan minimal sama dengan ketahanan api dinding atau lantai.



d.



Sarana dan atau peralatan proteksi seperti penyetop api, damper, dan sebagainya harus memenuhi persyaratan dan dapat dibuktikan melalui pengujian oleh lembaga uji yang diakui dan terakreditasi.



e.



Ketentuan proteksi pada bukaan ini tidak berlaku untuk: E - 70



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



1)



bangunan-bangunan klas 1 atau klas 10;



2)



sambungan pengendali, lubang tirai, dan sejenisnya di dinding luar dari konstruksi pasangan, dan sambungan antara panel



di



dinding



lubang/sambungan



luar



dari



tersebut



beton



tidak



pracetak,



lebih



luas



bila



luas



dari



yang



diperlukan; 3)



lubang ventilasi yang tidak mudah terbakar (non combustible ventilators), bila luas penampang masing-masing tak melebihi 45.000 mm2, dan jarak antara lubang ventilasi tak kurang dari 2 m pada dinding yang sama.



f.



Proteksi Bukaan Pada Dinding Luar. Bukaan pada dinding luar yang perlu memiliki TKA harus: 1)



berjarak dari suatu obyek sumber api tidak kurang dari: -



1 m pada bangunan dengan 1 (satu) lantai; atau



-



1,5 m pada bangunan dengan lebih dari 1 (satu) lantai; dan



2)



bila bukaan di dinding luar tersebut terhadap suatu sumber api terletak kurang dari: -



3 m dari batas belakang persil bangunan; atau



-



6 m dari sempadan jalan yang membatasi persil, dan tidak berada pada atau dekat dengan lantai dasar bangunan; atau



-



6 m dari bangunan lain pada persil yang sama, yang bukan dari klas 10, maka harus dilindungi sesuai dengan ketentuan butir h, dan bila digunakan sprinkler pembasah-dinding maka sprinkler tersebut harus ditempatkan di bagian luar bangunan, dan



3)



bila bukaan tersebut wajib dilindungi sesuai dengan butir ii, maka tidak boleh menempati lebih dari 1/3 luas dinding luar dari lantai dimana bukaan tersebut berada, kecuali bila bukaanbukaan tersebut pada bangunan klas 9b dan diberlakukan seperti bangunan panggung terbuka.



E - 71



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



g.



Pemisahan Bukaan Pada Kompartemen Kebakaran. Kecuali bila dilindungi sesuai ketentuan tersebut pada butir 9, jarak antara bukaan pada dinding luar pada kompartemen kebakaran harus tidak kurang dari yang tercantum pada Tabel E.4



Tabel E.4 Jarak Antara Bukaan Pada Kompartemen Kebakaran Yang Berbeda



h.



Sudut Terhadap Dinding



Jarak Minimal



0° (dinding-dinding saling berhadapan) Lebih dari 0° s.d. 45° Lebih dari 45° s.d. 90° Lebih darii 90° s.d. 135° Lebih dari 134° s.d kurang dari 180° 180° atau lebih



Antara Bukaan 6m 5m 4m 3m 2m nol



Metoda Proteksi Yang Diperbolehkan. 1)



Bila diperlukan proteksi, maka jalan masuk, jendela dan bukaan lainnya harus dilindungi sebagai berikut: -



Jalan masuk/pintu : sprinkler pembasah dinding dalam atau luar sesuai keperluan, atau memasang pintu kebakaran dengan TKA -/60/30 (dapat menutup sendiri secara otomatis);



-



Jendela: sprinkler pembasah dinding dalam atau luar sesuai keperluan, atau jendela kebakaran dengan TKA -/60/(menutup otomatis atau secara tetap dipasang pada posisi tertutup), atau memasang penutup api otomatis dengan TKA -/60/-



-



Bukaan-bukaan lain: sprinkler pembasah dinding dalam atau luar sesuai keperluan, atau konstruksi dengan TKA tidak kurang dari-/60/-.



E - 72



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



2)



Pintu, jendela, dan penutup kebakaran harus memenuhi ketentuan butir i di atas dan standar teknis yang berlaku.



E.2.6 Sistem Proteksi Aktif 1. Sistem Pemadam Kebakaran a. Hidran kebakaran. 1)



Sistem hidran harus dipasang pada bangunan: a) yang memiliki luas lantai total lebih dari 500 m2, dan b) terdapat regu pemadam kebakaran.



2)



Sistem hidran kebakaran, a) harus dipasang sesuai dengan standar yang berlaku, SNI 1745; dan b) hidran dalam bangunan harus melayani hanya di lantai hidran



tersebut



ditempatkan,



kecuali



pada



satuan



peruntukan bangunan, di mana: -



bangunan klas 2 atau klas 3 atau sebagian klas 4, dilayani oleh hidran tunggal yang ditempatkan pada



-



lantai dimana ada jalur keluar, atau bangunan klas 5, 6, 7, 8 atau 9 yang berlantai tidak lebih dari 2 (dua), dilayani oleh hidran tunggal yang ditempatkan pada lantai dimana ada jalur keluar, asalkan hidran dapat menjangkau seluruh satuan peruntukan bangunan.



c) bila dilengkapi dengan pompa kebakaran harus terdiri dari: -



2 (dua) pompa, yang sekurang-kurangnya satu pompa digerakkan oleh motor bakar atau motor listrik yang



-



dicatu dari daya generator darurat, 2 (dua) pompa yang digerakkan oleh motor listrik yang dihubungkan dengan sumber tenaga yang terpisah satu sama lain,



E - 73



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



d) bila pompa kebakaran dihubungkan dengan jaringan pasokan air dan dipasang pada bangunan dengan ketinggian efektif kurang dari 25 m, satu pompa digerakkan oleh: -



motor-bakar, atau motor listrik yang dicatu dari generator darurat, atau motor listrik yang dihubungkan pada sumber tenaga yang terpisah satu sama lain melalui fasilitas pemindah daya otomatis;



e) Pemasangan pompa kebakarannya dalam bangunan harus pada tempat yang: -



Mempunyai jelur keluar ke jalan atau ruang terbuka,



-



atau Jika bangunan tidak dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler sesuai ketentuan yang berlaku, tempat pompa harus terpisah dari bangunan, dan dengan konstruksi yang mempunysi tka tidak kurang dari yang dipersyaratkan bagi suatu dinding tahan api untuk klasifikasi bangunannya;



f)



Untuk pompa yang ditempatkan di luar bangunan, maka bangunan rumah pompa tersebut harus jelas terlihat, tahan cuaca, mempunyai jalur keluar langsung ke jalan atau ruang terbuka, dan jika dalam jarak 6 m dari bangunan, maka dinding rumah pompa dan bagian dinding luar yang berjarak 2 m dari samping rumah pompa dan 3 m di atas rumah pompa, atau dinding antara bangunan dan rumah pompa yang berjarak 2 m dari sisi rurnah pompa dan 3 m di atas rumah pompa harus mempunyai TKA tidak kurang dari yang dipersyaratkan untuk dinding tahan api sesuai klas bangunannya.



g) Bila sistem pasokan air mengambil air dari sumber statis, maka harus disediakan sambungan yang cocok dan jalan masuk kendaraan pemadam kebakaran untuk memudahkan



E - 74



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



petugas pemadam kebakaran memompa air dari sumber tersebut dan harus disediakan sambungan yang berdekatan dengan lokasi tersebut untuk meningkatkan tekanan air dalam sistem gedung, serta harus dirancang untuk memenuhi tekanan dan laju aliran yang disyaratkan untuk operasi petugas pemadam kebakaran. b.



Hose Reel 1) Sistem Hose Reel harus disediakan: a) untuk melayani seluruh bangunan, dimana satu atau lebih hidran dalam dipasang, atau: b) bila hidran dalam tidak dipasang, untuk melayani setiap kompartemen kebakaran dengan luas lantai lebih dari 500 m2 dan untuk maksud butir ini, satu unit hunian bangunan klas 2 atau klas 3 atau sebagian bangunan klas 4, dipertimbangkan sebagai kompartemen kebakaran. 2) Sistem Hose Reel, harus: a) dipasang sesuai dengan standar yang berlaku. b) melayani hanya lantai dimana alat ini ditempatkan, kecuali pada satu unit hunian, - pada bangunan klas 2 atau klas 3 atau sebagian Klas 4 dilayani oleh Hose Reel tunggal yang ditempatkan pada -



jalur keluar dari unit hunian tersebut, dan pada bangunan klas 5, 6, 7, 8 atau 9 yang tidak lebih dari 2 (dua) lantai, dilayani oleh Hose Reei tunggal yang ditempatkan pada jalur keluar dari satu unit hunian tersebut dengan syarat Hose Reel melayani seluruh unit



hunian. c) Memiliki slang kebakaran yang harus diletakkan sedemikian rupa untuk menghindari partisi atau penghalang di dalam mencapai



setiap



bagian



lantai



dari



tingkat



yang



bersangkutan d) Hose reel yang dipasang mengikuti butir (3) diatas ditempatkan: - di luar bangunan, atau - di dalam bangunan sekitar 4 m dari pintu keluar, atau



E - 75



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



-



di dalam bangunan berdekatan dengan hidran dalam (selain hidran yang dipasang di pintu keluar yang



-



diisolasi tahan api); atau kombinasi (a), (b), dan (c), sehingga hose tidak perlu melintasi pintu keluar masuk yang dilengkapi dengan



pintu kebakaran atau pintu asap. e) Bila dihubungkan dengan meteran air, maka: - dipelihara kebutuhan kecepatan aliran dari hose reel; - diameter pipa dari meteran air atau instalasi PAM -



berdiameter tidak kurang dari 25 mm; jaringan pipa memenuhi syarat pembagian pasokan air; tiap katup yang mengatur aliran air dari sumber air utama ke Hose Reel harus dijaga pada posisi terbuka



f)



oleh pengunci dari logam. Bila dipasok oleh sumber air utama dengan diameter nominal lebih besar dari 25 mm dan yang dihubungkan dengan sumber air untuk hidran, sebuah katup yang memenuhi butir 5.d harus dipasang pada sambungan ke



c.



saluran utama. Sistem Sprinkler 1) Sistem sprinkler harus dipasang pada bangunan sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel E.5 Persyaratan Pemakaian Sprinkler Jenis bangunan Semua klas bangunan: 1.



Kapan Sprinkler diperlukan: Pada bangunan yang tinggi



Termasuk lapangan parkir efektifnya terbuka dalam



bangunan lebih dari 25 m



campuran, 2.



Tidak termasuk lapangan parkir



terbuka,



merupakan



yang



bangunan



terpisah



E - 76



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



Bangunan pertokoan (kbs 6).



Dalam kompartemensasi dengan salah satu ketentuan berikut: (a) luas lantai lebih dari 3.500 m2. (b) volume ruangan lebih dari



Bangunan Rumah Sakit. Ruang Pertemuan Umum,



21.000 m3. Lebih dari 2 (dua) lantai. Luas panggung dan belakang



Ruang Pertunjukan, Teater.



panggung



Konstruksi Atrium.



lebih dari 200 m Tiap bangunan beratrium Untuk memperoleh ukuran kompartemen yang lebih besar: (a) bangunan klas 5 - 9 dengan



Bangunan berukuran besar dan



luas maksimum 18.000 m2 den volume 108.000 m3.



terpisah.



(b) semua bangunan dengan luas



lantai lebih besar dari



18.000 m2 dan volume108.000 Ruang



parkir,



selain



m3. nuang Bila menampung lebih dari 40



parkir terbuka kendaraan. Bangunan dengan risiko bahaya Pada kompartemen, satu



dari



dengan



kebakaran



salah



2(dua)



2 (dua) persyaratan berikut:



persyaratan :



amat tinggi. ·)



(a) Luas lantai melebihi 2.000 m2. (b) Volume lebih dari 12.000 m3.



*) Jenis bangunan dengan resiko bahaya kebakaran tinggi sesuai standar teknis yang berlaku. E - 77



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



2) Sistem sprinkler harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a) Standar perancangan dan pemasangan sprinkler otomatis sesuai standar teknis yang berlaku, SNI-3989. b) Bangunan bersprinkler. Tanpa mengurangi ketentuan atau standar yang berlaku bangunan atau bagian bangunan dianggap bersprinkler, jika: (1) sprinkler terpasang diselunuh bangunan, atau: (2) dalam hal sebagian bangunan: (i) sebagian bangunan dipasang sprinkler dan diberi kompartemen kebakaran pada bagian yang tanpa sprinkler, dan (ii) setiap bukaan pada konstruksi pemisah antara bagian ter-sprinkler dan bagian tak ter-sprinker diproteksi sesuai ketentuan proteksi pada bukaan 3) Katup kontrol sprinkler. Katup kontrol sprinkler harus ditempatkan dalam suatu ruang yang aman atau ruang tertutup yang berhubungan langsung ke jalan atau ruang terbuka. 4) Pasokan air. Tanpa mengurangi ketentuan dalam standar teknis yang berlaku mengenai sprinkler, pasokan air untuk sistem sprinkler harus memperhatikan tinggi efektif bangunan, luar bangunan yang diisyaratkan menggunakan sprinkler, dan klasifikas bangunan sesuai standar teknis yang berlaku. 5) Sambungan dengan peralatan alarm lainnya. Sistem sprinkler harus disambung atau dihubungkan ke dan dapat mengaktifkan: a) setiap peringatan darurat dan sistem komunikasi intema yang disyaratkan; atau



E - 78



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



b) sistem pengeras suara atau peralatan lainnya yang dapat didengar bila peringatan darurat dan sistem komunikas intemal tidak disyaratkan, 6) Peralatan anti gangguan (Anti Tamper). Untuk sistem sprinkler yang dipasang di teater, ruang pertemuan umum atau semacamnya, maka pada tiap katup yang berfungsi mengendalikan sprinkler didaerah panggung harus dipasang peralatan anti gangguan yang dihubungkan ke panel pemantau. 7) Sistem sprinkler di ruang parkir. Sistem sprinkler yang dipasang pada ruang parkir pada bangunan multi-klas, harus: a) berdiri sendiri, tidak berhubungan dengan sistem sprinkler di bagian bangunan lainnya. b) bila berhubungan dengan sistem sprinkler yang melindungi bagian bangunan bukan ruang parkir, harus dirancang sehingga sistem sprinkler yang melindungi bagian bukan nuang parkir dapat diisolasi dengan tanpa mengganggu aliran air, ataupun mempengaruhi efektivitas operasi sprinkler yang melindungi ruang parkir. 2. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) a. APAR yang jenisnya sesuai kebutuhan harus dipasang diseluruh bangunan, kecuali di dalam unit hunian bangunan klas 2 atau klas 3 atau sebagian bangunan klas 4, yang memungkinkan dilakukannya pemadaman awal efektip terhadap kebakaran oleh penghuni b.



bangunan. APAR memenuhi butir i, jika: 1) Disediakan dengan mengikuti standar teknis yang berlaku, SNI3987 kecuali APAR jenis air yang tidak perlu dipasang di dalam bangunan atau bagian bangunan yang dilayani oleh Hose Reel, dan



E - 79



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



2) APAR dari jenis bukan klas A harus ditempatkan pada lokasi yang dapat menjangkau lokasi yang mengandung jenis bahaya yang harus diatasi. 3. Sistem Deteksi & Alarm Kebakaran a. Sistem deteksi dan alarm kebakaran otomatis harus dipasang di: 1) bangunan klas 1b; dengan 2) bangunan klas 2 dengan persyaratan khusus; 3) bangunan klas 3 yang menampung lebih dari 20 penghuni yang



b.



digunakan sebagai: (a) bagian hunian dari bangunan sekolah; atau (b) akomodasi bagi lanjut usia, anak-anak atau orang cacat; dan 4) bangunan klas 9a. Spesifikasi Sistem Deteksi & Alarm Kebakaran. 1) Perancangan dan pemasangan sistem deteksi dan alarm kebakaran harus memenuhi standar teknis yang berlaku, SNI3985. 2) Sistem deteksi kebakaran dan sistem alarm otomatis harus dihubungkan dan mengaktifkan: (a) sistem peringatan keadaan darurat dan sistem komunikasi internal sebagaimana dipersyaratkan oleh ketentuan Bab VIII; atau (b) bila sistem peringatan darurat dan sistem komunikasi intemal tidak dipersyaratkan, maka dapat dihubungkan dengan sistem pengeras suara, alarm pengindera asap ataupun peralatan untuk peringatan lainnya yang dapat didengar dan yang ditempatkan disetiap lantai sesuai



c.



ketentuan yang berlaku. Penempatan Alat Pendeteksi Asap. 1) dipasang dengan permukaan menghadap ke bawah dan di luar saluran unit pengkondisian udara, atau menggunakan sistem point sampling yang mempunyai derajat kepekaan maksimum 0,5 % smoke obscuration/m; 2) ditempatkan pada lokasi berkumpulnya asap panas dengan memper-timbangkan geometri langit-langit dan efeknya pada lintasan perpindahan asap; 3) ditempatkan kurang dari 1,50 meter jaraknya dari pintu kebakaran; dan E - 80



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



4) dipilih tipe foto-elektrik, jika dipasang di dalam saluran udara (ducts) atau udara yang terkontaminasi partikel debu dengan ukuran kurang dari 1 µm, dan bila terdapat partikel jenis lainnya d.



harus menggunakan detektor tipe ionisasi. : Batas Ambang 1) Sistem sampling harus memenuhi Ketentuan yang berlaku tentang Tata Cara Perencanaan, Pemasangan, dan Pemeriksaan Alat Deteksi dan Alarm Kebakaran Otomatis. 2) Penetapan batas ambang alarm bagi sistem detektor harus mengikuti ketentuan yang berlaku, yaitu: (a) ketentuan yang berlaku tentang Tata Cara Perencanaan Ventilasi



Mekanik



dan



Pengkondisian



Udara



dalam



Bangunan Gedung; dan (b) ketentuan yang berlaku tentang Spesifikasi Alat Pendeteksi dan Alarm Kebakaran otomatis pada Bangunan Gedung. 4. Pengendalian Asap Kebakaran a. Ketentuan pengendalian asap ini tidak berlaku untuk: 1) bangunan klas 1 atau 10; dan 2) setiap ruangan yang tidak digunakan oleh penghuni untuk waktu yang cukup lama, seperti gudang dengan luas lantai 30 m2, ruang kompartemen sanitasi, ruang tanaman atau sejenisnya; dan 3) ruang parkir terbuka atau panggung terbuka.



b.



Persyaratan umum 1) Pada saat terjadi kebakaran, setiap rute evakuasi harus dijaga dengan ketinggian asap sekurang-kurangnya 2.10 m di atas level lantai, sehingga (a) temperatur ruang tidak membahayakan manusia; (b) tingkat penglihatan memungkinkan diketahui



rute



evakuasinya, (c) tingkat racun asap yang timbul tidak membahayakan manusia, untuk selama tenggang waktu sampai dengan seluruh penghuni dapat terevakuasi dari bangunan. 2) Perioda tenggang waktu harus memperhitungkan keadaan bangunan dan mobilitas manusia. E - 81



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



3) Rute evakuasi merupakan jarak lintasan menerus perjalanan evakoasi/ penyelamatan dari suatu tempat (seperti pintu/ jalan keluar, ramp dan jalur sirkulasi yang terisolasi dari kebakaran serta koridor umum) pada setiap bagian bangunan, termasuk didalam satuan numah hunian bangunan klas 2 atau 3 atau sebagian klas 4, sampai ke jalan atau ruang terbuka bebas. 4) Pada sistem pengkondisian udara terpusat yang memutar udara untuk lebih dari satu ruangan kompartemen kebakaran: (a) pada bangunan yang termasuk dalam butir v, harus: - beroparasi seperti sistem pengendali asap; atau - diatur sehingga pada kondisi kebakaran, setiap bagian yang menyebabkan penyebaran asap yang serius antar kompartemen; (b) pada bangunan yang termasuk dalam butir vi, harus: - beroperasi seperti sistem pengendali asap sesuai ketentuan,



bersama-sama



pengendalian asap



dengan



lainnya



kelengkapan



yang dipasang untuk



memenuhi ketentuan pada Tabel V.2.3., atau ketentuan -



pada butir b; atau diatur sehingga pada kondisi kebakaran, sistem tidak mengganggu beroperasinya peralatan pengendalian asap yang dipasang untuk memenuhi ketentuan pada Tabel V.2.3., atau ketentuan pada butir b, dan tidak mensirkulasikan



asap



diantara



kompartemen



kebakaran. Untuk keperluan ketentuan ini, setiap hunian tunggal pada bangunan klas 2 atau 3 harus diberlakukan sebagai kompartemen terpisah. (c) Untuk sistem pengatur udara lainnya, dan tidak membentuk bagian sistem pengendali asap harus memenuhi ketentuan standar yang berlaku. (d) Berkaitan dengan butir c berikut tentang Persyaratan Untuk Bahaya Khusus, bila suatu bangunan tidak termasuk dalam Tabel V.2.3 pada lampiran persyaratan teknis ini maka harus E - 82



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



memenuhi ketentuan i, dan persyaratan lain dari pedoman c.



teknis ini. Persyaratan untuk bahaya khusus Upaya tambahan dalam pengendalian bahaya asap mungkin dipersyaratkan bilamana berkaitan dengan: 1) tata letak bangunan; 2) sifat penggunaan bangunan; 3) sifat dan jumlah bahan yang disimpan, ditaruh atau dipakai di



d.



dalam bangunan. Ketentuan lebih teknis dalam pengendalian asap kebakaran untuk setiap klas bangunan mengikuti petunjuk dan standar teknis yang



berlaku. 5. Pusat Pengendali Kebakaran a.



Kegunaan dan sarana yang ada di Pusat Pengendali Kebakaran adalah: 1) sebuah ruang untuk pengendalian dan pengarahan selama berlangsungnya



operasi



penanggulangan



kebakaran



atau



penanganan kondisi darurat lainnya; 2) dilengkapi sarana alat pengendali, panel kontrol, telepon, meubel, peralatan dan sarana lainnya yang diperlukan dalam penanganan kondisi kebakaran; 3) tidak digunakan bagi keperluan lain, selain: (a) kegiatan pengendalian kebakaran; dan (b) kegiatan lain yang berkaitan dengan unsur keselamatan atau keamanan bagi penghuni bangunan. b.



Konstruksi. Ruang Pusat Pengendaii Kebakaran pada bangunan gedung yang tinggi efektifnya lebih dari 50 meter harus merupakan ruang terpisah, dimana: 1) konstruksi penutupnya dari beton, dinding atau sejenisnya mempunyai kekokohan yang cukup terhadap keruntuhan akibat kebakaran



dan



dengan



nilai



TKA



tidak



kurang



dari



120/120/120; 2) bahan lapis penutup, pembungkus atau sejenisnya harus memenuhi persyaratan terhadap kebakaran; E - 83



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



3) peralatan utilitas, pipa, saluran udara dan sejenisnya, yang tidak diperlukan untuk berfungsinya nuang pengendali, tidak boleh lewat ruang tersebut; 4) bukaan pada dinding, lantai atau langit-langit yang memisahkan ruang pengendali dengan ruang dalam bangunan dibatasi hanya untuk pintu, ventilasi dan lubang perawatan lainnya, yang khusus untuk melayani fungsi ruang pengendali tersebut. c.



Proteksi pada bukaan. Setiap bukaan pada ruang pengendali kebakaran, seperti pada lantai, langit-langit dan dinding dalam, untuk jendela, pintu, ventilasi, saluran, dan sejenisnya harus mengikuti syarat teknis proteksi bukaan pada Bab V.1.5



d.



Pintu Keluar. 1) Pintu yang menuju ruang pengendali harus membuka ke arah dalam



ruang



tersebut,



dapat



dikunci



dan



ditempatkan



sedemikian rupa sehingga orang yang menggunakan rute evakuasi dari dalam bangunan tidak menghalangi atau menutupi jalan masuk ke ruang pengendali tersebut. 2) Ruang pengendali haruslah dapat dimasuki dari (2) dua arah a) arah pintu masuk di depan bangunan; dan b) arah langsung dari tempat umum atau melalui jalan terusan yang dilindungi terhadap api, yang menuju ke tempat umum dan mempunyai nilai TKA tidak kurang dari -/120/30. e.



Ukuran dan sarana. 1) Ruang pengendali kebakaran harus dilengkapi dengan sekurangkurangnya: a) Panel indikator kebakaran, sakelar kontrol dan indikator visual yang diperlukan untuk semua pompa kebakaran, kipas pengendali asap, dan peralatan pengamanan kebakaran lainnya yang dipasang di dalam bangunan; b) telepon sambungan langsung, c) sebuah papan tulis dan sebush papan tempel (pin-up board) berukuran cukup; dan E - 84



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



d) sebuah meja berukuran cukup untuk menggelar gambar dan rencana taktis yang disebutkan dalam (5); dan e) rencana taktis penanggulangan kebakaran. 2) Sebagai tambahan, di ruang pengendali dapat disediakan:



a) Panel pengendali utama, panel indikator lif, sakelar pengendali jarak jauh untuk gas atau catu daya listrik, genset darurat; dan b) sistem keamanan bangunan, sistem pengamatan, dan sistem manajemen, jika dikehendaki terpisah total dari sistem lainnya. 3) Ruang pengendali harus: a) mempunyai luas lantai tidak kurang dari 10 m2, dan salah satu panjangnya dari sisi bagian dalam tidak kurang dari 2,50 m; b) jika hanya menampung peralatan minimum, luas lantai bersih tidak kurang dari 8 m dan luas ruang bebas di depan panel indikator tidak kurang dari 1,50 m2, c) jika dipasang peralatan tambahan, luas lantai bersih daerah tambahan adalah 2 m2 untuk setiap penambahan alat, ruang bebas di depan panel indikator tidak kurang dari 1,50 m2 dan ruang untuk tiap rute evakuasi penyelamatan dari ruang pengendali ke ruang lainnya harus disediakan sebagai tambahan persyaratan (2) dan (3) diatas. f.



Ventilasi dan pemasok daya. Ruang pengendali harus diberi ventilasi dengan cara: 1) ventilasi alami dari jendela atau pintu pada dinding luar bangunan yang membuka langsung ke ruang pengendali; atau 2) Sistem udara bertekanan yang hanya melayani ruang pengendali, dan a) dipasang sesuai ketentuan yang berlaku seperti untuk tangga kebakaran yang dilindungi; b) beroperasi otomatis melalui aktivitas sistem alarm atau sistem sprinkler yang dipasang pada bangunan; E - 85



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



c) mengalirkan udara segar ke ruangan tidak kurang dari 30 kali pertukaran udara perjamnya pada waktu sistem beroperasi dengan dan salah satu pintu ruangan terbuka; d) mempunyai kipas, motor dan pipa-pipa saluran udara yang membentuk bagian dari sistem, tetapi tidak berada di dalam ruang pengendali dan diproteksi oleh dinding yang mempunyai TKA tidak lebih kecil dari 120/120/120; e) mempunyai catu daya listrik ke ruang pengendali atau peralatan penting bagi beroperasinya ruang pengendali. g.



Pencahayaan darurat sesuai ketentuan yang berlaku harus dipasang dalam ruang pusat pengendali, dan tingkat iluminasi diatas meja kerja tak kurang dari 400 Lux.



h.



Beberapa peralatan seperti Motor bakar, pompa pengendali sprinkler, pemipaan dan sambungan-sambungan pipa tidak boleh dipasang dalam ruang pengendali, tetapi boleh dipasang di ruanganruangan yang dapat di capai dari ruang pengendali tersebut.



i.



Tingkat suara (ambient) dalam ruang pengendali kebakaran yang diukur pada saat semua peralatan penanggulangan kebakaran beroperasi ketika kondisi darurat berlangsung tidak melebihi 65 dbA bila ditentukan berdasarkan ketentuan tingkat kebisingan didalam bangunan.



E.2.7 Sarana Jalan Masuk Dan Keluar 1.



Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang mempunyai akses yang layak, aman dan nyaman ke dalam bangunan dan fasilitas serta layanan didalamnya.



2.



Menjamin terwujudnya upaya melindungi penghuni dari kesakitan atau luka saat evakuasi pada keadaan darurat.



3.



Menjamin tersedianya aksesbilitas bagi penyandang cacat, khususnya untuk bangunan fasilitas umum dan social.



1. Fungsi Dan Persyaratan Kinerja Fungsi



E - 86



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



a.



Melengkapi bangunan dengan akses yang layak, aman, nyaman, dan



b.



memadai bagi semua orang. Melengkapi bangunan dengan sarana evakuasi yang memungkinkan penghuni punya waktu untuk menyelamatkan diri dengan aman



c.



tanpa meraskan keadaan darurat. Fungsi tersebut pada butir b di atas tidak berlaku untuk unit hunian tunggal pada bangunan klas 2, 3, atau 4.



Persyaratan kinerja: a.



Akses ke dan di dalam bangunan harus tersedia yang memungkinkan



b.



pergerakan manusia secara aman, nyaman dan memadai. Agar manusia dapat bergerak dengan aman ke dan di dalam bangunan maka bangunan harus mempunyai antara lain: 1) Kemiringan permukaan lantai harus aman bagi pejalan kaki. 2) Setiap pintu dibuat agar penghuni mudah mencapai akses keluar dan menghindari risiko terjebak di dalam bangunan. 3) Setiap tangga dan ramp memiliki: a) Permukaan lantai tidak licin pada ramp, injakan dan akhiran injakan tangga. b) Pegangan rambat



(handrails)



yang



memadai



untuk



membantu kestabilan pemakai tangga/ramp c) Lantai bordes yang memadai uniuk menghindari keletihan d) Pintu di lantai bordes sedemikian hingga pintu tersebut tidak menjadi rintangan. e) Tangga yang memadai untuk menampung volume dan c.



frekwensi penggunaan. Pada area dimana orang bisa jatuh dari ketinggian 1m atau lebih dari lantai/atap/melalui bukaan pada dinding luar bangunan, atau karena perbedaan



tinggi



lantai



dalam



bangunan,



harus



dibuatkan



penghalang yang: 1) menerus sepanjang area yang berbahaya. 2) tinggi disesuaikan dengan risiko orang tanpa disengaja jatuh dari lantai /atap. 3) mampu menjaga lintasan anak-anak. 4) Kuat dan kokoh menahan pengaruh orang yang menabrak, dan tekanan orang pada penghalang tersebut.



E - 87



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



d.



Butir c tersebut di atas tidak berlaku bila penghalang tersebut digunakan untuk panggung, tempat bongkar muat barang dan



e.



f.



sejenisnya. Butir c tersebut tidak berlaku juga untuk: 1) tangga/ramp yang diisolasi terhadap kebakaran dan area lain untuk tujuan darurat, kecuali tangga/ramp di luar bangunan. 2) bangunan klas 7 (kecuali tempat parkir mobil) dan klas 8. Jumlah, lokasi dan dimensi pintu keluar yang tersedia pada bangunan disediakan agar penghuni dapat menyelamatkan diri



g.



h.



dengan aman, sesuai dengan: 1) Jarak tempuh 2) Jumlah, mobilitas dan karakter penghuni. 3) Fungsi bangunan 4) Tinggi bangunan Jalan keluar harus diisolasi terhadap kebakaran dan sesuai dengan: 1) Jumlah lantai yang dihubungkan dengan pintu tersebut 2) Sistem kebakaran yang dipasang dalam bangunan 3) Fungsi bangunan 4) Intervensi pasukan pemadam kebakaran Agar penghuni dapat keluar dengan aman dari bangunan, dimensi jelur lintasan menuju ke pintu keluar harus sesuai dengan . 1) Jumlah, mobilitas dan karakter lain dan penghuni 2) Fungsi bangunan



i.



Butir h tersebut di atas tidak berlaku di dalam unit hunian tunggal pada bangunan klas 2, 3 dan 4.



2. Ketentuan Jalan Keluar Persyaratan Keamanan a.



Tangga, ramp dan lorong (gang) harus aman bagi lalu lintas



b.



pengguna bangunan. Tangga, ramp, lantai, balkon, dan atap yang dapat dicapai oleh manusia harus mempunyai dinding pembatas, balustrade atau penghalang lainya yang untuk melindungi pengguna bangunan



c.



terhadap risiko jatuh . Ramp kendaraan dan lantai yang dapat dilewati kendaraan harus mempunyai pembatas pinggir atau penghalang lainnya untuk melindungi pejalan kaki dan struktur bangunannya.



Kebutuhan Jalan Keluar E - 88



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



a.



Semua bangunan : Setiap bangunan harus mempunyai sedikitnya 1



b.



jalan keluar dari setiap lantainya. Bangunan klas 2 s.d. 8: Minimal harus tersedia 2 jalan ke!uar pada setiap lapis lantainya apabila tinggi efektif bangunannya lebih dari 25



c.



m Basement: Minimal harus tersedia 2 jalan keluar pada lapis lantai manapun, bila jalan keluar dari lapis lantai di dalam bangunan dimaksud naik lebih dari 1,5 m, kecuali: 1) luas lapis lantainya tak lebih dari 50 m2, dan 2) jarak tempuh dari titik manapun pada lantai dimaksud ke suatu



d.



jalan keluar tunggal tak lebih dari 20 m. Bangunan klas 9: Minimal harus tersedia 2 jalan keluar pada: 1) setiap lapis lantai bila bangunan dengan jumlah lantai lebih dari 6,atau yang ketinggian efektifnya lebih dari 25 m. 2) setiap lapis lantai termasuk area perawatan pasien pada bangunan klas 9a. 3) setiap lapis lantai pada bangunan klas 9b yang digunakan sebagai pusat asuhan balita. 4) iv.setiap lapis lantai pada bangunan sekolah dasar dan sekolah lanjutan pertama dengan ketinggian 2 lantai atau lebih. 5) setiap lapis lantai atau mesanin yang dapat menampung lebih



e.



dari 50 orang sesuai fungsinya. Area perawatan pasien: Pada bangunan klas 9a sedikitnya harus ada 1 jalan keluar dari setiap bagian pada lapis lantai yang telah disekat



f.



menjadi kompartemen tahan api. Panggung terbuka: Pada panggung terbuka dan menampung lebih dari 1 deret tempat duduk, setiap deret harus mempunyai minimal 2 tangga atau ramp, masing-masing merupakan bagian jelur lintasan



g.



ke minimal 2 buah jalan keluar. Akses ke jalan keluar: Tanpa harus melalui hunian tunggal lainnya, setiap penghuni pada lapis lantai atau bagian lapis lantai bangunan harus dapat mencapai ke: 1) 1 jalan keluar, atau 2) sedikitnya 2 jalan keluar, bila 2 atau lebih jalan keluar diwajibkan.



3. Jalan keluar yang diisolasi terhadap kebakaran



E - 89



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



a.



Bangunan klas 2 dan 3: Setiap jalan keluar harus diisolasi terhadap kebakaran, kecuali jalan tersebut menghubungkan tidak lebih dari: 1) 3 lapis lantai berurutan dalam suatu bangunan klas 2, atau 2) 2 lapis lantai berurutan dalam suatu bangunan klas 3, dan termasuk 1 lapis lantai tambahan bila digunakan sebagai tempat



b.



menyimpan kendaraan bermotor atau tempat pelengkap lainnya. Bangunan kelas 5 s.d. 9 : Setiap jalan keluar harus diisolasi terhadap bahaya kebakaran kecuali: 1) pada bangunan klas 9a: tidak menghubungkan lebih dari 2 lapis lantai secara berurutan pada suatu tempat, selain area perawatan pasien; 2) merupakan bagian dari tribun penonton terbuka; 3) tidak menghubungkan lebih dari 2 lapis lantai secara berurutan, bila bangunan tersebut mempunyai sistem sprinkler yang menyeluruh.



4. Jarak jalur menuju pintu keluar a.



Bangunan klas 2 dan 3 1) Pintu masuk dari setiap hunian tunggal harus berjarak tidak lebih dari: a) 6 m dari jalan keluar atau dari tempat dengan jalur yang berbeda arah menuju ke 2 pintu keluar tersedia, atau b) 20 m dari pintu keluar tunggal pada lapis lantai yang merupakan jalan keluar ke jalan atau ke ruang terbuka. 2) Setiap tempat dalam ruangan yang bukan pada unit hunian tunggal, harus kurang dari 20 m dari pintu keluar atau tempat



b.



jalur dua arah menuju ke 2 pintu keluar tersedia. Bagian bangunan klas 4: Pintu masuk harus tidak lebih dari 6 m dari pintu keluar, atau dari tempat dengan jalur dua arah menuju ke 2 pintu keluar tersedia.



c.



Bangunan klas 5 s.d. 9: Terkena aturan butir d, e, f, dan: 1) Setiap tempat harus berjarak tidak lebih 20 m dari pintu keluar, atau tempat dengan jalur dua arah menuju ke 2 pintu keluar tersedia, jika jarak maksimum ke salah satu pintu keluar tersebut tidak melebihi 40 m, dan E - 90



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



2) Pada bangunan klas 5 atau 6, jarsk ke pintu keluar tunggal pada lapis lantai yang merupakan akses ke jalan atau ke ruang terbuka d.



dapat diperpanjang sampai 30 m. Bangunan klas 9a: Area perawatan pasien pada bangunan klas 9a. 1) Setiap tempat pada lantai harus berjarak tidak lebih 12 m dari tempat dengan jalur dua arah menuju ke 2 pintu keluar yang dipersyaratkan tersedia. 2) Jarak maksimum dari satu tempat ke salah satu dari pintu keluar



e.



tersebut tidak lebih dari 30 m. Panggung Terbuka: Jarak jalur lintasan menuju ke pintu keluar pada bangunan klas 9b yang dipakai sebagai panggung terbuka harus



f.



tidak lebih dari 60 m. Gedung Pertemuan: Pada bangunan klas 9b selain gedung sekolah atau pusat asuhan balita, jarak ke salah satu pintu keluar dimungkinkan 60 m, bila : 1) jalur lintasan dari ruang tersebut ke pintu keluar melalui lorong/koridor. lobby, ramp, atau ruang sirkulasi lainnya, dan 2) konstruksi ruang tersebut bebas asap, memiliki TKA tidak kurang dari 60/60/60 dan konstruksi setiap pintunya terlindung serta dapat menutup sendiri dengan ketebalan tidak kurang dari 35 mm.



5. Jarak Antara Pintu-pintu Keluar Alternatif. Pintu yang disyaratkan sebagai alternatif jalan keluar harus: a.



tersebar merata di sekeliling lantai dimaksud sehingga akses ke minimal dua pintu keluar tidak terhalang dari semua tempat



b. c.



d.



termasuk area lif di lobby; berjarak tidak kurang dari 9 m; berjarak tidak lebih dari: 1) 45 m pada bangunan klas 2 atau klas 3, atau 2) 45 m pada bangunan klas 9a, bila disyaratkan untuk pintu keluar pada tempat perawatan pasien, atau 3) 60 m, untuk bangunan lainnya. terletak sedemikian hingga alternatif jalur lintasan tidak bertemu hingga berjarak kurang dari 6 m.



6. Dimensi/ukuran Pintu Keluar. Pintu keluar yang disyaratkan atau jalur sirkulasi ke jalan keluar: E - 91



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



a. b.



tinggi bebas seluruhnya harus tidak kurang dari 2 m; jika lapis lantai atau mesanin menampung tidak lebih dari 100 orang, lebar bebas, kecuali pintu keluar harus tidak kurang dari: 1) 1 m, atau 2) 1,8 m pada lorong, koridor atau ramp yang digunakan untuk jalur sirkulasi pasien di tempat tidur pada area atau bangsal



c.



perawatan jika lapis lantai atau mesanin menampung lebih dari 100 orang tetapi tidak lebih dari 200 orang, lebar bebas, kecuali pintu keluar harus tidak kurang dari: 1) 1 m ditambah 250 mm untuk setiap kelebihan 25 orang, atau 2) 1,8 m pada lorong, koridor atau ramp yang digunakan untuk jalur sirkulasi pasien di tempat tidur pada area atau bangsal



d.



perawatan. jika lapis lantai atau mesanin menampung lebih dari 200 orang, lebar bebas, kecuali pintu keluar harus ditambah menjadi: 1) 2 m ditambah 500 mm untuk setiap kelebihan 60 orang jika jalan keluar mencakup perubahan ketinggian lantai oleh tangga atau ramp dengan tinggi tanjakan 1:12, atau 2) pada kasus lain, 2 m ditambah 500 mm untuk setiap kelebihan



e.



75 orang. pada panggung penonton yang menampung lebih dari 2000 orang, lebar bebas, kecuali untuk pintu keluar harus diperlebar sampai 17



f.



m ditambah dengan angka kelebihan tersebut dibagi 600. lebar pintu keluar: 1) pada area perawatan pasien, jika membuka ke arah koridor dengan (a) lebar koridor antara 1,8 m - 2,2 m: 1200 mm. (b) lebar koridor lebih dari 2,2 m: 1070 mm. (c) pintu keluar horisontal: 1250 mm. 2) lebar dari setiap pintu keluar yang memenuhi ketentuan butir b, c, d atau e, minus 250 mm; 3) 750 mm, bila pintu tersebut untuk kompartemen sanitasi atau



g.



kamar mandi. lebar pintu keluar tidak boleh berkurang pada jalur lintasan ke jalan atau ruang terbuka.



7. Jalur Lintasan Melalui Jalan Keluar Yang Diisolasi Terhadap Kebakaran, E - 92



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



a.



Pintu dalam ruangan harus tidak membuka langsung ke arah tangga, lorong, atau ramp yang disyaratkan diisolasi terhadap kebakaran,



b.



kecuali kalau pintu tersebut dari: 1) lobby umum, koridor, hall atau yang sejenisnya; 2) unit hunian tunggal yang menempati seluruh lapis lantai; 3) komponen sanitasi, ruang transisi atau yang sejenisnya. Setiap tangga atau ramp tahan api harus menyediakan pintu keluar tersendiri dari tiap lapis lantai yang dilayani dan keluar secara langsung atau melawati lorong yang diisolasi terhadap kebakaran yang ada di lantai tersebut: 1) ke jalan atau ruang terbuka, atau 2) ketempat: - ruang atau lantai yang digunakan hanya untuk pejalan kaki, parkir kendaraan atau sejenisnya, dan tertutup tidak lebih -



dari 1/3 kelilingnya. lintasan tanpa rintangan, tidak lebih dari 20 m, tersedia menuju ke jalan atau ruang terbuka.



3) ke area tertutup yang: - berbatasan dengan jalan atau ruang terbuka, - terbuka untuk sedikitnya 1/3 dari keliling area tersebut; - mernpunyai ketinggian bebas rintangan di semua bagian termasuk bukaan pada keliling area yang tidak kurang dari 3 c.



m; mempunyai lintasan bebas rintangan dari tempat keluar ke



jalan atau ruang terbuka yang tidak lebih dan 6 m. Bila lintasan keluar bangunan mengharuskan melewati 6 m dari dinding luar bangunan dimaksud, diukur tegak lurus ke jalur lintasan, bagian dinding tersebut harus mempunyai: 1) TKA sedikitnya 60/60/60, 2) bukaan terlindung di bagian dalam dilindungi sesuai ketentuan



d.



Proteksi Bukaan. Jika Jebih dari dua akses pintu, bukan dari komponen sanitasi atau sejenisnya, membuka ke pintu keluar yang diisolasi terhadap kebakaran pada lantai dimaksud 1) lobby bebas asap harus tersedia 2) pintu keluar bertekanan udara sesuai standar yang berlaku.



E - 93



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



e.



bangunan klas 9a : Ramp harus tersedia untuk setiap perubahan ketinggian kurang dari 600 mm pada lorong yang diisolasi terhadap kebakaran.



8. Tangga Luar Bangunan Tangga luar bangunan dapat berfungsi sebagai pintu keluar yang disyaratkan menggantikan pintu keluar yang diisolasi terhadap kebakaran, pada bangunan dengan ketinggian efektif tidak lebih dari 25 m, bila konstruksi tangga tersebut (termasuk jembatan penghubung) secara keseluruhan dari bahan yang tidak mudah terbakar, dan memenuhi ketentuan teknis yang berlaku.



9. Lintasan Melalui Tangga / Ramp Yang Tidak Diisolasi Terhadap Kebakaran a.



Tangga/ramp, yang tidak diisolasi terhadap kebakaran, yang berfungsi sebagai pintu keluar yang disyaratkan harus mempunyai jalan lintasan menerus, dengan injakan dan tanjakan dari setiap lantai yang dilayani menuju ke lantai dimana pintu keluar ke jalan



b.



atau ruang terbuka disediakan Pada bangunan klas 2, 3 atau 4, jarak antara pintu keluar dari ruang atau unit hunian tunggal dan tempat keluar menuju ke jalan atau ruang terbuka melalui tangga atau ramp yang tidak diisolasii



c.



terhadap kebakaran harus tidak melampaui: 1) 30 m pada konstruksi bangunan tipe C, atau 2) 60 m pada konstruksi bangunan lainnya. Pada bangunan klas 5 s.d. 9, jarak antara sembarang tempat pada lantai ke tempat keluar menuju ke jalan atau ruang terbuka melalui tangga/ramp yang tidak diisolasi terhadap kebakaran harus tidak



d.



melebihi 80 m. Pada bangunan klas 2, 3 atau 9a, tangga/ramp yan tidak diisolasi terhadap kebakaran harus keluar pada tempat yang tidak lebih dari : 1) 15 m dari pintu keluar yang menyediakan jalan keluar menuju ke jalan atau ruang terbuka, atau dari lorong yang diisolasi terhadap kebakaran menuju ke Jalan atau ruang terbuka, atau E - 94



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



2) 30 m dan salah satu dari dua pintu atau lorong keluar bila arah tangga/ramp e.



yang



tidak



diisolasi



terhadap



kebakaran



berlawanan atau hampir berlawanan arah. Pada bangunan klas 5 s d. 8 ata u 9b, tangga/ramp yang tidak diisolasi torhadap kebakaran harus keluar ke tempat yang tidak lebih dari: 1) 20 m dari pintu keluaar yang menyediakan jalan keluar menuju ke jalan atau ruang terbuka, atau dari lorong yang diisolasi terhadap kebakaran menuju ke jalan atau ruang terbuka, atau 2) 40 m dari salah satu dari dua pintu atau lorong keluar: arah tangga/ramp



f.



yang



tidak



diisolasi



terhadap



kebakaran



berlawanan atau hampir berlawanan arah. Pada bangunan klas 2 atau 3, bila dua atau lebih pintu keluar disyaratkan dan disediakan sebagai sarana tangga/ramp yang tidak diisolasi. terhadap kebakaran dalam bangunan, maka masing-masing pintu keluar tersebut harus : 1) menyediakan jalan keluar terpisah menuju ke jalan atau ruang terbuka; 2) bebas asap.



10. Keluar Melalui Pintu-Pintu Keluar a.



Pintu keluar harus tidak terhalang, dan bila perlu dibuat penghalang untuk mencegah kendaraan menghalangi jalan keluar atau akses



b.



menuju ke pintu keluar tersebut. Jika pintu keluar yang disyaratkan menuju ke ruang terbuka, lintasan ke arah jalan harus mempunyai lebar bebas tidak kurang dan 1 m, atau lebar minimum dari pintu keluar yang disyaratkan, atau mana



c.



yang lebih lebar. Jika pintu keluar menuju ke ruang terbuka yang terletak pada ketinggian berbeda dengan jalan umum yang menghubungkannya, jalur lintasan menuju ke jalan harus 1) berupa ramp atau lereng dengan kemiringan kurang dari 1:8, atau tidak setinggi 1.14 bila disyaratkan oleh ketentuan Bab. Vl.2.4; 2) kecuali bila pintu keluar dari bangunan klas 9a, tangga memenuhi ketentuan dari pedoman ini. E - 95



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



d.



Pada bangunan klas 9b, panggung terbuka yang menampung lebih dari 500 orang, tangga atau ramp yang disyaratkan harus tidak



e.



keluar ke arah area di depan panggung tersebut. Pada bangunan klas 9b dengan auditorium yang menampung lebih dan 500 orang, tidak lebih dari 2/3 lebar pintu keluar yang disyaratkan harus terletak di area pintu masuk utama.



11. Pintu Keluar Horisontal. a.



Pintu keluar horisontal bukan merupakan pintu keluar yang disyaratkan apabila: 1) antara unit hunian tunggal; 2) pada bangunan klas 9b yang digunakan untuk pusat asuhan



b.



balita bagunan SD atau SLTP. Pada bangunan klas 9a, pintu keluar horisontal dapat dianggap sebagai pintu keluar yang disyaratkan, bila jalur lintasan dari kompartemen kebakaran menuju ke satu atau lebih pintu keluar horisontal langsung menuju ke kompartemen kebakaran lainnya, dan mempunyai sedikitnya satu pintu keluar yang disyaratkan yang



c.



bukan pintu keluar horisontal Kasus selain butir b di atas, pintu keluar horisontal harus tidak lebih dari separuh pintu keluar yang disyaratkan pada lantai yang



d.



dipisahkan oleh dinding tahan api Pintu keluar horisontal harus mempunyai area bebas disetiap sisi dinding tahan api untuk menampung jumlah orang dari seluruh bagian lantai dengan tidak kurang dari: 1) 2.5 m2 tiap pasien pada bangunan klas 9a, dan 2) 0,5 m2 tiap orang pada klas bangunan lainnya.



12. Tangga, Ramp Atau Eksalator Yang Tidak Disyaratkan Eskalator dan tangga/ramp pejalan kaki yang ditetapkan tidak diisolasi terhadap kebakaran a.



harus tidak digunakan di area perawatan pasien pada bangunan klas



b.



9a dapat menghubungkan sejumlah lantai bangunan bila tangga, ramp atau eskalator tersebut 1) pada panggung terbuka atau stadion olah raga tertutup; 2) pada area parkir kendaraan atau atrium; E - 96



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



3) di luar bangunan; 4) pada bangunan klas 5 atau 6 yang dilengkapi dengan fasilitas sprinkler menyeluruh, dan eskalator, tangga atau ramp c.



disyaratkan memenuhi ketentuan butir 12 ini kecuali diijinkan sesuai butir b di atas; tidak harus menghubungkan lebih dari 1) 3 lantai, bila tiap lantai tersebut dilengkapi dengan sprinkler menyeluruh sesuai ketentuan Bab V.2. 1.c, atau 2) 2 lantai dengan ketentuan lantai bangunan tersebut harus berurutan, dan satu dari lapis lantai tersebut terletak pada ketinggian yang terdapat jalan keluar langsung ke arah jalan atau



d.



ruang terbuka. kecuali bila dijinkan sesuai butir b atau c di atas, harus tidak menghubungkan secara langsung atau tidak langsung ke lebih dari 2 lapis lantai pada bangunan klas 5, 6, 7, 8 atau 9.



13. Ruang Peralatan Dan Ruang Motor Lift a.



Bila ruang peralatan atau ruang, motor lif mempunyai luasan 1) tidak lebih dari 100 m2, tangga pengait (ladder) dapat dipakai sebagai pengganti tangga (stairway) dari setiap tempat jalan keluar dari ruangan; 2) lebih dari 100 m2 dan tidak lebih dari 200 m2, dan bila 2 atau lebih tempat jalan keluar tersedia dalam ruangan tersebut, tangga pengait dapat dipakai sebagai pengganti tangga



b.



seluruhnya, kecuali satu dari jalan keluar tersebut. Tangga pengait diijinkan menurut (a) di atas, bila: 1) merupakan bagian dari jalan keluar yang tersedia pada tangga yang diisolasi terhadap kebakaran yang terdapat dalam saf; 2) dapat keluar pada lantai dan dipertimbangkan sebagai bagian dari jalur lintasan; 3) harus memenuhi standar teknis terkait bila untuk ruang peralatan dan untuk ruang motor lift.



Tabel E.6. Jenis Penggunaan Jumlah Orang Yang Ditampung E - 97



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



-



Jenis Penggunaan Galeri seni, ruang pamer, museum Bar, café, gereja, ruang makan Ruang pengurus Pemondokan/losmen Ruang komputer Ruang sidang pengadilan: r. tunggu r. sidang Ruang dansa Asrama Pusat Penitipan Balita Pabrik: r. manufaktur, prosesing , r. kerja, workshop ruang untuk fabrikasi dan proses selain di atas Garasi-garasi umum Ruang senam/gymnasium Hotel, hostel, motel, guesthouse Stadion indoor area Kios Dapur, laboratorium, tempat cuci Perpustakaan : r. baca, r penyimpanan



m2/org 4 1 2 15 25 10 1 0,5 5 4 5 50 30 3 15 10 1 10 2 30



Jenis Penggunaan m2/org Kantor (pengetikan dan fotokopi) 10 Ruang Perawatan Pasien 10 Ruang industri : - ventilasi, 30 listrik, dll 50 - boiler/sumber tenaga 2 Ruang baca 1 Restoran 2 Sekolah : r. kelas umum gedung serba guna 1 ruang staf 10 ruang praktek: SD 4 SLTP Pertokoan, r. penjualan: bengkel Level langsung dari luar 3 Level lainnya 5 r. pamer : r. peragaan,mall, arcade 5 Panggung penonton: darah 0,3 panggung Kursi penonton 1 R. penyimpanan r. elktrikal, r. 30 telepon Kolam renang 1,5 Teater dan Hall R. ganti di teater 1 Terminal 4 Bengkel / workshop : staf 2 pemeliharaan 30 Proses manufaktur pabrik



14. Jumlah Orang Yang Ditampung Jumlah orang yang ditampung dalam satu lantai, ruang atau mesanin harus ditentukan dengan mempertimbangkan kegunaan atau fungsi bangunan, tata letak lantai tersebut, dan luas lantai dengan: a.



menghitung total jumlah orang tersebut dengan membagi luas lantai dari tiap lapis menurut Tabel Vl.2 sesuai jenis penghunian, tidak termasuk area yang dirancang untuk: 1) lift, tangga, ramp, eskalator, koridor, hall, lobby dan yang sejenis, dan 2) service duct dan yang sejenis, kompartemen sanitasi atau penggunaan tambahan, atau E - 98



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



b.



mengacu kepada kapasitas tempat duduk di ruang atau bangunan



gedung pertemuan, atau c. cara lain yang sesuai untuk menilai kapasitasnya. E.2.8 Konstruksi Jalan Keluar 1. Penerapan Kecuali ketentuan butir 13 den 16, persyaratan ini tidak berlaku untuk unit hunian tunggal pada bangunan klas 2 atau 3 atau bagian klas 4. 2. Tangga Dan Ramp Yang Diisolasi Terhadap Kebakaran Tangga atau ramp yang disyaratkan berada di dalam saf tahan api harus dengan konstruksi: a. b.



dari material tidak mudah terbakar; bila terjadi kenusakan setempat tidak merusak struktur yang dapat



melemahkan ketahanan saf terhadap api. 3. Tangga Dan Ramp Yang tidak Diisolasi Terhadap Kebakaran Untuk bangunan dengan ketinggian lebih dari 2 lantai, tangga dan ramp yang tidak disyaratkan berada di dalam saf tahan api harus dengan konstruksi sesuai ketentuan butir 2 diatas, atau dengan konstruksi a. b. c.



beton bertulang atau beton prestressed, baja dengan tebal minimal 6 mm kayu: 1) dengan ketebalan minimal 44 mm setelah finishing 2) dengan berat jenis rata-rata tidak kurang dari 800 kg/m3 pada kelembaban 12% 3) yang direkatkan dengan perekat khusus seperti resorcinol



formaldehyde atau resorcinol phenol formaldehyde 4. Pemisahan tanjakan dan turunan tangga Bila tangga dipakai sebagai jalan keluar, disyaratkan untuk diisolasi terhadap kebakaran, dan: a.



b.



harus tidak ada hubungan langsung antara 1) tanjakan tangga dari lantai di bawah lantai dasar ke arah jalan atau ruang terbuka; dan 2) turunan tangga dari lantai di atas lantai dasar; setiap konstruksi yang memisahkan tanjakan dan turunan tangga harus tidak mudah terbakar dan mempunyai TKA minimal



60/60/60. 5. Ramp dan Balkon Akses yang Terbuka



E - 99



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



Bila ramp dan balkon akses yang terbuka merupakan bagian dari jalan keluar yang disyaratkan, maka harus: a.



mempunyai bukaan ventilasi ke udara luar dimana: 1) luas total area bebas minimal seluas ramp atau balkon 2) tersebar merata sepanjang sisi terbuka ramp atau balkon 6. Lobby Bebas Asap Lobby bebas asap yang disyaratkan sesuai Bab VI.2.7 harus: a. b.



mempunyai luas minimal 6 m2, terpisah dari area hunian dengan dinding kedap asap, di mana: 1) mempunyai TKA minimal 60/60/-; 2) terbentang antar balok lantai, atau ke bagian bawah langit-langit yang tahan penjalaran api sampai 60 menit; 3) setiap sambungan konstruksi antara bagian atas dinding balok lantai, atap atau langit-langit harus ditutup dengan bahan yang



c.



bebas asap; di setiap bukaan dari area hunian, mempunyai pintu bebas asap sesuai standar teknis yang berlaku, atau terdapat alat sensor asap



d.



diletakkan dekat dengan sisi bukaan; diberi tekanan udara sebagai bagian dari pintu keluar, bila pintu



keluar disyaratkan harus diberi tekanan udara. 7. Instalasi Pada Jalan Keluar Dan Jalur Lintasan a. Jalan masuk ke saf servis dan lainnya, kecuali ke peralatan pemadam atau deteksi kebakaran sesuai yang diijinkan dalam pedoman ini, tidak harus disediakan dari tangga, lorong atau ramp yang diisolasi b.



terhadap kebakaran. Bukaan pada saluran atau duct yang membawa hasil pembakaran yang panas harus tidak diletakkan di bagian manapun dari jalan keluar yang disyaratkan, koridor, gang, lobby, atau sejenisnya yang



c.



menuju ke jalan keluar tersebut. Gas atau bahan bakar lainnya harus tidak dipasang di jalan keluar



d.



yang disyaratkan. Peralatan harus tidak dipasang di jalan keluar yang disyaratkan, atau koridor, gang, lobby atau sejenisnya yang menuju ke jalan keluar tersebut, bila peralatan dimaksud terdiri atas: 1) meter listrik, panel atau saluran distribusi, 2) panel atau peralatan distribusi telekomunikasi sentral, dan



E - 100



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



3) motor listrik atau peralatan motor lain dalam bangunan, kecuali terlindung oleh konstruksi yang tidak mudah terbakar atau tahan api dengan pintu atau bukaan yang terlindung dari penjalaran asap. 8. Perlindungan Pada Ruang Di Bawah Tangga Dan Ramp a. Tangga dan ramp tahan api: Bila ruang di bawah tangga atau ramp tahan api yang disyaratkan berada di dalam saf tahan api, maka b.



bagian tangga atau ramp tersebut harus tidak tertutup. Tangga dan ramp tidak tahan api: Ruang di bawah tangga atau ramp tidak tahan api yang disyaratkan (termasuk tangga luar) harusnya tidak tertutup, kecuali: 1) dinding dan langit-langit sekelilingnya mempunyai TKA minimal 60/60/60 2) setiap pintu masuk ke ruang tertutup tersebut dilengkapi dengan pintu tahan api dengan TKA -/60130 yang dapat menutup secara



otomatis 9. Lebar Tangga a. Lebar tangga yang disyaratkan harus: 1) bebas halangan, seperti pegangan rambat (handrail), bagian dari balustrade, dan sejenisnya, 2) lebar bebas halangan, kecuali untuk list langit-langit, sampai ketinggian tidak kurang dari 2 m, vertikal di atas garis sepanjang b.



nosing injakan tangga atau lantai bordes. Lebar tangga melebihi 2m dianggap mempunysi lebar hanya 2 m, kecuali dipisahkan oleh balustrade atau pegangan rambat menerus antara lantai bordes dan lebar masing-masing bagian kurang dari 2



m. 10. Ramp Pejalan Kaki a. Ramp yang diisolasi terhadap kebakaran dapat menggantikan tangga, bila konstruksi yang menutup ramp, lebar dan tinggi langit-langit b.



sesuai persyaratan untuk tangga yang diisolasi terhadap kabakaran. Ramp yang berfungsi sebagai jalan keluar yang disyaratkan harus



mempunyai tinggi tanjakan tidak kurang dari: 1) 1:12 pada area perawatan pasien di bangunan klas 9a 2) disyaratkan sesuai ketentuan. 3) 1:8 untuk kasus lainnya c. Permakaan lantai ramp harus dengan bahan yang tidak licin. 11. Lorong Yang Diisolasi Terhadap Kebakaran E - 101



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



a.



Konstruksi lorong yang diisolasi terhadap kebakaran harus dari material yang tidak mudah terbakar, di mana: 1) Iorong keluar dari tangga atau ramp yang diisolasi terhadap kebakaran, TKA tidak kurang dari yang disyaratkan untuk saf



b.



tangga atau ramp, 2) pada kasus lain TKA tidak kurang dari 60/60/60. Meskipun dengan ketentuan butir a.ii, konstruksi atas dari lorong yang diisolasi terhadap kebakaran tidak perlu punya TKA, bila dinding lorong tersebut merupakan perluasan dari: 1) penutup atap yang tidak mudah terbakar 2) langit-langit dengan ketahanan terhadap penjalaran api tidak



kurang dari 60 menit dan dalam kompartemen kebakaran. 12. Atap Sebagai Ruang Terbuka Jika pintu keluar menuju ke atap bangunan, atap tersebut harus a. b.



mempunyai TKA tidak kurang dari 120/120/120, tidak terdapat pencahayaan atau bukaan atap iainnya sepanjang 3 m dari jalur lintasan yang dipakai untuk keluar mencapai jalan atau



ruang terbuka. 13. Injakan Dan Tanjakan Tangga Tangga harus mempunyai: a. b. c. d. e. f.



tidak lebih dari 18 atau kurang dari 2 tanjakan; injakan, tanjakan, dan jumlah sesuai standar teknis; injakan dan tanjakan konstan; bukaan antara injakan maksimum 125 mm; ujung injakan dekat nosing diberi finishing yang tidak licin; injakan harus kuat bila tinggi tangga lebih dari 10 m atau



menghubungkan lebih dari 3 lantai. 14. Bordes a. Bordes tangga dengan maksimum kemiringan 1: 50 dapat digunakan, untuk mengurangi jumlah tanjakan dan setiap bordes harus: 1) panjangnya tidak kurang dari 550 mm diukur dari tepi dalam



b.



bordes, 2) tepi bordes diberi finishing yang tidak licin. Bangunan klas 9a: 1) Luas bordes harus cukup untuk gerakan usungan yang berukuran panjang 2 m dan lebar 60 cm, 2) Sudut arah naik dan turun tangga harus 180°, lebar minimal



bordes 1,6 m dan panjangnya minimal 2,7 m. 15. Ambang Pintu E - 102



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



Ambang pintu tidak mengenai anak tangga atau ramp minimal selebar daun pintu kecuali: a.



ruang perawatan pasien bangunan klas 9a, ambang pintu tidak lebih



b.



dan 25 mm di atas ketinggian lantai dimana pintu membuka, kasus lainnya 1) pintu terbuka ke arah jalan atau ruang terbuka, tangga atau balkon luar 2) ambang pintu tidak lebih dari 190 mm di atas permukaan tanah,



balkon atau yang sejenis dimana pintu membuka. 16. Balustrade a. Balustrade menerus harus tersedia sekeliling atap yang terbuka untuk umum, tangga, ramp, lantai, koridor, balkon dan sejenisnya, bila: 1) tidak dibatasi dengan dinding, 2) tinggi lebih dari 1 m di atas lantai atau dibawah muka tanah, kecuali b.



sekeliling panggung, tempat bongkar muat barang atau



tempat lain bagi staf untuk pemeliharaan. Balustrade pada: 1) tangga/ramp yang diisolasi terhadap kebakaran atau area lain untuk keadaan darurat, kecuali tangga/ramp luar bangunan, dan 2) bangunan klas 7 (kecuali tempat parkir) serta klas 8, harus



c. d.



mengikuti ketentuan butir f dan g.i. Balustrade, tangga, dan ramp di luar ketentuan butir b harus mengikuti ketentuan butir f dan g.i. Balustrade sepanjang sisi atau dekat permukaan horisontal seperti: 1) atap, yang tersedia akses untuk umum dan jalur masuk ke bangunan, 2) lantai, koridor, balkon, lorong, mesanin dan sejenisnya, harus



e.



mengikuti ketentuan butir f dan g.ii. Balustrade atau penghalang lain di depan tempat duduk permanen pada balkon atau mesanin auditorium bangunan klas 9b harus sesuai



f.



ketentuan f.iii dan g.ii. Tinggi balustrade: 1) minimal 865 mm di atas nosing injakan tangga atau lantai ramp 2) tidak kurang dari 1 m di atas lantai akses masuk, balkon dan sejenisnya,



E - 103



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



3) Balustrade sesuai ketentuan butir e, tinggi di atas lantai tidak kurang dari 1m, atau 700 mm bila tonjolan keluar dari bagian g.



atas balustrade diproyeksikan mendatar tidak kurang dari 1 m. Bukaan pada balustrade memenuhi ketentuan butir b, bila dibuat sesuai 1) Jarak antara lebar bukaan tidak lebih dari 300 mm 2) Bila menggunakan jeruji, tinggi jeruji tidak lebih dan 150 mm di atas nosing injakan tangga atau lantai bordes, balkon atau



sejenisnya dan jarak antar jeruji tidak lebih dari 460 mm. 17. Pegangan Rambat Pada Tangga a. Pegangan rambat harus tersedia untuk membantu orang agar aman b.



menggunakan tangga atau ramp. Pegangan rambat memenuhi ketentuan butir a tersebut bila: 1) sedikitnya dipasang sepanjang satu sisi ramp/tangga 2) dipasang pada dua sisi bila lebar tangga/ramp 2 m atau lebih 3) bangunan klas 9b untuk sekolah dasar, dipasang permanen dengan tinggi minimal 865 mm dengan jeruji pendukung



c.



permanen setinggi minimal 700 mm. Pada bangunan klas 9a harus tersedia sedikitnya sepanjang satu sisi dari setiap lorong atau koridor yang digunakan oleh pasien, dan



harus: 1) permanen sedikitnya 50 mm dari dinding 2) dibuat menerus 18. Pintu Sebagai pintu keluar yang disyaratkan: a. b.



bukan pintu berputar bukan pintu gulung, 1) kecuali dipasang pada bangunan atau bagian bangunan klas 6, 7, 8 dengan luas lantai tidak lebih dari 200 m2, 2) merupakan satu-satunya pintu keluar yang disyaratkan dalam



c.



d.



bangunan bukan pintu sorong, kecuali: 1) membuka secara langsung ke arah jalan atau ruang terbuka 2) pintu dapat dibuka secara manual, dengan tenaga tidak lebih dari 110 N. bila pintu dioperasikan dengan tenaga listrik: 1) harus dapat dibuka secara manual, dengan tenaga tidak lebih dan 110 N. bila terjadi kerusakan atau tidak berfungsinya tenaga listrik E - 104



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



2) membuka langsung ke arah jalan atau ruang terbuka harus dapat membuka secara otomatis bila terjadi kegagalan pada daya listrik, alarm kebakaran dan lainnya. 19. Pintu Ayun a. Tidak mengganggu lebih dari 500 mm pada lebar yang disyaratkan b. c.



dari tangga, lorong atau ramp, termasuk bordes. Bila terbuka sempurna, lebih dari 100 mm pada lebar pintu keluar yang disyaratkan. Ayunan harus searah akses keluar, kecuali: 1) melayani bangunan atau bagian bangunan dengan luas tidak lebih dari 200 m2, merupakan satu-satunya pintu keluar dari



bangunan dan dipasang alat pegangan pada posisi membuka, 2) melayani kompartemen saniter. 20. Pengoperasian Gerendel Pintu Pintu yang disyaratkan sebagai lintasan, bagian atau jalan keluar harus siap dibuka tanpa kunci dari sisi dalam dengan satu tangan, dengan mendorong alat yang dipasang pada ketinggian antara 0,9 - 1,2 m dari lantai, kecuali bila: a. b.



melayani komponen sanitasi atau sejenisnya, hanya melayani: 1) unit hunian tunggal pada bangunan klas 2, 3, atau bagian klas 4, 2) unit hunian tunggal dengan luas area tidak lebih dari 200 m2 pada bangunan klas 5, 6, 7, atau 8, 3) ruangan yang tidak aksesibel sepanjang waktu bila pintu



c.



terkunci. melayani hunian yang perlu pengamanan khusus dan dapat segera dibuka: 1) dengan mengoperasikan alat pengontrol untuk mengaktifkan alat untuk membuka pintu, 2) dengan tangan, khususnya oleh pemilik, sehingga orang dalam bangunan segera dapat menyelamatkan diri bila terjadi



d.



kebakaran atau keadaan darurat lainnya. melayani lantai atau ruang yang menampung lebih dari 100 orang, pada bangunan klas 9b, kecuali bangunan sekolah, panti asuhan



balita atau bangunan keagamaan. 21. Masuk Dari Pintu Keluar Yang Diisolasi Terhadap Kebakaran



E - 105



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



Pintu harus tidak terkunci dari dalam tangga/ramp/lorong yang diisolasi terhadap kebakaran untuk melindungi orang yang masuk kembali ke lantai atau ruang yang dilayani pada : a. b.



bangunan klas 9a bangunan dengan tinggi efektif lebih 25 m, kecuali semua pintu secara otomatis terkunci dengan alat yang mengaktifkan alarm kebakaran, dan 1) sedikitnya setiap 4 tingkat terdapat pintu tidak terkunci dan terdapat rambu permanen bahwa dapat dilalui; 2) tersedia sistem komunikasi internal, sistem audibel/visual alarm yang droperasikan dari dalam ruangan khusus dekat pintu, dan



juga rambu permanen tentang cara mengoperasikannya. 22. Rambu Pada Pintu a. Rambu, untuk memberi tanda pada orang bahwa pintu tertentu harus tidak dihalangi, dipasang ditempat yang mudah dilihat atau b.



dekat dengan pintu-pintu tahan api dan asap. Rambu tersebut harus dibuat dengan huruf kapital minimal tinggi huruf 20 mm, warna kontras dan menyatakan bahwa pintu jangan



dihalangi. E.2.9 Akses Bagi Penyandang Cacat 1. Untuk bangunan yang digunakan untuk pelayanan umum harus dilengkapi dengan fasilitas yang memberikan kemudahan akses dan 2.



sirkulasi bagi semua orang, termasuk penyandang cacat. Ketentuan-ketentuan teknis lebih lanjut mengenai



akses



bagi



penyandang cacat pada butir a di atas mengikuti Pedoman Teknis Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. E.2.10 Konsep Rencana Teknis Yang



dimaksud



dengan



Konsep



Rencana



Teknis



disini



adalah



kriteria/parameter perencanaan yang digunakan sebagai acuan dalam perencanaan dan perancangan fisik. Dengan demikian kriteria perencanaan tersebut akan mencakup seluruh disiplin (komponen bangunan dan lingkungan) yang terlibat dalam proses perencanaan terkait. Konsep dasar perencanaan yang akan dikembangkan dalam perencanaan ini adalah perencanaan yang berwawasan lingkungan, sedangkan proses perencanaan yang akan digunakan adalah perencanaan terpadu (total design), dimana E - 106



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



seluruh disiplin (tenaga ahli) yang terlibat dalam perencanaan ini secara proporsional dan bersama-sama menyelesaikan tahap demi tahap perencanaan. Untuk merumuskan konsep perencanaan tersebut diperlukan data dan informasi



yang



lengkap



mengenai



kebutuhan



dan



persyaratan



bangunan/gedung yang direncanakan serta lingkungan di sekitarnya untuk dijadikan bahan pertimbangan. Sedangkan proses perencanaan terpadu ini dapat dilaksanakan apabila seluruh personil yang terlibat, khususnya para tenaga ahlinya, mempunyai persepsi yang sama terhadap lingkup pekerjaan, memiliki sikap saling mengisi serta secara konsisten masing-masing menjalankan tugasnya. Berdasarkan kajian sementara kriteria yang akan digunakan dan/atau yang dapat mempengaruhi terhadap penentuan konsep perencanaan teknis tersebut antara lain adalah sebagai berikut : A. Usulan (Konsep) Penataan Dataran 1.



Perletakan bangunan diusahakan berada di daerah tanah asli (galian),



terutama



untuk



bangunan



berat



dan



bertingkat



pembuatan pondasinya tidak cukup dalam. Daerah urugan dimanfaatkan untuk menampung kegiatan/ bangunan ringan dan (bila



terjadi



longsor



atau



ambles)



tidak



membahayakan



penggunanya, dalam hal ini antara lain seperti fasilitas olah raga, penghijauan, jalan. 2.



Menanggapi issue yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, maka sekecil apapun terjadinya kerusakan lingkungan dapat menyebabkan dampak yang buruk bagi kualitas lingkungan. Pemanasan global yang terjadi saat ini adalah karena mengabaikan hukum alam, yang mengakibatkan kerusakan struktur lingkungan baik darat, laut maupun udara. Terjadinya perubahan paradigma berfikir terhadap pentingnya kualitas lingkungan adalah hal yang mutlak untuk dijadikan dasar E - 107



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



pada



setiap



kebijakan



dalam



menentukan



setiap



rencana



pembangunan suatu kawasan Salah satu aspek perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) termasuk RTH kota, seperti tercantum dalam Inmendagri No. 14/1988 dan PP No. 63/2002, adalah disesuaikan dengan ciri dan watak wilayah kota. Di samping itu meningkatkan daya dukung lingkungan alamiah dan buatan serta menjaga keseimbangan daya tampung lingkungan merupakan salah satu pola pemanfaatan ruang yang tercantum dalam kebijakan Rencana Tata Ruang Propinsi Jawa Barat maupun Kota Bandung. Kota Bandung memiliki kawasan yang ideal dalam menunjang struktur lingkungan, dengan perencanaan yang menyeluruh dan terpadu,



diharapkan



dapat



terjadi



keseimbangan



antara



pembangunan fisik baik sarana maupun prasarana kawasan dengan ruang terbuka hijau. Adanya RTH yang berupa lansekap, dalam hal ini taman-taman dalam satu area, yang ditata dengan memperhatikan aspek-aspek lingkungan secara langsung dapat memberikan kontribusi yang bersifat inspiratif maupun fisik sehingga kawasan ini dapat meningkatkan kualitas lingkungan serta menjaga keserasian lingkungan untuk kepentingan masyarakat. Juga penataan lansekap ini penting sebagai penyangga lingkungan untuk pengaturan tata air, udara, habitat flora dan fauna yang memiliki nilai estetika dengan pemilihan jenis tanaman, baik pohon, semak berbunga, penutup tanah dan rumput, yang ditata dalam beragam bentuk dan warna. Penataan pohon dan tanaman dapat memiliki fungsi sebagai berikut : a.



Menciptakan iklim mikro yang kondusif bagi aktifitas yang ada



b.



Perlindungan terhadap panas matahari, angin, hujan, erosi, longsor.



c.



Dapat menjadi sumber atau bahan baku penunjang penelitian E - 108



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



d.



Menjadi ciri / pengenal.



e.



Meningkatkan resapan air.



f.



Menciptakan estetika lingkungan.



Secara umum tujuan perencanaan lansekap adalah : a.



Memperbaiki tata lingkungan dalam kaitan melaksanakan RTH.



b.



Mengoptimalkan fungsi dari sarana ruang terbuka yang terkait dengan perencanaan secara menyeluruh.



c.



Menjaga



keseimbangan



lingkungan



terhadap



wilayah



sekitarnya. d.



Menyediakan fasilitas umum yang representatif berupa tamantaman



sebagai



penunjang



bangunan



gedung



maupun



prasarananya. Konsep perencanaan lansekap pada dasarnya mengacu pada rencana induk/ master plan yang diselaraskan dengan wilayah sekitarnya. Aspek yang dapat dijadikan bahan pertimbangan adalah : a.



Keadaan topografi, dimana pada umumnya permukaan tanah di lokasi perencanaan bergelombang seperti permukaan tanah di kaki bukit pada umumnya;



b.



Vegetasi, pemilihan jenis serta pola penataannya dapat direncanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai (misalnya:



untuk



mengurangi



angin



mengingat



lahan



perencanaan di kawasan terbuka, sebagai filter dari suara bising, untuk mengurangi sengatan sinar matahari); c.



Nilai estetik, komposisi jenis dan tata letak tanaman dapat memberikan nilai estetik yang baik terhadap lingkungan.



Kehadiran



ruang-ruang



terbuka



dilingkungan



lembaga



ini



memegang peranan penting, selain berfungsi untuk keindahan juga memiliki fungsi ekologis yang tidak tergantikan oleh media apapun diantaranya : E - 109



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



a.



Pembersih udara ( paru-paru kota)



b.



Pencipta iklim mikro yang nyaman



c.



Pelindung dan barrier dari gangguan alam



d.



Fungsi hidro-orologis



Jenis-jenis tanaman yang dapat dipilih harus memenuhi beberapa kriteria a.



yaitu :



Tidak berbahaya - tidak berduri - dahan tidak mudah patah - akar tidak mengganggu pondasi bangunan - tidak mudah terserang hama penyakit



b.



Tajuk rapat



c.



Bentuk dan warna menarik



d.



Disenangi unggas burung



Tanaman juga memiliki beberapa fungsi diantaranya : a.



Sebagai produsen 02



b.



Sebagai buffer dari angin kencang



c.



Sebagai resapan air tanah



d.



Sebagai pengarah jalan



e.



Sebagai penyeimbang terhadap proporsi bangunan



f.



Sebagai elemen estetik



Sebagai elemen estetik, tanaman juga dapat dikomposisikan sesuai tajuk , warna daun, bunga atau dibuat homogen yaitu tanaman yang sejenis. B. Struktur Bangunan 1.



Dasar Perencanaan Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus dirancang sedemikian rupa dengan mengikuti kaidah-kaidah serta peraturanperaturan yang berlaku, sehingga : a.



Struktur bangunan cukup kuat untuk bisa menahan segala



E - 110



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



beban yang ada atau yang mungkin akan ada pada bangunan tersebut. Kekuatan ini harus dimiliki oleh semua elemen struktur secara sendiri-sendiri maupun secara keseluruhan rangka struktur tersebut, b.



Struktur harus cukup kaku untuk tidak mengalami lendutan yang berlebihan pada setiap elemen atau pada seluruh kerangka struktur akibat beban yang bekerja baik vertical maupun



horizontal.



Lendutan



yang



mengurangi kenyamanan hunian juga



berlebihan



selain



mengurangi segi



keindahan penampilan. c.



Struktur cukup teguh dalam posisi berdirinya bangunan, sehingga tidak akan mengalami perubahan bentuk permanen akibat penurunan yang berbeda dari masing-masing struktur.



d.



Kekuatan, kekakuan dan keteguhan yang dimiliki struktur bangunan diusahakan sedemikian rupa sehingga memberikan factor keamanan yang cukup terhadap keruntuhan, tetapi tidak berlebihan. Dengan demikian akan dihasilkan sistem struktur yang kuat namun ekonomis.



Perencana



harus



memperhatikan



bukan



saja



perencanaan



strukturnya secara keseluruhan akan tetapi sistem pelaksanaan struktur itu sendiri yang mudah dilaksanakan dalam kondisi apapun namun tidak meninggalkan kaidah-kaidah perencanaan struktur. Dalam hal ini sebagai perencana dapat memilih sebaik mungkin sistem struktur yang tepat, sehingga tidak menimbulkan gangguan lingkungan pada saat pelaksanaan. 2.



Peraturan dan Standar Pada prinsipnya seluruh peraturan dan standar berikut ini (edisi terakhir), Standar lainnya yang ekivalen dapat digunakan dalam perencanaan adalah sebagai berikut: a.



Kondisi Perencananaan Dalam



perencanaan



struktur



bangunan



perlu E - 111



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



dipertimbangkan/ mempengaruhi



ditinjau



hasil



akhir



segala dari



sesuatu



yang



perencanaan



akan



struktur



bangunanan. Aspek-aspek perencanaan yang perlu diperhatikan antara lain : 1) Fungsi bangunan Dengan memperhatikan fungsi bangunan yang direncanakan, maka akan dapat ditentukan kriteria beban yang akan diterapkan didalam perencanaan strukturnya sesua dengan peraturan standar, termasuk adanya persyaratan khusus yang harus dipenuhi sesuai kepekaan dari peralatan yang mungkin akan berada didalam bangunan tersebut. 2) Denah dan bentuk bangunan Denah dan bentuk bangunan akan sangat menentukan dalam mempertimbangkan



memilih



sistem



struktur



bangunan



disamping material yang akan digunakan. 3) Daerah / lokasi bangunan Daerah dimana bangunan akan dibangun sangat penting untuk diketahui untuk kemudian diplotkan kedalam lokasi zona gempa sesuai dengan zona gempa yang telah ditentukan dalam peraturan gempa.



4) Bahan bangunan Bahan bangunan yang akan digunakan dalam struktur harus mengacu kepada peraturan dan standar berikut : a. Beton



-



Mutu beton minimal K-250 (atau) fc’ = 20 Mpa), sesuai SK SNI T-15-



b. Baja c. Tulangan d. Tulangan Mesh e. Baut



Wire -



1991-03 BJ-37 / ASTM A36 SII 0136 / BJTD 40 & BJTP 24 ASTM A185 ( Deformed U-50) ASTM A307 (mutu normal) E - 112



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



f. g. h. i.



ASTM A325 Baut Angkur Portland Semen Elektroda Las



-



(mutu tinggi) ASTM A36 ASTM C150 Tipe I (normal) AWS D1.1 / Elektroda A5.1 (E



j.



Steel Deck



-



7016 atau 7018 atau setara). ASTM A653 Grade Leleh minimal



-



320 Mpa. Sesuai spesifikasi masing-masing.



k. Material selain



lain disebut



diatas.



5) Kondisi Tanah Data kondisi tanah di lokasi perencanaan perlu diketahui, kondisi tersebut diantaranya : a) Muka air tanah. Kondisi muka air tanah sangat penting untuk didapatkan informasinya didalam memulai perencanaan. b) Kedalaman tanah keras Untuk mengetahui kondisi kedalaman tanah keras adalah dengan melakukan soil investigasi. Mengetahui Informasi mengenai kedalaman tanah keras lebih awal adalah sangat menguntungkan didalam menentukan system pondasi yang akan digunakan. c) Rekomendasi dan daya dukung tanah Dari hasil soil investigasi yang dilakukan, rekomendasi dan daya dukung tanah harus didapatkan untuk menentukan kedalaman pondasi dapat diletakan sesuai dengan beban yang bekerja. 6) Kondisi Klimatologi Tiupan angin dilokasi rencana perlu diketahui, sehinga dalam perencanaan kurang lebih mendekati dalam menentukan besarnya beban angin yang akan digunakan dalam disain, terutama untuk perencanaan struktur rangka atap. E - 113



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



7) Beban Pembebanan dilakukan sesuai dengan peraturan pembebanan SNI-1727-1989 (Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah



dan



Gedung)



dan



SNI-1726-2013



(Tata



Cara



Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung), serta data beban dari material tertentu yang dipergunakan dalam gedung tersebut. a). Beban Mati (DL) Beban Mati diperhitungkan berdasarkan data-data berikut ini. (1)



Berat Jenis Beton Bertulang yang diambil sebagai



(2)



acuan pembebanan adalah 2400 kg/m2 Berat Jenis Beton Rabat untuk finishing = 2200



(3)



kg/m2. Beban Dinding ½ Bata atau setara Con Block



(4)



Cisangkan = 250 kg/m2. Beban Dinding/ Partisi Ringan Buatan Pabrik



(5)



(misalnya Hebel) = 125 kg/m2. Beban plafon dan M&E (termasuk ducting AC)



(6)



diambil sebesar 30 kg/m2. Beban plafon dan M&E (apabila tidak berducting AC)



dapat diambil sebesar 20 kg/m2. (7) Beban raised floor = 75 kg/m2. (8) Beban equipment M&E di ruang M&E = 400 kg/m2. (9) Beban peralatan fitness di ruang fitness = 400 kg/m2. (10) Beban tanah dan tanaman di atas basement, sesuai dengan ketebalan tanah, dengan mengambil  tanah = 1800 kg/m3. b). Beban Hidup (LL) Beban Hidup disesuaikan dengan fungsi dari masing -masing ruangan. (1)



Beban Hidup ruang kantor dan ruang umum lainnya =



(2) (3)



250 kg/m2. Beban Hidup ruang perpustakaan = 400 kg/m2 Beban Hidup ruang Mosholla = 400 kg/m2. E - 114



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



(4) (5) (6) (7)



Beban Hidup ruang arsip / gudang = 400 kg/m2. Beban Hidup Toilet = 200 kg/m2. Beban Hidup Parkir = 400 kg/m2. Beban Hidup ruang M&E (personil maintanance) =



100 kg/m2 (Beban alat dihitung sebagai beban mati). (8) Beban Hidup atap dak beton = 100 kg/m2. (9) Beban Hidup koridor = 300 kg/m2. (10) Beban Hidup tangga = 300 kg/m2. c). Beban Gempa Mengingat ketinggian struktur diperkirakan kurang dari 40 meter dari permukaan tanah asli, maka struktur bangunan dapat dikategorikan sebagai bangunan bertingkat rendah. Peninjauan terhadap gempa dilakukan hanya terhadap gempa static saja. Beban Gempa diperhitungkan 100 % pada arah yang ditinjau ditambah dengan 30 % pada arah lainnya, sesuai dengan ketentuan dalam SNI-1726-2012 - Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung. I



: Gravitasi  100 % Arah X  30 % Arah Y



II



: Gravitasi  100 % Arah Y  30 % Arah X



Beban



gempa



ditentukan



berdasarkan



Peraturan



Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung 1987. Gaya geser dasar ditentukan berdasarkan : V = C . I . K . Wt , dimana : V



= Gaya geser dasar



C



= Koefisien gempa dasar



I



= Faktor keutamaan



K



= Faktor jenis struktur



Wt = Berat total struktur Gaya gempa statik untuk tiap lantai dihitung sebagai :



E - 115



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



Fi =



W i . hi ΣW i . hi



.V



dimana : Fi



= Gaya gempa statik tiap lantai



Wi = Berat struktur tiap lantai hi



= Tinggi tiap lantai dari penjepitan lateral



V



= Gaya geser dasar



i



= tingkat ke - i



d). Kombinasi Pembebanan Kombinasi pembebanan : DL + 1.6 LL 1.05 [ DL + LR  (Ex  0.3 Ey) ] 1.05 [ DL + LR  (Ey  0.3 Ex) ] di mana :



DL



= Beban Mati



LL



= Beban Hidup



E



= Beban Gempa



x,y



= Arah Beban Gempa



LR



= Beban Hidup tereduksi



8) Persyaratan Defleksi Vertikal dan Lateral a). Persyaratan Defleksi Vertikal Dalam segala hal, tebal pelat lantai beton bertulang tidak boleh kurang dari L/35, dimana L adalah bentang terpendek. Apabila pelat tersebut menahan atau berhubungan dengan komponen non struktural yang mungkin rusak akibat lendutan yang besar, maka baik lendutan jangka pendek maupun jangka panjang dari pelat tersebut harus memenuhi persyaratan sesuai SNI 1727:2013 Beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur lain.. E - 116



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



Sementara tinggi balok (balok induk ataupun balok anak) tidak diperkenankan lebih kecil dari 1/16 bentang. b). Persyaratan Defleksi Lateral Antar Tingkat Untuk memenuhi kinerja batas layan, maka simpangan lateral bangunan, sesuai SNI-1726-2013 - Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung, butir 8.1.1 dan 8.1.2, tidak boleh melampui 0.03 / R dari tinggi tingkat yang bersangkutan atau 3 cm (bergantung mana yang lebih kecil). c). Pemilihan Sistem Struktur. Dengan memperhatikan semua persyaratan-persyaratan dalam perencanaan struktur diatas dan memperhatikan lokasi rencana maka perencana mencoba mengusulkan beberapa sistem struktur yang dapat digunakan (terutama untuk rencana bangunan Seraba Guna ) sebagai acuan dalam memulai perencanaan. 9) Tipe Sub Struktur (Pondasi) Pondasi suatu bangunan berfungsi untuk memindahkan bebanbeban struktur atas ke tanah. Fungsi ini dapat berlaku secara baik bila kestabilan fondasi terhadap efek guling, geser, penurunan dan daya dukung tanah terpenuhi. Meskipun kondisi lapisan tanah sangat



bevariasi yang membutuhkan



banyak kemungkinan perencanaan pondasi, tetapi secara umum sebagian besar pondasi bangunan dapat digolongkan menjadi salah satu jenis pondasi dibawah ini : 



Pondasi setempat atau Pondasi Menerus dari pasangan batu kali yang dapat berbentuk segiempat, atau bujur sangkar, atau ltrapesium yang menahan kolom tunggal atau menahan dinding bata.



E - 117



USULAN TEKNIS xxxxxxxx







Pondasi telapak atau pondasi setempat dari beton bertulang yang dapat berbentuk segiempat, atau bujur







sangkar, atau lingkaran yang menahan kolom tunggal. Pondasi telapak gabungan berupa pelat segiempat yang lebih panjang yang dapat menahan lebih dari satu kolom







tunggal. Pondasi terapung (raft fondation), berupa pelat tebal yang







menahan keseluruhan struktur. Pondasi terapung sistem KSLL atau sering disebut pondasi







Sistem Sarang Laba laba. Pondasi bor atau bored pile atau pondasi sumuran atau pondasai strauz yang dibor atau digali hingga mencapai tanah keras kemudian diisi dengan beton atau dengan beton cycloop.



E - 118



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



Gambar E.2 Pondasi Telapak Dari beberapa tipe pondasi tersebut diatas dan memperhatikan kondisi lingkungan yaitu berupa pondasi dangkal dan pondasi dalam, kemudian dapat dipilih beberapa alternatif pondasi untuk rencana bangunan tersebut yaitu:  



Pondasi bor, bor pile atau pondasi sumuran atau Pondasi Mini Pile untuk pondasi dalam.



Dari kedua jenis pondasi tersebut yang akan diusulkan untuk digunakan



dalam



perencanaan



kelak,



masing-masing



mempunyai kelebihan dan kekurangan, baik dari segi biaya, teknik pelaksanaan, lingkungan maupun tenaga kerja dan alat yang dilibatkan dalam pelaksanaan. Pemilihan salah satu dari kedua tipe pondasi tersebut akan sangat ditentukan dari hasil penyelidikan tanah pada lokasi rencana bangunan, Walaupun dalam perencanaan kelak, perencana akan merencanakan kedua jenis pondasi tersebut dan akan membandingkan Jumlah waktu pelaksanaan maupun jumlah Rencana Anggaran Biaya dari kedua jenis pondasi tersebut. 



Struktur Atas Struktur atas terdiri dari Balok, Kolom dan Pelat termasuk Rangka Atap. Kebebasan perencana dalam menentukan material struktur sangatlah ditentukan dari pengalaman seorang perencana struktur untuk memilih jenis bahan yang akan digunakan. Struktur atas terutama kolom dan balok dapat berupa Struktur Baja atau Beton, dalam perencaan kelak Konsultan akan mengusulkan sistem struktur atas dari baja.







Kolom dan Balok Sistem struktur untuk Balok dan Kolom terdapat 2 (dua) kemungkinan alternatif penggunaan sistem struktur, yaitu konstruksi Baja dan Beton. E - 119



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



Dari kedua jenis sistem struktur ini, apabila dibandingkan dengan



biaya



pelaksanaan,



maka



perencana



akan



menggunakan sistem struktur balok dan kolom dari baja, karena memperhatikan bentangan antar kolom dan tinggi kolom yang diperlukan, maka akan lebih eifisien apabila menggunakan strukur baja. 



Plat Lantai Sistem Plat Lantai dapat dibagi dalam beberapa macam yaitu :  Sistem Lantai Flat Slab  Sistem Plat Lantai Grid  Sistem Plat Lajur Balok  Sistem Pelat dan Balok. Dari keempat sistem plat lantai tersebut diatas, perancana mengusulkan



dalam



perencanaan



kelak



akan



menggunakan sistem Pelat dan Balok. Dari sistem Pelat dan Balok ini akan diuraikan lagi menjadi :  Plat lantai dari beton konvensional dengan tulangan polos atau dengan menggunakan tulangan mutu tinggi yaitu Wire Mesh.



 Plat lantai gabungan dari Plat Bondek sebagai tulangan positif ditambah satu lapis tulangan wire mesh dan beton konvensional.



E - 120



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



 Plat lantai dari Precast setara dengan produk PT. Beton Elemen Indo.



Dalam



perencanaan



kelak,



perencana



akan



membandingkan alternatif 2 dan 3 dari segi waktu dan biaya pelaksanaan, kecuali daerah basah akan tetap dipakai alternatif konvesional. 10) Rangka Atap Untuk Rangka Atap Bangunan Gedung dapat beberapa



alternatif



struktur



rangka



atap



digunakan dengan



mempertimbangkan bentangan bebas (clear distance) cukup besar ± 25.00 m – tanpa kolom ditengah bangunan. Struktur tersebut dapat berupa :  Sistim Portal Baja IWF dengan gording dari besi Canal.  Rangka Atap Baja dari Pipa Baja (Hollow) 



Rangka Atap Baja Siku E - 121



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



Pemilihan Jenis dan Type Rangka Atap untuk Gedung tergantung pada hasil analisa perhitungan struktur dan jenis penutup atap yang akan dipergunakan dan type plafond yang disetujui oleh pemberi kerja (User). Dalam beberapa tahun belakangan ini, sistem struktur rangka atap sangatlah banyak alternatif struktur untuk digunakan



dalam



suatu



bangunan,



akan



tetapi



perencanalah yang dapat memilih dan menentukan sistem struktur rangka atap apa yang akan digunakan. Dalam hal ini perencana harus sangat jeli dalam memilih sistem struktur rangka atap. Di negara kita, terutama daerah Kota Bandung yang merupakan daerah tropis, saat ini terdapat beberapa jenis rangka atap baja ringan dan rangka atap kayu (fabricated) yang tersedia



dan perencana struktur tidak harus



melakukan analisis secara detail untuk menggunakan sistem struktur rangka atap tersebut. Sistem struktur rangka atap tersebut adalah :  Struktur rangka atap dari kayu yaitu Pryda



 Struktur rangka atap baja ringan dari Jaindo atau setara dengannya.



E - 122



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



Dari kedua jenis struktur rangka atap ini, masing masing mempunyai keuntungan dan kekurangan, kelak yang akan mementukan adalah selisih dari Rencana Anggaran Biaya yang ditawarkan dari masing-masing suplier. Apabila diinginkan oleh Owner untuk mencari alternatif lain selain strktur rangka atap diatas untuk membandingkan selisiah RAB, maka sebagai perencana yang berpengalaman harus dapat memenuhi permintaan tersebut.



Gambar E.4 Potongan Prinsip 11) Efisiensi E - 123



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



Pemilihan yang tepat baik sistem struktur maupaun bahan yang digunakan akan memberikan hasil perencanaan yang efisien, Koordinasi yang baik diantara semua disiplin tentunya dapat mengasilkan sesuatu yang lebih baik. Koordinasi antara Arsitek, Struktur, ME dan Interior adalah hal yang wajar dan harus dilakukan dalam suatu perencanaan bangunan, sehingga keinginan Owner dapat terlaksana akibat pemahaman yang baik dari masing-masing disiplin Perencana. Koordinasi yang kurang baik antara disiplin, tentunya tidak akan menghasilkan sesuatu yang lebih baik (waktu, bahan dan terutama pikiran), hal ini dapat terlihat pada saat bangunan tersebut dilaksanakan. a) Sistem dan Jaringan Utilitas Secara mendasar sistem dan jaringan utilitas harus dapat mem-fungsikan seluruh fasilitas yang direncanakan sesuai persyaratan minimal, baik untuk masing-masing ruang fungsi, masing-masing bangunan maupun lingkungan, serta terintegrasi ke dalam sistem bangunan dan lingkungan secara menyeluruh (perencanaan terpadu – total design). Sistem dan jaringan Instalasi Listrik, Penangkal Petir dan Komunikasi meliputi : b) Sistem dan Jaringan Listrik (1) Umum 



Menyiapkan suatu perencanaan dari pada instalasi listrik yang memenuhi standard dan kriteria perencanaan yaitu mencangkup antara lain :







Sistem penerangan buatan sesuai kebutuhan dan standard



secara



mempertimbangkan



optimal



dan



faktor-faktor



dengan bangunan,



fungsi ruangan dan faktor alamiah.



E - 124



USULAN TEKNIS xxxxxxxx







Supplai daya listrik dan penyediaan sarana instalasi untuk melayani beban-beban listrik keseluruhan sehingga memenuhi kebutuhan dan operasionalnya.







Penyediaan sarana instalasi listrik yang memenuhi kualitas



performance



listrik



dan



pengamanan/proteksi yang baik untuk peralatan dan operasinya, maupun untuk bangunan dan pengamanan terhadap manusia. 



Penyediaan sarana sumber daya listrik utama PLN dan sumber daya listrik diesel genset.



(2) Standard dan Referensi 



Peraturan umum instalasi listrik ( PUIL ) edisi terakhir tahun 2000 yang berlaku.







Standard Penerangan Bangunan Indonesia oleh Direktorat



Penyelidikan



Masalah



Bangunan



(DPMB). 



Standard



dan



peraturan-peraturan/ketentuan-



ketentuan yang berlaku pada PLN setempat. 



Standard



International



Electrotechnical



Commission ( IEC ). 



Standard-standard lain seperti ; VDE, JIS, ASTM, ISO dan sebagainya yang setara sejauh tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan diatas.



(3) Tegangan, Variasi Tegangan dan Pengaturan Tegangan Sesuai Standard Perusahaan Umum Listrik Negara ( SPLN ) maka tegangan nominal, variasi tegangan dan pengaturan tegangan sebagai yang diuraikan dibawah ini merupakan pula dasar perencanaan ini : 



Sistem Distribusi Tegangan Menengah : E - 125



USULAN TEKNIS xxxxxxxx







Tegangan Nominal



: 20 kV



Variasi Tegangan



: maks  5 % min  10 %



Pengaturan Tegangan



: maks



Sistem



: phasa tiga, tiga kawat.



5%



Sistem Distribusi Tegangan Rendah : Tegangan Nominal



: 231/400 Volt



Variasi Tegangan : maks  5 % min  10 % Pengaturan Tegangan



: maksimum



5%



Sistem



: phasa tiga, empat kawat



(4) Sumber Daya Listrik Penyediaan sumber daya listrik untuk bangunan akan diambil dari Panel Utama Tegangan Rendah (LVMDP) yang sudah ada di Kawasan tersebut. (5) Sistem Proteksi Pengamanan/Proteksi terhadap sistem, selektivitas dan



tingkap



proteksi



yang



tepat



dengan



memperhatikan kesederhanaan sistem, kemudahan operasi namun dapat memenuhi pelayanan yang baik. (6) Jaringan Tegangan Rendah : 



Penggunaan



kabel



distribusi



utama



untuk



pelayanan daya listrik pada bangunan. 



Penggunaan kabel untuk melayani beban-beban tertentu seperti pompa-pompa dan lain-lain.







Pelayanan terhadap stop kontak dan penerangan.



(7) Beban Listrik Dari perhitungan beban listrik untuk bangunan dan penerangan outdoor/jalan/parkir terhadap bebanbeban penerangan, stop konntak, AC, peralatan dan beban-beban lainnya seperti tertera pada gambar E - 126



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



sistem kelistrikan (8) Sistem Daya Listrik 



Sumber Daya Listrik Utama Sumber daya listrik utama diperoleh dari Panel Utama Tegangan Rendah (PUTR) yang sudah ada kemudian



didistribusikan



ke



Panel-Panel



Distribusi bangunan.







Distribusi Daya Listrik Sistem



distrubusi



listrik



dari



Panel



Utama



Tegangan Rendah existing ke setiap bangunan adalah dengan sistem Radial, dari load center daya listrik didistribusikan dengan sistem tegangan 380/220 Volt, 50 Hz ke panel-panel cabang yang merupakan panel pembagi. Selanjutnya daya listrik didistribusikan dari panel pembagi ke masingmasing sub panel. Drop tegangan pada tegangan kerja dari load center sampai titik beban terjauh diperhitungkan maksimum sebesar 5 %. (9) Kabel Distribusi Jenis dari kabel distribusi yang digunakan antara lain sebagai berikut : 



Kabel tegangan menengah dengan XLPE 20 kV







Kabel tegangan rendah dengan NYFGBY, NYY dan NYM







Kabel instalasi daya dengan NYY







Kabel instalasi penerangan dan stop kontak dengan NYM.



(10)Sistem Proteksi E - 127



USULAN TEKNIS xxxxxxxx







Pemilihan/penentuan



sistem



proteksi



pada



perencanaan ini adalah dengan sistem proteksi bertingkat pada panel-panel daya sampai load center terhadap sistem distribusi radial. 



Jenis proteksi :  Proteksi terhadap gangguan hubung singkat ( over current )  Proteksi terhadap beban lebih ( over load )  Proteksi terhadap turunnya tegangan ( under voltage )







Seluruh batasan (rated) dan tingkat kemampuan dari komponen proteksi dipilih sedemikian rupa, sehingga karakteristik proteksinya mempunyai selektifitas pengaman yang diinginkan dan akan memback-up kesalahan pada seksi lainnya.







Setiap komponen sistem dan komponen panel yang dipasang, harus mempunyai kemampuan kapasitas operasi yang lebih besar terhadap besar beban listrik yang dilayani, dan harus mempunyai kemampuan/ketahanan



terhadap



akibat-akibatnya



kemungkinan



pada



arus



serta



keadaan



hubung singkat yang terpisah. 



Sistem



pentanahan



netral



transformator



ditanahkan langsung (solidly grounding). 



Setiap



peralatan



listrik



metal/panel-panel



ditanahkan untuk mengamankan terhadap adanya tegangan sentuh akibat bocoran arus (earth leakage ). c) Sistem Penangkal Petir Dan Sistem Grounding Untuk menghindari timbulnya kecelakaan dan kerugian E - 128



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



akibat sambaran petir, perlu diadakan usaha-usaha untuk perlindungan terhadap bahaya akibat sambaran petir tersebut. Sistem penangkal petir yang sempurna harus terdiri 2 bagian, yaitu : proteksi external dan proteksi internal.



Gambar E.6 Kepala Penangkal Petir dan Sambungan Klem 12) Proteksi External a). Proteksi external adalah instalasi dari peralatan diluar struktur



bangunan



arus/sambaran



petir



yang langsung



berfungsi (direct



menerima stroke)



dan



mengalirkan arus petir tersebut melalui kawat penghantar (down conductor) dengan aman ke sistem pembumian di tanah. b). Proteksi external yang baik terdiri dari : E - 129



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



(1) Batang tembaga diudara (air terminal) yang akan menerima sambaran petir langsung, (2) Kawat penghantar (down conductor) yang akan mengalirkan arus petir dari air terminalbumi, (3) Sistem pembumian (earthing system) yang akan membuang arus petir dengan aman ke tanah. (4) Sistem proteksi external ini melindungi bangunan dari bahaya kebakaran dan kerusakan akibat sambaran petir langsung dan juga melindungi manusia yang ada didalam bangunan tersebut. Sistem proteksi external yang akan dipakai pada bangunan-bangunan ini adalah sistem Electrostatis dengan memasang Air terminal diatap.



Air



terminal



ini



dihubungkan



melalui



penghantar tembaga ke elektroda pembumian yang dilengkapi



dengan



bak



kontrol.



Dengan



hanya



mempunyai sistem proteksi external saja, maka peralatan listrik dan elektronik yang terdapat didalam bangunan belum terlindungi dengan aman. c). Proteksi internal. (1) Proteksi internal adalah proteksi terhadap tegangan lebih yang ditimbulkan akibat adanya pengaruh induksi medan listrik dan medan magnet pada bahanbahan metal yang terdapat pada sistem listrik dan sistem elektronika akibat dari mengalirnya arus petir. (2) Seluruh bagian peralatan metal pada instalasi listrik (panel-panel, transformator, genset dan lain-lain) maupun



elektronika



(komputer,



peralatan



laboratorium dan lain-lain), harus dihubungkan satu dan lainnya ke peralatan pembumian melalui jalan terpendek



(Potential



Equalization



Bar)



dengan



menggunakan peralatan proteksi yang sesuai (lightning E - 130



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



arrester, voltage limiter dan lain-lain). d). Sistem grounding. (1) Sistem grounding (elektroda batang, elektroda pita atau elektroda pelat). Besarnya tahanan (resistensi) pengetanahan maksimum sebesar dua (2) Ohm. Bila nilai ini susah dicapai, maka semua titik grounding dari penangkal petir dihubungkan dengan kawat tembaga (disebut counter poise). (2) Semua Peralatan/material logam terutama yang berada diatas atap akan ikut dibumikan. e). Standard dan Referensi (1) Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir ( PUIPP ) untuk bangunan di Indonesia ( DPMB, Maret 1983 ). (2) Pedoman Instalasi Penyalur Petir ( DEPNAKER 1987 ) NFPA, 1985. d) Sistem Pengindera Kebakaran/Fire Alarm (1) Umum 



Sistem



pengindera



kebakaran



berfungsi



untuk



pemberitahuan secara otomatis dan cepat jika terjadi kebakaran dengan tanda bunyi bell dan nyala lampu indikator pada panel zone indikator dan sentral sistim pengindera kebakaran yang ditempatkan di Ruang Kontrol atau Ruang keamanan ( Security ). 



Sistem pengindera kebakaran direncanakan menjadi satu kesatuan dengan sistem pemadam kebakaran.







Perencanaan ini hanya menyangkup instalasi sistem fire alarm, sedangkan untuk sistem pemadam kebakaran ( fire fighting ) seperti sistem pompa hydrant, fire hydrant dan fire



extinguissher



direncanakan



pada



lingkup



mekanikal/sistem pemadam kebakaran. E - 131



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



(2) Standard dan Referensi 



Keputusan Menteri P.U. Nomor : 02/KPTS/1985, tentang Ketentuan Pencegahan dan penanggulangan kebakaran pada bangunan Gedung.







Kebutuhan dan pengarahan teknis dari pihak pemilik.







Rekomendasi dari standard-standard Negara lain seperti NFPA dan lain-lain.



(3) Kriteria Perencanaan 



Sistem



pendeteksian



kebakaran



berupa



temperatur



detector, smoke detector, break glass disesuaikan dengan keadaan bangunan dan kemungkinan macam kebakaran. 



Fungsi dan sifat bangunan.







Mempertimbangkan keadaan bangunan ; adanya sistem tata udara/AC, ketinggian dan luasan setiap ruangan.







Kaitan teknis dengan sistem fire fighting/pemadam kebakaran dan terhadap sarana instalasi lainnya seperti listrik, pintu-pintu kebekaran, dan tanda-tanda lainnya.



(4) Deskripsi 



Pendeteksian adanya bahaya kebakaran sedini mungkin dengan cara deteksi otomatis maupun cara manual. Deteksi kebakaran disesuaikan dengan kondisi ruangan serta kemungkinan-kemungkinan sumber kebakaran melalui peralatan : Temperature detector ( fixed atau rate of rise ), smoke detector (optical smoke detector ), manual glass detector dan lain-lain.







Melalui suatu central processor signal tanda kebakaran diproses selanjutnya sesuai prosedur fire safety, antara lain :



E - 132



USULAN TEKNIS xxxxxxxx







Pengendalian ; pintu kebakaran, pintu pelarian, sistem ventilasi tangga pelarian dan tempat-tempat vital.







Pengendalian dengan suara, peringatan untuk melakukan pengungsian, tenggang waktu terhadap zone atau lantai.







Peralatan ( relay ) fungsi proteksi seperti ; stop AC, motor/pompa, buka ventilasi asap/panas dan lain-lain.







Menyalakan lampu darurat.







Pengendalian pemadam kebakaran secara otomatis.



(5) Detector 



Smoke detector ; digunakan optical smoke detector yang lebih peka namun lebih aman terhadap false alarm dan kecepatan udara.







Heat Detector ; Fixed atau Rate of Rise heat detector digunakan



pada



tempat-tempat



tertentu



seperti



basement/parkir dan lain-lain. 



Manual push button / manual call box.



(6) Central Processor 



Sebagai pusat sistem fire alarm dan time delay terhadap zone kebakaran dan kepada zone-zone / lantai-lantai terdekat yang dapat diprogram sistem recording dan supervisi.







“ Central Processor / Fire Management System “ ini akan mempunyai kaitan operasional, kontrol dan supervisi kepada sub-system lainnya seperti :  Sistem mati-nyala peralatan-peralatan tertentu.  Warning ke sistem fire fighting.  Fire Brigade kota.  Fire man telephone jack.



e) Sistem dan Jaringan Telepon E - 133



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



Sistem telepon sebagai prasarana telekomunikasi baik intern maupun extern didalam memenuhi fungsi Gedung.  Berdasarkan peraturan-peraturan dan standard PERUMTEL.  Peraturan Umum Instalasi Listrik ( PUIL ) yang berlaku.  Arahan dan kebutuhan dari pihak pemilik. (1) Sistem Distribusi 



Dalam perancangan sistem telepon dari Private Automatic Branch Exchange (PABX) yang sudah ada di, kemudian didistribusikan ke terminal box - terminal box ( TB ) yang ada disetiap gedung serbaguna dan guest house kemudian dari TB ke outlet pesawat telepon dimana telepon langsung yang disediakan untuk kebutuhan pada setiap lantai.







Untuk kabel distribusi telepon menggunakan kabel telepon yang di rekomendasikan PERUMTEL.



(2) Sistem dan Jaringan Data (3) Sistem Tata Suara (4) Deskripsi 



Sistem tata suara sebagai prasarana untuk paging, back ground music dan car call.







Pada keadaan emergency atau pada keadaan kebakaran, maka sistem tata suara ini dapat di “ Over - Ride “ oleh sistem “ Voice & Evacuation System “ dari sistem fire alarm.







Pelayanan operasi sistem tata suara / paging system dapat dilakukan secara bangunan, per-zone, per lantai dan lainlain sesuai kebutuhannya.



(5) Sistem Distribusi Sentral Sound System/Tata Suara akan diambil dari yang sudah ada atau pasang baru, dari Sentral Tata Suara sinyal disalurkan ke Terminal Box ( TB ) pada setiap bangunan dengan menggunakan kabel NYMHY yang kemudian didistribusikan ke E - 134



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



ceiling speaker pada setiap lantai. (6) Sistem Speaker 



Loud speaker dengan sound pressure level ( SPL ) direncanakan berdasarkan standard bangunan Indonesia sebesar 70 - 80 dB dengan memperhitungkan faktor-faktor kerugian dengan fungsi jarak, dipilih ceiling speaker dengan kapasitas 3 - 5 Watt output dengan SPL 90 dB dan untuk didaerah parkir dengan horn speaker 10 - 20 Watt output.







Penempatan ceiling speaker merata pada ceiling dengan memperhatikan rencana ceiling.



(7) Sistem Tata Suara 



Untuk pemanggilan dibuat sistem yang terpisah dengan public address.







Signal dari paging mic diperkuat oleh power amplifier dan didistribusikan ke ruang tunggu dengan menggunakan kabel NYMHY 2 x 2,5 mm2.



f)



Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara : (1) Sistem Tata Udara & Ventilasi Mekanis dalam Gedung : 



Konsep pengkondisian udara dan ventilasi didasarkan pada konsep rancangan yang terpadu dengan konsep rancangan bidang lainnya terutama dengan bidang arsitektural, interior, tata cahaya serta penyediaan dan distribusi daya listrik. Selain itu kriteria serta ketentuan-ketentuan khusus yang dipersyaratkan, baik yang menyangkut fungsi ruangan, serta karakteristik pemakaian setiap ruangan, akan digunakan sebagai pertimbangan utama dalam perancangan ini.







Keterkaitan konsep rancangan sistem tata udara ini dengan bidang-bidang rancangan lainnya akan digunakan untuk E - 135



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



menentukan beberapa acuan rancangan antara lain : -



Orientasi bangunan



-



Jenis dan luas dinding bangunan



-



Jenis dan luas bahan interior bangunan



-



Jenis dan luas jendela



-



Fungsi dan peruntukan ruangan



-



Perkiraan beban kalor lampu dan peralatan lain



-



Kondisi udara luar



-



Kondisi udara perancangan



-



Perkiraan jumlah hunian



-



Fleksibilitas serta optimasi zoning dan distribusi udara atau air dingin



-



Pemilihan mesin-mesin utama sistem tata udara



(2) Sistem Pengkondisian Udara 



Dasar Perencanaan Dalam melakukan perhitungan beban pendinginan pada perancangan ini berdasarkan : (a) Temperatur udara luar - TWB



= 28 – 30 C



- TDB



= 35 C (Badan Meteorologi & Geofisika)



(b) Temperatur udara ruangan perencanaan - TDB



= 23 – 24 C



- RH



= ± 55%



(c) Perkiraan Beban Pendinginan (cooling load) 550 Btuh/m2. (d) Pertukaran udara untuk ventilasi perjam adalah : - Ruang Toilet/Pantry



=



15 - 30 kali



- Ruang Ruangan



=



15 - 30 kali E - 136



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



- Ruang Toilet/Dapur



=



10 - 15 kali



- Ruang Penyimpanan/Gudang



=



2-4



kali



(e) Perhitungan beban pendinginan : berdasarkan ASHRAE dan CARRIER dengan memperhatikan aspek-aspek antara lain : - Orientasi bangunan - Kondisi luar - Kondisi udara ruangan - Bulan terpanas - Lama operasi mesin A/C - Data teknis gedung : dinding, jendela, orang, electric, ventilasi dll. 



Dasar Pemilihan Sistem A/C Sistem A/C Single Split yang dipakai dengan pertimbangan sebagai berikut : (a) Efisiensi daya listrik (b) Refrigerant yang non CFC (c) Sistem peralatan tidak rumit (d) Biaya perawatan rendah



g) Sistem dan Jaringan Air Bersih Dasar perencanaan air bersih berdasarkan atas kebutuhan air bersih untuk setiap orangnya adalah sebesar 50 – 60 liter perorang perhari untuk Gedung Assesment. Sumber air bersih berasal dari jaringan distribusi sumur dalam (Deep Well) yang sudah ada dan untuk memenuhi kebutuhan air bersih , direncanakan untuk membuat Menara Air Atas (elevated reservoir), dengan volume yang akan ditentukan kemudian. Air bersih digunakan untuk memenuhi kebutuhan : 1. Toilet E - 137



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



2. Shower, Wastafel, urinoir dll, Sistem pendistribusian air bersih untuk bangunan dilakukan secara gravitasi. Menara air disuplai dari ground reservoar yang sudah ada atau pasang baru melalui sistem pemompaan. Sistem pompa distribusi bekerja sebagai berikut : 1. Pompa air bersih start bila tinggi level air di roof tank pada posisi minimum. 2. Pompa air bersih stop bila tinggi level air di roof tank pada posisi maksimum h) Sistem dan Jaringan Air Kotor Seluruh air buangan dari bangunan berupa buangan air kotor yang berasal dari water closet, urinal dibuang ke Septic tank. Sedangkan air buangan yang berasal dari floor drain, lavatory dan dapur dibuang langsung ke drainase. i)



Sistem dan Jaringan Air Hujan Terjadinya konsentrasi aliran air hujan akibat dibangunnya berbagai fasilitas perlu penyaluran yang terkendali/terintegrasi, baik di dalam lokasi perencanaan maupun keluar agar tidak menimbulhan dampak negatif terhadap lingkungan. Sistem resapan (sumur resapan) diintegrasikan dengan sistem saluran air hujan agar selain akan mengurangi beban keluar lokasi perencanaan, juga untuk menjaga cadangan air dalam tanah. Air hujan yang jatuh di atap bangunan disalurkan melalui pipa-pipa tegak PVC yang kemudian disalurkan ke resapan setelah itu dibuang ke saluran kota .



j)



Sistem Persampahan



k) Sistem Penanggulangan Kebakaran Beberapa



pertimbangan



dalam



merencanakan



sistem



penanggulangan kebakaran untuk bangunan ini adalah : 1. Faktor keselamatan penghuni dan peralatan gedung E - 138



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



2. Jaminan keandalan peralatan-peralatan



penanggulangan



kebakaran 3. Kemudahan operasional bagi operator dan atau penghuni (1) Dasar-dasar Perencanaan 



Perencanaan sistem penanggulangan kebakaran ini didasarkan atas kriteria-kriteria sebagai berikut :







Peraturan Daerah Setempat







Keputusan



Menteri



Pekerjaan



Umum,



No.



2/KPTS/1985 



Setiap unit fire hose cabinet mencakup 800 m² luas lantai







Setiap unit tabung APAR (portable fire extinguisher) mencakup 200 m² luas lantai







Jarak masimum antara dua unit pillar hidran = 150 m







Tekanan pada ujung nozzle/hose kira-kira 45 meter kolom air



(2) Peralatan pemadam kebakaran yang direncanakan adalah sebagai berikut : 



Unit-unit fire hose reel, termasuk tabung-tabung pemadam kebakaran (portable fire extinguisher)







Unit-unit



hidran



yang



dipasang



ditapak



(site),



termasuk unit siamese connection Unit-unit fire hose cabinet dipasang, dengan masing-masing unit melayani kira-kira 800 m². Unit ini dilengkapi dengan selang air berdiameter 65 mm sepanjang 30 m dan katup kontrol. Selain itu, disediakan pula landing valve untuk dimanfaatkan oleh Pemadam Kebakaran. Di tapak dipasang unit-unit siamese connection dan unit-unit pilar hidran yang ditempatkan diluar bangunan, dilokasi yang strategis. Unit-unit fire hose cabinet dan pilar hidran dilayani oleh suatu E - 139



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



sistem pipa tertutup (loop system) dan pompa pemadam kebakaran. E.2.11 Pra Rencana Teknis Pra Rencana Teknis merupakan penjabaran atau visualisasi dari Konsep Rencana Teknis yang telah dibuat, dalam bentuk perencanaan sistem bangunan secara menyeluruh, termasuk denah, tampak dan potongan bangunan yang dilengkapi dengan pemilihan bahan utama, tata letak dan sistem utilitasnya. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal perencanaan tersebut dibuat dalam beberapa alternatif sehingga dapat dilakukan evaluasi untuk mendapatkan alternatif terpilih yang optimal. Hasilnya tidak menutup kemungkinan merupakan kombinasi dari beberapa altenatif yang diajukan. Hasil dari Pra Rencana Teknis dapat digunakan untuk melakukan proses perijinan yang diperlukan dalam pembangunan. Disamping itu juga untuk membuat perkiraan biaya tahap awal untuk memberikan gambaran berapa besar anggaran yang perlu disiapkan. Dalam kondisi pagu anggaran telah ditentukan, maka perkiraan biaya tersebut dapat digunakan sebagai bahan evaluasi tindakan apa yang diperlukan agar pagu anggaran tersebut tidak dilampaui, atau bila secara fungsi hasil pra rencana tersebut perlu dipertahankan, maka anggaran harus direvisi dan dibuat pentahapan. Seluruh pekerjaan tersebut praktis dilakukan di studio, dengan melakukan koordinasi seperlunya antar disiplin untuk mendapatkan hasil perencanaaan yang menyeluruh (total design), sedangkan koordinasi dengan Pengguna Jasa dilakukan untuk mendapatkan persetujuan dan arahan pelaksanaan selanjutnya. Dari hasil kajian sementara, berdasarkan hasil analisis perkiraan kebutuhan fasilitas yang tercantum dalam KAK, hasil perencanaan yang ada serta berdasarkan hasil pengamatan di lokasi perencanaan, Pra Rencana Teknis bangunan yang diusulkan adalah seperti berikut : 1.



Pembuatan gambar rencana tapak



2.



Pembuatan gambar pra rencana bangunan (progam dan konsep ruang)



3.



Pembuatan perkiraan biaya pembangunan



4.



Pembuatan rencana kerja dan syarat-syarat E - 140



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



5.



Hasil konsultasi rencana dengan Dinas/Instansi.



Sesuai dengan konsep perencanaan yang menyeluruh tersebut, pra rencana teknis ini dilengkapi dengan perkiraan awal biaya pembangunannya. E.2.12 Ijin Perencanaan Hasil dari Pra Rencana Teknis dapat digunakan untuk melakukan proses perijinan yang diperlukan dalam pembangunan, dalam hal ini pengurusan ijin perencanaan atau planning perencanaan. Dasar Hukum Izin peruntukkan penggunaan tanah adalah Peraturan Daerah Kota Bandung, dan dasar hukum izin mendirikan bangunan (IMB) yang dikeluarkan Pemerintah Kota Bandung. E.2.13 Pengembangan Rencana Pengembangan rencana pada dasarnya adalah merupakan pengembangan dari pra rencana teknis terpilih, dengan pendekatan lebih teknis dan analitis yang didukung oleh perhitungan masing-masing disiplin yang terlibat. Dari alternatif terpilih pra rencana teknis tersebut kemudian ditentukan bahan utama bangunan yang akan digunakan (draft RKS), misalnya kolom dan lantai dari bahan beton bertulang, rangka atap dari baja dengan penutup atapnya dari genteng beton, serta bahan penutup/finishing. Penentuan bahan utama tersebut digunakan untuk melakukan analisis dan perencanaan dan perhitungan struktur bangunan yang menghasilkan dimensi pasti dari sistem struktur bangunan yang direncanakan. Setelah dimensi dari hasil perhitungan tersebut tertentu, maka dapat dilanjutkan dengan pembuatan denah, tampak dan potongan arsitektur bangunan dengan dimensi yang lebih akurat. Kemudian dibuat detail prinsip untuk digunakan sebagai pedoman dalam pembuatan gambar kerja dan Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS). Pada tahap ini desain interior turut berkoordinasi untuk mencapai arah desain yang diharapkan. Berdasarkan



gambar



tersebut



sistem



dan



jaringan



utilitas



dapat



dikembangkan pendetailannya. Pengembangan rencana ini dilengkapi dengan perkiraan biaya untuk bahan evaluasi agar arah pelaksanaan perencanaan masih sesuai dengan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam tahap ini koordinasi antar tenaga E - 141



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



ahli/disiplin perlu dilakukan lebih intensif karena seluruh hasil kajian masing-masing sudah menghasilkan dimensi yang lebih akurat sehingga diperlukan gambar koordinasi yang mengakomodasi seluruh kepentingan disiplin, dalam hal ini biasanya ditampung dalam gambar arsitektur. Sedangkan koordinasi dengan Pengguna Jasa untuk tahap ini hanya dilakukan bila kondisinya diperlukan, misalnya penentuan bahan utama. Hasil dari pekerjaan ini digunakan untuk perencanaan yang lebih detail, untuk proses perijinan (IMB), serta juga dapat digunakan untuk persiapan proses prakualifikasi penentuan calon kontraktor pelaksanaan pembangunan. E.2.14 Rencana Detail Rencana Detail (Detail Rancangan) merupakan gambar kerja dari seluruh disiplin yang diperlukan untuk digunakan sebagai dokumen pelelangan dan pedoman pelaksanaan pembangunan di lapangan. E.2.15 RKS dan RAB Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) merupakan penjelasan tertulis mengenai lingkup (kuantitas) pekerjaan dan persyaratan (kualitas) pelaksanaan pekerjaan yang harus dipenuhi oleh Kontraktor Pelaksana terpilih. Rencana Anggaran Biaya (RAB) merupakan rincian perkiraan biaya yang dibuat Konsultan Perencana (Penyedia Jasa) untuk memberikan gambaran lebih rinci biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan pembangunan yang direncanakan. Dalam hal ini sebagai acuan digunakan selain dokumen yang dikeluarkan secara resmi oleh pemda, juga data dan informasi hasil pantauan di lapangan agar pelaksanaan pembangunan dapat dilaksakan lebih mendekati kenyataan. Untuk hal ini dapat dilakukan dengan survei lapangan untuk mengetahui perkembangan yang ada, termasuk keberadaan bahan yang dipilih dan harga satuan yang terjadi. Rincian Rencana Anggaran Biaya (RAB) antara lain: a.



Daftar upah pekerja bangunan



b.



Daftar harga bahan bangunan



c.



Harga satuan pekerjaan



d.



Analisa harga satuan pekerjaan E - 142



USULAN TEKNIS xxxxxxxx



e.



Rencana anggaran biaya pekerjaan struktur



f.



Rencana anggaran biaya pekerjaan arsitektur



g.



Rencana anggaran biaya pekerjaan mekanikal dan elektrikal



h.



Rekapitulasi



E.2.16 Proses Lelang Pada tahapan ini Penyedia Jasa/Konsultan Perencana membantu pemilik proyek mulai dari persiapan, penyelenggaraan dan evaluasi penawaran dalam rangka mendapatkan calon pelaksana/kontraktor yang paling dapat dipertanggung jawabkan. Dalam hal ini termasuk menyusun dokumen pelelangan, serta membantu panitia pelelangan dalam program dan pelaksanaan pelelangan. Dokumen Perencanaan merupakan dokumen dari seluruh pekerjaan yang dilakukan Konsultan Perencana (Penyedia Jasa), sedangkan Dokumen lelang adalah dokumen yang dibuat untuk dijadikan bahan pelaksanaan lelang dalam rangka memilih Kontraktor Pelaksana yang dapat dipertanggungjawabkan. Penyusunan Dokumen lelang tergantung dari sistem pelaksanaan pembangunan yang dipilih : 



Sistem pembangunan yang menggunakan cara kontraktor umum (general contractor), seluruh dokumen perencanaan (gambar kerja) dijadikan Dokumen Lelang karena Kontraktor Terpilih hanya satu.







Sistem pembangunan bertahap, Dokumen Lelang disusun berdasarkan tahapan pembangunan yang dilakukan. Hal ini terjadi bila anggaran tidak tersedia dalam satu tahun anggaran.







Sistem pembangunan secara bertahap lain yang hampir sama, yaitu menggunakan cara kontraktor khusus sesuai komponen bangunan (fast track), dimana Dokumen Lelang disusun berdasarkan lingkup pekerjaan (komponen bangunan) yang direncanakan. Dalam hal ini biasanya penentuan tahapan pelaksanaan (pemilihan Kontraktor Pelaksana) berdasarkan pertimbangan bidang keahliannya sehingga diharapkan akan mendapatkan biaya pembangunan yang lebih murah, tetapi di sisi lain biaya pengawasan menjadi lebih besar. E - 143



USULAN TEKNIS xxxxxxxx







Pemilihan sistem pembangunan tersebut ditentukan berdasarkan situasi dan kondisi masing-masing, sehingga masih memungkinkan terjadinya perbedaan cara walaupun dalam lingkungan (pemerintahan) yang sama. Dalam hal ini bahan pertimbangan yang digunakan biasanya karena sifatnya non teknis yang tidak mungkin dilaksanakan dalam satu tahun anggaran, atau karena anggarannya terbatas. Pemilihan sistem pembangunan tersebut juga akan mempengaruhi terhadap pengawasan pelaksanaan pembangunan (Konsultan Pengawas atau Konsultan Manajeman Konstruksi).







Dalam hal penyusunan Dokumen Lelang tersebut sebaiknya dibuat setelah IMB dikeluarkan agar dalam pembangunannya tidak mengalami hambatan.







Proses lelang merupakan proses untuk menentukan Kontraktor Pelaksana yang dapat dipertanggung-jawabkan, dalam hal ini sesuai ketentuan yang berlaku untuk bangunan negara.



E - 144



USULAN TEKNIS Penyusunan DED UPT Pembibitan Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan



DINAS PANGAN DAN PERTANIAN KOTA BANDUNG



PENYUSUNAN DED UPT PEMBIBITAN TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA DAN PETERNAKAN



DIAGRAM ALIR PELAKSANAAN PEKERJAAN PENYUSUNAN DED UPT PEMBIBITAN TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA DAN PETERNAKAN



E - 145



USULAN TEKNIS Penyusunan DED UPT Pembibitan Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan



E.3. Organisasi Pelaksanaan Pekerjaan Organisasi pelaksanaan dalam pekerjaan Penyusunan DED UPT Pembibitan Tanaman Pangan, Hortikultura Dan Peternakan menyangkut hubungan antara pemberi tugas dengan pelaksana kerja. Untuk memudahkan dan memelihara efisiensi kerja, perlu disusun suatu organisasi pelaksanaan pekerjaan agar dapat berjalan lancar sesuai dengan maksud, tujuan dan sasaran serta jadwal yang telah ditetapkan. Pada dasarnya dalam penyusunan organisasi pelaksanaan pekerjaan tersebut menyangkut hubungan kerja antara pemberi tugas dan penerima/pelaksana pekerjaan. Dalam pelaksanaan pekerjaan, konsultan akan bertanggung jawab kepada Kuasa Pengguna Anggaran yang telah ditunjuk, dan akan melakukan konsultasi teknis dengan tim teknis daerah yang telah ditunjuk atau ditetapkan. E.3.1 Tim Konsultan Tim Konsultan terdiri dari : ketua tim konsultan (team leader), tenaga ahli, dan tenaga pendukung . 



Manager Proyek bertanggung jawab kepada Direktur Utama Konsultan terhadap pelaksanaan, kelancaran, dan penyelesaian proyek.







Ketua Tim Konsultan (team leader) bertanggung jawab secara keseluruhan kepada tim supervisi, mengkoordinasikan seluruh pekerjaan tim konsultan dengan dibantu oleh sub-bidang penelitian.







Tenaga Ahli yang merupakan sub-bidang penelitian, yang dirinci berdasarkan disiplin ilmu yang digunakan dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.







Tenaga



pendukung



bertugas



melaksanakan



tugas



studio



dan



kesekretariatan dalam pekerjaan ini. E.3.2 Struktur Organisasi Pekerjaan Penyusunan organisasi pelaksana kerja Penyusunan DED UPT Pembibitan Tanaman Pangan, Hortikultura Dan Peternakan menyangkut hubungan antara pemberi kerja dengan pelaksana kerja (konsultan), yang terdiri dari tenaga-tenaga ahli dari berbagai bidang beserta tenaga pendukungnya. E - 146



USULAN TEKNIS Penyusunan DED UPT Pembibitan Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan



Dalam melaksanakan pekerjaan yang dimaksud, konsultan akan membentuk satu tim yang dipimpin oleh team leader dengan didukung oleh beberapa tenaga ahli dan juga beberapa tenaga pendukung yang berkompeten. Untuk mengetahui lebih jelas, struktur organisasi pelaksanaan pekerjaan dapat dilihat pada gambar berikut.



E - 147



USULAN TEKNIS Penyusunan DED UPT Pembibitan Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan



DINAS PANGAN DAN PERTANIAN KOTA BANDUNG KONSULTAN PELAKSANA Direktur



PENYUSUNAN DED UPT PEMBIBITAN TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA DAN PETERNAKAN



Office Manager



Team Leader



Tim Teknis



Tenaga Ahli Bersertifikat  Ahli Landsekap  Ahli Interior Exterior  Ahli Struktur Konstruksi  Ahli Teknik Lingkungan  Ahli Mekanikal  Ahli Elektrikal  Ahli Pertanian  Ahli Peternakan  Ahli Cost Estimate



Keterangan:



 Ahli Planologi  Ahli Geoteknik



Garis Tugas Garis Koordinasi Garis Perintah



 Ahli Geodesi  Asisten Muda Geodesi



Tenaga Pendukung



Gambar E.8. Struktur Organisasi Pelaksanaan



E - 148



USULAN TEKNIS Penyusunan DED UPT Pembibitan Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan



E - 149