Epidemiologi Demam Berdarah Dengue [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

EPIDEMIOLOGI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)



Disusun oleh: 1. Dea Fadhilah Khairunnisa (10011281722063) 2. Dina Dwi Apriani (10011381722167) 3. Olivia Nathania (10011381722166) 4. Rizka Nurjannah (10011281722069) 5. Roza Holilah (10011281722062) 6. Shania Nursiah Hasri (100112817122072)



Dosen : Feranita Utama, S.KM., M.Kes FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDRALAYA 1



KATA PENGANTAR



Puji asyukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Taufik dan Hidayah Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isi nya yang sangat sederhana dengan judul ”Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah (DBD)” Makalah ini disusun secara sistematis mengenai uraian tentang Epidemiologi Penyakit yaitu Demam Berdarah Dengue. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan menambah wawasan atau ilmu pengetahuan, petunjuk maupun pedoman bagi Pembaca. Penyusun menyadari dalam pembuatan makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharap saran dan kritik yang membangun dari pembaca.



Indralaya, 14 Oktober 2018



2



DAFTAR ISI KATA PENGHANTAR…………………………………………………….



2



PENDAHULUAN…………………………………………………………..



4



A. Latar belakang……………………………………………………….



4



B. Rumusan Masalah……………………………………………………



5



C. Tujuan Masalah………………………………………………………



5



PEMBAHASAN……………………………………………………………..



6



A. Pengertian Penyakit Demam Berdarah (DBD)…………………………



6



B. Model Penyakit DBD….……………………………………………….



7



C. Riwayat Alamiah Penyakit DBD……………………………………….



10



D. Sejarah Perkembangan Penyakit DBD…………………………………



11



E. Distribusi Penyakit DBD………………………………………………..



12



F. Tempat Berpotensial Terjadi Penularan Penyakit DBD…………………



13



G. Program Pencegahan Penyakit DBD…………………………………….



14



PENUTUP……………………………………………………………………….



16



A. Kesimpulan……………………………………………………………….. 16 DAFTRAR PUSTAKA………………………………………………………….. 17



3



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak musim hujan tiba maka perlu diwaspadai adanya genangan – genangan air yang terjadi pada selokan yang buntu, serta adanya banjir yang berkepanjangan, perlu diwaspadai adanya tempat reproduksi atau berkembangbiaknya nyamuk pada genangan – genangan tersebut sehingga dapat mengakibatkan sarang nyamuk. Kini saatnya kita melakukan antisipasi dengan cara pengendalian nyamuk dengan pendekatan epidemiologi. Antara nyamuk dan manusia bisa dikatakan hidup berdampingan bahkan nyaris tanpa batas. Namun, berdampingannya manusia dengan nyamuk bukan dalam makna positif. Tetapi nyamuk dianggap mengganggu kehidupan umat manusia. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), bahasa medisnya disebut Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan. Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Demam Berdarah Dengue (DBD) kini sedang mewabah, tak heran jika penyakit ini menimbulkan kepanikan di Masyarakat. Hal ini disebabkan karena penyakit ini telah merenggut banyak nyawa. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI terdapat 14 propinsi dalam kurun waktu bulan Juli sampai dengan Agustus 2005 tercatat jumlah penderita sebanyak 1781 orang dengan kejadian meninggal sebanyak 54 orang. DBD bukanlah merupakan penyakit baru, namun tujuh tahun silam penyakit inipun telah menjangkiti 27 provinsi di Indonesia dan menyebabkan 16.000 orang menderita, serta 429 jiwa meninggal dunia, hal ini terjadi sepanjang bulan Januari sampai April 1998 (Tempo, 2004). WHO bahkan memperkirakan 50 juta warga dunia terinfeksi demam berdarah setiap tahun. Berbagai upaya pengendalian penyakit demam berdarah dengue (DBD) telah dilaksanakan meliputi : promosi kesehatan tentang pemberantasan sarang nyamuk, pencegahan dan penanggulangan faktor resiko serta kerja sama lintas program dan lintas sektor terkait sampai dengan tingkat desa /kelurahan untuk pemberantasan sarang nyamuk. Masalah utama dalam upaya menekan angka kesakitan DBD adalah belum 4



optimalnya upaya pergerakan peran serta masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk Demam Berdarah Dengue. Oleh karena itu partisipasi masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD tersebut perlu di tingkatkan antara lain pemeriksaan jentik secara berkala dan berkesinambungan serta menggerakan masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD. B. Rumusan Masalah 1.



Apa defines atau pengertian dari penyakit demam berdarah (DBD)?



2.



Bagaimana model (host, agent dan lingkungan) terjadinya penyakit demam berdarah?



3.



Bagaimana riwayat alamiah penyakit demam berdarah?



4.



Apa sejarah dari penyakit demam berdarah?



5.



Bagaimana distribusi penyebaran penyakit demam berdarah?



6.



Apa saja tempat yang berpotensial terjadi penularan DBD?



7.



Apa program pencegahan untuk penyakit demam berdarah? C. Tujuan



1.



Mengetahui definisi atau pengertian penyakit demam berdarah.



2.



Mengetahui model terjadinya penyakit demam berdarah.



3.



Mengetahui riwayat alamiah penyakit demam berdarah.



4.



Mengetahui sejarah penyakit demam berdarah.



5.



Mengetahui distribusi penyebaran penyakit demam berdarah.



6.



Mengetahui tempat yang berpotensial terjadinya penularan DBD.



7.



Mengetahui program pencegahan penyakit demam berdarah.



5



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) disebut juga dengan penyakit “break-bone” karena menyebabkan nyeri sendi dan otot di mana tulang terasa retak. Demam berdarah ringan menyebabkan demam tinggi, ruam, dan nyeri otot dan sendi. Demam berdarah yang parah, atau juga dikenal sebagai dengue hemorrhagic fever, dapat menyebabkan perdarahan serius, penurunan tekanan darah yang tiba-tiba (shock), dan kematian. Demam Berdarah Dengue sering disebut pula Dengue Haemoragic Fever ( DHF ). DHF atau DBD adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang betina. (Suriadi : 2001). Demam dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama terinfeksi virus ( Arif Mansjur : 2001). Tanda dan gejala penyakit demam berdarah dengue masa inkubasi selama 3 – 15 hari sejak seseorang terserang virus dengue, Selanjutnya penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut : 



Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 – 40 derajat Celsius).







Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik (puspura) perdarahan.







Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam (konjungtiva), Mimisan (Epitaksis), Buang air besar dengan kotoran (Peaces) berupa lendir bercampur darah (Melena), dan lain-lainnya.







Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali).







Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.







Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 – 7 terjadi penurunan trombosit dibawah 100.000 /mm3 (Trombositopeni), terjadi peningkatan nilai Hematokrit diatas 20% dari nilai normal (Hemokonsentrasi).



6







Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah, penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan sakit kepala.







Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.







Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada persendian.







Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.



B. Model Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) 1.



Agent Penularan penyakit melalui perantara gigitan serangga biasa dikenal sebagai vectorborne disease



(Chandra, 2007). Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus menjadi vektor utama penularan penyakit DBD di Indonesia. Namun dalam keadaan KLB spesies Aedes scutellaris dan Aedes polynesiensis juga turut berperan sebagai vektor penular penyakit DBD. Agen penyebab penyakit DBD berupa virus dengue dari Genus Flavivirus (Arbovirus Grup B) salah satu Genus Familia Togaviradae. Dikenal ada empat serotipe virus dengue yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. Virus dengue ini memiliki masa inkubasi yang tidak terlalu lamayaitu antara 3-7 hari, virus akan terdapat di dalam tubuh manusia. Dalam masa tersebut penderita merupakan sumber penular penyakit DBD. Nyamuk Aedes aegypti merupakan pembawa virus dari penyakit Demam Berdarah. Cara penyebarannya melalui nyamuk yang menggigit seseorang yang sudah terinfeksi virus demam berdarah. Virus ini akan terbawa dalam kelenjar ludah si nyamuk. Kemudian nyamuk ini menggigit orang sehat. Bersamaan dengan terhisapnya darah dari orang yang sehat, virus demam berdarah juga berpindah ke orang tersebut dan menyebabkan orang sehat tadi terinfeksi virus demam berdarah. 2. Host atau pejamu Manusia tergigit oleh nyamuk Aedes yang telah memiliki virus DBD di dalam tubuhnya, virus DBD menginfasi kedalam tubuh. Ketika sistem imun melemah, virus ini aktif berkembang biak dan memulai infasi dan menginfeksi trombosit. Host dari penyakit ini adalah manusia yang peka terhadap infeksi virus dengue. Beberapa faktor yang mempengaruhi manusia adalah: a. Umur 7



Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus dengue. Semua golongan umur dapat terserang virus dengue, meskipun baru berumur beberapa hari setelah lahir. Saat pertama kali terjadi epdemi dengue di Gorontalo kebanyakan anak-anak berumur 1-5 tahun. Di Indonesia, Filipina dan Malaysia pada awal tahun terjadi epidemi DBD penyakit yang disebabkan oleh virus dengue tersebut menyerang terutama pada anak-anak berumur antara 5-9 tahun, dan selama tahun 1968-1973 kurang lebih 95% kasus DBD menyerang anak-anak di bawah 15 tahun. b. Jenis kelamin Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender). Di Philippines dilaporkan bahwa rasio antar jenis kelamin adalah 1:1. Di Thailand tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD antara laki-laki dan perempuan, meskipun ditemukan angka kematian yang lebih tinggi pada anak perempuan namun perbedaan angka tersebut tidak signifikan. Singapura menyatakan bahwa insiden DBD pada anak laki-laki lebih besar dari pada anak perempuan. c. Nutrisi Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik mempengaruhi peningkatan antibodi dan karena ada reaksi antigen dan antibodi yang cukup baik, maka terjadi infeksi virus dengue yang berat. d. Populasi Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi virus dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah insiden kasus DBD tersebut. e. Mobilitas penduduk Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi penularan infeksi virus dengue. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran epidemi dari Queensland ke New South Wales pada tahun 1942 adalah perpindahan personil militer dan angkatan udara, karena jalur transportasi yang dilewati merupakan jalul penyebaran virus dengue (Sutaryo, 2005).



8



3. Lingkungan Lingkungan (environment) adalah kondisi atau faktor berpengaruh yang bukan bagian dari agen maupun penjamu, tetapi mampu mengintraksikan agent penjamu. Dalam penelitian ini yang berperan sebagai faktor lingkungan meliputi lingkungan fisik (jarak rumah, tata rumah, kelembapan rumah, sanitasi lingkungan, dan musim). Lingkungan biologis (tanaman hias/tumbuhan, indeks jentik, host indeks, container indeks, brateu indeks). Lingkungan ada bermacam-macam misalnya tata rumah, macam kontainer, ketinggian tempat dan iklim (Depkes RI, 1998). 1. Jarak antara rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah kerumah lain, semakin dekat jarak antara rumah semakin mudah nyamuk menyebar ke rumah sebelah. Bahan-bahan pembuat rumah, kontruksi rumah, warna dinding dan pengaturan barang-barang dalam rumah menyebabkan rumah tersebut disenangi atau tidak disenangi oleh nyamuk. 2.Kontainer yang merupakan tempat perkembangbiakan vektor Aedes tergantung jenis/bahan kontainer, letak kontainer, bentuk, warna, kedalaman air, tutup dan asal air. 3.Ketinggian tempat. pengaruh variasi ketinggian terhadap syarat-syarat ekologis yang diperlukan oleh vektor penyakit di Indonesia nyamuk Aedes aegypti dan Aedesalbopiktus dapat hidup pada daerah dengan ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut. Lingkungan yang mempengaruhi penularan DBD terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang mempengaruhi kelembaban, pencahayaan di dalam rumah, merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap dan beristirahat (Soegijanto, 2004). Bak penampungan air yang tidak pernah dikuras dan tanpa penutup merupakan lokasi perkembang biakan nyamuk Aedes Aegypty. Semakin banyak genangan air, maka semakin meningkat populasi nyamuk Aedes Aegypty. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan biotik. Menurut Barrera, dkk., (2006) faktor abiotik seperti curah hujan, temperatur, dan evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur, larva dan pupa nyamuk menjadi imago. Demikian juga faktor biotik seperti predator, parasit, kompetitor dan makanan yang berinteraksi dalam kontainer sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilannya menjadi imago. Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer, seperti bahan organik, komunitas mikroba, dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga berpengaruh terhadap siklus hidup Aedes aegypti. Selain itu bentuk, ukuran dan letak kontainer (ada atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga mempengaruhi kualitas hidup nyamuk. Faktor curah hujan mempunyai pengaruh nyata 9



terhadap flukstuasi populasi Aedes aegypti (Irpis, 1972). Suhu juga berpegaruh terhadap aktivitas makan (Wu & Chang, 1993), dan laju perkembangan telur menjadi larva, larva menjadi pupa dan pupa menjadi imago (Rueda, dkk., 1990). Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera, dkk., 2006). Di Indonesia, faktor curah hujan itu mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapangan. Pada musim kemarau banyak barang bekas seperti kaleng, gelas plastik, ban bekas, keler plastik, dan sejenisnya yang dibuang atau ditaruh tidak teratur pada sembarang tempat. Sasaran pembuangan atau penaruhan barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka, seperti lahan-lahan kosong atau lahan tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan. Ketika cuaca berubah dari musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana penampung air hujan. Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi imago. Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk. Pada musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan telurnya. Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pakal pohon bambu juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi serangga vektor terutama Aedes albopictus yang biasa hidup di luar rumah. Terlebih lagi cuaca dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk. Dengan demikian populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya kasus DBD di daerah tersebut. Lingkungan yang mempengaruhi penularan DBD terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang mempengaruhi kelembaban, pencahayaan di dalam rumah, merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap dan beristirahat (Soegijanto, 2004). C. Riwayat Alamiah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) 1.



Tahap Pre-Patogenesis 



Host terpapar virus dengue tetapi kondisi host masih normal atau sehat



2. Tahap Patogenesis a.



Tahap Inkubasi : Penyakit DBD masa inkubasi awal dari ke1-4



10



b.



Tahap Penyakit Dini Demam yang akut, selama 2 hingga 7 hari, dengan 2 atau lebih gejala diantaranya



seperti berikut : nyeri kepala, nyeri otot, nyeri persendian. Di mana gejala panas penderita di hari ke 1- 4 rata-rata menunjukkan peningkatan (cenderung panas) dimana suhu badan mencapai 39 0C – 41 0C, dan hari ke 5-7 rata-rata panas cenderung menurun. c.



Tahap Penyakit Lanjut Bintik-bintik pada kulit sebagai manifestasi perdarahan dan leucopenia, dan terjadi



pembesaran hati (Hepatomegali). 3. Tahap Pasca Pathogenesis Meninggal bagi yang tidak segera ditangani, dan sembuh bagi yang mendapatkan penanganan yang tepat.



D. Sejarah Perkembangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Penyakit ini pertama kali ditemukan di Filipina pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Tetapi Wabah demam berdarah dengue sendiri berawal di Yunani, Amerika Serikat, Australia dan Jepang pada tahun 1920an. Di Indonesia penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya dengan jumlah penderita 58 orang dengan kematian 24 orang (41,3%). Selanjutnya sejak saat itu penyakit Demam Berdarah Dengue cenderung menyebar ke seluruh tanah air Indonesia dan mencapai puncaknya pada tahun 1988 dengan insidens rate mencapai 13,45 % per 100.000 penduduk. Keadaan ini erat kaitannya dengan meningkatnya mobilitas penduduk dan sejalan dengan semakin lancarnya hubungan transpotasi. Seluruh wilayah Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit Demam Berdarah Dengue karena virus penyebab clan nyamuk penularnya tersebar luas baik di rumah maupun tempat-tempat umum, kecuali yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut. Pada saat ini seluruh propinsi di Indonesia sudah terjangkit penyakit ini baik di kota maupun desa terutama yang padat penduduknya dan arus transportasinya lancar. Menurut laporan Ditjen PPM clan PLP penyakit ini telah tersebar di 27 propinsi di Indonesia. Dari 300 kabupaten di 27 propinsi pada tahun 1989 (awal Pelita V) tercatat angka kejadian sebesar 6,9 % dan pada akhir Pelita V meningkat menjadi 9,2%.



E. Distribusi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) 11



a. Distribusi Penyakit DBD Menurut Orang DBD dapat diderita oleh semua golongan umur, walaupun saat ini DBD lebih banyak pada anakanak, tetapi dalam dekade terakhir ini DBD terlihat kecenderungan kenaikan proporsi pada kelompok dewasa, karena pada kelompok umur ini



mempunyai mobilitas yang tinggi dan sejalan dengan



perkembangan transportasi yang lancar, sehingga memungkinkan untuk tertularnya virus dengue lebih besar, dan juga karena adanya infeksi virus dengue jenis baru yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4 yang sebelumya belum pernah ada pada suatu daerah. Pada awal terjadinya wabah di suatu negara, distribusi umur memperlihatkan jumlah penderita terbanyak dari golongan anak berumur kurang dari 15 tahun



(86-95%). Namun pada wabah-wabah



selanjutnya jumlah penderita yang digolongkan dalam usia dewasa muda meningkat. Di Indonesia penderita DBD terbanyak pada golongan anak berumur 5-11 tahun, proporsi penderita yang berumur lebih dari 15 tahun meningkat sejak tahun 1984. b. Distribusi Penyakit DBD Menurut Tempat Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat-tempat dengan ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena pada tempat yang tinggi dengan suhu yang rendah perkembangbiakan Aedes aegypti tidak sempurna. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta tahun 1968 angka kejadian sakit infeksi virus dengue meningkat dari



0,05 per 100.000



penduduk menjadi 35,19 per 100.000 penduduk tahun 1998. Sampai saat ini DBD telah ditemukan diseluruh propinsi di Indonesia. Meningkatnya kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, dan terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat tipe virus yang menyebar sepanjang tahun. c. Distribusi Penyakit DBD Menurut Waktu Pola berjangkitnya infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32 ) derajad celcius , dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes aegypti akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat maka pola terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di pulau Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun. 12



F. Tempat yang Berpotensial Terjadi Penularan DBD Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat vektor. Adapun tempat yang potensial untuk terjadinya penularan DBD adalah sebagai berikut: 1. Wilayah yang banyak kasus DBD (Endemis); 2. Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus 122 Dengue cukup besar di tempat-tempat umum antara lain: a) Sekolah, b) Rumah Sakit atau Puskesmas dan Sarana pelayanan kesehatan lainnya, c) tempat umum lainnya, seperti hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat ibadah dan lain-lain. 3. Pemukiman baru di pinggir kota, karena di lokasi ini, penduduk umumnya berasal dari berbagai wilayah di mana kemungkinan di antaranya terdapat penderita atau carier (Depkes RI, 2004).



G. Program Pencegahan dan Pengobatan Penyakit DBD Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi sampai sore, karena nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan malam hari). Misalnya hindarkan berada di lokasi yang banyak nyamuknya di siang hari, terutama di daerah yang ada penderita DBD nya. Beberapa cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD melalui metode pengontrolan atau pengendalian vektornya adalah 1. Pengendalian Non Kimiawi : a. Pada Larva / jentik nyamuk: Menjaga sanitasi / kebersihan lingkungan yaitu pada umumnya 3M: Menguras dan menyikat dinding bak penampungan air kamar mandi; karena jentik / larva nyamuk demam berdarah (Aedest Aegypti) akan menempel pada dinding bak penampungan air setelah dikuras dengan ciri-ciri berwarna kehitam-hitaman pada dinding, hanya dengan menguras tanpa menyikat dinding maka jentik / larva nyamuk demam berdarah (Aedest Aegypti) tidak akan mati karena mampu hidup dalam keadaan kering tanpa air sampai dengan 6 (enam) bulan, jadi setelah dikuras diding tersebut harus disikat. Menutup rapat – rapat bak – bak penampungan air; yaitu seperti gentong untuk persediaan air minum, tandon air, sumur yang tidak terpakai karena nyamuk demam berdarah (Aedest Aegypti) mempunyai ethology lebih menyukai air yang 13



jernih untuk reproduksinya, Mengubur barang-barang yang tidak berguna tetapi dapat menyebabkan genangan air yang berlarut-larut ini harus dihindari karena salah satu sasaran tempat nyamuk untuk bereproduksi. Pencegahan preventif yaitu memelihara ikan pada tempat penampungan air b. Pada Nyamuk Dewasa : Dengan memasang kasa nyamuk atau screening yang berfungsi untuk pencegahan agar nyamuk dewasa tidak dapat mendekat pada linkungan sekitar kita. Dengan menggunkan Insect Light Killer yaitu perangkap untuk nyamuk yang menggunakan lampu sebagai bahan penariknya (attractan) dan untuk membunuhnya dengan mengunakan aliran listrik. Cara kerja tersebut sama dengan Electric Raket. 2. Pengendalian Kimiawi : a. Pada Larva / jentik nyamuk: Yaitu dikakukan dengan menaburkan bubuk larvasida atau yang biasa disebut dengan ABATE Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan dibersihkan/diganti airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam dinding tempat penampungan air tersebut Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar, tidak membahayakan dan tetap aman bila air tersebut diminum. Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut : Untuk 10 liter air, ABATE yang diperlukan = (100/10) x 1 gram = 10 gram ABATE. Untuk menakar ABATE digunakan sendok makan. Satu sendok makan peres berisi 10 gram ABATE. b. Pada Nyamuk Dewasa : 1.



Dilakukan Space Treatment : Pengasapan (Fogging) dan Pengkabutan (Ultra Low Volume) dengan



insectisida yang bersifat knock down mampun menekan tingkat populasi nyamuk dengan cepat. 2.



Dilakukan Residual treatment : Penyemprotan (Spraying) pada tempat hinggapnya nyamuk biasanya



bekisaran antara 0 – 1 meter diatas permukaan lantai bangunan. 3.



Dengan memasang obat nyamuk bakar maupun obant nyamuk semprot yang siap pakai dan bisa juga



memakai obat oles anti nyamuk yang memberikan daya fungsi menolak (repellent) pada nyamuk yang akan mendekat. 14



 Program Pemerintah dalam Pencegahan DBD Dalam penanganan DBD, peran serta masyarakat untuk menekan kasus ini sangat menentukan. Oleh karenanya program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus perlu terus dilakukan secara berkelanjutan sepanjang tahun khususnya pada musim penghujan. Program PSN , yaitu: 1) Menguras, adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air minum, penampung air lemari es dan lain-lain 2) Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air seperti drum, kendi, toren air, dan lain sebagainya; dan 3) Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular Demam Berdarah. Adapun yang dimaksud dengan 3M Plus adalah segala bentuk kegiatan pencegahan seperti 1) Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan; 2) Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk; 3) Menggunakan kelambu saat tidur; 4) Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk; 5) Menanam tanaman pengusir nyamuk, 6) Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah; 7) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain. PSN perlu ditingkatkan terutama pada musim penghujan dan pancaroba, karena meningkatnya curah hujan dapat meningkatkan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD, sehingga seringkali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) terutama pada saat musim penghujan. Selain PSN 3M Plus, sejak Juni 2015 Kemenkes sudah mengenalkan program 1 rumah 1 Jumantik (juru pemantau jentik) untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan akibat Demam Berdarah Dengue. Gerakan ini merupakan salah satu upaya preventif mencegah Demam Berdarah Dengue (DBD) dari mulai pintu masuk negara sampai ke pintu rumah. Terjadinya KLB DBD di Indonesia berhubungan dengan berbagai faktor risiko, yaitu: 1) Lingkungan yang masih kondusif untuk terjadinya tempat perindukan nyamuk Aedes; 2) Pemahaman masyarakat yang masih terbatas mengenai pentingnya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M Plus; 3) Perluasan daerah endemic akibat perubahan dan manipulasi lingkungan yang etrjadi karena urbanisasi dan pembangunan tempat pemukiman baru; serta 4) Meningkatnya mobilitas penduduk. Untuk mengendalikan kejadian DBD, Kementerian Kesehatan terus berkoordinasi dengan Daerah terutama dalam pemantauan dan penggiatan surveilans DBD. Selain itu, bantuan yang diperlukan Daerah juga telah disiagakan untuk didistribusikan. 15



 Beberapa upaya untuk menurunkan, menekan dan mengendalikan nyamuk dengan cara pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut: 1. Modifikasi Lingkungan Yaitu setiap kegiatan yang mengubah fisik lingkungan secara permanen agar tempat perindukan nyamuk hilang. Kegiatan ini termasuk penimbunan, pengeringan, pembuatan bangunan (pintu, tanggul dan sejenisnya) serta pengaturan sistem pengairan (irigasi). Kegiatan ini di Indonesia populer dengan nama kegiatan pengendalian sarang nyamuk ”3M” yaitu dari kata menutup, menguras dan menimbun berbagai tempat yang menjadi sarang nyamuk. 2. Manupulasi Lingkungan Yaitu suatu bentuk kegiatan untuk menghasilkan suatu keadaan sementara yang tidak menguntungkan bagi keberadaan nyamuk seperti pengangkatan lumut dari laguna, pengubahan kadar garam dan juga sistem pengairan secara berkala di bidang pertanian. 3. Mengubah atau Memanipulasi Tempat Tinggal dan Tingkah Laku Yaitu kegiatan yang bertujuan mencegah atau membatasi perkembangan vektor dan mengurangi kontak dengan manusia. Pendekatan ini dilakukan dengan cara menempatkan dan memukimkan kembali penduduk yang berasal dari sumber nyamuk (serangga) penular penyakit, perlindungan perseorangan (personal protection), pemasangan rintangan-rintangan terhadap kontak dengan sumber serangga vektor, penyediaan fasilitas air, pembuangan air, sampah dan buangan lainnya. 4. Pengendalian Hayati Yaitu cara lain untuk pengendalian non kimiawi dengan memanfaatkan musuh-musuh alami nyamuk. Pelaksanaan pengendalian ini memerlukan pengetahuan dasar yang memadai baik mengenai bioekologi, dinamika populasi nyamuk yang akan dikendalikan dan juga bioekologi musuh alami yang akan digunakan. Dalam pelaksanaanya metode ini lebih rumit dan hasilnyapun lebih lambat terlihat dibandingkan dengan penggunaan insektisida. Pengendalian hayati baru dapat memperlihatkan hasil yang optimal jika merupakan bagian suatu pengendalian secara terpadu. Musuh alami yang yang digunakan dalam pengendalian hayati adalah predator, patogen dan parasit.



BAB III PENUTUP 16



KESIMPULAN DBD adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang betina. (Suriadi : 2001). Model penyakit demam berdarah terdiri dari agent, host dan lingkungan. Agen penyebab penyakit DBD berupa virus dengue dari Genus Flavivirus (Arbovirus Grup B) salah satu Genus Familia Togaviradae. Dengan host adalah manusia. Faktor lingkungan terdiri dari lingkungan abiotic dan biotik salah satu faktor utama lingkungan adalah curah hujan yang tinggi, adanya genangan-genangan air dan kelembaban yang tinggi. DBD dapat dicegah dengan rutin



melakukan 3M, menjaga sanitasi lingkungan tetap bersih, serta mengkonsumsi makananmakanan bergizi sehingga meningkatkan imunitas tubuh. DAFTAR PUSTAKA Anonym. 2011.Pengendalian Nyamuk http://www.pc3news.com/index.php?cat=news&id=911&sub=2&view=news. Di akses tanggal 14 Oktober 2018 Anonym. 2011. Pengendalian Nyamuk Dengan Pendekatan Secara Non Kimiawi Lebih Diutamakan.http://masterhama.wordpress.com/2009/04/22/pengendalian-nyamuk-denganpendekatan-secara-non-kimiawi-lebih-diutamakan/ Di akses tanggal 14 Oktober 2018 Anonym. 2011. Vektor DBD. http://indonesiannursing.com/2008/05/vektor-dbd. Di akses tanggal 14 Oktober 2018 Anonym. 2011. Etiologi dan Patogenesis DBD. http://indonesiannursing.com/2008/05/etiologidan-patogenesis-dbd/. Di akses tanggal 14 Oktober 2018 Anonym. 2011. Program Penanggulangan DBD di Indonesia.http://indonesiannursing.com/2008/05/program-penanggulangan-dbd-di-indonesia/. Di akses tanggal 14 Oktober 2018 Anonym. 2011. Aedes aegypti. http://id.wikipedia.org/wiki/Aedes_aegypti.Di akses tanggal 14 Oktober 2018 Anonym. 2011. Penyakit Demam Berdarah Dengue.http://www.infopenyakit.com/2008/03/penyakit-demam-berdarah-dengue-dbd.html. Di akses tanggal 14 Oktober 2018



17



Dr.Faziah A. Siregar.2004.Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia.www.library.usu.co.id Di akses tanggal tanggal 14 Oktober 2018. Anonym.2012.Epidemiologi Menular. http://www.google.com/url?q=http%3A%2F%2Fenrisyupublichealth.blogspot.com. Diakses tanggal 14 Oktober 2018.



18