Enukleasi Kista New [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ENUKLEASI KISTA



Disusun oleh: Zhafarina Rianti (2017-16-134)



Pembimbing: drg. Inda Pribadi, SpBM



FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA) JAKARTA 2020



DAFTAR ISI DAFTAR ISI............................................................................................................................2 BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................3



A. Latar Belakang....................................................................................................3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................4 A. Pengertian Kista.................................................................................................4 B. Klasifikasi Kista Rahang......................................................................................4 C. Etiologi Kista Rahang........................................................................................12 D. Patogenesis Kista.............................................................................................13 E. Penatalaksanaan Kista.....................................................................................13 F. Pengertian Enukleasi........................................................................................13 G. Indikasi Enukleasi.............................................................................................14 H. Keuntungan Enukleasi......................................................................................14 I. Kerugian Enukleasi...........................................................................................14 J. Teknik Enukleasi...............................................................................................14 BAB III PENUTUP................................................................................................................19 A. Kesimpulan.......................................................................................................19 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................20



2



BAB I PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Salah satu kelainan dalam mulut yang sering ditemukan dalam praktik bedah mulut adalah kista. Kista merupakan suatu rongga patologis yang berisi cairan atau semi cairan, yang tidak disebabkan oleh akumulasi pus. Kista bisa dibatasi oleh epitel maupun tidak, dan dapat menyebabkan pembesaran intraoral dan ekstraoral yang secara klinis dapat menyerupai tumor jinak.1 Gambaran klinis kista umumnya asimptomatis hingga timbulanya infeksi atau adanya fraktur patologis. Kista dapat tumbuh dengan berbagai ukuran, dan kista yang besar dapat dihubungka dengan ekspansi tanpa rasa sakit pada tulang yang diserang. Lesi yang besar dapat menimbulkan asimetri wajah dan dapat berpotensi menjadi agresif. Perluasan tulang yang diikuti dengan assimetri wajah, pergeseran gigi yang ekstrim, resorpsi akar gigi yang berdekatan dan rasa sakit merupakan kemungkinan dari akibat yang ditimbulkan oleh pembesaran kista yang berlanjut. 2,3 Perawatan kista harus dilakukan dengan cara pembedahan. Salah satu metode pembedahan yang dapat dilakukan adalah metode enukleasi. Dengan metode ini, seluruh dinding kista dikeluarkan sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan. 4



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN KISTA Kista merupakan suatu rongga patologis yang berisi cairan atau semi cairan, yang tidak disebabkan oleh akumulasi pus. Kista dapat berada pada jaringan lunak ataupun keras. Kista bisa dibatasi oleh epitel maupun tidak, dan dapat menyebabkan pembesaran intraoral dan ekstraoral yang secara klinis dapat menyerupai tumor jinak.1



B. KLASIFIKASI KISTA RAHANG Kista rahang sangat bervariasi, secara umum dapat diklasifikasikan berdasarkan ada tidaknya epitel yang melapisi, yaitu kista epitel dan kista non epitel. Kista epitel dibagi menjadi kista perkembangan (developmental cyst) dan kista peradangan (inflammatory cyst). Kista perkembangan dibagi menjadi kista odontogenik dan kista non odontogenik.5,6 Klasifikasi kista rahang menurut WHO (1992): 1. Developmental a. Odontogenik -



Kista gingival pada bayi (Eipstein’s Pearls)



-



Odontogenik keratosis (kista primordial) Keratocyst odontogenic tumor (KCOT) merupakan lesi jinak pada regio maksila dan mandibular yang berasal dari sisa dental lamina dan proliferasi sel dari basal layer epitel rongga mulut pada mandibular dan maksila.7 Istilah odontogenic keratocyst pertama kali diperkenalkan oleh Philipsen pada tahun 1956, sedangkan pada tahun 1963, Pinnborg dan Hansen menemukan adanya gambaran yang merupakan ciri khas KCOT. 8 KCOT tidak memiliki karakteristik manifestasi klinis, KCOT dapat terjadi secara simtomatis atau asimtomatis. KCOT yang asimtomatis biasanya dideteksi melalui pemeriksaan rutin radiograf secara tidak sengaja. KCOT 4



memiliki karakteristik radiografi seperti gambaran lesi radiolusen yang terkortikasi dan memiliki tepi scalloped, ekspansi minimal, ekspansi biasanya terjadi ke arah medial dan berkembang di sepanjang aspek internal tulang maksila dan mandibular. Pada umumnya, lesi menyebabkan displacement gigi yang berdekatan, resorpsi akar gigi yang berdekatan, dan ekstrusi pada gigi yang berdekatan.9



Gambar 1. Hasil pemeriksaan CBCT dari KCOT.9



KCOT seringkali terjadi rekuren setelah enukleasi, terutama setelah 5 tahun post terapi. Beberapa penelitian menyatakan bahwa terdapat 3 mekanisme yang bertanggung jawab terhadap terjadinya rekurensi, yaitu adanya sisa dental lamina pada rahang yang tidak berhubungan dengan KCOT awal, pengambilan lesi yang tidak lengkap tepi kista dan adanya perforasi kortikal dengan perlekatan pada jaringan lunak yang berdekatan, dan adanya sisa sel dental lamina dan kista satelit yang tertinggal setelah enukleasi.10 Keputusan perawatan berdasarkan pada usia dan kesehatan pasien, ukuran dan lokasi lesi, keterlibatan tulang kortikal, dan keterlibatan struktur anatomi yang berdekatan dengan lesi. Untuk menghindari terjadinya rekurensi maka diperlukan pemeriksaan radiografi untuk melihat perluasan lesi.9 5



-



Kista dentigerous (kista folikular) Kista dentigerous adalah kista yang terbentuk di sekitar mahkota gigi yang belum erupsi. Kista ini mulai terbentuk bila cairan menumpuk di dalam lapisan epitel email yang tereduksi atau diantara epitel dan mahkota gigi yang belum erupsi. Kista ini merupakan kista terbanyak setelah kista radikuler. Sering terjadi pada posterior maksila dann mandibula dan umumnya berkaitan dengann impaksi atau embedeed gigi molar ketiga. Factor local penyebab kista dentigerous dapat dikaitkan dengann perkembangann mahkota atau gigi permanen dan juga bisa muncul, dari sisa epitel enamel. Factor lingkungan termasuk kekurangan endokrin, demam, dan radiasi.11 Gambaran klinis umumnya asimptomatis hingga timbulnya innfeksi atau adanya fraktur patologis. Lesi yang besar dapat menimbulkan asimetri wajah dan dapat berpotensi menjadi agresif. 11



Gambar 1. (A) Gambaran klinis pasien tampak pipi kiri mengalami deformasi;(B) Gambaran worm view terlihat asimetris wajah.11



Gambaran radiologi kista berbatas jelas unilokuler dan kadanngkadang tampak multilokuler yang radiolusen berhubungan dengan mahkota gigi yang tidak erupsi. Pada mandibula, gambaran radiolusen dapat meluas



6



ke superior daerah molar ketiga ke ramus atau ke anterior dan inferior sepanjang corpus manndibula.11



Gambar 1. (A) Menunjukan gambaran radiologi kista dentigerous pada molar ketiga ektopik di coronoid ;(B) Gambaran 3D menunjukan kerusakan tulng di sekitar coronoid. 11



Pemeriksaan patologis kista bervariasi tergantung apakah kista terinflamasi atau tidak. Pada kista non innflamasi, dinding jaringann fibrous tersusun longgar dan terdiri dari substansi dasar glycosaminoglycan. Pulaupulau kecil dan anyaman sisa-sisa epitel odontogenik yang tidak aktif terdapat pada dinding jaringan fibrous. Batasann epitel terdiri dari 2-4 lapisan sel epitel kuboid dan ruang antara jaringan dan epitelnya datar. Pada kista yang terinflamasi, dinding fibrous lebih banyak kolagennya dengan disertai sel-sel inflamasi kronis. Batasan epitel memperlihatkan bermacam jumlah hipeplasia dengan tonjolan rete serta gambaran skuamosa. Permukaan yang mengalami keratinisasi sering terlihat. 11 Terapi kista dapat dilakukan enukleasi terhadap kapsul jaringan ikat dan sekaligus mengikutsertakan lapisan epitel secara keseluruhan. Tindakan inin harus dilakukan dengan hati-hati untuk menhindari tertinggalnya epitel yang dapat menyebabkan terbentuknya kista residual, karena kista baru yang terbentuk akan lebih invasif.11 -



Kista erupsi



7



Kista erupsi merupakan merupakan suatu kista odontogenic yang mengelilingi mahkota gigi,dinding epitelnya memiliki hubungan dengan mahkota gigi sulung atau kadang gigi permanen yang sedang erupsi. Kista ini merupakan kista jinak jaringan lunak yang berada di atas gigi sulung atau permanen yang akan erupsi, timbul secara singkat sebelum kemunculan gigi didalam rongga mulut. Kista erupsi merupakan analog jaringan lunak pada kista dentigerous, tetapi dikenal sebagai kesatuan klinis.12,13



Gambar 1. Gambaran klinis kista erupsi.14



Tidak ada penanganan khusus untuk kista erupsi karena berasal dari gigi yang akan erupsi. Folikel bisa pecah secar aspontan atau dapat dilakukan pembedahan terbuka jika terinfeksi, dengan cara eksisi mukosa untuk membebaskan mahkota gigi.12,13 Kista erupsi tidak perlu diobati dan kebanyakan kista tersebut dapat hilang dengan sendirinya. 14 -



Kista lateral periodontal



-



Kista gingival pada dewasa



-



Kista glandular odontogenic



b. Nonodontogenik -



Kista duktus nasopalatinus Kista nasopalatinus (KNP) dikenal juga dengan nama incisive canal cyst, anterior middle cyst, dan anterior middle palatine cyst yang diduga berasal dari sisa embrionik duktus nasopalatina yang menghubungkan antara cavum nasi dan maksila anterior pada perkembangan fetus. Pada umumnya kista berkembang pada garis tengah maksila anterior dekat foramen incisive. 8



Kista ini merupakan kista yang tersering dari kista non odontogenik rongga mulut, dengan angka kejadian sekitar 1% dari populasi. 15,16 Penderita KNP umumnya tanpa keluhan.dan lesi kista ditemukan secara tidak sengaja saat pemeriksaan rutin radiologi. Keluhan awal umumnya timbul pada daerah kaudal lesi apabila kista mengalami inflamasi atau infeksi pada 46 % kasus, keluhan lain berupa sensasi rasa terbakar yang dapat timbul pada daerah anterior maksila, nasal bridge dan mata, dapat juga berupa rasa gatal, pembengkakan pada bibir atau palatum, rasa asin akibat drainase cairan kista yang bocor dan rasa nyeri akibat tekanan pada struktur sekitarnya, tidak jarang juga menimbulkan deformitas wajah akibat pertumbuhan dan ekspansi kista intraoral. 17 Hasil radiologi menunjukan lesi radiolusen berbentuk bulat, oval atau hati dengan batas jelas yang berlokasi pada garis tengah anterior maksila.15,18



Gambar 1. Gambaran radiografi dari kista nasopalatinus. 17



Pilihan utama terapi KNP adalah eksisi pembedahan melalui pendekatan flap palatal. Pada KNP berukuran besar para ahli menyarankan untuk dilakukan marsupialisasi.17 -



Kista nasolabial Kista nasolabial merupakan suatu pembengkakan ektodermal yang bermanifestasi sebagai suatu massa pada setengah lateral dari lantai vestibulum nasi di dasar ala nasi.1 Menurut classification of cyst of the



9



orofacial region berdasarkan WHO tahun 1992, kista ini termasuk kista epitelial yang non-odotogenik.19 Gejala klinik dari kista nasolabial umumnya asimtomatis. Kista tumbuh lambat dan memperlihatkan pembengkakan pada daerah sekitar bibir. Kista keluar dari lipatan nasolabial dan mengangkat ala nasi sehingga merubah bentuk nostril kemudian menyebabkan pembengkakan pada dasar hidung. Dalam rongga mulut, kista membentuk tonjolan pada sulkus labialis.20



Gambar 1. Gambaran tomografi komputer dari kista nasolabial. 20



Penatalaksanaan kista nasolabial dapat berupa injeksi kista dengan agen sklerotik, ekstirpasi kista dengan pendekatan sublabial atau dengan teknik terbaru yaitu marsupialisasi endoskopi transnasal. 20 Ekstirpasi kista dengan



pendekatan



sublabial



merupakan



teknik



standar



dalam



penatalaksanaan kista nasolabial.21 2. Inflammatory a. Kista radikuler Kista radikuler adalah suatu kavitas tertutup atau kantung patologis pada ujung akar gigi (periapikal), berisi massa setengah padat atau cairan yang dilapisi oleh jaringan epitel.22 Kista ini diklasifikan ke dalam inflammatory odontogenic cyst, yaitu kista yang timbul sebagai akibat dari proses peradangan atau inflamasi pulpa gigi yang tidak dirawat sampai menyebabkan inflamasi hingga pulpa mengalami kematian atau menjadi nekrosis. 23,24 Selain karies, penyebab lainnya adalah trauma benturan, pukulan keras, terjatuh, sehingga



10



menyebabkan gigi menjadi nekrosis, atau dapat juga disebabkan karena gigi pernah mendapatkan perawatan restorasi yang tidak tepat.25 Kista ini dapat terjadi di daerah periapikal dari gigi regio manapun, namun dilaporkan lebih sering terjadi pada gigi anterior maksila, sementara pada mandibula lebih sering terjadi pada regio premolar. 23 Kista radikuler hampir semuanya dilapisi oleh epitel pipih berlapis tidak berkeratin. Lapisannya mungkin berselang 1 hingga 50 lapisan sel. Namun, jumlah lapisan yang lebih sering ditemukan antara 6 hingga 20 lapisan sel. Lapisan epitelnya berkembang dengan pesat disertai dengan inflamasi yang parah atau berkembang lambat dengan tanda tertentu. Sel inflamasi yang sebagian besar terdiri dari leukosit polimorfonuklear berpenetrasi ke dalam lapisan epitel yang berkembang pesat, sedangkan kapsul fibrosa dipenetrasi oleh sel yang terinflamasi. Sebagian besar, lesi kista radikuler tidak terdeteksi secara klinis karena lesi kista umumnya kecil, tumbuh lambat, tanpa gejala (asimptomatis), tidak terasa nyeri, dan tidak menimbulkan pembesaran tulang rahang yang bermakna, sehinga keberadaannya tidak disadari oleh pasien dan umumnya lesi lebih sering ditemukan secara tidak sengaja pada survei radiografi dibandingkan secara klinis dalam rongga mulut. Namun apabila lesi kista ini berkembang cukup besar, biasanya akan terlihat secara nyata dalam rongga mulut berupa benjolan pada gingiva dengan permukaan yang licin, warna sama dengan permukaan disekitarnya atau kebiruan, dan apabila dipalpasi benjolan tersebut akan ikut bergerak atau dikenal dengan fenomena pingpong. 25 Pada pemeriksaan radiografi kista radikuler merupakan area yang berbatas tegas dan berdinding tipis terlihat sebagai daerah radiolusen berbentuk bulat atau oval pada daerah periapikal dengan ukuran yang bervariasi serta dikelilingi oleh tepi radiopak pada apeks akar gigi yang non vital. 4 Beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk menangani kista radikuler, seperti bedah endodontik, ekstraksi gigi penyebab, enukleasi serta marsupialisasi yang disertai enukleasi.



11



Gambar 1. Gambaran radiografi periapical dan CBCT 3D view dari kista radikuler. 26



b. Kista residual c. Paradental



C. ETIOLOGI KISTA RAHANG Kista odontogenik merupakan kista yang dinding epitelnya berasal dari sisa organ pembentuk gigi yang mampu berproliferasi dan potensial menjadi tumor. Ada 3 macam sisa epitel yang berperan dalam pembentukan beberapa kista odontogenik. Pertama adalah epitel lamina dental atau rest of serres yang berasal dari epitel rongga mulut yang menetap di jaringan setelah menginduksi perkembangan gigi dan merupakan penyebab terjadinya odontogenik keratosis, kista periodontal lateral, kista gingival. Kedua adalah epitel enamel tereduksi yang merupakan sisa epitel yang mengelilingi mahkota gigi setelah pembentukan enamel lengkap dan menjadi penyebab terjadinya kista dentigerous dan kista erupsi. Ketiga adalah epitel malassez yang merupakan sisa dari ephitelial rooth sheath of Hertwig’s yang menetap pada ligament periodontal setelah pembentukan akar lengkap dan seluruh kista radikuler berasal dari sisa-sisa jaringan ini.5,6 Kista non odontogenik berasal dari ektoderm yang terlibat dalam pembentukan jaringan wajah, seperti kista duktus nasopalatinus dan kista nasolabial.



12



D. PATOGENESIS KISTA Patogenesis pertumbuhan atau perkembangan suatu kista dapat dibagi menjadi 4 tahap, yaitu:2 1. Tahap awal Tahap awal ditandai dengan pertumbuhan kista yang belum merusak tulang sehingga tulang masih utuh dan teraba keras. 2. Tahap sensasi bola pingpong Tahap ini ditandai dengan sudah mulainya terjadi desakan kista yang semakin besar pada tulang. 3. Tahap krepitasi Pada tahap ini sudah terjadi fragmentasi dari tulang akibat desakan kista sehingga palpasi teraba adanya krepitasi. 4. Tahap fluktuasi Tahap ini hanya ada bila kista telah mengerosi tulang secara sempurna.



E. PENATALAKSANAAN KISTA Penatalaksanaan kista pada rahang adalah dengan pembedahan, baik secara enukleasi maupun marsupialisasi.5,27,28 Kedua perawatan ini diperkenalkan oleh Partsch dan masih dipakai secara meluas sampai sekarang. Beda antara kedua perawatan ini adalah pada perlakuan operator pada kista itu sendiri. Jika pada enukleasi kista diangkat secara utuh dari jaringan, marsupialisasi dilakukan dengan cara membuat jendela pada kista. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode perawatan kista adalah usia pasien, kondisi kesehatan pasien, ukuran dan letak lesi, ada tidaknya perforasi tulang kortikal dan keterlibatan struktur anatomi yang penting. 29,30,31



F. PENGERTIAN ENUKLEASI Enukleasi merupakan suatu proses dimana dilakukan pengangkatan kista seluruhnya secara utuh tanpa terjadi perpecahan. Enukleasi biasanya dilakukan secara 13



intraoral walaupun terkadang dapat juga diindikasikan ekstraoral pada submandibular. Enukleasi kista harus dilakukan dengan hati-hati, karena kista diangkat dalam satu potongan tanpa fragmentasi, yang akan mengurangi resiko rekurensi. Namun pada praktiknya, pemeliharaan keutuhan kista tidak selalu dapat terjaga, hancurnya potongan kista dapat terjadi.32



G. INDIKASI ENUKLEASI Indikasi dari enukleasi adalah sebagai berikut:32 1. Kista berukuran kecil. 2. Kista berukuran kecil maupun besar yang tidak membahayakan struktur vital. 3. Kista odontogenic keratocyst yang mempunyai resiko rekurensi tinggi.



H. KEUNTUNGAN ENUKLEASI Berikut merupakan keuntungan dari metode enukleasi:32 1. Pemeriksaan patologi dari seluruh kista dapat dilakukan 2. Penyembuhan yang cepat terjadi karena adanya penutupan luka.



I. KERUGIAN ENUKLEASI Berikut merupakan kerugian dari metode enukleasi:32 1. Pada penderita usia muda, gigi yang belum erupsi yang terkait dengan kista ikut terangkat. 2. Dapat terjadi fraktur rahang pada pengangkatan kista berukuran besar. 3. Prosedur pengangkatan membahayakan struktur vital yang berdekatan.



J. TEKNIK ENUKLEASI Intraoral enukleasi Parsch II: 1. Insisi dan Pembuatan Flap Mukoperiosteal.32 -



Prinsip umum desain flap mukoperiosteal dapat diterapkan, tetapi dengan modifikasi tertentu tergantung pada bentuk dan lokasi kista. 14



-



Saat ada gigi yang terlibat, insisi harus ditempatkan di sekitar gigi tersebut, baik gigi tersebut dipertahankan maupun dicabut.



-



Apabila terdapat kelainan periodontal atau ada gigi dengan mahkota tiruan, maka dianjurkan untuk menghindari gingival crevice dan insisi diletakan jauh dari leher gigi.



-



Untuk memudahkan perbaikan di area edentulous, insisi dibuat di sepanjang crest



Gambar 2.1 (A) Akses ke kista telah diindikasikan dengan warna merah (B) Enukleasi kista bersamaan dengan pencaabutan gigi jika diindikasikan dan flap periosteal diposisikan ulang lalu dijahit.32



2. Pembuangan Tulang.32 Saat tulang yang berada di atas kista tidak dapat dipertahankan, maka dibuang dengan bur akrilik, gouges atau ronger, cukup untuk membuat akses yang baik untuk enukleasi.



Gambar 2.2 Eksposur kista intraoral.32



3. Pengangkatan Kista.32 15



Kista harus diangkat seluruhnya. Pemisahan cyst lining dari ikatan neurovascular alveolar inferior, antral floor, dan apikal gigi harus dilakukan dengan hati-hati. Diseksi menggunakan instrument yang tumpul lebih dianjurkan. Periksa kavitas dan margin, tulang yang tajam dihaluskan, dilanjutkan dengan irigasi.



Gambar 2.3 Enukleasi kista.32



4. Penjahitan Daerah Pembedahan.32 Kemudian dilakukan penutupan dengan penjahitan.



Gambar 2.4 (A) Preoperatif (B) Flap periosteal diangkat dan pembuangan tulang (C,D) Pengangkatan kista dengan kuret (E) Penutupan luka dengan penjahitan. 32



16



Gambar 2.5 Pembuatan flap trapezoid.33



Gambar 2.6 Refleksi jaringan periosteum dan eksposur tampilan operasi. 33



Gambar 2.7 Pembuangan jaringan tulanng.33



Gambar 2.8 Osseus window untuk mengangkat lesi.33



17



Gambar 2.9 Pengangkatan kista menggunakan hemostat dan kuret. 33



Gambar 2.10 Setelah kista diangkat.33



Gambar 2.11 Menutup flap dengan penjahitan. 33



18



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Salah satu kelainan dalam mulut yang sering ditemukan dalam praktik bedah mulut adalah kista. Kista merupakan suatu rongga patologis yang berisi cairan atau semi cairan, yang tidak disebabkan oleh akumulasi pus. Perawatan kista harus dilakukan dengan cara pembedahan. Salah satu metode pembedahan yang dapat dilakukan adalah metode enukleasi. Dengan metode ini, seluruh dinding kista dikeluarkan sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan. Indikasi dari enukleasi yaitu kista berukuran kecil, maupun besar yang tidak membahayakan struktur vital, dan kista odontogenic keratocyst yang mempunyai resiko rekurensi tinggi. Keuntungan dari metode ini adalah pemeriksaan patologi dari seluruh kista dapat dilakukan dan penyembuhan yang cepat terjadi karena adanya penutupan luka. Kerugian dari metode ini adalah pada penderita usia muda, gigi yang belum erupsi yang terkait dengan kista ikut terangkat, dapat terjadi fraktur rahang pada pengangkatan kista berukuran besar, dan prosedur pengangkatan membahayakan struktur vital yang berdekatan. Teknik



enukleasi



dilakukan



dengan



cara



insisi



dan



pembuatan



flap



mukoperiosteal, kemudian pembuangan tulang dan pengangkatan kista secara keseluruhan, setelah itu dilakukan pemeriksaan pada kavitas dan margin, tulang yang tajam dihaluskan, dilanjutkan dengan irigasi dan penutupan luka dengan penjahitan.



19



DAFTAR PUSTAKA 1. Neville, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral and Maxillofacial Pathology 2 nd ed. St.louis: Saunders. 2002: 611-619 2. Shear M. Kista Rongga Mulut (terj.) ed.2. Jakarta: buku kedokteran EGC. 1988: 122147 3. Regezi JA, Scuba J. Oral Pathology: Clinical Pathologic Correlations. 2 nd ed. Philadelphia: WB Saunders. 1993: 326-332 4. Mawardi H, Chandha MH. Penatalaksanaan Kista Radikuler Maksila Anterior Secara Enukleasi. Bagian Bedah Mulut: Fakultas Keddokteran Gigi Universitas Hasanuddin. 127-135 5. Sapp JP, Eversole RL, Wisocky GP. Cyst of Oral Regions. In: Sapp JP, Eversole RL, Wisocky GP, eds. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2 nd ed. Missouri: Mosby. 2004: 49-51 6. Mulyaningsih EF, Surarso B. Kista Multipel Rahang (laporan kasus). Jurnal THTKL Vol.5(2). 2012:90-100 7. Freitas DA, Daniela AV, Alisson LDS, Vinícius AF. Maxillary odontogenic keratocyst: a clinical case report. RGO, Rev Gaúch Odontol, Porto Alegre. 2015. Vol 63(4) 8. Chkoura A, Chbiheb S, El wady, W. Keratocyst odontogenic Tumor: a case report and review of the literature. The Internet Journal of Dental science.2008. Vol 6(2) 9. Pramatika B, Sitam s, Firman RN. Temuan Keratocyst Odontogenic Tumor pada Maksila Pasa Pemeriksaan CBCT. Jurnal Radiologi Dentomaksilofasial Indonesia. 2019. Vol 3(2):31-34 10. Suma NK, Pinky C, Venkatesh BNS, Jha S. Odontogenic keratocyst of maxillary premolar region: case report. IJSS case report & review. 2015. Vol 1 (9) 11. Azhar S, Goereti M, Soetji P. Enukleasi Kista Dentigerous pada Coronoid Mandibula Sinistra di Bawah Anastesi Umum. Majalah Kedokteran Gigi Klinik. Vol 1(2):99-103 12. American Academic Pediatric Dentistry. AAPD: reference manual. 2011. Vol 32(6):241 20



13. Greenberg MS, Glick M, Ship JA. Burket’s oral medicine 11th Ed. Hamilton: BC Decker. 2008:147 14. Fajriani. Penatalaksanaan Kista Erupsi pada Anak. Makassar Dent J. 2018. Vol 7(3):164-166. 15. Dedhia P, Dedhia S, Dhokar A, Desai A. Nasopalatina duct cyst: a case report. Case reports in dentistry. 2013. Vol 4(4): 1-4 16. Cecheti F, Otria L, Bartuli L, Bramanti NE, Archur C. Prevalence, distribution and differential diagnosis of nasopalatine duct cyst. Reasearch article. 2012. Vol 20: 4753 17. Chandra AB, Romdhoni AC. Kista Nasopalatina (laporan kasus). Jurnal THT.KL. 2016. Vol 9(2):56-63 18. Neto NC, Bastos AS, Dantas JF, Calvaroho WR, Andrado CR. Nasopalatine duct cyst: a case report within 3 years follow up. International journal dentis. 2010. Vol 9(31): 155- 9 19. Coulthard P, Horner K, Sloan P et al. Cyst and odontogenic tumours in: Oral and Maxillofacial Surgery, Radiology, Pathology and Oral Medicine 2nd Ed. New York: Elsevier.2008: 157-73 20. Budiman BJ, Triana W. Kista Nasolabial. Bagian THT Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas:1-5 21. Lee JY, Baek BJ, Byun JY, et al. Comparison of Conventional via a Sublabial Approach and Transnasal Marsupialization for the Treatment of Nasolabial Cyst: A Prospective randomized Study. Korea: Clin Exp Otorhinolaryngol. 2009 vol 2(2): 85-9 22. Bakar A. Kedokteran Gigi Klinis. 2nd ed. Yogyakarta: Quantum Sinergis Media; 2015: 38 23. Kolokythas A, Miloro M. Pediatric Oral and Maxillofacial Pathology. Vol 28. Philadelphia: Elsevier. 2016:23 24. Slootweg PJ. Dental Pathology: A Practical Introduction. 2nded. New York: Springer. 2013: 100



21



25. Rajendran, Sivapathasundharam. Shafer’s Textbook of Oral Pathology. 7th ed. New Delhi: Elsevier. 2012: 237 26. Diba SF, Epsilawati L, Kapriani R. Kista Radikuler Besar yang Melibatkan Dasar Cavum Nasalis. Jurnal Radiologi Dentomaksilofasial Indonesia. 2019. Vol 3(3): 9-12 27. Chung WL, Cox DP, Ochs MW. Odontogenic Cyst, Tumors, and Related Jaw Lesions. In: Bailey BJ, ed. Head and Neck Surgery-otolaryngology. 3rd ed. Philadelphia: JB Lippincot Company. 2001: 1327-1343 28. Ballenger JJ. Tumors and Cyst of the Face, Mouth, Head, and Neck. In: Ballenger JJ, ed. Disease of the Nose, Throat, Ear, Head, and Neck. 14th ed. Philadelphia: Lea & Fabiger. 1991: 324-334 29. Voorsmit



RACA.



The



Incredible



Keratocyst.



Netherland:



Los



Printers-



Naarden.1984:13-313 30. Houston, GD. Keratocyst in Young Patient Case Report. Departemen of Oral and Maxillofacial Pathology Scool of Dentistry Marquette University.2000 31. Voorsmit RACA, Steolinga PWJ, Haelst W. The Management on Keratocyst. J. Maxillofac. Surg. Vol.9. 1981: 228-236 32. Balaji SM. Balaji PP. Oral & Maxillofacial Surgery Third Edition. India: Elsevier. 2018: 1303-1306 33. https://www.scribd.com/doc/84819095/Enukleasi . Diakses tgl 22-11-2020 pukul



18.36



22