Ebn Kelompok A [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

EVIDANCE BASED NURSING (EBN) EFEKTIVITAS TOPICAL HEAT THERAPY PADA PENURUNAN INTENSITAS NYERI PASIEN ACUTE CORONARY SYNDROME KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA SISTEM KARDIOVASKULER SEMESTER GANJIL 2021/2022 DI RSUP DR. M. DJAMIL PADANG



CI Akademik : Ns. Dally Rahman, M.Kep, Sp.Kep.MB CI RSUP :



Ns. Hendria Putra, M.Kep, Sp. KMB Disusun Oleh Kelompok A: Ns. Zulaika Harissya, S.Kep Ns. Rahmiwati, S.Kep Ns. Ritta Farma, S.Kep Ns. Fajar Idul Syaputra, S.Kep



PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS 2021



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Konsep Acute Coronary Syndrome (ACS) Jantung adalah organ tubuh yang berfungsi memompa darah ke seluruh jaringan tubuh melalui pembuluh darah (Arteri), sebaliknya jantung menerima darah kembali melalui pembuluh darah balik (Vena). Untuk dapat menjalankan fungsinya otot-otot jantung mendapat pasokan darah melalui pembuluh darah yang disebut pembuluh darah koroner (Syukri, Panda, & Rotty, 2011). Pembuluh darah koroner merupakan penyalur aliran darah (membawa oksigen dan makanan yang dibutuhkan miokard agar dapat berfusi dengan baik (Djohan, 2004). Sebagaimana organ-organ tubuh lainnya, organ jantung memperoleh zat asam (oksigen) dan makanan (nutrisi) melalui pembuluh darah koroner tadi. Ketika pasokan oksigen dan nutrisi ke otot jantung berkurang (defisit) yang disebabkan karena pembuluh darah koroner mengalami penyempitan dengan akibat pasokan darah ke organ jantung melalui pembuluh darah koroner tadi berkurang, maka gangguan ini disebut PJK (Penyakit Jantung Koroner) (Syukri et al., 2011). Adanya aterosklerosis koroner dimana terjadi kelainan pada intima bermula berupa bercak fibrosa (fibrous plaque) dan selanjutnya terjadi ulserasi, pendarahan, kalsifikasi dan trombosis. Perjalanan dalam kejadian aterosklerosis tidak hanya disebabkan oleh faktor tunggal, akan tetapi diberati juga banyak faktor lain seperti : hipertensi, kadar lipid, rokok, kadar gula darah yang abnormal (Djohan, 2004). Gambaran klinis PJK termasuk iskemia tanpa gejala, angina pektoris stabil, angina tidak stabil, infark miokard, gagal jantung, dan kematian mendadak (sudden death). Kejadian-kejadian yang bersifat akut dan memiliki risiko kematian tinggi telah dikategorikan kedalam Sindroma Koroner Akut (SKA) (Syukri et al., 2011).



1.1.1



Pengertian Sindroma Koroner Akut (SKA) atau Acute Caronary Syndrome



(ACS) adalah sindroma klinik yang mempunyai dasar fisiologi yang sama yaitu adanya erosi, fisura, ataupun robeknya plak atheroma sehingga menyebabkan



trombosis



intravaskular



yang



menimbulkan



ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard (Majid, 2007). Ketiga gangguan ini disebut Sindrom Koroner Akut karena gejala awal serta manajemen awal sering serupa yaitu sebuah kondisi yang melibatkan ketidaknyamanan dada atau gejala lain yang disebabkan oleh kurangnya oksigen ke otot jantung (miokardium) dan \merupakan sekumpulan manifestasi atau gejala akibat gangguan pada arteri koronaria (Torry, Panda, & Ongkowijaya, 2013). 1.1.2



Klasifikasi Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia,



(2015) menyatakan bahwa berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi: a. Infark Miokard dengan Elevasi Segmen ST (STEMI: ST segment Elevation Myocardial Infarction) Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi koroner perkutan primer. Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil peningkatan marka jantung.



b. Infark Miokard dengan Non Elevasi Segmen ST (NSTEMI: NonST segment Elevation Myocardial Infarction) NSTEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo normalization, atau bahkan tanpa perubahan. Ditambah lagi dengan peningkatan marka jantung. Marka jantung yang lazim digunakan adalah Troponin I/ T atau CKMB. Bila hasil pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi Infark Miokard Akut Segmen ST Non Elevasi (NonST Elevation Myocardial Infarction, NSTEMI). c. Angina Pektoris Tidak Stabil (UAP: Unstable Angina Pectoris) Disebabkam primer oleh kontraksi otot poles pembuluh koroner sehingga mengakibatkan iskeia miokard. patogenesis spasme tersebut hingga kini belum diketahui, kemungkinan tonus alphaadrenergik yang berlebihan (Histamin, Katekolamin Prostagglandin). Selain dari spame pembuluh koroner juga disebut peranan dari agregasi trobosit. penderita ini mengalami nyeri dada terutama waktu istirahat, sehingga terbangun pada waktu menjelang subuh. Manifestasi paling sering dari spasme pembuluh koroner ialah variant (prinzmental) (Djohan, 2004). Pada angina pektoris tidak stabil marka jantung tidak meningkat secara bermakna. Pada sindroma koroner akut, nilai ambang untuk peningkatan CKMB yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal atas (upper limits of normal). 1.1.3



Patofisiologi Patofisiologi SKA melibatkan ateroskelerosis yang merupakan proses



terbentuknya plak yang berdampak pada intima dari arteri. Proses aterosklerosis ini terjadi sepanjang usia sebelum akhirnya



memberikan



manifestasi



klinis.



Beberapa



faktor



risiko



yang



mempengaruhi proses ini adalah hiperkolesterolemia, hipertensi, diabetes, dan merokok. Faktor risiko ini merusak endotelium pembuluh darah dan akhirnya menyebabkan disfungsi endotel yang membantu



proses



aterosklerosis (Myrtha, 2012). Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard) (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015). 1.1.4



Pengkajian Dengan mengintegrasikan informasi yang diperoleh dari anamnesis,



pemeriksaan fisik, elektrokardiogram, tes marka jantung, dan foto polos dada, diagnosis awal pasien dengan keluhan nyeri dada



dapat



dikelompokkan sebagai berikut: non kardiak, Angina Stabil, kemungkinan SKA, dan definitif SKA a. Anamnesis Faktor risiko SKA dapat dibagi dua: pertama adalah faktor risiko yang dapat diperbaiki (reversible) atau bisa diubah (modifiable), yaitu: hipertensi,



kolesterol,



merokok,



obesitas,



hiperurisemia, aktivitas fisik kurang, stress, dan



diabetes



mellitus,



gaya hidup (life style) dan faktor risiko yang tidak dapat diperbaiki seperti usia, jenis kelamin, dan riwayat penyakit keluarga. Efek rokok adalah menambah beban miokard karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi oksigen akibat inhalasi karbonmonoksida atau dengan kata lain dapat menyebabkan takikardi, vasokonstriksi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh darah, dan merubah 5-10% Hb menjadi karboksi-Hb sehingga meningkatkan risiko terkena sindrom koroner akut. Hipertensi dapat berpengaruh terhadap jantung melalui meningkatkan beban jantung



sehingga



menyebabkan



hipertrofi



ventrikel



kiri



dan



mempercepat timbulnya aterosklerosis karena tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria sehingga memudahkan terjadinya aterosklerosis koroner. Kolesterol, lemak, dan substansi lainnya dapat menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah arteri, sehingga lumen dari pembuluh darah tersebut menyempit dan proses ini disebut aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini akan menyebabkan aliran darah menjadi lambat bahkan dapat tersumbat sehingga aliran darah pada pembuluh darah koroner yang fungsinya memberi oksigen ke jantung menjadi berkurang. Kurangnya oksigen akan menyebabkan otot jantung menjadi lemah, nyeri dada, serangan jantung bahkan kematian mendadak (Torry et al., 2013). Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan/ berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini



dapat berlangsung intermiten/ beberapa menit atau



persisten (> 20 menit). Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis, mual/ muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan



sinkop. Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion), sesak napas yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015). Nyeri dengan gambaran di bawah ini bukan karakteristik iskemia miokard (nyeri dada non kardiak): 1) Nyeri pleuritik (nyeri tajam yang berhubungan dengan respirasi atau batuk) 2) Nyeri abdomen tengah atau bawah 3) Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama di daerah apeks ventrikel kiri atau pertemuan kostokondral. 4) Nyeri dada yang diakibatkan oleh gerakan tubuh atau palpasi 5) Nyeri dada dengan durasi beberapa detik dan menjalar ke ekstremitas bawah b. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus



iskemia,



komplikasi



iskemia,



penyakit



penyerta



dan



menyingkirkan diagnosis banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung Angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal menjalar ke lengan kiri, leher, area interskapuler, bahu, atau epigastrium; berlangsung intermiten atau persisten (> 20 menit); sering disertai diaphoresis, mual/ muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop, ronkhi basah halus dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk mengidentifikasi komplikasi iskemia. c. Pemeriksaan Penunjang a) Pemeriksaan Elektrokardiogram Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang mengarah kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin sesampainya di ruang gawat



darurat. Sebagai tambahan, sadapan V3R dan V4R, serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien dengan perubahan EKG yang mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan V7-V9 juga harus direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal nondiagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang setiap keluhan angina timbul kembali. Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan



keluhan



nondiagnostik,



angina



LBBB



cukup



(Left



bervariasi,



Bundle



Branch



yaitu: Block)



normal, baru/



persangkaan baru, elevasi segmen ST yang persisten (≥ 20 menit) maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T. Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2 sadapan yang bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis STEMI untuk pria dan perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV. Pada sadapan V1- V3 nilai ambang untuk diagnostik beragam, bergantung pada usia dan jenis kelamin. Nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V1-3 pada prian usia ≥ 40 tahun adalah ≥ 0,2 mV, pada pria usia < 40 tahun adalah ≥ 0,25 mV. Perempuan nilai ambang elevasi segmen ST di lead V1-V3 tanpa memandang usia, adalah ≥ 0,15 mV. Bagi pria dan wanita, nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V3R dan V4R adalah ≥ 0,05 mV.



Tabel 2.1 Lokasi Infark Berdasarkan Sadapan EKG Sadapan dengan Deviasi Segmen ST V1 – V4 V5-V6, I, aVL II, III, aVF V7-V9 V3R, V4R



Lokasi Iskemia atau Infark Anterior Lateral Inferior Posterior Ventrikel kanan



Sumber: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015 Persangkaan adanya infark miokard menjadi kuat jika gambaran EKG pasien dengan LBBB baru/persangkaan baru juga disertai dengan elevasi segmen ST ≥ 1 mm pada sadapan dengan kompleks QRS positif dan depresi segmen ST ≥ 1 mm di V1-V3. Adanya keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG tidak ditemukan elevasi segmen ST yang persisten, diagnosisnya adalah infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI) atau Angina Pektoris tidak stabil (APTS/ UAP). Depresi segmen ST yang diagnostik untuk iskemia adalah sebesar ≥ 0,05 mV di sadapan V1-V3 dan ≥ 0,1 mV di sadapan lainnya. Bersamaan dengan depresi segmen ST, dapat dijumpai juga elevasi segmen ST yang tidak persisten (< 20 menit), dan dapat terdeteksi di > 2 sadapan berdekatan. Inversi gelombang T yang simetris ≥ 0,2 mV mempunyai spesifitas tinggi untuk



untuk



iskemia



akut



(Perhimpunan



Dokter



Spesialis



Kardiovaskular Indonesia, 2015). b) Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan marka jantung dengan Creatinin Kinase MB (CKMB) atau troponin I/ T merupakan marka nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard. Troponin I/ T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi dari CKMB. Peningkatan



marka jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab koroner/ nonkoroner). Troponin I/ T juga dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis/perikarditis.



Keadaan



nonkardiak



yang



dapat



meningkatkan kadar troponin I/ T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit neurologik akut, emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T dan troponin I memberikan informasi yang seimbang terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin T. Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CKMB atau troponin I/ T menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA, pemeriksaan hendaknya diulang 8- 12 jam setelah awitan angina. Jika awitan SKA tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan hendaknya diulang 6- 12 jam setelah pemeriksaan pertama. Kadar CKMB yang meningkat dapat dijumpai



pada



seseorang



dengan



kerusakan



otot



skeletal



(menyebabkan spesifisitas lebih rendah) dengan waktu paruh yang singkat yaitu 48 jam. Mengingat waktu paruh yang singkat, CKMB lebih terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang). Data



laboratorium,



disamping



marka



jantung,



yang



harus



dikumpulkan di ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi ginjal dan panel lipid. c) Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan foto polos dada. Tujuan pemeriksaan adalah untuk membuat diagnosis banding, identifikasi komplikasi dan penyakit penyerta. 1.1.5



Tindakan Umum dan Langkah Awal Sasaran pengobatan SKA pertama adalah menghilangkan rasa sakit



dan cemas. Kedua mencegah dan mengobati sedini mungkin komplikasi (30-40%) yang serius seperti payah jantung, aritmia, thrombo-embolisme, pericarditis, ruptur m. papillaris, aneurisma ventrikel, infark ventrikel kanan, iskemia berulang dan kematian mendadak (Djohan, 2004). Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (2015) terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan marka jantung adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan. a. Tirah baring b. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2 arteri < 95% atau yang mengalami distres respirasi c. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri d. Aspirin 160- 320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui intoleransinya terhadap aspirin. Aspirin tidak bersalut lebih terpilih mengingat absorpsi sublingual (dibawah lidah) yang lebih cepat. Pada pembuluh darah koroner, agregrasi platelet dan pembentukan trombus dilakukan oleh troboksan A2 (TXA-2) yang dihasilkan oleh platelet yang teraktivasi dan dikatalisis oleh enzim siklooksigenase 1 (COX-1). Pemberian Aspirin bertujuan untuk membatasi trombus. Aspirin menghambat COX-1 dalam platelet, menghambat produksi TXA-2 dan agregrasi platelet. Pasien yang alergi aspirin bisa diberikan clopidogrel 300 mg (Fletcher, 2007). e. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate) Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/ hari. Pada pasien yang direncanakan untuk terapi



reperfusi



menggunakan agen



fibrinolitik, penghambat reseptor ADP yang dianjurkan adalah clopidogrel. Pasien STEMI yang direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik dengan dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75 mg/ hari.



f. Nitrogliserin (NTG) spray/ tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat jika nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti. g. Morfin diberikan sebagai analgesik, untuk mengurangi kecemasan pasien dan menurunkan respon adrenalin, frekuensi nadi (heart rate), tekanan darah dan kebutuhan oksigen miokard (Fletcher, 2007). Pemakaian morfin dosis rendah 5- 10 mg memiliki efek analgesia yang disertai hilangnya fungsi sensorik, eksitasi, depresi nafas, miosis, suhu badan menurun, psikomotor menurun, letargi dan apatis. Masa kerja morfin 4-5 jam (Hartadi & Liman, 2000). 1.2 Teoritis Nyeri 1.2.1



Definisi Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang disertai oleh kerusakan jaringan secara potensial dan actual (International Association for the Study of Pain [IASP], dalam Potter & Perry, 2013). Nyeri adalah sebuah fenomena multidimensional dan sangat sulit untuk mengartikan oleh karena itu nyeri adalah suatu pengalaman yang subjektif dan personal (Black & Hawks, 2009).



1.2.2



Proses Terjadinya Nyeri Sistem saraf tepi meliputi saraf sensorik yang khusus mendeteksi kerusakan jaringan dan menimbulkan sensasi sentuhan, panas, dingin nyeri dana tekanan. Reseptor yang menyalurkan sensasi nyeri disebut nosiseptor (Kozier, Berman & Snyder, 2010). Proses yang berhubungan dengan persepsi nyeri dapat digambarkan sebagai nosisepsi (Kozier, Berman & Snyder, 2010). Terdapat empat proses yang terlibat dalam nosisepsi yaitu :



a. Transduksi Transduksi adalah proses stimulus berbahaya (cedera jaringan) memicu



pelepasan



mediator



serotonin,



histamine),



kimia yang



(misalnya,



prostaglandin,



mensensitasi



nosiseptor.



bradikinin, Stimulasi



menyakitkan atau berbahaya juga menyebabkan pergerakan ion-ion menembus membran sel, yang membangkitkan nosiseptor (Paice, 2002 dalam Kozier, Berman & Snyder, 2010). Transduksi terjadi saat konversi stimulus mekanik, termal atau kimia beracun menjadi sinyal listrik yang disebut dengan potensial aksi. Stimulus berbahaya yang timbul saat adanya kerusakan jaringan, suhu (misalnya, kulit terbakar), mekanik (misalnya sayatan bedah) atau rangsangan kimia (misalnya, zat beracun), menyebakan pelepasan berbagai bahan kimia ke dalam jarinagan yang rusak. Bahan kimia lainnya dikeluarkan oleh sel mast (misalnya, serotonin, histamine, bradikinin, dan prostaglandin), dan makrofag (Lewis et al., 2011). Sifat-sifat reseptor sehingga yang intens berbeda dalam beberapa hal penting mendeteksi baik intensitas rendah, stimuli normal atau rangsangan berbahaya (Kidd & Urban, 2001). b. Transmisi Transmisi adalah proses dimana sinyal rasa sakit diteruskan dari bagian perifer ke susum tulang belakang dan kemudian ke otak, dimana potensial aksi diteruskan dari tempat cedera ke spinal cord kemudian dari spinal cord diteruskan ke otak dan hipotalamus, kemudian dari hipotalamus diteruskan ke korteks untuk kemudian diproses (Lewis et al., 2011). Transmisi adalah serangkaian kejadian- kejadian neural yang membawa impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi melibatkan saraf aferen yang terbentuk dari serat saraf berdiameter kecil ke sedang serta yang berdiameter besar (Davis, 2003 dalam Ardinata 2007). Proses ini meliputi tiga segmen (McCaffery & Pasero, 1999 dalam Kozier, Berman & Snyder, 2010) yaitu: 1) Segmen pertama Impuls nyeri berjalan dari serabut saraf tepi ke medulla spinalis. Zat P bertindak sebagai neurotransmitter



yang meningkatkan



pergerakan impuls



menyeberangi sinaps saraf dari neuron afferent primer ke neuron ordo ke dua di kornu dorsalis medulla spinalis. Dua tipe



serabut noiseptor



menyebabkan transmisi ini ke kornu dorsalis medulla spinalis yaitu serabut C, yang mentranmisikan nyeri tumpul yang berkepanjangan dan serabut A delta mentranmisikan nyeri tajam dan lokal, 2) Segmen kedua segmen ini meliputi transmisi dari medulla spinalis dan asendens melalui traktus spinotalakmikus ke batang otak dan thalamus, dan 3) Segmen ketiga melibatkan transmisi sinyal antara thalamus ke korteks sensorik, somatik tempat terjadinya persepsi nyeri. c. Persepsi Persepsi adalah titik di mana seseorang menyadari rasa sakit. sedangkan korteks



berhubungan



dengan



somatosensorik



korteks



terutam



mengidentifikasi lokasi dan intensitas nyeri (Potter & Pery, 2013). Menurut Lewis et al., (2011) persepsi terjadi ketika terjadinya nyeri, pengakuan serta ditanggapi oleh individu yang mengalami rasa nyeri. Persepsi adalah ketika klien menjadi sadar rasa sakit. Persepsi nyeri adalah jumlah kegiatan yang kompleks dalam sistem saraf pusat yang dapat membentuk karakter dan intensitas nyeri yang dirasakan dan menganggap arti rasa sakit. Konteks psikososial situasi dan makna rasa sakit berdasarkan pengalaman masa lalu dan harapan masa depan membantu membentuk respon perilaku yang mengikutinya (Kozier, Berman & Snyder, 2010). c. Modulasi Penghambatan impuls ini nyeri adalah tahap keempat dan terakhir dari nociceptive yang proses yang dikenal sebagai modulasi (Pasero & McCaffery, dalam Potter & Perry, 2013). Sering digambarkan sebagai "sistem yang menurun" Proses ini terjadi ketika neuron di thalamus dan batang otak mengirim sinyal kembali ke horn dorsal sumsum tulang belakang (Kozier et al., 2010).



1.2.3



Tingkat Nyeri Tipe nyeri dapat



dikelompokan



berdasarkan



waktu,



tempat



dan



penyebabnya (Kozier, Berman & Snyder, 2010). a. Menurut waktu nyeri : •



Nyeri akut Nyeri akut adalah nyeri yang yang umumnya berlangsung dalam waktu singkat atau kurang dari enam bulan (Black & Hawks, 2009) memiliki awitan mendadak atau lambat tanpa memperhatikan intesitasnya (Kozier, Berman & Snyder, 2010).







Nyeri kronik







Nyeri yang berlangsung lama, biasanya bersifat kambuhan atau menetap selama enam bulan atau lebih dan mengganggu fungsi tubuh (Kozier, Berman & Snyder, 2010)



b. Lokasi Nyeri 



Nyeri Kutaneous Menurut Kozier et al., (2010) Nyeri yang berasal dari kulit atau jaringan subkutan. Nyeri kutaneus dapat ditandai dengan onset mendadak dan tajam atau kualitas tetap atau dengan onset lambat dan kualitas seperti rasa terbakar, tergantung pada jenis serat saraf yang terlibat. Reseptor nyeri berakhir tepat dibawah kulit dan karena konsentrasi tinggi dari ujung saraf, atau juga sering disebut nyeri lokal dengan durasi pendek (Black & Hawks, 2009).







Nyeri Somatik Profunda Nyeri yang berasal dari ligament, tendon, tulang, pembuluh darah dan saraf. Nyeri somatic profunda menyebar dan cenderung berlangsung lebih lama dibandingkan nyeri kutaneus (Kozier, Berman & Snyder, 2010).







Nyeri Viseral Nyeri yang berasal dari stimulus reseptor nyeri rongga abdomen, cranium dan toraks. Nyeri visceral cenderung menyebar dan seringkali terasa seperti nyeri somatic profunda, yaitu rasa terbakar, nyeri tumpul atau merasa tertekan. Nyeri sering disebabkan oleh peregangan jaringan, iskemic, spasme otot (Kozier, Berman & Snyder, 2010). Nyeri visceral sangat sulit untuk dilokalisasi, dan beberapa cedera pada jaringan visceral terlihat seperti nyeri alih atau



referred pain, dimana sensasi telokalisir pada daerah yang tidak ada hubungannya dengan tempat terjadinya cedera (Black & Hawks, 2009). Nyeri disebabkan karena saraf eferen viseral akan terangsang selama terjadi kerusakan jantung., akan tetapi korteks serebral tidak dapat menentukan apakah nyeri berasal dari jantung. Karena rangsangan saraf melalui medulla spinalis T1-T4 yang juga merupakan jalannya rangsangan saraf sensoris dari sistem somatid yang lain. c. Menurut tempat yang dirasakan 



Nyeri Menjalar Nyeri yang dirasakan disumber nyeri dan meluas ke jaringanjaringan disekitarnya, misalnya nyeri jantung tidak hanya dapat dirasakan didada tetapi juga dapat dirasakan dibahu kiri maupun kelengan (Kozier, Berman & Snyder, 2010).







Nyeri alih Nyeri alih adalah nyeri yang dirasakan di satu bagian tubuh yang cukup jauh dari jaringan yang menyebabkan nyeri. Misalnya, nyeri yang berasal dari sebuah bagian visera abdomen dapat dirasakan disuatu area kulit yang jauh dari organ yang menyebabkan nyeri (Kozier, Berman & Snyder, 2010). Nyeri alih adalah bentuk nyeri visceral dan dirasakan di daerah yang jauh dari tempat stimulus. Itu terjadi ketika serat syaraf yang melayani area tubuh yang jauh dari tempat stimulus lewat di dekat stimulus. Sensasi nyeri alih mungkin intens, dan mungkin ada sedikit atau tidak merasakan sakit pada titik stimulus berbahaya (Black & Hawks, 2009).







Nyeri tak tertahankan Nyeri tak tertahankan adalah nyeri yang sangat sulit diredakan. Salah satu contohnya adalah nyeri akibat keganasan stadium lanjut (Kozier, Berman & Snyder, 2010).







Nyeri neuropatik Nyeri neuropatik adalah nyeri akibat kerusakan system syaraf tepi atau syaraf pusat dimasa kini atau masa lalu dan mungkin tidak mempunyai sebuah stimulus, seperti kerusakan jaringan atau syaraf untuk rasa nyeri. Nyeri neuropatik berlangsung lama, tidak menyenangkan, dan dapat digambarkan sebagai rasa terbakar, nyeri tumpul dan nyeri tumpul yang berkepanjangan (Kozier, Berman & Snyder, 2010). Nyeri yang melibatkan sistem syaraf pusat atau system syaraf perifer (Gililland, 2008).







Nyeri bayangan Nyeri bayangan adalah sensasi rasa nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang telah hilang missal pada kaki yang telah di amputasi. Nyeri bayangan disebut juga dengan Phantom pain (Kozier, Berman & Snyder, 2010).







Breakthrough pain Breakthrough pain adalah nyeri yang datang tiba-tiba untuk jangka waktu yang singkat serta tidak dapat diatasi dengan manajemen nyeri yang normal oleh pasien. Hal ini sering terjadi pada pasien kanker yang sering memiliki tingkat latar belakang nyeri yang di kendalikan oleh obat-obatan (Black & Hawks, 2009).



1.2.4



Intesitas Nyeri Perawat melakukan asesmen nyeri pada semua pasien dengan menanyakan intensitas nyeri. Tunjukkan alat asesmen nyeri Visual Analog Scale (VAS) pada pasien dewasa dan anak (> 9 tahun). Pasien diminta untuk memilih skala yang sesuai tingkatan nyeri yang dirasakan. Gunakan skala nyeri dan kelompokkan dalam 3 kategori: a) 1-3: Nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari). b) 4-6: Nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari- hari). c) 7-10 : Nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)



1.2.5



Manajemen Nyeri a. Farmakologi 1) Analgesic opoid (narkotik) Analgesic opioid terdiri dari turunan opium, seperti morfin dan kodein opioid meredakan nyeri dan memberi rasa euphoria lebih besar dengan meningkatkan reseptor opiate dan mengaktivasi endogen (muncul dari penyebab didalam tubuh) Penekanan nyeri dalam susunan saraf pusat. Perubahan alam perasaan dan sikap serta perasaan sejahtera membuat individu lebih nyaman meskipun nyeri tetap dirasakan (Kozier, Berman & Snyder, 2010). 2) Obat-obatan anti-inflamasi non opioid/nonsteroid (non steroid anti inflammation drugs/ NSAID) Non opoid mencakup asetaminofen dan obat anti inflamasi non steroid (NSAID) seperti ibuprofen. NSAID memiliki efek anti inflamasi, analgesic, dan antipiretik. Obat-obatan ini menurunkan nyeri dengan bekerja pada ujung saraf tepi ditempat cedera dan menurunkan tingkat mediator inflamasi serta mengganggu produksi prostaglandin ditempat cedera (Kozier, Berman & Snyder, 2010) 3) Analgesic Penyerta Analgesic penyerta adalah obat yang bukan dibuat untuk penggunaan analgesic tetapi terbukti mengurangi nyeri kronik dan kadang kala nyeri akut, selain bekerja utamanya (Kozier, Berman & Snyder, 2010). b. Non-Farmakologi Menurut Mohammadpour, et al (2014) intervensi keperawatan yang dapat



dilakukan



untuk



manajemen



nyeri



dengan



teknik



nonfarmakologi yaitu penggunaan topical heat therapy dalam menurunkan nyeri dada pada pasien dengan Acute Coronary Syndrome. Penelitian dilakukan di Iran dengan memberikan terapi panas kepada 66 pasien yang terdiagnosa Acute Coronary Syndrome.



1.3



Penggunaan Topical Heat Therapy dalam penurunan Nyeri Topical Heat merupakan salah satu intervensi yang dapat diberikan dalam menurunkan nyeri. Terapi panas ini dapat memberikan rasa nyaman pada pasien dengan Acute Coronary Syndrome. Pada dasarnya penyakit jantung koroner dengan penyumbatan akan menghambat aliran darah sehingga akan terjadi penurunan oksigenasi ke miokard. Sumbatan tersebut akan menginflamasi pembuluh darah dan akan mengaktifkan bradikinin yang mengatar reseptor nyeri ke otak sehingga menimbulkan nyeri dada. Pemberian terapi panas berguna untuk melebarkan/dilatasi pembuluh darah sehingga nutrisi dan oksigenasi dalam jantung berjalan dengan lancar dan tidak menimbulkan nyeri (mohammadpour,2014). Panas dapat mensekresi hormon endorphin yang bertujuan memberikan kenyaman pada pasien dengan acute coronary syndrome. Pemberian



topical



heat



therapy



diberikan



di



ruangan



intensif



cardiovaskular. Topical heat therapy diberikan setelah 2 jam pasien masuk ruangan intensif. Perawatan rutin di ruangan tetap diberikan sekaligus mengkaji skala nyeri serta penentuan obat-obatan yang menurunkan nyeri dada pasien. Suhu air yang digunakan adalah 75 oC dengan penggunaan handuk, namun karena menghindari rasa terbakar dan kehilangan panas yang cepat, penggunaan handuk dikatakan kurang efisien dan lebih dianjurkan menggunakan hot pack dengan konsekuensi suhu akhir 500C. Terapi diberikan sampai suhu air 37 0 C, sekitar 30 menit selama 4 sesi per 12 jam. Hot Pack diberikan di dada sebelah kiri. Setelah intervensi diberikan kaji kembali skala nyeri pasien.



BAB III PENELUSURAN EVIDENCE 3.1



Pertanyaan Klinis Berdasarkan latar belakang yang sudah penulis uraikan diatas maka dapat



dirumuskan masalah dalam pertanyaan klinis “Pada pasien Acute Coronary Syndrome (ACS), apakah penggunaan Topical Heat Therapy dapat menurunkan tingkat nyeri pada dada?”. Untuk lebih jelasnya akan digambarkan dalam bentuk PICO seperti pada tabel dibawah ini : Tabel 2.1 Analisis PICO Unsur PICO (Terapi) P



Analisis



Kata Kunci



Pasien Acute Coronary



ACS



Syndrome (ACS) Topical Heat Therapy Topical Heat Therapy Standar intervensi klien Acute Coronary



I C



dengan ACS



Syndrome management



guidline Menurunkan tingkat nyeri Reduce chest pain



O



dada 3.2



Sumber Penelusuran dan Kata Kunci Penelusuran



Pedometer



jurnal



yang yang



berhubungan



dengan



penggunaan



dapat meningkatkan aktivitas fisik dan kualitas hidup pasien



menggunakan internet online data base yaitu: 1. http://www.sciencedirect.com 2. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 3. http://e-resources.perpusnas.go.id/



Tabel 2.2 Hasil Penelususran Evidence No 1



2



3



4



Sumber Penelusuran Sciencedirect Pubmed ACS Ditemukan 940 jurnal, dipersempit dengan Ditemukan 128 jurnal, nursing didapatkan 509 jurnal. dipersempit dalam 5 tahun Dipersempit dalam 5 tahun terakhir terakhir didapatkan 33 jurnal, didapatkan 294 jurnal, yang relevan 1. yang relevan 1. Topical Heat Ditemukan 142 jurnal, dipersempit dengan Ditemukan 68 jurnal, 5 tahun terakhir didapatkan 36 jurnal, yang dipersempit dalam 5 tahun Therapy relevan 1. terakhir ditemukan 12 dan yang relevan 1. Acute Coronary Ditemukan 479 jurnal, dipersempit dengan Ditemukan 189 jurnal, nursing didapatkan 216 jurnal. dipersempit dengan nursing Syndrome Dipersempit dalam 5 tahun terakhir didapatkan 56 jurnal, management didapatkan 102 jurnal, yang relevan 1. dipersempit 5 tahun dan guidline ditemukan yang relevan 1 jurnal. Reduce chest Ditemukan 479 jurnal, dipersempit dengan Ditemukan 189 jurnal, nursing didapatkan 216 jurnal. dipersempit dengan nursing pain Dipersempit dalam 5 tahun terakhir didapatkan 56 jurnal, didapatkan 102 jurnal, yang relevan 1. dipersempit 5 tahun dan ditemukan yang relevan 1 jurnal. Kata Kunci



Google Schoolar Ditemukan 49 jurnal, dipersempit 1 tahun, yang relevan 2. Ditemukan 35 jurnal, dipersempit 3 tahun terakhir dan di temukan yang relevan 2 jurnal. Ditemukan 27 jurnal dipersempit dengan nursing didapatkan 8 dan yang relevan 2. Ditemukan 27 jurnal dipersempit dengan nursing didapatkan 8 dan yang relevan 2.



3.3



Temuan Penelusuran Penulis menemukan lebih dari 2057 jurnal yang sesuai dengan kata kunci yang sudah ditetapkan. Akan tetapi, penulis hanya menemukan 2 jurnal yang relevan dengan topik EBN yang ditentukan oleh penulis. Selanjutnya penulis akan membahas 4 jurnal yang relevan dengan topik EBN seperti tabel dibawah ini: 1. The effects of topical heat therapy on chest pain in patients with acute coronary syndrome: a randomised double-blind placebo-controlled clinical trial Ali Mohammadpour, Batol Mohammadian, Mehdi Basiri Moghadam and Mahmoud Reza Nematollahi. Journal of Clinical Nursing, doi: 10.1111/jocn.12595 Published on 25 February 20142014 1. Effects of low-intensity exercise and home-based pulmonary rehabilitation with pedometer feedback on physical activity in elderly patients with chronic obstructive pulmonary disease Atsuyoshi Kawagoshi, Noritaka Kiyokawa, Keiyu Sugawara, Hitomi Takahashi, Shunichi Sakata, Masahiro Satake, Takanobu Shioya Respiratory Medicine, accepted 20 January 2015 http://dx.doi.org/10.1016/j.rmed.2015.01.008 2. Taking Healthy Steps: rationale, design and baseline characteristics of a randomized trial of a pedometer-based internet-mediated walking program in veterans with chronic obstructive pulmonary disease Carlos H Martinez, Marilyn L Moy, Huong Q Nguyen, Miriam Cohen, Reema Kadri, Pia Roman, Robert G Holleman, Hyungjin Myra Kim, David E Goodrich, Nicholas D Giardino and Caroline R Richardson. BMC Pulmonary Medicine 2014, 14:12 http://www.biomedcentral.com/1471-2466/14/12



N Peneliti o (Tahun) 1 Ali Mohammadpo ur, Batol Mohammadian Mehdi Basiri Moghadam and Mahmoud Reza Nematollahi.



Judul Penelitian The effects of topical heat therapy on chest pain in patients with acute coronary syndrome: a 25 February randomise 2014 d doubleblind placebocontrolled clinical trial



Metode Jumlah dan Peneltian Kriteria Sampel Parallel  Sampel : 10 pasien group,  KI: pasien diagnosis assessorACS yang diblind, tegakkan oleh ahli randomised jantung, memiliki controlled status hemodinamik trial (RCT) normal yang terlihat dari tanda-tanda vital, tidak memiliki riwayat kecanduan obat atau alkohol, tidak memiliki riwayat penyakit gastrointestinal atau muskuloskeletal dada atau gangguan psikologis, memiliki kemampuan berbicara dan memahami bahasa Persia, tidak mengalami pembengkakan, memar, edema atau



Intervensi Pada masuk



Hasil



saat



pasien



Hasil



ke



ruang



penelitian



rawatan, pasien yang



menunjukkan



memenuhi



kriteria



bahwa



inklusi



direkrut



kelompok



pada



untuk penelitian dan



kontrol



yang



dialokasikan ke salah



diberi



terapi



satu



panas plasebo



kelompok



belajar. Selama dua



tidak



jam pertama setelah



nurunkan



masuk, semua pasien



intensitas,



di kedua kelompok



durasi,



studi



frekuensi



menerima



perawatan setelah dinilai



itu



rutin



me-



dan



episode nyeri



pasien



secara



untuk



signifikan.



mengidentifikasi



Namun, hasil



intensitas nyeri dada,



penelitian



ini



Kekuatan dan Kelemahan Kekuatan dari penelitian ini adalah bahwa teknisi yang bertanggung jawab untuk baseline dan pengukuran terakhir dibutakan untuk alokasi pasien. Kelemahan dari penelitian ini yaitu ukuran sampel yang sangat kecil yaitu hanya dilakukan pada 10 sampel



luka di dada dan memiliki indeks massa tubuh 18 525.  KE : terdapat ketidakstabilan hemodinamik pada pasien



durasi dan frekuensi



mengungkap-



serta



kan



kebutuhan



untuk



terapi



bahwa



kelompok



analgesik



opioid.



eksperimen



Dua



setelah



yang diberikan



peneliti



topical



jam



masuk, memberikan



terapi



heat



therapy,



panas lokal kepada



intensitas



pasien



nyeri,



dalam



kelompok



dan frekuensi



eksperimen. pack



durasi



Hot



pertama-tama



pada kelompok



dihangatkan hingga



eksperimen



mencapai suhu 75 °



menurun



C dan ditempatkan



secara



tepat di dada pasien.



signifikan



Untuk



dengan p value



mencegah



kulit pasien terbakar, maka suhu hot pack akan kehilangan panas,dengan



sedikit