Endapan Epitermal Edit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

3. ENDAPAN EPITERMAL Berdasarkan temperatur dan kondisi geologi yang ditunjukkan oleh kandungan mineralnya, Lindgren (1933) membagi endapan hidrotermal menjadi tiga, yaitu:



1. Endapan epitermal adalah endapan yang terbentuk pada kedalaman dangkal di



bawah permukaan bumi sekitar < 1 km dengan temperatur berkisar antara 50200°C dengan tekanan tidak lebih dari 100 atm dicirikan oleh melimpahnya mineral klorit.



2. Endapan mesotermal adalah endapan yang terbentuk pada kedalaman menengah



yaitu berkisar antara 1-2 km dari permukaan dan temperatur 200-300°C, dicirikan oleh melimpahnya mineral serisit. Mineral lain yang sering dijumpai antara lain kuarsa, dolomit, ortoklas, klorit, mineral lempung, pirit dan arsenopirit.



3. Endapan hipotermal adalah endapan yang terbentuk pada kedalaman di bawah 2-4 km dari permukaan bumi dengan temperatur sekitar 400°C yang dicirikan dengan terbentuknya mineral muskovit, kuarsa dan topaz. Sifat-sifat Endapan Epitermal Pada dasarnya endapan emas epitermal berasosiasi dengan aktifitas magmatisme baik bersifat vulkanik maupun intrusi batuan beku yang aliran panasnya bergerak melalui



rekahan sehingga penyebarannya tidak merata (Morrison, 1987). Struktur umum endapan



emas epitermal adalah pengisian celah (open space filling) sedangkan tekstur yang umum dijumpai adalah tekstur sisir (comb), krustifikasi (crustiform), penjajaran simetri dan kristal berrongga (vuggy) (Lindgren, 1933). Tipe Endapan Epitermal Endapan epitermal terbagi dalam 2 tipe yaitu tipe sulfidasi tinggi dan tipe sulfidasi



rendah. Pembagian ini terutama berdasarkan tipe larutan epitermal dengan acuan kandungan sulfur.



III-1



a. Epitermal sulfidasi tinggi



Tipe sulfidasi tinggi disebabkan oleh larutan hidrotermal yang bersifat asam dan



dicirikan oleh terjadinya alterasi argilik lanjut dengan kandungan sulfur yang tinggi. Kelompok argilik lanjut dicirikan oleh hadirnya mineral alunit, kaolinit, pirofilit, belereng murni, diaspor, kuarsa, zunyit, dan barit. Endapan epitermal sulfidasi tinggi



secara genesa berasosiasi dengan volkanisme andesitik hingga riodasitik dan dikontrol oleh struktur kaldera atau kubah silika (Sillitoe dan Bonham, 1990).



Menurut Evans (1993) karakter endapan epitermal sulfidasi tinggi yaitu:



a. Posisi tektonik dalam lingkungan penunjaman pada batas lempeng, terutama pada cekungan belakang busur,



b. Dimensi endapan < 500 m,



c. Mineraloginya berupa enargit, luzonit, pirit, kovelit, emas murni, elektrum logam dasar sulfida, garam sulfat, dan telurid,



d. Mineralisasi logam berupa emas, perak dan tembaga, e. Temperatur 200°-300°C,



f. Salinitas 1-6 wt. % NaCl eg.,



g. Didominasi oleh air magmatik. b. Epitermal sulfidasi rendah



Epitermal sulfidasi rendah dicirikan oleh larutan hidrotermal yang bersifat netral,



dan mengisi celah-celah batuan. Tipe ini berasosiasi dengan alterasi kuarsa-adularia, karbonat, serisit pada lingkungan sulfur rendah dan biasanya perbandingan perak dan emas relatif tinggi. Mineral bijih dicirikan oleh terbentuknya elektrum, perak sulfida,



garam sulfat, dan logam dasar sulfida. Batuan induk pada deposit logam mulia sulfidasi rendah adalah andesit kalk-alkali, dasit, riodasit atau riolit. Secara genesa system epitermal sulfidasi rendah berasosiasi dengan vulkanisme riolitik. Tipe ini dikontrol oleh struktur-struktur pergeseran (dilatational jog).



Endapan epitermal sulfidasi rendah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan



endapan epitermal sulfidasi tinggi. Karakteristik tersebut yaitu: a. Struktur regional berupa sesar, kaldera,



b. Dimensi endapan berukuran kecil (< 500 m),



III-2



c. Batuan induk terdiri dari andesit kalk-alkali, dasit, riodasit atau riolit,



d. Mineralogi berupa pirit, emas, hematit, tennantit, molibdenum, dan tungsten, e. Alterasi yang terjadi yaitu kuarsa-adularia, karbonat, dan serisit, f. Salinitas rendah (0-5 % NaCl),



g. Asal larutan dari air meteorik dan air magmatik.



c. Epitermal sulfidasi menengah (intermediate sulfidation)



Pada awalnya klasifikasi endapan epitermal dibagi menjadi 2 tipe yaitu epitermal low sulphidation dan epitermal high sulphidation. Pembagian ini di dasarkan pada tingkat



oksidasi dari sulfur dalam mineral sulfida (Hedenquist, 1987). Istilah high sulphidation



dan low sulphidation juga merujuk kepada tingkat sulfidasi dari himpunan mineral yang muncul (mineral assemblages). Berdasarkan asal mula dan tingkat interaksi antara



fluida dan batuan, endapan epitermal disebut high sulphidation jika fluida dominan dan



disebut low sulphidation jika batuan yang dominan. Mineral sulfida penciri anggota low



sulphidation yaitu pirit, arsenopirit, pirotit dan sphalerit kaya Fe, sedangkan pada high sulphidation yaitu enargit, luzonit, kovelit dan pirit assemblages. Dulu, istilah low sulphidation diaplikasikan untuk endapan dengan mineral sulfida penciri diantara low



sulphidation dan high sulphidation (seperti tennantit~tetrahedrit-kalkopirit, galena dan sphalerit miskin Fe), namun sekarang dikelompokkan sendiri ke dsalam epitermal



sulfidasi menengah (intermediate sulphidation). Berdasarkan hal tersebut, dulunya intermediate sulphidation termasuk ke dalam akhir dari sistem low sulphidation.



III-3



Hubungan antara endapan epitermal sulfidasi tinggi dan endapan epitermal sulfidasi rendah dapat dilihat pada Gambar 3.1.



Gambar 3.1 Hubungan endapan epitermal sulfidasi tinggi dan sulfidasi rendah (Hedenquist dkk., 1996). 1.



Endapan epitermal sulfidasi rendah



Karakteristik Endapan Epitermal Sulfidasi Rendah Genesa dan karakteristik Endapan ini terbentuk jauh dari tubuh intrusi dan terbentuk melalui larutan sisa



magma yang berpindah jauh dari sumbernya kemudian bercampur dengan air meteorik di dekat permukaan dan membentuk jebakan tipe sulfidasi rendah, dipengaruhuhi oleh



sistem boiling sebagai mekanisme pengendapan mineral-mineral bijih. Proses boiling disertai pelepasan unsur gas, merupakan proses utama untuk pengendapan emas sebagai



respon atas turunnya tekanan. Perulangan proses boiling akan tercermin dari tekstur “crusstiform banding” dari silika dalam urat kuarsa. Pembentukan jebakan urat kuarsa



berkadar tinggi mensyaratkan pelepasan tekanan secara tiba-tiba dari cairan hidrotermal untuk memungkinkan proses boiling. Sistem ini terbentuk pada tektonik lempeng subduksi, kolisi dan pemekaran (Hedenquist dkk., 1996).



III-4



Kontrol utama terhadap pH cairan adalah konsentrasi CO 2 dalam larutan dan



salinitas. Proses boiling dan terlepasnya CO2 ke fase uap mengakibatkan kenaikan pH,



sehingga terjadi perubahan stabilitas mineral contohnya dari illit ke adularia. Terlepasnya



CO2 menyebabkan terbentuknya kalsit, sehingga umumnya dijumpai adularia dan bladed calcite sebagai mineral pengotor (gangue minerals) pada urat bijih sistem sulfidasi rendah



(Hedenquist dkk.,1996). Endapan epitermal sulfidasi rendah akan berasosiasi dengan alterasi kuarsa-adularia, karbonat dan serisit pada lingkungan sulfur rendah. Larutan bijih dari sistem sulfidasi rendah variasinya bersifat alkali hingga netral (pH 7) dengan kadar



garam rendah (0-6 wt)% NaCl, mengandung CO2 dan CH4 yang bervariasi. Mineral-mineral sulfur biasanya dalam bentuk H2S dan sulfida kompleks (H2S > S04-2) dengan temperatur sedang (150-300° C) dan didominasi oleh air permukaan (meteoric water) (White, 1996).



Batuan samping (wallrock) pada endapan epitermal sulfidasi rendah adalah andesit



alkali, riodasit, dasit, riolit ataupun batuan-batuan kalk alkali. Riolit sering hadir pada sistem sulfidasi rendah dengan variasi jenis silika rendah sampai tinggi. Bentuk endapan



didominasi oleh urat-urat kuarsa yang mengisi ruang terbuka (open space), tersebar (disseminated), dan umumnya terdiri dari urat-urat breksi (Hedenquist dkk., 1996).



Struktur yang berkembang pada sistem sulfidasi rendah berupa urat, cavity filling, urat breksi, tekstur colloform, dan sedikit vuggy (Corbett dan Leach, 1996), lihat Tabel 3.1.



Tabel 3.1 Karakteristik endapan epitermal sulfidasi rendah (Corbett dan Leach, 1996). Tipe endapan Posisi tektonik Tekstur Asosiasi mineral Mineral bijih Contoh endapan



Tipe endapan LS epithermal



Sinter breccia, stockwork Subduction, collision, dan rift Colloform atau crusstiform Stibnit, sinnabar, adularia, metal sulfida Pirit, elektrum, emas, sfalerit, arsenopirit Pongkor, Hishikari dan Golden Cross



Secara umum tipe endapan epitermal sulfidasi rendah dapat dibagi menjadi 3, yaitu



(Corbett dan Leach, 1996):



1. Sinter & hydrothermal breccia (hot spring) deposits



III-5



Endapan ini berkembang pada lingkungan dekat permukaan yang berasal dari



sistem urat pada fluida hidrotermal tipe riolitik. Fluida hidrotermal ini umumnya berupa breksi. Di Waimangu, Taupo volcanic zone New Zealand, terraces sinter terbentuk akibat proses erupsi breksi yang dihasilkan dari kontak magma panas dengan air tanah. Sistem



zona geokimia dari merkuri, arsenik, antimoni, banyak dijumpai di permukaan sehingga



dapat menambah anomali kandungan emas. Pada kedalaman tertentu berkembang tipe kelompok alterasi yang bersifat asam, dicirikan oleh adanya alterasi kaolinit. 2. Stockworks quartz vein Au deposits



Urat stockwork sangat dominan pada kedalaman 100-400 m di bawah paleosurface



dan merupakan transisi deposisi breccia sinter yang terbentuk pada bagian atas. Pada kedalaman yang lebih besar akan terbentuk fissure vein. 3. Fissure vein Au deposits



Endapan fissure vein



berada pada kedalaman 300-400 m, tetapi dapat juga



berkembang sampai sekitar 800 m. Endapan Fissure vein dikontrol oleh struktur-struktur kerak yang cukup besar. Kecepatan pendidihan air meteorik didominasi oleh fluida dengan



huruf berbentuk fissure (celah atau retakan) dikarakteristikkan oleh kelompok mineral



gangue pada crustiform banded quartz, dan adularia. Fissure vein dapat berkembang pada zona alterasi yang lebih dalam dengan jarak lateral yang relatif dekat. Alterasi dan Mineralisasi Endapan Epitermal Sulfidasi Rendah Tipe alterasi hidrotermal pada endapan epitermal sulfidasi rendah didominasi oleh



alterasi serisit/illit atau argilik lanjut (advanced argillic), dan kelimpahan adularia disertai dengan supergen alunit (Evans, 1993). Pada daerah dengan kandungan air meteorik yang rendah cenderung memiliki alterasi propilitik, sedangkan pada daerah dengan kandungan air meteorik yang tinggi didominasi oleh hadirnya mika putih. Alterasi lempung dapat



menjadi dominan dengan adanya penurunan temperatur dan proses boiled of gasses yang menghasilkan alterasi argilik (Hedenquist dan White, 1996).



Mineralisasi pada endapan epitermal sulfidasi rendah dikarakteristikkan oleh open



space dan cavity filling, lapisan urat terisi oleh tipe tertentu, umumnya dengan multi stage III-6



brecciation, di dekat permukaan dapat menjadi stockwork-stockwork, dan tersebar (disseminated) (Hedenquist dan White, 1996).



Tekstur Urat Kuarsa Sistem Sulfidasi Rendah Tekstur urat kuarsa dapat menjadi indikasi kondisi pembentukan endapan



epitermal sulfidasi rendah. Urat kuarsa mewakili material yang secara kimia terdeposisi



oleh cairan pada rekahan batuan. Urat kuarsa juga dapat mengandung sejumlah (< 10 %)



inklusi batuan asal dan klastika urat. Jika kandungan klastika batuan lebih dari 10 %, maka dideskripsi sebagai breksi urat (Lawless dkk., 1996). Tekstur urat kuarsa pada sistem sulfidasi rendah dapat dibagi 3 (Anonim b, 2004), yaitu: a. Tekstur pertumbuhan primer.



Tektur primer ini meliputi tekstur kalsedoni, tekstur sakaroidal, tekstur comb,



tekstur colloform, dan tekstur crustiform. Tekstur-tekstur tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.2 sampai 3.4.



Kalsedoni merupakan tekstur dengan temperatur rendah (120-200°C) dan biasanya



ditemukan pada kedalaman dangkal dan menutupi zona mineralisasi.



a



b



Gambar 3.2 Tekstur urat kuarsa pada batuan: (a) Tekstur kalsedonik pada urat kuarsa dengan adularia berwarna merah jambu (pink adularia), conto berasal dari Cracow (Corbett, 2002) dan (b) Tekstur comb pada urat kuarsa, conto berasal dari Victoria Lepanto (Anonim b, 2004).



III-7



Gambar 3.3 Tekstur sakaroidal pada kuarsa (Anonim b, 2004).



1 cm



Ccp



1 cm



Qtz



Qtz



Sulfida Adl



a



b



Gambar 3.4 Tekstur urat kuarsa pada batuan: (a) Tekstur crustiform pada urat kuarsa (Qtz) berasosiasi dengan kalkopirit (Ccp) pada conto yang berasal dari Karanggahake-Jepang yang berupa bijih bonanza dan (b) Tekstur colloform pada urat kuarsa (Qtz)-adularia (Adl)-sulfida (Anonim b, 2004). Tekstur colloform merupakan bagian dari tekstur kalsedoni, bentuk seperti batu



ginjal atau permukaan bundar, berasal dari gel silika dan dekat dengan tubuh bijih



(ore). Apabila tekstur tersebut tidak mengandung mineral bijih maka kecil kemungkinannya daerah tersebut terdapat potensi mineral bijih. Tektur ini memiliki ukuran kristal yang relatif lebih besar dari tekstur kalsedoni.



III-8



b. Tekstur recrystallization



Contoh dari tekstur ini adalah tekstur moss. Tekstur moss merupakan pengkristalan



kembali suatu mineral membentuk globular (Gambar 3.5).



Gambar 3.5 Tekstur moss dari gel silika yang globular, conto berasal dari Pujinggo Scott Lode (Anonim b, 2004).



0,25 cm c. Tekstur penggantian (replacement)



Tekstur penggantian adalah tekstur sisa dari suatu mineral awal yang digantikan



oleh mineral baru yang relatif lebih stabil pada kondisi hidrotermal. Contohnya tekstur cetakan dari adularia dan bladed kalsit (Gambar 3.6). 1 cm



Cetakan adularia menjarum a



b



Gambar 3.6 Tekstur penggantian pada urat kuarsa: (a) Cetakan adularia menjarum yang telah digantikan oleh silika.



III-9



2. Endapan Epitermal Intermediate Sulphidation



Mineral hasil alterasi yang ditemukan pada endapan epitermal intermediate



sulphidation umumnya adalah sericit, akan tetapi tidak jarang juga ditemukan adularia.



Endapan epitermal intermediate sulphidation dicirikan oleh mineral sulfida berupa



sphalerit miskin akan Fe, galena, kalkopirit dan tertahedrit-tenantit. Tetrahedrite-tenantit ini terbentuk pada saat evolusi dari fluida high sulphidation ke low sulphidation (Corbett, 2005). Tekstur umum yang dijumpai pada endapan ini adalah coarse band.



Endapan epitermal intermediate sulphidation dapat terbentuk secara luas pada



lingkungan andesitik-dasitik, akan tetapi endapan ini tidak sama seperti sistem epitermal



high sulphidation yang memiliki hubungan yang sangat dekat dengan sistem porfiri (Sillitoe dan Hedenquist, 2003). Batuan felsik seperti riolit kadang dapat berasosiasi juga dengan endapan ini.



Endapan epitermal intermediate sulphidation umumnya terbentuk pada kedalaman



300-800m (jarang >1000m). Endapan ini terbentuk pada host rock berupa dome, diatreme (andesit-ryodasit), batuan piroklastik dan batuan volkanik klastik. Endapan yang terbentuk



oleh sistem epitermal intermediate sulphidation biasanya memiliki bentuk endapan berupa urat, breksi hidrotermal dan disseminasi. Tekstur bijih yang khas dari endapan ini adalah coarse band (Hedenquist, 2000).



Mineralogi pada endapan intermediate sulphidation Mineral hasil alterasi yang terbentuk pada sistem epitermalintermediate sulphidation



adalah clays, serisit, karbonat, roskoelit, dan florit. Mineral gangue yang umumnya dijumpai



pada



endapan



ini



adalah



kuarsa-karbonat-rodonit-serisit-



adularia±barit±anhidrit±hematit±klorit(Hedenquist, 2000).



Mineral sulfida yang umum dijumpai pada endapan intermediate sulphidation adalah



pirit te-Au-Ag, sphalerit, galena, kalkopit, dan tetrahedrit-tenantit. Logam yang terkandung dalam endapan ini dibagi menjadi 2 jenis yakni logam berharga dan juga logam dasar.



Logam berharga yang terdapat pada endapan ini yakni emas (Au) dan perak (Ag). Sedangkan logam dasar yang terdapat pada endapan ini yaitu timbal (Pb), seng (Zn),



tembaga (Cu) dan Mangan (Mn). Kandungan emas dan perak dalam endapan ini sekitar 210, sedangkan kandungan logam dasarnya (20t) % base metals(Hedenquist, 2000).



III-10



Fluida pada endapan intermediate sulphidation Hubungan spasial dan temporal umum dijumpai pada endapan intemediet



sulphidation dan endapan high sulphidation pada satu tubuh gunungapi (Margolis dkk,



1991; Sillitoe 1989,1999a). Hal tersebut bertolak belakang dari inklusi fluida dan fakta lain yang menunjukan bahwa sitem intermediate sulphidation tidak berhubungan dengan



sistem high sulphidation (e.g.,Simons, 1995; Albinson dkk, 2001). Endapan high sulphidation yang memiliki hubungan magmatik dengan endapan intermediate sulphidation tidak termasuk dalam kategori high sulphidation. Kehadiran beberapa endapan



intermediate sulphidation yang bersamaan dengan endapan high sulphidation dapat dijelaskan menggunakan dua cara. Pertama, fluida dalam melewati lithocap untuk membentuk urat intermediate sulphidation pada beberapa posisi distal. Kedua, fluida



intermediate sulphidation dalam, berevolusi menjadi kondisi fluida high sulphidationpada saat memasuki lithocap yang tidak terbufer dan kemudian diikuti oleh netralisasi sufisien dan reduksi pada saat fluida keluar dan terjadi interaksi antara fluida dan batuan sehingga



fluida akan kembali menjadi fluida intermediate sulphidation lagi (Margolis dkk, 1991; Sillitoe, 1999a; Einaudi dkk, 2003).



Gambar 3.7. Diagram F(S2) vs T yang menunjukan tingkat sulfidasi dari sangat rendah dan rendah sampai menengah sampai tinggi dan sangat tinggi. Pada diagram tersebut juga ditunjukan mineral sulfida penciri masing-masing tingkat sulfidasi(Einaudi dkk, 2003) III-11



Fluida hidrotermal yang membentuk endapan epitermal intermediate sulphidation



memiliki salinitas 5-20+ wt% NaCl. Fluida ini memiliki temperatur sekitar 220oC280oC(Hedenquist, 2000). Fluida terbeut berperan dalam pembentukan endapan logam



dasar yang kaya akan Ag. Menurut Sillitoe (1997), berdasarkan penelitiannya di Sierra Madre Occidental dan Altipano di Meksiko, pada daerah tersebut endapan Ag/Au hanya di



temukan pada kedalaman 500m diatas basement, dengan banyak sulfida logam dasar yang lebih dalam. Hal ini merepresentasikan pada umumnya kedalaman yang



sangat dalam dari fluida yang memiliki salinitas tinggi. Asal mula dari brines dalam memiliki hubungan dengan intrusi. Bagaimanapun, alasan mengenai mengapa salinitas



pada fluida intermediate sulphidation membentuk endapan yang didominasi oleh Zn-Pb



daripada membentuk endapan yang didominasi oleh Cu seperti pada endapan high sulphidation masih belum jelas. Kemungkinan bijih epitermal Zn-Pb dizonasi oleh



mineralisasi Cu yang lebih dalam akibat gradien panas yang dapat dilihat seperti pada lingkungan porfiri (Einaudi dkk, 2003) atau alternatif lain yaitu kandungan logam pada sumber magmatiknya memang sangat berbeda.



Tabel 3.2 Karakteristik dari masing-masing jenis endapan epitermal berdasarkan kenampakan dilapangan (Sillitoe dan Hedenquist, 2003) High Sulphidation



Contoh Endapan Asosiasi dengan batuan volkanik Mineral Alterasi penciri



El Indio, Chile Yanacocha, Peru Andesit-riodasit Kuarsa-alunit; kuarsa-pirofilit



Intermediate Sulphidation Fresnillo, Mexico Baguio, Philippines



Andesit-riodasit dan terkadang riolit Serisit, adularia



Gangue silika



Silisifikasi dan vuggy residual quartz



Kuarsa crustiform dan comb



Gangue karbonat



Tidak ada



Gangue Lainnya



Umum dijumpai, termasuk jenis manganiferus



Barit



Barit dan Manganiferus



10-90 vol %



5-20 vol %



Kandungan Sulfida Mineral Sulfida



Enargit, Luzonit,



Spalerit miskin Fe,



Low sulphidation Midas, Nevada Emperor, Fiji Basalt-riolit



Ilit/smektit-adularia, roskoelit-ilit-adularia



Kalsedon dan Kuarsa crustiform dan comb, karbonat replacement Ada, tapi hanya sedikit dan tidak termasuk jenis manganiferus



Barit, dan kadang dijumpai florit