4 0 552 KB
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA TN. A DENGAN DIAGNOSA MEDIS CIDERA KEPALA BERAT DI KASUS KEPERAWATAN KRITIS
Disusun Oleh: Elinaria 2017.C.09a.0836
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN Laporan Pendahluan dan Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh: Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: Elinaria
NIM
: 2017.C09a.0836
Program
: Sarjana Keperawatan
Judul
: Laporan pendahukuan dan asuhan keperawatan dengan diagnosa medis cidera kepala berat pada tn A di kasus keperawatan kritis Telah melaksanakan melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan
untuk menyelesaikan Praktik Pra Klinik IV (PPK IV) pada Program Studi Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya. Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh: Ketua Program Studi S1 Keperawatan
Pembimbing Akademik
Meilitha Carolina, Ners., M.Kep
Nia Pristina, S.Kep.,Ners
KATA PENGANTAR Puji Syukur saya panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan, sehingga saya mampu menyelesaikan penyusunan Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Tn A dengan Diagnosa Medis Cidera kepala berat di Ruang ICU RSUD Dr Sylvanus Palangkaraya.Dan harapan
penulis
semoga
laporan
ini
dapat
menambah
pengetahuan
dan
pengalaman,juga manfaat bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi laporan ini agar menjadi lebih baik lagi. Adapun maksud dan tujuan pembuatan Medis Cidera kepala berat Laporan ini yaitu bertujuan untuk mengetahui tentang serta untuk memenuhi tugas kuliah. Laporan ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu,kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan.
Palangka Raya, 21 September 2020
Penulis
DAFTAR ISI COVER KATA PENGANTAR.................................................................................... DAFTAR ISI................................................................................................... BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Konsep penyakit.................................................................................... 1.1.1 Definisi.................................................................................................. 1.1.2 Etiologi.................................................................................................. 1.1.3 Klasifikasi............................................................................................. 1.1.4 Paofisiologi (Patway)............................................................................ 1.1.5 Manifestasi Klinis (tanda dan gejala)................................................... 1.1.6 Komplikasi............................................................................................ 1.1.7 Pemeriksaan Penunjang........................................................................ 1.1.8 Penatalaksanaan.................................................................................... 1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan 1.2.1 Pengkajian Keperawatan...................................................................... 1.2.2 Diagnosa Keperawatan......................................................................... 1.2.3 Intervensi Keperawatan........................................................................ 1.2.4 Implementasi Keperawatan.................................................................. 1.2.5 Evaluasi Keperawatan.......................................................................... BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN 2.1 Pengkajian............................................................................................. ............................................................................................................... 2.2 Diagnosa............................................................................................... 2.3 Intervensi............................................................................................... 2.4 Implementasi......................................................................................... 2.5 Evaluasi................................................................................................. BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan................................................................................................. 3.2 Saran........................................................................................................... Lampiran Kasus Leaflet Jurnal Terkait
i ii 1 1 1 2 3 6 6 6 7 8 11 14 17 17 18 34 37 42 42 45 45
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1.1.1 Defenisi Cidera kepala merupakan trauma yang mengenai
otak yang dapat
mengakibatkan perubahan fisik intelektual, emosional, dan sosial. Trauma tenaga dari luar yang mengakibatkan berkurang atau terganggunya status kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik dan emosional (Judha & Rahil, 2011). Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, A. 2011). Cedera kepala berat merupakan cedera kepala yang mengakibatkan penurunan kesadaran dengan skor GCS 3 sampai 8, mengalami amnesia > 24 jam (Haddad, 2012). Jadi, cedera kepala adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak, dan otak yang terjadi baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat menyebabkan kematiaan. Cedera kepala berat adalah keadaan dimana penderita tidak mampu melakukan perintah sederhana oleh karena kesadaran menurun (GCS < 8). 1.1.2. Anatomi fisiologi
1
2
1.1.2.1 Anatomi Kepala 1. Kulit kapala Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek, pembuluh- pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi yang dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak. Terdapat vena emiseria dan diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai dalam tengkorak (intracranial) trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi, atau avulasi. 2. Tulang kepala Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar tengkorak). Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Fraktur calvarea dapat berbentuk garis (liners) yang bisa non impresi (tidak masuk / menekan kedalam) atau impresi. Fraktur tengkorak dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup (dua tidak rusak). Tulang kepala terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan tulang berongga, dinding luar (tabula eksterna) dan dinding dalam (labula interna) yang mengandung alur-alur artesia meningia anterior, indra dan prosterion. Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat menyebabkan tertimbunya darah dalam ruang epidural. 1) Lapisan Pelindung otak / Meninges Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter, Asachnoid dan diameter.
3
a. Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak elastis menempel ketat pada bagian tengkorak. Bila durameter robek, tidak dapat diperbaiki dengan sempurna. Fungsi durameter : Melindungi otak Menutupi sinus-sinus vena ( yang terdiri dari durameter dan lapisan endotekal saja tanpa jaringan vaskuler ) Membentuk periosteum tabula interna. b. Asachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak menempel pada dura. Diantara durameter dan arachnoid terdapat ruang subdural yang merupakan ruangan potensial. Pendarahan subdural dapat menyebar dengan bebas. Dan hanya terbatas untuk seluas valks serebri dan tentorium. Venavena otak yang melewati subdural mempunya sedikit jaringan penyokong sehingga mudah cedera dan robek pada trauma kepala. c. Diameter adalah membran halus yang sangat kaya dengan pembuluh darah halus, masuk kedalam semua sulkus dan membungkus semua girus, kedua lapisan yang lain hanya menjembatani sulkus. Pada beberapa fisura dan sulkus di sisi medial homisfer otak. Prametar membentuk sawan antar ventrikel dan sulkus atau vernia. Sawar ini merupakan struktur penyokong dari pleksus foroideus pada setiap ventrikel. Diantara arachnoid dan parameter terdapat ruang subarachnoid, ruang ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu. Dan memungkinkan sirkulasi cairan cerebrospinal. Pada kedalam system vena. 3. Otak. Otak terdapat didalam iquor cerebro Spiraks. Kerusakan otak yang dijumpai pada trauma kepala dapat terjadi melalui 2 campuran : 1)
Efek langsung trauma pada fungsi otak,
2)
Efek-efek lanjutan dari sel- sel otak yang bereaksi terhadap trauma.
Apabila terdapat hubungan langsung antara otak dengan dunia luar (fraktur cranium terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan otak keluar dari hidung / telinga), merupakan keadaan yang berbahaya karena dapat menimbulkan
4
peradangan otak. Otak dapat mengalami pembengkakan (edema cerebri) dan karena tengkorak merupakan ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini akan menimbulkan peninggian tekanan dalam rongga tengkorak (peninggian tekanan tekanan intra cranial). 5. Tekanan Intra Kranial (TIK). Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume darah intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak pada 1 satuan waktu. Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar ± 15 mmHg. Ruang cranial yang kalau berisi jaringan otak (1400 gr), Darah (75 ml), cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2 tekanan pada 3 komponen ini selalu berhubungan dengan keadaan keseimbangan Hipotesa Monro – Kellie menyatakan : Karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya peningkatan salah 1 dari komponen ini menyebabkan perubahan pada volume darah cerebral tanpa adanya perubahan, TIK akan naik. Peningkatan TIK yang cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang 0tak (Herniasi batang otak) yang berakibat kematian. 1.3
Etiologi Penyebab cedera kepala berat adalah:
1.1.3.1 Trauma tajam Trauma oleh benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi kontusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia. 1.1.3.2 Trauma tumpul Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi). Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk yaitu cedera akson,
2
kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak atau kedua-duanya. 1.1.4
Klasifikasi Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal
3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, berat - ringan, dan morfologi. 1.1.4.1 Mekanisme cedera kepala Cedera kepala secara luas dapat dibagi atas cedera kepala tertutup dan cedera kepala terbuka. Cedera kepala tertutup biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil atau motor, jatuh atau terkena pukulan benda tumpul. Sedangkan cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan. 1.1.4.2 Berat cedera kepala Glasgow Coma Scale (GCS) merupakan suatu komponen untuk mengukur secara klinisberatnya cedera otak. Glasgow Coma Scale meliputi 3 kategori yaitu respon membuka mata, respon verbal, dan respon motorik. Skor ditentukan oleh jumlah skor dimasing -masing 3 kategori, dengan skor maksimum 15 dan skor minimum 3 ialah sebagai berikut: 1.
Nilai GCS kurang dari 8 didefinisikan sebagai cedera kepala berat. Kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia > 24 jam, juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
2.
Nilai GCS 9 – 12 didefinisikan sebagai cedera kepala sedang. Kehilangan kesadaran atau amnesia > 30 menit tetapi kurang dari 24 jam dan dapat mengalami fraktur tengkorak.
3.
Nilai GCS 13 – 15 didefinisika n sebagai cedera kepala ringan (D. Jong, 2010)
3
1.1.3
Patofisiologi Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya
kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan. Perdarahan cerebral menimbulkan
hematoma misalnya
pada epidural
hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdura hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak. Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg % karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi serebral seperti kesulitan dalam berbicara,nyeri di kepakla dan bola mata, tampak berkeringat, bisa muntah, dan terjadi kerusakan fungsi motorik. Dari sini dapat muncul masalah keperawatan gangguan perfusi jaringan serebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi
4
penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. 2
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan
vaskuler menyebabkan
pembuluh darah arteriol
akan
berkontraksi. Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuuh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
Trauma tumpul Kecelakaan, terjatuh, trauma persalinan, penyalahgunaan obat/alkohol
Trauma tajam Terkenan peluru, benda tajam
WOC
5
Trrauma kepala
Ekstra Kranial / kulit kepala
B1
Perdarahan, hematoma,kerusakan jaringan
Penekanan system saraf pernapasan
Perubahan pola nafas
RR hiperpneu, hiperventilasi
MK: Pola nafas tidak efektif
B2
Perdarahan
Kompensasi tubuh yaitu: vasodilatasi dan bradikardi Aliran darah ke otak
Hipoksia jaringan
MK: perfusi jaringan selebral tidak efektif
Intra karnial/jaringan otak
Tulang Kranial
B3
Gangguan suplai darahh
Iskemia
B4
B5
Penurunan kesadaran peningkatan TIK
Perdarahan
Penurnan nafsu makan,mual,muntah
Penurunan siklus darah ke ginjal
Hipoksia Penurunan intake makanan dan cairan Gangguan fungsi otak
Produksi urine
MK: Penurunan kapasitas adaptif Intra karnial
Fraktur tulang tengkorak
Gg, saraf motorik
Gangguan koordinasi gerak
oliguria MK: Hipovolemia
Hipoksia
B6
MK: Gangguan eliminasi urine
Ekstermitas hemiprase/ hemiplegi
MK: Gangguan mobilitas fisik
Sumber : https://id.scribd.com/document/419448503/WOC-COB-doc
6
1.1.6
Manifestasi Klinis
1.1.6.1 Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesehatan. 1.1.6.2 Penurunan Kesadaran 1.1.6.3 Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik. 1.1.6.4 Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur. 1.1.6.5 Perubahan Tanda Tanda vital 1.1.6.6 Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut. 1.1.7
Komplikasi
1.1.7.1 Perdarahan intra cranial 1.1.7.2 Kejang 1.1.7.3 Parese saraf cranial 1.1.7.4 Meningitis atau abses otak 1.1.7.5 Infeksi pada luka atau sepsis 1.1.7.6 Edema cerebri 1.1.7.7 Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK 1.1.7.8 Kebocoran cairan serobospinal 1.1.7.9 Nyeri kepala setelah penderita sadar 1.1.8
Penunjang
1.1.8.1 Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas darah. 1.1.8.2 CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. 1.1.8.3 MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
7
1.1.8.4 Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma. 1.1.8.5 X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak maupun thorak. 1.1.8.6 CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid. 1.1.8.7 ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial. 1.1.8.8 Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial. (Rasad, 2011) 1.1.9
Penatalaksanaan
1.1.9.1 Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma. 1.1.9.2 Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi. 1.1.9.3 Pemberian analgetik. 1.1.9.4 Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa 40% atau gliserol. 1.1.9.5 Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidazole. 1.1.9.6 Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak. 1.1.9.7 Pembedahan. 2.1
Menajemen Asuhan Keperawatan
2.1.1 Pengkajian Penting bagi perawat untuk mengetahui bahwa setiap adanya riwayat trauma pada servikal merupakan hal yang penting diwaspadai.
8
UMUM 1.
Airway 1) Pertahankan kepatenan jalan nafas 2) Atur posisi : posisi kepala flat dan tidak miring ke satu sisi untuk mencegah penekanan/bendungan pada vena jugularis 3) Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau mulut
2.
Breathing 1) Kaji pola nafas, frekuensi, irama nafas, kedalaman 2) Monitoring ventilasi : pemeriksaan analisa gas darah, saturasi oksigen
3.
Cirkulation 1) Kaji keadaan perfusi jaringan perifes (akral, nadi capillary rafill, sianosis pada kuku, bibir) 2) Monitor tingkat kesadaran, GCS, periksa pupil, ukuran, reflek terhadap cahaya 3) Monitoring tanda – tanda vital 4) Pemberian cairan dan elektrolit 5) Monitoring intake dan output KHUSUS
1.
Konservatif
:
Dengan
pemberian
manitol/gliserin,
furosemid,
pemberian steroid 2.
Operatif : Tindakan kraniotomi, pemasangan drain, shuting prosedur
3.
Monitoring tekanan intrakranial : yang ditandai dengan sakit kepala hebat, muntah proyektil dan papil edema
4.
Pemberian diet/nutrisi
5.
Rehabilitasi, fisioterapi
2.1.1.1 Identitas pasien 2.1.1.2 Riwayat penyakit 1. Keluhan Utama
9
Cedera kepala berat mempunyai keluhan atau gejala utama yang berbeda-beda tergantung letak lesi dan luas lesi. Keluhan utama yang timbul seperti nyeri, rasa bebal, kekakuan pada leher atau punggung dan kelemahan pada ekstremitas atas maupun bawah. 2. Riwayat Penyakit Saat Ini Pengkajian ini sangat penting dalam menentukan derajat kerusakan dan adanya kehilangan fungsi neurologik. Medulla spinalis dapat mengalami cedera melalui beberapa mekanisme, cedera primer meliputi satu atau lebih proses berikut dan gaya : kompresi akut, benturan, destruksi, laserasi dan trauma tembak. 3. Riwayat Penyakit Dahulu Klien dengan cedera medulla spinalis bias disebabkanoleh Beberapa penyakit seperti Reumatoid Artritis, pseudohipoparatiroid, Spondilitis, Ankilosis, Osteoporosis maupun tumor ganas. 4. Riwayat Penyakit Keluarga Perlu ditanyakan riwayat penyakit keluarga yang dapat memperberat cedera medulla spinalis. 2.1.1.3 Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik mengacu pada pengkajian B1-B6 dengan pengkajian fokus ditujukan pada gejala-gejala yang muncul akibat cedera kepala berat. Keadaan umum pada keadaan cedera kepala berat umumnya mengalami penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi dan hipotensi. 1. B1 (BREATHING) Perubahan pada sistem pernapasan bergantung pada gradasi blok saraf parasimpatis klien mengalami kelumpuhan otot otot pernapasan dan perubahan karena adanya kerusakan jalur simpatetik desending akibat trauma pada tulangbelakang sehingga mengalami terputus jaringan saraf di medula spinalis, pemeriksaan fisik dari sistem ini akan didapatkan hasil sebagai berikut inspeksi umum didapatkan klien batuk peningkatan produksi sputum, sesak napas.
10
2. B2 (BLOOD) Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan syok hipovolemik yang sering terjadi pada klien cedera kepala berat. Dari hasil pemeriksaan didapatkan tekanan darah menurun nadi bradikardi dan jantung berdebar-debar. Pada keadaan lainnya dapat meningkatkan hormon antidiuretik yang berdampak pada kompensasi tubuh. 3. B3 (BRAIN) Pengkajian ini meliputi tingkat kesadaran, pengkajian fungsi serebral dan pengkajian saraf kranial. Pengkajian tingkat kesadaran : tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persyarafan. Pengkajian fungsi serebral : status mental observasi penampilan, tingkah laku nilai gaya bicara dan aktivitas motorik klien Pengkajian sistem motorik inspeksi umum didapatkan kelumpuhan pada ekstermitas bawah, baik bersifat paralis, dan paraplegia. Pengkajian sistem sensori ganguan sensibilitas pada klien cedera kepala berat sesuai dengan segmen yang mengalami gangguan. 4. B4 (BLADDER) Kaji keadaan urine meliputi warna ,jumlah,dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal. 5. B5 (BOWEL) Pada keadaan syok spinal, neuropraksia sering didapatkan adanya ileus paralitik, dimana klinis didapatkan hilangnya bising usus, kembung,dan defekasi, tidak ada. Hal ini merupakan gejala awal dari tahap syok spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.
11
6. B6 (BONE) Paralisis motorik dan paralisis organ internal bergantung pada ketinggian lesi saraf yang terkena trauma. Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi segmental dari saraf yang terkena.disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan dan kelumpuhan.pada saluran ekstermitas bawah. Kaji warna kulit, suhu, kelembapan, dan turgor kulit. 2.1.1.4
Pemeriksaan penunjang
1.
Pemeriksaan diagnostik
1)
X-ray/CT Scan : hematoma serebral, edema serebral, perdarahan intracranial, fraktur tulang tengkorak
2)
MRI : dengan/tanpa menggunakan kontras
3)
Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral
4)
EEG : memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis
5)
BAER (Brain Auditory Evoked Respons) : menentukan fungsi korteks dan batang otak
6)
PET (Positron Emission Tomography) : menunjukkan perubahan aktivitas metabolisme pada otak
2.
Pemeriksaan laboratorium
1)
AGD : PO2, pH, HCO3 : untuk mengkaji keadekuatan ventilasi (mempertahankan AGD dalam rentang normal untuk menjamin aliran darah serebral adekuat) atau untuk melihat masalah oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK
2)
Elektrolit serum : cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan regulasi natrium, retensi Na berakhir dapat beberapa hari, diikuti diuresis
Na,
peningkatan
letargi,
konfusi
dan
kejang
ketidakseimbangan elektrolit. 3)
Hematologi : leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum
akibat
12
4)
CSS : menentukan kemungkinan adanya perdarahn subarachnoid (warna, komposisi, tekanan)
5)
Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mengakibatkan penurunan kesadaran.
6)
Kadar antikonvulsan darah : untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif mengatasi kejang.
2.1.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang muncul pada cedera kepala berat adalah sebagai berikut: 2.1.2.1 Penurunan kapasitas adaptif intrakarnial berhubungan dengan edema selebral (D.0066.Hal 149) 2.1.2.2 Bersihan jalan napas tidakefektif yang berhubungan dengan penumpukan sputum, peningkatan sekresi sekret, dan penurunan kemampuan batuk (ketidakmampuan batuk/batuk efektif). (D.0001 Hal. 18) 2.1.2.3 Pola napas tidakefektif yang berhubungan dengan kelemahan otot-otot pernapasan atau kelumpuhan otot diafragma. (D.0005 Hal.26) 2.1.2.4 Nyeri Akut berhubungan dengan kompresi saraf, cedera neuromuskular, dan refleks spasme otot sekunder.(D.0077 Hal.172) 2.1.2.5 Gangguan eliminasi urine yang berhubungan dengan kelumpuhansaraf perkemihan.(D,0040 Hal 96) 2.1.2.6 Defisit nutrisi yang berhubungan dengan kemampuan mencerna makanan dan peningkatan kebutuhan metabolisme. (D.0019 Hal.56) 2.1.2.7 Gangguan
mobilitas
fisik
yang
berhubungan
dengan
kerusakan
neuromuskular. (D.0054 Hal.124) 2.1.2.8 Konstipasi yang berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum. (D.0049 Hal 113) 2.1.2.9 Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif yang berhubungan dengan cedera kepala akut. (D.0017 Hal.51)
13
2.1.3 Intervensi Diagnosa Keperawatan Penurunan kapasitas adaktif intra karnial berhubungn dengan edema selebral (D.0066 hal 149)
Tujuan (Kriteria Hasil) Setelah diberi Asuhan Keperawatan selama 1x7 jam, diharapkan fungsi kerja otak dapat membaik, dengan kriteria hasil : 1. Funsi kognitif meningkat skor 5 2. Sakit kepala membaik skor 5 3. Tekanan darah membaik skor 5 4. Tekanan nadi membaik skor 5 5. Pola nafas membaik skor 5 6. Respon pupil membaik skor 5 7. Refleks neurologis membaik skor 5 8. Tekanan intra karnial membaik skor 5
Menajemen Peningkatan Tekanan Intrakarnial (I.06194 Hal 205) Obsrevasi 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK,( mis.lesi, gangguan metabolisme,edema selebral ) 2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK,(mis. Tekanan darah meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardia, pola nafas ireguler, kesadaran menurun) 3. Monitor MAP (Mean Arteri Pressure) 4. Monitor CVP (Central Venous Pressure), Jika perlu 5. Monitor PAWP, Jika perlu 6. Monitor PAP, Jika perlu 7. Monitor ICP, (Inta Carnial Pessure), Jika tersedia 8. Monitor CPP,(Celebral Perfusion Pressure) 9. Monitor gelombang ICP 10. Monitor status pernafasan 11. Monitor intake dan output cairan 12. Monitor cairan serebro-spinalis (mis. Warna,konsistensi) Terapeutik
14
1.
Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang 2. Berika posisi semi fowler 3. Hindari manuver Valsava 4. Cegah terjadinya kejang 5. Hindari pemberian cairan IV hiotonik 6. Atur ventilator agar PaCO2 optimal 7. Pertahankan suhu tubuh normal Kolaborasi 1. Kolaboraasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu 2. Kolaborasi pemberian Diuretik osmosis, jika perlu Bersihan jalan napas tidakefektif yang berhubungan dengan penumpukan sputum, peningkatan sekresi sekret, dan penurunan kemampuan batuk (ketidakmampuan batuk/batuk efektif). (D.0001 Hal. 18)
Bersihan jalan nafas (SLKI,L.01001, Hal18) Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x7 jam diharapkan penurunan produksi sekret, obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas. Dengan kriteria hasil : 1. Produksi sputum menurun 2. Dispnea menurun 3. Sulit berbicara sedang 4. Sianosis menurun 5. Frekuensi nafas membaik
Manajemen Jalan Nafas Buatan (I.01012 Hal. 187) Observasi 1. Monitor posisi selang endotrakeal (ETT), terutama setelah mengubah posisi 2. Monitor tekanan balon ETT setiap 4-8 jam 3. Monitor area stoma trakeostomi (mis. Kemerahan, drainase, perdarahan) Terapeutik
15
6.
Pola nafas membaik
1.
Kurangi tekana balon secara periodik setiap shif 2. Pasang oropharingeal airway (OPA) untuk mencegah ETT tergigit 3. Cegah ETT terlipat (kinking) 4. Berikan pre0oksigenasi 100% selama 30 detik (3-6 kali ventilasi) sebelum dan setelah pengisapan 5. Berikan volume pre-oksigenasi (bagging atau ventilasi mekanik) 1,5 kali volume tidal 6. Lakukan pengisapan lendir kurang dari 15 detik jika diperlukan (bukan secara berkala/rutin) 7. Gantik fikasi ETT setiap 24 jam 8. Ubah posisi ETT secara bergantian (kiri dan kanan) setiap 24 Jam 9. Lakukan perawatan mulut(mis, dengan sikat gigi,kasa,pelembab bibir) 10. Lakukan perawatan trakeostomi Edukasi Jelaskan pasien dan/atau keluarga tujuan dan prosedur pemasangan jalan nafas buatan Kolaborasi Kolaborasi intubasi ulang jika terbentuk mocus plug yang tidak dapat
16
Pola
napas
berhubungan otot-otot
tidakefektif dengan
kelemahan
pernapasan
kelumpuhan (D.0005 Hal.26)
otot
yang atau
diafragma.
Pola nafas SLKI (L.08066 hal 145 ) Setelah di lakukan tindakan selama 1x7 jam di harapkan inspirasi/ekspirasi tidak memberikan ventilasi adekuat dengan kriteria hasil : 1. Dispnea menurun skor 5 2. Penggunaan alat bantu otot nafas menurun skor 5 3. Ortopnea menurun skor 5 4. Pernafasan pursed lip menurun skor 5 5. Pernafasan cuping hidung menurun skor 5 6. Frekuensi nafas membaik skor 5 7. Kedalaman nafas membaik skor 5
di lakukan pengisapan Menajemen jalan nafas (I.01011 hal: 186) Observasi 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas) 2. Monitor bunyi nafas (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronki kering) 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Terapeutik 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head lift dan chin lift (jawthrust jika dicurigai trauma sevikal) 2. Posisikan semi-fowler atau fowler 3. Berikan minuman hangat 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu 5. Lakukan pengisapan lendir kurang dari 15 detik 6. Lakukan hiper oksigenasi sebelum pengisapan endotrakeal 7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep Mcgil 8. Berikan oksigenasi, jika perlu Edukasi 1. Anjurkan asupan cairan
17
Gangguan
mobilitas
berhubungan
dengan
fisik
yang
kerusakan
neuromuskular. (D.0054 Hal.124)
Mobilitas fisik (SLKI, L.05042 hal 66) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selaam 2x7 jam diharapkan pasien mampu dalam gerakan fisik dalam satu atau lebih ekstermitas dengan kriteria hasil: 1. Pergerakan ekstermitas meningkat 2. Kekuatan otot meningkat 3. Rentang gerak (ROM) meningkat 4. Kaku sendi menurun 5. Gerakan tidal terkoordinir menurun 6. Gerakan terbatas menurun 7. Kelemahan fisik menurun
200ml/hari, jika tidak kontraindikasi 2. Ajarkan teknik batuk efektif Kolaborasi Kolaborasi pemberian bronkodilator,ekspektoran, mukolitik, jika perlu Pemantauan neurologis (SDKI, I.061197, hal 22) Observasi 1. Monitor ukuran, bentuk, kesmetrisan dan reaksi pupil 2. Monitor tingkat kesadaran (mis. Menggunakan skala koma Glasgow) 3. Monitor tingkat orientasi 4. Monitor ingatan terakhir, rentang perhatian, memori masa lalu, mood, dan perilaku 5. Monitor tanda-tanda vital 6. Monitor status pernafasan:Analisa gas darah, oksmetri nadi, kedalaman nafas, pola nafas, dan usaha nafas 7. Monitor para meter dinamika hemodinamika, jika perlu 8. Monitor ICP (Intacarnial pressure) dan CPP( cerebral perfudion
18
pressure) 9. Monitor reflex kornea 10. Monitor batul dan reflex muntah 11. Monitor irama otot, gerakan motor, gaya berjalan dan propriosepsi 12. Monitor kekuatan pegangan 13. Monitor adanya tremor 14. Monitor kesimetrisan wajah 15. Monitor gangguan visual: diplopia, nistagmus, pemotongan bidang visual, penglihatan kabur, dan ketajaman penglihatan 16. Monitor keluhan sakit kepala 17. Monitor karakteristik bicara: kelancaran, kehadiran afasia, atau kesulitan mencari kata 18. Monitorperestasi (mat rasa atau kesemutan) 19. Monitor pola keringat 20. Monitor respon Babinski 21. Monitor cushing 22. Monitor balutan karniotomi atau laminektomi terhadap drainase 23. Monitor respon terhadap pengobatan Terapeutik Tingkatkan frekuensi pemantauan neurologis,
19
Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif yang berhubungan dengan cedera kepala akut. (D.0017 Hal.51)
Perfusi selebral (SLKI, L.02014 hal 86) Setelah diberi Asuhan Keperawatan selama 1x7 jam, diharapkan fungsi kerja otak dapat membaik, dengan kriteria hasil : 1. Tingkat kesadaran meingkat 2. Tekanan intra karnial menurun 3. Sakit kepala menurun 4. Tekanan darah sistolik membaik 5. Tekanan dara diastolik membaik 6. Reflek saraf membaik 7. Mobilitas fisik membaik 8. Status neurologis membaik
Menajemen Peningkatan Tekanan Intrakarnial (I.06194 Hal 205) Obsrevasi 13. Identifikasi penyebab peningkatan TIK,( mis.lesi, gangguan metabolisme,edema selebral ) 14. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK,(mis. Tekanan darah meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardia, pola nafas ireguler, kesadaran menurun) 15. Monitor MAP (Mean Arteri Pressure) 16. Monitor CVP (Central Venous Pressure), Jika perlu 17. Monitor PAWP, Jika perlu 18. Monitor PAP, Jika perlu 19. Monitor ICP, (Inta Carnial Pessure), Jika tersedia 20. Monitor CPP,(Celebral Perfusion Pressure) 21. Monitor gelombang ICP 22. Monitor status pernafasan 23. Monitor intake dan output cairan 24. Monitor cairan serebro-spinalis (mis. Warna,konsistensi) Terapeutik 8. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang
20
tenang Berika posisi semi fowler Hindari manuver Valsava Cegah terjadinya kejang Hindari pemberian cairan IV hiotonik 13. Atur ventilator agar PaCO2 optimal 14. Pertahankan suhu tubuh normal Kolaborasi 3. Kolaboraasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu 4. Kolaborasi pemberian Diuretik osmosis, jika perlu Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu 9. 10. 11. 12.
21
2.1.4 Implementasi Pada tahap ini ada pengolahan dan perwujudan dari rencana perawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan secara optimal 2.1.5 Evaluasi Evaluasi adalah perbandingan yang sitematik dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah dilakukan dengan berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lain
22
BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN 4.1. PENGKAJIAN
2.1.1IDENTITAS PASIEN Nama
Tn. A,berusia 26 tahun, berjenis Kelamin laki-laki, Suku/Bangsa
Dayak/ Indonesia, agama Kristen Protestan, pekerjaan petani pendidikan SMP, status perkawinan sudah menikah, alamat Jl.Garuda 13, Masuk rumah sakit pada tanggal 14 september 2020 dengan diagnosa medis Cidera Kepala Berat.
2.1.2RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN 1.
Keluhan Utama : Keluarga mengatakan Pasien mengalami penurunan kesadaran setelah terjadi kecelakaan lalu lintas
2.
Riwayat Penyakit Sekarang : Keluarga pasien mengatakan pasien mengalami kecelakaan lalu lintas tunggal di Jl.Bakti dan tidak menggunakan helm jam 10;00 WIB Pada tanggal 14 september 2020, dan tidak sadarkan diri. Setelah itu keluarga membawa pasien ke rumah sakit RSUD Dr Doris Sylvanus Palangka Raya di UGD pasien mendapatkan terapi O2 8 liter/menit simple mask, infus NaCL 0,9% 20 tpm, setelak di lakukan pemeriksaan kesadaran pasien somnolent GCS 8, adanya luka di bagian kepala. Kemudian di alihkan ke ruang ICU untuk mendapat penanganan lebih lanjut.
3.
Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi) Keluarga mengatakan sebelumnya pasien tidak pernah sakit, dan tidak pernah menjalani operasi.
4.
Riwayat Penyakit Keluarga
23
Keluarga mengatakan pasien tidak memiliki penyakit keturunan GENOGRAM KELUARGA :
Keterangan : : Laki-laki : Perempuan : Meninggal : Meninggal : Klien ...
: Tinggal Serumah
2.1.3PEMERIKASAAN FISIK 1. Keadaan Umum : Pasien tampak sakit berat, Pasien tampak berbaring lemah di tempat tidur, bedres total, ADL pasien semua dibantu oleh perawat dan keluarga ( mandi, berpakaian, toileting, makan dan minum) dengan luka dibagian kepala anterior, kesadaran somnolent. Tampak terpasang infus Futrolit 20 tpm, terpasang oksigenasi 8lpm simple mask, NGT, Endotrakeal Tube dan kateter. 2. Status Mental : Tingkat kesadaran Somnolent, tidak ada ekspresi (datar) bentuk badan sedang, tidak dapat dengan berbicara jelas, penampilan rapi, fungsi kognitif
24
orientasi waktu pasien tidak dapat membedakan antara pagi, siang, malam, orientasi orang pasien tidak dapat mengenali keluarga maupun petugas kesehatan, orientasi tempat pasien tidak mengetahui bahwa sedang berada di rumah sakit. 3. Tanda-tanda Vital : Tekanan Darah/BP 130/80 mm Hg Suhu/T 36,7 0C pemeriksaan Axilla, nadi/HR 64 x/mt, pernapasan/RR : 27x/tm 4. PERNAPASAN (BREATHING) Bentuk dada simetris kebiasaan merokok tidak ada, ada batuk, sputum berwarna putih kental, type pernafasan dada dan perut irama pernafasan tidak teratur, suara nafas tambahan bronchovesikuler, bunyi nafas tambahan ronchi basah (rales). masalah keperawatan Bersihan jalan nafas tidak efektif 5. CARDIOVASCULER (BLEEDING) Tidak Ada nyeri, cappilary refill ≤2 detik, tidak ada edema ekstermitas bawah dan atas, Ictus Cordis tidak terlihat, tidak ada peningkatan Vena Jugularis, Bunyi Jantung S1 S2 Reguler, irama sinus rythm. Tidak ada masalah keperawatan 6.
PERSYARAFAN (BRAIN) Nilai GCS E : 1 (Pasien sama sekali tidak dpat membuka mata), V : 2 (Pasien tidak dapat mengeluarkan kata;kata secara jelas) M: 5 (Pasien dapat bergerak, apabila mempreoleh rangsangan)dan total Nilai GCS
: 8, kesadaran somnolent, pupil anisokor, reflek cahaya kiri kanan
positif Hasil uji syaraf kranial nervus I (olfaktorius) penurunan daya
25
penciuman, nervus kranial II (optikus) terjadinya penurunan penglihatan, nervus kranial III (okulomotorius) pupil dapat berkontraksi saat melihat cahaya, nervus kranial IV (troklearis) bola mata tidak dapat mengikuti perintah, nervus kranial V (trigeminus) gangguan mengunyah, nervus kranial vi (abdusen) tidak dapat melihat kesamping, nervus kranial VII (fasialis) tidak dapat tersenyum, nervus kranial VIII (vestibulokoklearis) tidak dapat mendengarkan perkataan, nervus kranial IX (gasofaringeal) tidak dapat membedakan rasa, nervus kranial X (vagus) tidak dapat berbicara dengan jelas nervus kranial XI (aksesorius) tidak dapat menggerakan kepala, nervus kranial XII (hipogosus) tidak dapat mengendalikan pergerakan lidah Hasil uji koordinasi ekstrimitas atas jari ke jari negatif, jari ke hidung negatif ekstrimitas bawah tumit ke jempul kaki negatif uji kestabilan tubuh negatif uji sensasi tidak ada respon Masalah Keperawatan : Penurunan Kapasitas adaptif intrakarnial 7. ELIMINASI URI (BLADDER) : Produksi urine 1000 ml/7 jam warna urine kuning pekat, bau urine amoniak terpasang kateter. Masalah Keperawatan : Tidak ada 8. ELIMINASI ALVI (BOWEL) : bibir terlihat tampak kering, tidak ada lesi. Gigi lengkap (atas, bawah, kanan dan kiri) tidak caries, gusi terlihat tidak ada peradangan dan perdarahan, lidah kotor berwana merah muda dan tidak ada peradangan, mukosa berwarna putih pecah-pecah tidak ada perdarahan , tidak ada peradangan pada tonsil, tidak ada keluhan nyeri pada tenggorokan saat menelan. BAB 1x/hari berwarna kuning konsistensi lunak, bising usus 20x/menit, palpasi abdomen tidak ada nyeri tekan pada abdomen
26
Masalah Keperawatan : Tidak adaMasalah 9.
TULANG - OTOT – INTEGUMEN (BONE) : Kemampuan pergerakan sendi bebas, bengkak kepala bagian anterior ukuran otot simetris hasil uji kekuatan otot ekstrimitas atas 2/2 ekstrimitas bawah 2/2 Perlukaan, lokasi Terdapat luka lecet kaki dan tangan di bagian kanan, tidak ada patah tulang, tulang belakang Normal. Masalah Keperawatan : Gangguan Mobilitas Fisik
10. KULIT-KULIT RAMBUT Riwayat alergi Pasien tidak pernah mengalami alergi obat, alergi makanan, alergi kosmetik. Suhu kulit hangat , warna kulit normal tidak ada kelainan, turgor kulit halus tidak kasar maupun kemerahan tidak ada peradangan, jaringan parut tidak ada, tekstur rambut lurus, distribusi rambut merata, bentuk kuku simetris tidak ada kelainan. Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah 11.
SISTEM PENGINDERAAN : Fungsi penglihatan berkurang, bola mata diam, visus mata kanan dan mata kiri, normal/putih, kornea bening. Pasien tidak memakai kecamata dan tidak keluhan nyeri pada mata. Fungsi pendengaran berkurang, penciuman berkurang, hidung simetris, dan tidak ada polip. Masalah Keperawatan : Tidak ada
12. LEHER DAN KELENJAR LIMFE Massa tidak ada, jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe tidak teraba, kelenjar tyroid tidak teraba, mobilitas leher bergerak terbatas Masalah Keperawatan : Tidak ada
27
13.
SISTEM REPRODUKSI Reproduksi Pria, tidak ada kemerahan, tidak ada gatal, gland penis normal tidak ada iritasi, maetus uretra tidak da pembukaan discharge, warna putih, tidak ada srotum, tidak ada hernia Masalah Keperawatan : tidak ada
2.1.4 POLA FUNGSI KESEHATAN 1.
Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit : Keluarga mengatakan ingin pasien cepat sembuh 2.
Nutrisida Metabolisme
Tinggi badan 170 cm, berat badan sebelum sakit 66 kg, berat badan saat sakit 64 kg, IMT 22.1 (normal) Diet cair, gangguan menelan Keluhan lainnya : tidak ada Pola Makan Seharihari Frekuensi/hari
Sesudah Sakit
Sebelum Sakit
3x/hari
3x/hari
Porsi
1Porsi
2 Porsi
Nafsu makan
Kurang
Baik
Jenis Makanan
Susu Cair 500 ml
Jenis Minuman
Air mineral
Nasi, lauk, sayuran Air mineral, teh es
Jumlah minuman/cc/24 jam Kebiasaan makan
40 ml
1500ml
Pagi, siang, malam
Keluhan/masalah
Kesulitan menguyah makanan
Pagi, siang, malam Tidak ada masalah
Blance cairan: Jumlah
Intake Infus Futrolit 200 ml infus manitol 250 ml
Output urine 1000 ml IWL = (15x64)/24=40
28
Jumlah Balanc
obat injeksi 9 ml air minum 40 ml Susu Cair 500ml
Dalam 7 jam = 40 x 7 =280
=999 =-281
= 1.280
e cairan Masalah Keperawatan : tidak ada 3.
Pola istirahat dan tidur Sebelum sakit klien tidur kurang lebih 9 jam Sesudah sakit klien tidur hampir 24 jam Masalah Keperawatan : tidak ada
4. Kognitif : Masalah Keperawatan 5. Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran ) : Masalah Keperawatan 6.
Aktivitas Sehari-hari Sebelum sakit : Pasien berkerja untuk menafkahi keluarganya Sesudah sakit : Pasien hanya berbaring di tempat tidur, ADL pasien semua dibantu oleh perawat dan keluarga ( mandi, berpakaian, toileting, makan dan minum) Masalah Keperawatan : Gangguan mobilitas fisik
7.
Koping –Toleransi terhadap Stress Masalah Keperawatan
8.
Nilai-Pola Keyakinan Pasien meyakini agama kristen protestan Masalah Keperawatan
29
2.1.4 1.
SOSIAL - SPIRITUAL Kemampuan berkomunikasi Pasien tidak mampu berkomunikasi dengan baik, dan tidak dapat berbicara dengan jelas.
2.
Bahasa sehari-hari Bahasa dayak ngaju
3.
Hubungan dengan keluarga : Baik, tampak ada keluarga yang menemani pasien
4.
Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain : Baik
5.
Orang berarti/terdekat : Orang terdekat dengan pasien adalah Istri pasien
6.
Kebiasaan menggunakan waktu luang : Berbaring di tempat tidur
7.
Kegiatan beribadah : Sebelum sakit pasien setiap hari minggu beribadah ke gereja, sesudah sakit pasien hanya berbaring di tempat tidur
2.1.5
DATA PENUNJANG (RADIOLOGIS, LABORATO RIUM, PENUNJANG LAINNYA)
CT Scan pada tanggal 14september 2020 Kesan : Gambaran contional heamorge di lobus frontalis dan SAH di region parientalis sinistra dan perifalk posterior dengan gambaran edema brain ringan, tampak herniasi subfalcin, tampak fraktur pada system tulang yang terinvisuali tampak gambaran hematosinus
30
Pemeriksaan pada tanggal 17 september 2020 Parameter Glukosa sewaktu Ureum Creatinin
Hasil 97 39 0,92
Nilai Normal 24 jam (Haddad, 2012). Jadi, cedera kepala adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak, dan otak yang terjadi baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat menyebabkan kematiaan. Cedera kepala berat adalah keadaan dimana penderita tidak mampu melakukan perintah sederhana oleh karena kesadaran menurun (GCS < 8) Pada kasus Tn A dengan keluhan utama keluarga mengatakan pasien mengalami penurunan kesadaran setelah kecelakaan lalu lintas, dengan kesadaran somnolent nilai GCS8 Pasien tampak sakit berat, Pasien tampak berbaring lemah di tempat tidur, bedres total, ADL pasien semua dibantu oleh perawat dan keluarga ( mandi, berpakaian, toileting, makan dan minum) dengan luka dibagian kepala anterior, kesadaran somnolent. Tampak terpasang infus Futrolit 20 tpm, terpasang oksigenasi 8lpm simple mask, NGT, Endotrakeal Tube dan kateter. Dengan fungsi neurologus terganggu, fungsi kognitif terganggu adanya sekret di jalan nafas, ada bunyi nafas tambahan. Kemudian dari masalah yang di temui di angkat diagnoosa keperawata penurunan kapasitas adaktif intra karnial, bersihan jalan nafas, dan gangguan mobilitas fiik. Telah di lakukan asuhan keperawatan namun hany sebagian masalah
yang
dapat
teratasi,
kemudian
dilanjutkan
dengan
catatan
perkembangan. 3.2
Saran Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannyapenulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan isi dari laporan di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang dapat di pertanggung jawabkan. Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggpi terhadap kesimpulan dari bahasan laporan ini
48
Daftar Pustaka Judha M & Rahil H.N. 2011 Sistem Persarafan Dalam Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Haddad, S. H. & Arabi, Y. M. (2012). Critical care Management of Severe Traumatic Brain Injury in Adults. Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine. 20 (12): 1-15. doi: 10.1186/17577241-20-12. Mansjoer, A,dkk. 2011 capita selekta kedokteran edisi tiga jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius Rasad, 2011 Radiologi Diagnostik, Jakarta : Badan Penerbit FK UI PPNI (2016) Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan indikator diagnostik keperawatan, Edisi 1 Jakarta:DPP PPNI PPNI (2018). Standar intervensi keperawatan indonesia: Definisi dan Tindakan keperawatan, Edisi 1 Jakarta:DPP PPNI PPNI (2018).Standar Keperawatan Luaran Indoneesia: Definidi dan Kriteria Hasil keperawatan, Edisi 1 Jakarta:DPP PPNI
Kasus : CKB Tn A, dirawat diruang ICU dengan diagnosa medis Cidera Kepala Berat. Klien berjenis kelamin laki-laki, klien lahir pada 07 maret 1993, alamat klien jl. Garuda 13. Agama Kristen protestan, klien berasal dari suku Dayak. Keluarga mengatakan klien mengalami kecelakaan lalu lintas tunggal, dan pada saat kecelakaan itu klien tidak menggunakan helm. Hasil dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil tanda-tanda vital, TD : 130/80 mmHg, N : 64 x / menit, RR : 20 x / menit, S : 36,7º C. Keadaan umum pasien lemah, kesadaran somnolen, nilai GCS : E1V2M5, CRT < 3 detik, Inspeksi kulit ada lecet di tangan bagian kanan, dan kaki bagian kanan, inspeksi pupil isokor. skala kekuatan tonus otot 5, ADL pasien semua dibantu oleh perawat dan keluarga ( mandi, berpakaian, toileting, makan dan minum). Terpasang NGT, Kateter, dan infus pump 20 tpm.
SATUAN ACARA PENYULUHAN CIDERA KEPALA
Disusun Oleh: Elinaria 2017.C.09a.0836
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2020/2021
SATUAN ACARA PENYULUHAN Bidang Study
: Keperawatan Kritis
BedaTopik
: Cedera kepala
Sasaran
: Keluarga pasien dan pasien tn A ruang keperawatan kritis
Tempat
: Ruang ICU
Hari/Tanggal
: selasa, 30 september 2020
Waktu
: 1 x 10 menit
I.
LATAR BELAKANG Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma
pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (sylvia anderson Price, 1985). Menurut Brain Injury Assosiation of America cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Cedera kepala bisa dikelompokkan sebagai cedera kepala tertutup atau terbuka (penetrasi, luka tembus). Pada cedera kepala tertutup, kepala menerima suatu dorongan tumpul karena membentur suatu benda. Pada cedera kepala terbuka, suatu benda berkecepatan tinggi menembus tulang tengkorak dan masuk ke dalam otak. Trauma kepala atau cedera kepala merupakan kasus yang sangat sering terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Cedera kepala yang sering terjadi pada orang dewasa karena kecelakaan lalu lintas. Terjatuh dari sepeda motor, tabrakan, kepala terbentur bagian dari mobil karena mobil yang dinaiki menabarak atau terjungkal dan lain sebagainya. Karena seringnya terjadi trauma kepala pada orang yang mengendarai sepeda motor ketika kecelakaan, maka akhirnya diwajibkan siapa saja yang mengendarai sepeda untuk menggunakan helm sebagai pelindung kepala.
Namun masih banyak yang menggunakan helm hanya sekedar sebagai syarat untuk mentaati peraturan lalu lintas yaitu dengan memakai helm yang kurang memenuhi syarat maupun tali helm yang tidak terikat ketika dipakai sehingga ketika terjadi kecelakaan lalu lintas masih terjadi cedera kepala yang berat. Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Yang sampai di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah cedera kepala berat (CKB). Insiden cedera kepala terutama terjadi pada kelompok usia produktif antara 15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab 48%-53% dari insiden cedera kepala, 20%-28% lainnya karena jatuh dan 3%-9% lainnya disebabkan tindak kekerasan, kegiatan olahraga dan rekreasi
II.
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Pada akhir proses penyuluhan, klien dan keluarga dapat mengetahui tentang
cidera kepala, penyebab, tanda gejala serta penangananya.
III. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah diberikan penyuluhan keluarga dan klien dapat :
1.
Menyebutkan pengertian dari cedera kepala
2.
Menyebutkan penyebab cedera kepala
3.
Menyebutkan macam-macam cidera kepala
4.
Menyebutkan tanda serta gejala cidera kepala
5.
Mengerti penanganan dan kebutuhan nutrisi pada cedera kepala.
IV.
SASARAN Pasien dan keluarga di Ruang Keperawatan Kritis
V.
MATERI
1.
Pengertian dari cedera kepala
2.
Penyebab cedera kepala
3.
Macam-macam cidera kepala
4.
tanda dan gejala cidera kepala
5.
Penanganan dan kebutuhan nutrisi pada cedera kepala.
I.
METODE
1.
Ceramah
2.
Tanya Jawab
II.
MEDIA Leaflet
III. KRITERIA EVALUASI 1.
Evaluasi Struktur
Peserta hadir ditempat penyuluhan
Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di ruang Keperawatan kritis
Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelumnya
2.
Evaluasi Proses
Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar
3.
Evaluasi Hasil
Klien dan keluarga mengetahui tentang cidera kepala, jenis cidera kepala, penyebab, tanda dan gejala, serta penanganan pada cidera kepala.
IV. No.
KEGIATAN PENYULUHAN WAKTU
KEGIATAN PENYULUH
KEGIATAN PESERTA
1.
1 menit
Pembukaan :
Membuka
kegiatan
dengan Menjawab salam
mengucapkan salam.
Memperkenalkan diri
Menjelaskan
Mendengarkan dari Memperhatikan
tujuan
penyuluhan
Menyebutkan materi yang akan
Memperhatikan
Diberikan 2.
5 menit
Pelaksanaan :
Menjelaskan tentang pengertian
Memperhatikan
cidera kepala Menjelaskan
dari
pengertian
Memperhatikan
cedera kepala Menjelaskan
penyebab
cedera
kepala Menjelaskan
jenis-jenis
cidera
pertanyaan
yang
diajukan tanda
dan
gejala
cidera kepala Menjelaskan
dan
menjawab
kepala Menjelaskan
Bertanya
Bertanya
dan
menjawab Penanganan
kebutuhan nutrisi pada
dan cedera
kepala. Memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya.
pertanyaan diajukan
yang
3.
2 menit
Evaluasi :
Menanyakan tentang diberikan.
kepada
materi
yang
peserta Menjawab telah
pertanyaan
4.
2 menit
V.
Terminasi :
Mengucapkan terimakasih
Mendengarkan
Mengucapkan salam penutup
Menjawab salam
DAFTAR PUSTAKA Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi ed.3. Jakarta : EGC. American College of Surgeon Committe on Trauma. Cedera kepala. Dalam: Advanced Trauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia, penerjemah. Edisi 7. Komisi trauma IKABI, 2004; 168-193. Mansjoer dkk. 2000. Kapita Selelkta Kedokteran; jilid2. Media Aesculapius: FK UI. Jakarta
MATERI PENYULUHAN 1.
PENGERTIAN Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstisil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi – descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
2.
ETIOLOGI
1) Kecelakaan 2) Jatuh 3) Trauma akibat persalinan 3.
KLASIFIKASI CEDERA KEPALA Cedera kepela dapat diklasifikan berdasarkan mekanisme, keparahan dan
morfologi cedera.
1) Mekanisme: berdasarkan adanya penetrasi durameter
Trauma tumpul: kecepatan tinggi (tabrakan) Biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh atau pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan deselerasi yang cepat menyebabkan otak bergerak di dalam rongga cranial dan melakukan kontak pada protuberans tulang tengkorak.
Trauma tembus (luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya)
2) Keparahan cidera a.
Ringan: GCS 14-15
b.
Sedang: GCS 9-13
c.
Berat: GCS 3-8
3) Morfologi
Fraktur
tengkorak:
kranium:
linar/stelatum;
depresinon
depresi;
terbuka/tertutup Fraktur tengkorak dapat terjadi pada atap dan dasar tengkorak. Fraktur dapat berupa garis/ linear, mutlipel dan menyebar dari satu titik (stelata) dan membentuk fragmen-fragmen tulang (kominutif). Fraktur tengkorak dapat berupa fraktur tertutup yang secara normal tidak memerlukan perlakuan spesifik dan fraktur tertutup yang memerlukan perlakuan untuk memperbaiki tulang tengkorak.
Lesi intrakranial: - fokal: epidural, subdural, epidural - Difus: konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus
TANDA GEJALA CIDERA KEPALA
3. a.
Cidera kepala ringan (kelompok resiko rendah)
- Sadar penuh, orientasi baik (GCS: 14-15) - Tidak ada kehilangan kesadaran - Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing - Paseien dapat menderita abrasi, laserasi atau hematoma kulit kepala - Tidak ada kriteria sedang berat b.
Cidera kepala sedang (kelompok resiko sedang)
- GCS 9-13 (konfusi, letargi, atau stupor) - Konkusi - Amnesia pasca trauma - Muntah - Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle sign, mata
rabun, otore, rinorea cairan serebrospinal, hemotimpanum)
- Kejang c.
Cidera kepala berat (kelompok resiko berat)
- Cidera GCS 3-8 (koma) - Penurunan derajat kesehatan secara progresif - Tanda neurologis fokal - Cedera kepala penetrasi, atau teraba fraktur depresi kranium
4.
PENATALAKSANAAN Pada penderita dengan cedera kepala ringan, dapat diatasi dengan cara
memberikan es atau handuk dingin pada daerah yang mengalami trauma untuk membantu mengurangi bengkak. Jika terdapat luka, tutup dengan perban bersih dan tekan selama 5 menit. Luka robek di kepala sering berdarah banyak. Jika terjadi cedera kepala berat, maka segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan untuk mencegah timbulnya komplikasi klinis lainnya. Berikut adalah hal-hal yang bisa dilakukan untuk penatalaksanaan penderita cedera kepala sedang dan berat saat di luar rumah sakit :
1)
Amankan jalan nafas dan berikan oksigen. Jika muntah harus dimiringkan ke kiri dengan posisi log roll ( membatasi gerakan tulang belakang penderita).
2)
Stabilisasi penderita pada papan untuk tulang belakang/ backboard. Batasi gerakan leher dengan collar kaku dan alat untuk imobilisasi kepala.
3)
Segera bawa ke rumah sakit terdekat atau telpon ambulan 118.
5.
NUTRISI PADA CEDERA KEPALA Pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-2,5 kali normal
dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini terjadi antara lain oleh karena meningkatnya kadar epinefrin dan norepinefrin dalam darah dan akan bertambah bila ada demam. Setelah 3-4 hari dengan cairan perenteral pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa nasograstrik bisa dimulai, sebanyak 2000-3000 kalori/hari.
6.
PENCEGAHAN Untuk mencegah terjadinya cedera kepala, sangat dibutuhkan kesadaran dari
diri sendiri untuk menjaga kesehatan terutama keselamatan kita dalam melakukan suatu aktivitas. Selain itu perlu diperhatikan keselamatan kita saat di jalan raya, karena dari epidemiologi di atas, kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab 48%53% dari insiden cedera kepala, 20%-28% lainnya karena jatuh dan 3%-9% lainnya disebabkan tindak kekerasan, kegiatan olahraga dan rekreasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara :
1)
Menurunkan kecepatan saat berkendaraan.
2)
Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu saat mengemudi mobil.
3)
Menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda.
4)
Program pendidikan langsung untuk mencegah berkendaraan sambil mabuk.
5)
Mencegah jatuh
6)
Menggunakan alat-alat pelindung dan tehnik latihan.
CEDERA KEPALA
Pengertian
Penyebab cidera kepala 1. Kecelakaan lalu lintas.
OLEH
Elinaria 2017.c09a.0836
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PRODI SARJANA KEPERAWATAN TAHUN 2020/2021
Cidera kepala adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak bahkan otak. Yang terjadi secara langsung maupun tidak langsusng yang dapat menyebabkan Penurunan kesadaran bahkan kematian.
2. Jatuh dari ketinggian 3. Tertusuk di kepala 4. Tertembak di baguan kepala
Jenis Cidera JENIS-JENIS kepala CIDERA KEPALA 1. Infeksi pada luka 2. Pendarahan di dalam rongga kepala 3. Abses otak 4. Kejang 5. Nyeri kepala setelah sadar 6. Kematian, jika tidak segera di tangani
Komplikasi 1. Cidera kepala Ringan Tidak terjadi penurunan kesadaran 2. Cidera kepala Sedang Penurunanan kedaran/hilang ingatan (amnesia) lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam 3. Cidera kepala Berat Penurunanan kedaran/hilang ingatan (amnesia) lebih dari 24 Jam.
Pencegahan 1) Menurunkan kecepatan saat berkendaraan. 2) Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu saat mengemudi mobil. 3) Menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda. 4) Program pendidikan langsung untuk mencegah berkendaraan sambil mabuk. 5) Mencegah jatuh 6) Menggunakan alat-alat pelindung dan tehnik latihan.
Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 2 (2018), hlm. 20-28
RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT DAN LUARAN CEDERA KEPALA NEUTROPHYL LYMPHOCYTE RATIO AND THE OUTCOME OF TRAUMATIC BRAIN INJURY Merlin Kastilong*, Irene Subrata I*, Gilbert Tangkudung **, Herlyani Khosama**
[email protected] *
Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis–1, Bagian Neurologi Universitas Sam Ratulangi/ RSUP Prof.dr.R.D.Kandou Manado ** Staf Bagian Neurologi Universitas Sam Ratulangi/ RSUP Prof.dr.R.D.Kandou Manado ABSTRAK Pendahuluan: Luaran cedera kepala dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya inflamasi. Rasio neutrofil limfosit (RNL) adalah salah satu penanda inflamasi yang mudah dilakukan dan diaplikasikan, namun jarang diteliti. Tujuan: Mengetahui apakah terdapat hubungan RNL dengan luaran cedera kepala. Metode: Penelitian potong lintang terhadap pasien cedera kepala sedang–berat (CKS-B) yang dirawat di RSUP Prof. R.D Kandou bulan November 2017–Februari 2018. Subjek dilakukan pemeriksaan laboratorium hitung jenis leukosit dan dihitung RNL. Skala Luaran Glasgow (SLG) dinilai saat keluar rumah sakit dan dibagi menjadi luaran buruk (SLG