EGA OGIYAN PUTRI - LAPORAN PENDAHULUAN DEEP VEIN THROMBOSIS (RUANG TULIP) - Dikonversi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DEEP VEIN THROMBOSIS (DVT) Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Tahap Stase KMB



Disusun Oleh : EGA OGIYAN PUTRI (0432950921024)



PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANI SALEH 2021



1. PENGERTIAN ATAU DEFINISI Trombosis adalah terbentuknya bekuan darah dalam pembuluh darah. Trombus atau bekuan darah dapat terbentuk pada vena, arteri, jantung, atau mikrosirkulasi dan menyebabkan komplikasi akibat obstruksi atau emboli.15 Trombus adalah bekuan abnormal dalam pembuluh darah yang terbentuk walaupun tidak ada kebocoran. Trombus terbagi menjadi 3 macam yaitu trombus merah (trombus koagulasi), trombus putih (trombus aglutinasi) dan trombus campuran.Trombus merah dimana sel trombosit dan lekosit tersebar rata dalam suatu masa yang terdiri dari eritrosit dan fibrin, sering terdapat pada vena.Trombus putih terdiri dari fibrin dan lapisan trombosit, leukosit dengan sedikit eritrosit, biasanya terdapat dalam arteri. Bentuk yang paling sering adalah trombus campuran. Trombosis Vena Dalam (DVT) merupakan penggumpalan darah yang terjadi di pembuluh balik (vena) sebelah dalam.Terhambatnya aliran pembuluh balik merupakan penyebab yang sering mengawali TVD. Penyebabnya dapat berupa penyakit pada jantung, infeksi, atau imobilisasi lama dari anggota gerak. Deep Vein Thrombosis (DVT) adalah terbentuknya bekuan darah (trombus) pada salah satu vena dalam yang menyalurkan darah kembali ke jantung. Cedera traumatik merupakan salah satu faktor risiko penting untuk terbentuknya DVT. Pembentukan trombus melibatkan tiga faktor penting meliputi aliran darah, komponen darah, danpembuluh darah yang dikenal sebagai Virchow’s Triad. Temuan klasik nyeri pada betispada saat kaki dorsifleksi (Homans sign) merupakan tanda yang spesifik tetapi tidaksensitif dan terjadi pada setengah pasien dengan DVT. Trombosis vena dalam (deep vein thrombosis, DVT) merupakan kondisi di mana darah pada vena-vena profunda pada tungkai atau pelvis membeku. Embolisasi dari trombus menimbulkan emboli paru (pulmonary embolus, PE) sementara kerusakan vena lokal dapat menyebabkan hipertensi vena kronis dan ekstermitas pascaflebitis (postphlebisic, PPL). Kebanyakan trombus vena profund berasal dari ekstermitas bawah, banyak yang sembuh spontan dan lainnya menjadi lebih luas atau membentuk emboli. Trombosis pada vena poplitea, femoralis superfisialis, dan segmen-segmen vena ileofermoralis juga



sering terjadi. Amat banyak kasus emboli paru-paru yang terjadi akibat DVT pada venavena panggul dan ekstermitas bawah.



2. ETIOLOGI Beberapa



penelitian



sudah



mengidentifikasi



faktor-faktor



risiko



yang



dapatmenyebabkan terjadinya DVT pada pasien yang mengalami trauma. Faktor-faktor risiko ini umumnya bersifat kumulatif dan pasien biasanya memiliki lebih darisatu faktor risiko.4Sebuah sistem penilaian Risk Assesment Profile (RAP) dikembangkan oleh Greenfiled dan rekan-rekannya. Penelitian yang dilakukan oleh Gearhartdan rekanrekannya mendukung sistem penilaian tersebut, dimana pasien dengan RAP=5 memiliki resiko 3 kali lipat mengalami DVT daripada pasien dengan RAP < 5.3 Faktor risiko : a. Usia di atas 40 tahun b. Imobilisasi c. Obesitas d. Keganasan e. Sepsis f. Trombofilia g. Penyakit inflamasi usus h. Trauma i. Penyakit jantung j. Kehamilan Trias Virchow : 1. Statis 2. Jejas endotel 3. Hiperkoagulasi



Pada dasarnya penyebab utama DVT belum jelas, namun ada 3 faktor yang dianggap penting dalam pembentukan bekuan darah, hal ini dihubungkan dengan :



a. Statis aliran darah b. Kerusakan dinding pembuluh darah c. Perubahan daya beku darah Statis vena terjadi bila aliran darah melambat, seperti pada gagal jantung dan syock ; ketika vena berdilatasi, sebagai akibat terapi obat, dan bila kontraksi otot skeletal berkurang, seperti pada istirahat lama, paralysis ekstremitas atau anestesia. Tirah baring terbukti memperlambat aliran darah tungkai sebesar 50%. Kerusakan lapisan intima pembuluh darah menciptakan tempat pembentukan bekuan darah. Trauma langsung pada pembuluh darah, seperti pada fraktur atau dislokasi, penyakit vena dan iritasi bahan kimia terhadap vena, baik akibat obat atau larutan intra vena, semuanya dapat merusak vena. Kenaikan koagubilitas terjadi paling sering pada pasien dengan penghentian obat ani koagulan secara mendadak. Kontrasepsi oral dan sejumlah besar diskrasia dapat menyebabkan hiperkoagulabilitas.



3. PATOFISIOLOGI Pembentukan trombus melibatkan tiga faktor penting meliputi aliran darah, komponen darah, dan pembuluh darah yang dikenal sebagai Virchow’s Triad. Trauma mayor sering mempengaruhi salah satu atau ketiga faktor ini yaitu hiperkoagulabilitas, cedera endotel dan stasis vena. Pasien trauma dengan ketiga faktor tersebutsangat berisiko untuk mengalami DVT. Cedera langsung pada pembuluh darah dapat menyebabkan kerusakan tunika intima yang memicu trombosis sedangkan istirahat di tempat tidur dalam waktu yang cukup lama, imobilisasi, hipoperfusi dan paralisis yang lama dapatmemicu terjadinya stasis vena. Cedera tunika intima vena nampaknya menjadi penyebab utama terbentuknya DVT. Respon alami tubuh terhadap trauma vena adalah mengurangi pendarahan dari pembuluh darah yang rusak. Paparan protein-protein pada endotelium yang rusak memulai aktivasi dan proses adesi dari trombosit dan akhirnya memicu pembentukan trombin dan trombosis berikutnya. Hiperkoagulabilitas merupakan fenomena yang diketahui terjadi sesudah trauma. Seyfer dan rekan-rekannya



memperlihatkan bahwa kadar Antithrombin-III (AT III) menurun dengan cepat dalam beberapa jam sesudah terjadi trauma berat, yang mengindikasikan suatu keadaan hiper koagulabilitas. Statis atau lambatnya aliran darah merupakan predisposisi untuk terjadinya thrombosis dan tampaknya menjadi factor pendukung pada keadaan imobilisasi atau saat anggota gerak tidak dapat dipakai untuk jangka waktu lama. Imobilisasi (seperti yang timbul selama masa perioperasi atau pada paralisis) menghilangkan pengaruh pompa vena perifer, meningkatkan stagnasi dan pengumpulan darah di ekstremitas bawah. statis darah dibelakang daun katup dapat menyebabkan penumpukan trombosit dan fibrin, yang mencetuskan perkembangan thrombosis vena. Walaupun cedera endotel diketahui dapat mengawali pembentukan thrombus, lesi yang nyata tidak selalu dapat ditunjukkan. Tetapi, perubahan endotel yang tidak jelas, yang disebabkan oleh perubahan kimiawi, iskemia, atau peradangan dapat terjadi. Penyebab kerusakan endotel yang jelas adalah trauma langsung pada pembuluh darah (seperti fraktur dan cedera jaringan lunak) dan infuse intravena atau zat-zat yang mengiritasi (seperti kalium klorida, kemoterapi, atau antibiotic dosis tinggi. Hiperkoagulabiitas darah bergantung pada interaksi kompleks antara berbagai macam variable, termasuk endotel pembuluh darah, factor-faktor pembekuan dan trombosit, komposisi, dan sifat-sifat aliran darah. Selain itu, system fibrinolitik intrinsic menyeimbangkan system pembekuan melalui lisis dan disolusi bekuan untuk mempertahankan patensi vascular. Keadaan hiperkoagulasi timbul akibat perubahan salah satu variable ini. Kelainan hematologis, keganasan, trauma, terapi estrogen, atau pembedahan dapat menyebabkan kelainan koagulasi. Trombosis vena akan meningkatkan resistensi aliran vena dari ekstremitas bawah. Dengan meningkatnya resistensi, pengosongan vena akan terganggu, menyebabkan peningkatan volume dan tekanan darah vena. Thrombosis dapat melibatkan kantong katup dan merusak fungsi katup. Katup yang tidak berfungsi atau inkomptemen mempermudah terjadinya statis dan penimbunan darah di ekstremitas. Thrombus akan menjadi semakin terorganisir dan melekat pada dinding pembuluh darah apabila thrombus semakin matang. Sebagian akibatnya, risiko embolisasi menjadi lebih besar pada fase-fase awal thrombosis, namun demikian juga bekuan tetap dan dapat



terlepas menjadi emboli yang menuju sirkulasi paru. Perluasan progesif juga meningkatkan derajat obstruksi vena dan melibatkan daerahdaerah tambahan dari system vena. Pada akhirnya, patensi lumen mungkin dapat distabilkan dalam derajat tertentu (rekanalisasi) dengan retraksi bekuan dan lisis melalui system fibrinolitik endogen. Sebagian besar pasien memiliki lumen yang terbuka tapi dengan daun katup terbuka dan jaringan parut, yang menyebabkan aliran vena dua arah. Kerusakan lapisan intima pembuluh darah menciptakan tempat pembentukan pembekuan darah. Trauma langsung pada pembuluh darah, seperti pada fraktur atau dislokasi, penyakit vena dan iritasi bahan kimia terhadap vena, semua dapat merusak vena. Kenaikan Koagubilitas terjadi paling sering pada pasien dengan penghentian obat anti koagulan secara mendadak. Kontrasepsi oral dan sejumlah besar diskrasia dapat menyebabkan hiperkoagulabilitas. Trombofelitis adalah peradangan dinding vena dan biasanya disertai pembekuan darah. Ketika pertama kali terjadi bekuan pada vena akibat statis atau hiperkoagulabilitas tanpa disertai peradangan, maka proses ini dinamakan Flebotrombosit. Trombosis vena dapat terjadi pada semua vena namun sering terjadi pada vena ekstremitas. Gangguan ini dapat menyerang dengan baik vena supervisial mapun vena dalam tungkai. Pada vena supervisial, vena safena adalah yang paling sering terkena. Pada vena dalam tungkai yang sering terkena adalah vena iliofemoralis Trombos vena tersusun atas agregat trombosit yang menempel pada dinding vena, di sepanjang bangunan tambahan ekor yang mengandug fibrin, sel darah putih dan sel darah merah. Bekuan darah dapat membesar atau memanjang sesuai arah aliran darah akibat terbentuknya lapisan bekuan darah. Trombosis vena yang terus tumbuh ini sangat berbahaya karena sebagian bekuan dapat terlepas dan mengakibatkan oklusi emboli pada pembuluh darah paru. Fragmentasi dapat terjadi spontan karena bekuan secara alamiah bisa larut atau dapat terjadi sehubungan dengan peningkatan tekanan vena seperti saat berdiri tiba-tiba atau melakukan aktivitas otot setelah lama istirahat



4. MANIFESTASI KLINIS DVT secara klasik menimbulkan nyeri dan edema pada ekstremitas. Gejala-gejala inidapat muncul ataupun tidak, unilateral atau bilateral, ringan atau berat bergantung



padatrombus yang terbentuk. Trombus yang tidak menyebabkan obstruksi aliran vena seringasimptomatik. Edema merupakan gejala paling spesifik dari DVT. Trombus yang terdapat pada iliac bifurcation, vena pelvis, vena kava menimbulkan edema kaki yangbiasanya bilateral. Temuan klasik nyeri pada betis pada saat kaki dorsifleksi (Homanssign) merupakan tanda yang spesifik tetapi tidak sensitif dan terjadi pada setengahpasien dengan DVT.



5. KOMPLIKASI Komplikasi perdarahan dari pemberian Low-Molecular Weight Herpain (LMWH) sebagai profilaksis DVT bervariasi dari penurunan kadar hemoglobin sementara sampai perdarahan yang memerlukan intervensi (angiografi dan pembedahan). LMWH dikatakan meningkatkan insiden perdarahan mayor pada saat digunakan sebagai profilaksis DVT. Hal ini didukung oleh penelitian Geerts dan rekan-rekannya yang melakukan observasi pada pasien yang mendapatkan UFH mengalami episode perdarahan lebih sedikit dibandingkan LMWH (berturut-turut 0,6% vs 2,9%) namun tidak signifikan. Perdarahan diperkirakan mayor pada saat hemoglobin turun 2 g/dL atau lebih, atau transfusi lebih dari 2 unit packed red blood cell (PRC). LMWH dan UFH secara langsung dibandingkan pada tiga publikasi. Green dan rekan-rekannya menemukan insiden perdarahan non-fatal dari pemberian LMWH dan UFH berturut-turut 0% dan 9,5%. Mereka juga melaporkan 2 pasien (9%) meninggal karena PE masif pada kelompok UFH. Keseluruhan insiden (perdarahan atau trombosis) adalah 0% pada kelompok LMWH dan 34% pada kelompok UFH. Geerts dan rekanrekannya menemukan rata-rata perdarahan dari LMWH dan UFH berturut-turut 2,9% dan 0,6%. Mereka tidak menemukan adanya perdarahan fatal. Pada penelitian Spinal Cord Injury Thromboprophylaxis Investigators, rata-rata perdarahan untuk pemberian LMWH dan UFH berturut-turut 2,6% dan 5,3%. Dengan menggunakan analisis regresi, mereka mengidentifikasi umur lebih dari 50 tahun, kadar hemoglobin rendah dan pemberian profilaksis antikoagulan jangka pendek merupakan faktor prediksi mengalami perdarahan mayor memperlihatkan perbedaan komplikasi perdarahan dari pemberian LMWH pada beberapa kelompok penelitian.



Protamine sulphate secara efektif melawan efek antikoagulan dari UFH, namunhanya memiliki efek parsial pada LMWH. Diperkirakan 60% (utamanya aktivitasantifactor Xa) dari efek LMWH dinetralisis oleh protamine sulphate. Pemberian infusprotamine sulphate seharusnya tidak melebihi dosis maksimum yaitu 50 mg. Pemberiandosis ulangan protamine sulphate seharusnya dipertimbangkan pada saat perdarahanberlanjut dan tidak bergantung pada hasil antifactor Xa plasma atau kadar aPTT yangmemanjang.9Fresh Frozen Plasma (FFP) dan/atau rekombinan Factor VIIa efektifmelawan efek antikoagulan LMWH dan seharusnya diberikan pada pasien yang tidakstabil dengan perdarahan berat atau perdarahan pasca operasi.9Heparin Induced Thrombocytopenia (HIT) merupakan agregasi trombosit yangdimediasi imun sampai terjadi trombositopenia yang memiliki asosiasi kuat denganterbentuknya trombosis arterial dan vena. HIT secara khas terjadi antara hari 4 dan 14 dari terapi heparin. Berpotensi menimbulkan kejadian fatal, jika tidak terdeteksi dini,meliputi tromboemboli, PE dan perdarahan. Diagnosis HIT terdiri dari klinis(trombositopenia) dan deteksi serum (antibodi HIT).



6. PENATALAKSAAN fokus perawatan untuk pasien yang mengalami penyakit ini adalah meningkatkan aliran darah dan mencegah komplikasi. Pasien yang mengalami DVT berisiko tinggi mengalami perkembangan emboli baru. Strategi terapi mencakup terapi antikoagulan untuk mencegah perkembangan emboli, tirah baring, dananalgesik. Kompres hangat dan lebab dapat digunakan. Ukuran betis atau paha harus didapatkan setiap hari. Stoking elastis atau balutan juga dapat digunakan. Profilaksis terhadap DVT Indikasi Adanya faktor-faktor risiko Metode 1. Stocking kompresi mekanis (TED) 2. Heparin subkutan 5000 IU s.c. b.d. (warfarin 1 mg/hari, dekstran 70 iv 500 ml/hari). Terapi definitive DVT Antikoagulasi untuk 3-6 minggu : 1. Heparin i.v. (periksa efektivitas dengan APTT); wafarin (periksa efektivitas dengan PT). 2. Trombolisis



3. Trombektomi PE 1. Antikoagulan selama 3-6 bulan 2. Trombolisis 3. Embolektomi pulmonal 4. Penyaring IVC untuk PE rekuren walaupun dengan terapi, terapi antikoagulasi dikontraindikasikan, DVT “risiko tinggi” PPL 1. Elevasi ekstermitas 2. Kompresi 3. Balutan 4 lapis untuk penyembuhan ulkus 4. Stocking kompresi untuk memperthankan kompresi ekstermitas 5. Rekonstruksi katup vena



7. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. MRI Menentukan adanya karakteristik plag dari MS (bersama dengan gejala klinik, penemuan ini merupakan suatu kesimpulan). 2. Impedence plethysmography Menggunakan manset tekanan darah dan elektroda untuk menilai aliran darah dan volume cairan tubuh. 3. Blood Test a.) Cbc: untuk mengecek peningkatan hematocrit (risiko pembentukan thrombus) b.) Faktor kekentalan darah: kecepatan pembentukan kekentalan darah. c.) D-dimer:



peningkatan



D-dimer



mengidentifikasikan



adanya



proses



pembentukan thrombus. Doppler Ultrasound untuk menilai kecepatan aliran darah di pembuluh darah dan dapat mendeteksi kelainan alran darah. 4. Venograph Dilakukan dengan menyuntika bahan radiografi ke vena superfisial di atas kaki. Bahan kontras bercampur dengan darah dan mengalir melalui kaki. Gambar XRay dari kaki dan panggur akan menunjukan betis dan paha pembuluh darah, yang mengalir ke vena iliaka eksternal.



A. PENGKAJIAN FOKUS 1. Demografi DVT sebagai salah satu manifestasi dari Venous Thromboembolism (VTE) memiliki beberapa faktor risiko antara lain faktor demografi/lingkungan (usia tua, imobilitas yang lama), kelainan patologi (trauma, hiperkoagulabilitas kongenital, antiphospholipid syndrome, vena varikosa ekstremitas bawah, obesitas, riwayat tromboemboli vena, keganasan), kehamilan, tindakan bedah, obat-obatan (kontrasepsi hormonal, kortikosteroid). Meskipun DVT umumnya timbul karena adanya faktor risiko tertentu, DVT juga dapat timbul tanpa etiologi yang jelas ( idiopathic DVT). 2. Riwayat Kesehatan Risiko terjadinya DVT akan meningkat dengan bertambahnya usia, riwayat keluarga menderita DVT, perokok, dehidrasi, kanker, vena varikosa, operasi, penyakit jantung dan pernafasan, obesitas dan kehamilan. Studi tentang riwayat keluarga dan anak kembar menunjukkan faktor genetika berpengaruh sekitar 60% risiko DVT. Defisiensi anti thrombin, protein C dan protein S merupakan faktor risiko yang kuat pada DVT. 3. Data Fokus Terkait Perubahan Pola Fungsi dan Pemeriksaan Fisik Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang sangat penting dalam pendekatanpasien dengan kecurigaan mengalami DVT. Keluhan utama DVT biasanya adalah kakibengkak dan nyeri. Pada pemeriksaan fisik tanda-tanda klasik seperti edema kakiunilateral, eritema, hangat, nyeri, pembuluh darah superfisial teraba, dan Homans signpositif tidak selalu ditemukan. Pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan D-dimer dan penurunan Antithrombin (AT). Peningkatan D-dimer merupakan indikatoradanya trombosis aktif. Pemeriksaan laboratorium lain umumnya tidak terlalu bermaknauntuk mendiagnosis adanya DVT, tetapi membantu menentukan faktor resiko. 4. Pemeriksaan Penunjang a. Venografi atau flebografi



Venografi atauflebografi merupakan pemeriksaan standar untuk mendiagnosis DVT baik pada betis,paha maupun ileofemoral. b. Ultrasonografi (USG) Doppler (duplex scanning) c. USG kompresi d. Venous Impedance Plethysmography (IPG) e. Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI umumnya digunakan untuk mendiagnosis DVT padaperempuan hamil atau DVT pada daerah pelvis, iliaka dan vena kava dimana Duplexscanning pada ekstremitas bawahmenunjukkan hasil negatif.



B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri berhubungan dengan gangguan aliran balik vena 2. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema kronis pergelangan kaki 3. Resiko tinggi terhadap inefektifitas penatalaksanaan regimen terapeutik berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pencegahan kekambuhan trombosis vena dalam dan tanda-tand serta gejala-gejala komplikasi.



C. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL 1. Nyeri berhubungan dengan gangguan aliran balik vena Kriteria Hasil : a. Klien dapat melaporkan penurunan nyeri setelah mendapatkan tindakan penghilangan nyeri b. Nyeri (deskripsi, lokasi, durasi, intensitas (0-10), faktor-faktor pemberat, faktorfaktor penghilang, tanda-tanda dan gejala yang menyertai) Intervensi : a. Tinggika tungkai bawah yang sakit lebih tinggi dari ketinggian jantung untuk meningkatkan drainase vena



Rasional : nyeri vena biasanya diperburuk dengan posisi kaki menggantung dan sedikit menghilang dengan meninggikan kaki. b. Jelaskan perlunya mengindari Aspirin Obat-obatan yang mengandung aspirin ( bismuth, pepto-bismol, alka-seltzer, beberapa ramuan tradisional yang dingin dan menimbulkan alergi) Obat nonsteroid antiinflamasi ( advil, midol, motrin, indocin, felden) Rasional : produk ini mempengaruhi koagulasi trmbosit plasma c. Dokumentasi : Catatan pemberian obat, tipe, rute, dosis dari semua obat Catatan perkembangan respon terhadap tindakan penghilang nyeri Kondisi pergelangan kaki saat ini Penyuluhan klien Respon klien terhadap penyuluhan



PATHWAYS : Statis darah



Cedera dinding pembuluh darah



Gangguan pembekuan darah



Trombosis Vena



Vena tetap oklusi



Rekanalisasi Vena



Vena mengalami obstruksi



Emboli paru



Katup rusak



Tekanan vena distal 



Insufisiensi Vena kronis Oedema



Tekanan vena distal  Pe sirkulasi arteri



Varises



Ulkus Vena



Trombi lepas



Nadi perifer 



Statis Cairan



Gangren Vena



Pucat



Nyeri



Kurang pengetahuan Inflamasi



Ggn perfusi jaringan



DAFTAR PUSTAKA Grace, Pierce A., & Borley, Neil R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: Erlangga. Price, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M. 2007. Patofisiologi Volume 1: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC. Morton, Patricia Gonce dkk. 2012. Keperawatan Kritis Volume 1: Pendekatan Asuhan Holistik. Jakarta: EGC. Megasafitri, Dian., Wiargitha, & Maliawan, Sri. 2013. Low-Molecular Weight Heparin (LMWH) Sebagai Profilaksis Deep Vein Thrombosis (DVT) Pada Pasien Trauma. http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/6106/4597