11 0 1 MB
EPILEPSI DIAN AYU JUWITA, M. FARM, APT
PENDAHULUAN
Epilepsi
suatu gangguan saraf kronik, dimana terjadi kejang yang bersifat reccurent
Kejang : manifestasi klinik dari aktivitas neuron cortical yang berlebihan di dalam korteks serebral dan ditandai dengan adanya perubahan aktifitas elektrik pada saat dilakukan pemeriksaan EEG.
Manifestasi klinik kejang sangat bervariasi tergantung dari daerah otak fungsional yang terlibat
Kelainan otak yang ditandai dengan kecendrungan untuk menimbulkan bangkitan epileptic yang terus menerus, dengan konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis, dan sosial
Berdasarkan defenisi operasional epilepsi adalah suatu penyakit otak yang didefinisikan
oeh salah satu kondisi berikut (Fisher et.al, 2014) 1.
Setidaknya ada dua kejang yang tidak di provokasi (spontan) muncul terpisah lebih dari 24 jam.
2.
Satu kejang yang tidak diprovokasi (spontan) dan kemungkinan kejang berlanjut mirip dengan resiko kekambuhan umum (60%) setelah dua serangan tidak diprovokasi, yang terjadi dalam 10 tahun ke depan.
3.
Diagnosis sindrom epilepsi.
Epidemiologi
Setiap tahun terjadi sekitar 125.000 kasus epilepsi baru
30% nya terjadi pada usia muda kurang dari 18 tahun pada saat terdiagnosa.
Agak sulit mengestimasi jumlah kasus epilepsy → pada kondisi tanpa serangan, pasien terlihat normal dan semua data lab juga normal, selain itu ada stigma tertentu pada penderita epilepsy → malu/enggan mengakui
Patofisiologi Epilepsi
Mekanisme terjadinya epilepsi ditandai dengan gangguan paroksimal akibat penghambatan neuron yang tidak normal atau ketidakseimbangan antara neurotransmiter eksitatori dan inhibitori
Neurotransmiter eksitatori (aktivitas pemicu kejang) yaitu, glutamat, aspartat, asetil kolin, norepinefrin, histamin, faktor pelepas kortikotripin, purin, peptida, sitokin dan hormon steroid.
Neurotransmiter inhibitori (aktivitas menghambat neuron) yaitu, dopamin dan Gamma Amino Butyric Acid (GABA).
Patofisiologi (sambungan)
Serangan kejang juga diakibatkan oleh abnormalitas konduksi kalium, kerusakan kanal ion, dan defisiensi ATPase yang berkaitan dengan transport ion, dapat menyebabkan ketidak stabilan membran neuron
Aktivitas glutamat pada reseptornya (AMPA) dan (NMDA) dapat memicu pembukaan kanal Na+. Pembukaan kanal Na ini diikuti oleh pembukaan kanal Ca2+, sehingga ion-ion Na+ dan Ca2+ banyak masuk ke intrasel. Akibatnya, terjadi pengurangan perbedaan polaritas pada membran sel atau yang disebut juga dengan depolarisasi. Depolarisasi ini penting dalam penerusan potensial aksi sepanjang sel syaraf. Depolarisasi berkepanjangan akibat peningkatan glutamat pada pasien epilepsi menyebabkan terjadinya potensial aksi yang terus menerus dan memicu aktivitas sel-sel syaraf.
Patofisiologi Kejang disebabkan karena ada ketidakse imbangan antara pengaruh inhibisi d an eksitatori pada otak terjadi karena : •
Kurangnya transmisi inhibitori – Contoh: setelah pemberian anta gonis GABA, atau selama peng hentian pemberian agonis GAB A (alkohol, benzodiazepin)
•
Meningkatnya aksi eksitatori → meni ngkatnya aksi glutamat atau aspartat
Fisiologi Normal
PATOFISIOLOGI EPILEPSI Kejang terjadi karena eksitasi berlebihan, atau karena ada hambatan pada neuron. Awalnya, sejumlah kecil neuron terbakar secara tidak normal, kemudian terjadi konduktansi membran normal dan penghambatan sinaptik arus rusak, rangsangan menyebar secara lokal (kejang lokal) atau lebih secara luas (kejang umum). Mekanisme yang dapat menyebabkan hyperexcitability sinkron meliputi: • Perubahan saluran ion dalam membran neuron • Modifikasi biokimia dari reseptor • Modulasi sistem pesan kedua dan ekspresi gen • Perubahan konsentrasi ion ekstraseluler • Perubahan dalam penyerapan neurotransmitter dan metabolisme dalam sel glial • Modifikasi dalam rasio dan fungsi sirkuit penghambat • Ketidakseimbangan neurotransmitter lokal (mis; Glutamat,γ-aminobutyricacid [GAB A]), asetilkolin, norepinefrin, dan serotonin)
Etiologi
Epilepsi --- gangguan/abnormalitas dari pelepasan neuron.
Banyak hal yang bisa menyebabkan terjadinya abnormalitas pelepasan neuron, seperti :
Birth trauma
Cedera kepala
Tumor otak
Penyakit cerebrovaskular
Genetik
Idiopatik
ETIOLOGI Ditinjau dari penyebab epilepsi dibagi menjadi 3 golongan yaitu 1. Epilepsi Primer/Idiopatik 2. Kriptogenik
3. Epilepsi Simtomatik / Sekunder
1.
Epilepsi Primer/Idiopatik
Diduga terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal, serta mempunyai predisposisi genetik dan pada umumnya berhubungan dengan usia . Pada epilepsi primer ini tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak atau defisit neurologik
2. Kriptogenik
Dianggap berupa simptomatik namun penyebabnya masih belum diketahui. Yang termasuk dalam epilepsi kriptogenik adalah sindroma West, sindrom Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik
3. Epilepsi Simtomatik / Sekunder a.
Trauma kepala
b.
Trauma persalinan
c.
Gangguan serebrovaskular
d.
Tumor intrakranial
e.
Anoksia
f.
Kraniotomi
g.
Infeksi otak
h.
Penyakit degeneratif otak
i.
Sklerosis multiple
j.
Reaksi alergi
k.
Kelainan migrasi neuronal
Klasifikasi epilepsi • Berdasarkan tanda klinik dan data EEG, kejang di bagi menjadi : – kejang umum (generaliz ed seizure) → jika aktiva si terjadi pd kedua hemi sfere otak secara bersa ma-sama – kejang parsial/focal → jik a dimulai dari daerah ter tentu dari otak
Kejang umum terbagi atas:
Tonic-clonic convulsion = grand mal
merupakan bentuk paling banyak terjadi
Tonik adalah peningkatan kontraksi otot yang berkelanjutan terjadi selama beberapa detik sampai satu menit. Klonik adalah kejang yang menyentak, baik simetris atau asimetris, yang secara teratur berulang dan melibatkan kelompok otot yang sama. Tonik Klonik merupakan kejang yang didahului oleh tonik lalu diikuti oleh fase klonik
pasien tiba-tiba jatuh, kejang, nafas terengah-engah, keluar air liur
bisa terjadi sianosis, ngompol, atau menggigit lidah
terjadi beberapa menit, kemudian diikuti lemah, kebingungan, sakit kepala atau tidur
Abscense attacks = petit mal
jenis yang jarang
umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja
penderita tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-kedip, dengan kepala terkulai
kejadiannya cuma beberapa detik, dan bahkan sering tidak disadari
Myoclonic seizure
Kejang Mioklonik terjadi tiba-tiba dan terjadi kontraksi pada beberapa otot yaitu umumnya terjadi pada kelompok otot variabel topografi (aksial, ekstremitas proksimal, distal).
biasanya tjd pada pagi hari, setelah bangun tidur
pasien mengalami sentakan yang tiba-tiba jenis yang sama (tapi non-epileptik) bisa terjadi pada pasien normal
Atonic seizure
Kejang atonik terjadi ketika penderita tiba-tiba kehilangan kesadaran, terjadi pengecilan otot dari sebelumnya
jarang terjadi
pasien tiba-tiba kehilangan kekuatan otot → jatuh, tapi bisa segera recovered
Kejang parsial/focal terbagi menjadi :
Simple partial seizures
pasien tidak kehilangan kesadaran
terjadi sentakan-sentakan pada bagian tertentu dari tubuh
Complex partial seizures
pasien melakukan gerakan-gerakan tak terkendali: gerakan mengunyah, meringis, dll tanpa kesadaran
Klasifikasi Internasional Epilepsi
Diagnosis
Pasien didiagnosis epilepsi jika mengalami serangan kejang secara berulang
Untuk menentukan jenis epilepsinya, selain dari gejala, diperlukan berbagai alat diagnostik : EEG CT-scan MRI Lain-lain
Strategi Terapi Mencegah atau menurunkan lepasnya muatan listrik syaraf yang berlebihan → melalui perubahan pada kanal ion atau mengatur ketersediaan neurotransmitter
Tujuan Terapi 01
Mengontrol atau mengurangi frekuensi dan tingkat keparahan kejang
02
Meminimalkan efek samping
03
Memastikan kepatuhan
04
Memungkinkan pasien untuk hidup kehidupan normal mungkin
Prinsip Pengobatan Epilepsi ➢ Pengobatan umumnya baru diberikan setelah serangan kedua. Hal ini penting karena pengob atan epilepsi adalah pengobatan jangka Panjang. ➢ Setelah diagnosa ditegakkan, tindakan berikutnya adalah menentukan jenis serangan. Setiap OAE mempuyai kekhususannya sendiri dan akan berfaedah secara spesifik pada jenis seranga n tertentu. ➢ Pengobatan harus dimulai dengan OAE dosis kecil, kemudian dosis dinaikkan bertahap sampai serangan teratasi. Tujuan pengobatan adalah untuk mengatasi kejang dengan dosis optimal t erendah. Yang terpenting bukanlah mencapai kadar terapetik, tetapi kadar OAE bebas yang d apat menembus sawar darah otak dan mencapai reseptor susunan saraf pusat. ➢ Kadar OAE ini dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya penggunaan Bersama dengan obat la in, bahan kimia (bilirubin, asam lemak bebas) dan distribusinya tergantung pada kelarutanny a dalam lemak dan ikatannya dengan jaringan tubuh.
Prinsip pengobatan pada epilepsi
Monoterapi
Menurunkan potensi ES
Meningkatkan kepatuhan pasien
Hindari / minimalkan penggunaan antiepilepsi sedatif
Jika monoterapi gagal, dapat diberikan sedatif atau politerapi
Pemberian terapi sesuai dengan jenis epilepsinya
Mulai dengan dosis terkecil (dapat ditingkatkan sesuai dengan kondisi pasien)
Variasi individual -- perlu pemantauan
Monitoring kadar obat dalam darah - penyesuaian dosis
Lama pengobatan tergantung jenis epilepsinya, kondisi pasien dan kepatuhan pasien
Jangan menghentikan pengobatan secara tiba-tiba (mendadak)
➢ Kegagalan OAE sering disebabkan karena non-compliance atau tidak min um obat menurut aturan. Bila OAE pertama tidak bermanfaat, dapat dig anti dengan OAE kedua. ➢ Dosis OAE kedua dinaikkan secara bertahap, sedangkan dosis OAE perta ma diturunkan bertahap. ➢ Penurunan secara bertahap ini bertujuan untuk mencegah timbulnya sta tus epilepticus (terutama fenobarbital).
➢ Bila OAE pertama perlu dihentikan dengan cepat karena timbul efek sa mping yang berat, harus diberikan diazepam. ➢ Politerapi sebaiknya dihindarkan karena efek samping yang banyak10.
Penatalaksanaan Berdasarkan Literatur
Penatalaksanaan Terapi
Non farmakologi :
Amati faktor pemicu
Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya : stress, OR, konsumsi kopi atau alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dll.
Farmakologi : menggunakan obat-obat antiepilepsi
Terapi Farmakologi
Obat anti epilepsi hingga saat ini ada 16 macam obat, dan obat obatan tersebut digolongkan dalam lima golongan kimiawi, yakni
1.
Hidantoin
2.
Barbiturat
3.
Oksazolidindion
4.
Suksimid
5.
asetil urea.
Akhir-akhir ini karbamazepin dan asam valproat memegang peran penting dalam pengobatan epilepsi; karbamazepin untuk bangkitan parsial sederhana maupun kompleks, sedangkan asam valproat terutama untuk bangkitan lena dengan bangkitan tonik-klonik
Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+:
Inaktivasi kanal Na → menurunkan kemampuan syaraf untuk menghantarkan muatan listrik
Contoh: fenitoin, karbamazepin, lamotrigin, okskarbazepin, valproat
Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABAergik:
agonis reseptor GABA → meningkatkan transmisi inhibitori dg mengaktifkan kerja reseptor GABA → contoh: benzodiazepin, barbiturat
menghambat GABA transaminase → konsentrasi GABA meningkat → contoh: Vigabatrin
menghambat GABA transporter → memperlama aksi GABA → contoh: Tiagabin
meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal pasien → mungkin dg menstimulasi pelepasan GABA dari non-vesikular pool → contoh: Gabapentin
No. 1.
2
Jenis bangkitan Bangkitan parsial 1. Parsial sederhana
Parsial kompleks
1.
Parsial yang menjadi umum
Bangkitan umum 1. Bangkitan umum (Grand mal)
Obat alternatif
Karbamazepin, fenitoin, valproat
1.
1.
3
Obat pilihan utama
Fenobarbitala, lamotrigin, pirimidon, b b gabapentin , levetirasetam , tiagabin, topiramatb, zonisinamidb Karbamazepin, fenitoin, valproat Lamotrigin,pirimidon, gabapentinb, levetirasetamb, tiagabin, topiramatb, zonisinamidb Karbamazepin, fenitoin, valproat, Gabapentin, lamotrigin, levetirasetam, fenobarbital, pirimidon tiagabin, topiramat, zonisinamid
tonik-klonik Karbamazepinc, fenitoinc, Lamotriginb, topiramat, zonisinamid, felbamat a/c valproat , fenobarbital, pirimidonc
2.
Bangkitan lena (petit Valproat, etosuksimid mal)/abssence Bangkitan lena yang tidak khas Valproat, klonazepamc (atipikal) bangkitan tonikmioklonik-atonik
Obat 1. 2. 3.
obat untuk keadaan epilepsi khusus Kejang demam pada anak Fenobarbital Status epileptikus tipe grand mal Diazepam, fenitoin, fosfenitoin Status epileptikus tipe absence Benzodiazepin
Lamotrigin, felbamat, topiramat Lamotrigin, felbamat, topiramatb
Pirimidon Fenobarbital, lidokain Valproat IV
Dosis dan frekuensi pemberian OAE pada anak Jenis OAE
Dosis awal
Dosis Rumatan
Frekuensi pemberian/hari
(mg/kg/BB/hari)
(mg/kg/BB/hari)
Fenobarbital
3
3-5
1-2
Carbamazepine
4
10-20
2-3
Fenitoin
5
4-10
2
Asam valproate
10
15-40
2-3
Levetiracetam
5
20-60
2
Topiramate
0,5-1
2-10
2
Oxcarbazepine
5-10
30-50
2-3
Lamotrigine
0,5
2-10
2
Lamotrigine dengan Asam
0,15
1-5
2
Clonazepam
0,05
0,1-0,2
2-3
Gabapentin
5-10
20-100
2-3
valproat
Efek samping OAE Obat
Efek samping yang mengancam jiwa
Carbamazepine Anemi aplastik, hepatoksisitas, sindroms Stevens-Johnson, Lapustike syyndroms
Phenytoin
Anemia Aplastik, gangguan fungsi hati, sindrom Steven-Johnson
Phenobarbital
Hepatotoksik, gangguan jaringan ikat dan sumsum tulang, sindrom Steven-Johnson
Valproate
Hepatotoksisitas, hiperamonemia, lekopeni, trombositopeni, pankreatitis
Levetiracetam
Belum diketahui
Efek Samping Minor Dizziness, ataksia, diplopia, mual, kelelahan, agranulositosis, lekopeni, tromositopenia, hiponatremia, ruam, gangguan prilaku, tiks, peningkatan berat badan, disfungsi seksual, disfungsi hormone tiroid, neuropati perifer. Hipertrofi gusi, ataksia, nistagmus, diplopia, ruam, neuropati perifer, agranulositosis, trombositopenia, disfungsi seksual, disfungsi serebral, penurunan absorpsi kalsium dalam usus. Mengantuk, ataksia, mistagmus, ruam kulit, depresi, hiperaktif (pada anak), gangguan belajar (pada anak), disfungsi seksual. Mual, muntah, rambut menipis, tumor, amenore, peningkatan berat badan, konstipasi, alopersia pada perempuan, POS Mual, nyeri kepala, dizziness, kelemahan, mengantuk, gangguan perilaku, agitasi, ansietas, trombositopenia, leukopenia.
Gabapentin
Teratogenik
Lamotrigine
Sindrom Steven-Johnson, gangguan hepar akut, kegagalan multi organ, teratogenic Ruam, teratogenic
Oxcarbazepine Topiramate
Batu ginjal, gangguan fungsi hati, teratogenik
Zonisamide
Batu ginjal, hipohidrosis, anemia aplastic, skin rash Belum diketahui
Pregabalin
Somnolen, kelelahan, ataksia, dizziness, peningkatan berat badan, gangguan perilaku Ruam, dizziness, tremor, ataksia, diplopia, peradangan klabur, nyeri kepala, mual, muntah, insomnia, trombositopenia, nistagmus Dizziness, ataksia, nyeri kepala, mual, kelelahan, hiponatremia, insomnia, tremor, disfungsi visual Gangguan kognitif, kesulitan menemukan kata, dizziness, ataksia, nyeri kepala, kelelahan, mual, penurunan berat badan, paresthesia, glukoma Mual, nyeri kepala, dizziness, kelelahan, paresthesia, ruam, gangguan berbahasa, glaucoma, letargi, ataksia Peningkatan berat badan
Penghentian Obat Anti Epilepsi • Klinis : bebas bangkitan minimal 2 tahun • Cara penurunan: secara bertahap (6 minggu s/d 6 bulan). • Jika dalam penurunan dosis, bangkitan timbul kembali, OA E diberikan kembali dengan dosis terakhir yang sebelumnya dapat mengontrol bangkitan11.
Dosis, kadar terapi dan sediaan obat antiepilepsi yang beredar di Indonesia No
Obat
1.
Asam Valproat
2.
Diazepam
3.
Fenitoin
4.
Fenobarbital
5.
Karbamazepin
6.
Klonazepam
7.
Lamotrigin
8.
Levetirasetam*
9. 10.
Gabapentin* Topiramat
Kadar terapi dalam serum
Dosis DD: 5-15 mg/kgBB/ hari, DA: 10-30 mg/kgBB/ hari DD: 0,2 mg/kgBB/ hari DA: 0,15-0,3 mg/ kgBB/hari DD: 300 mg/hari DA: 5 mg/kgBB/hari DD: 2-3 mg/kgBB/ hari DO: 3-5 mg/kgBB/ hari DD: 1000-2000 mg/ hari DA: 15-25 mg/ kgBB/hari DD: 1,5 mg/hari (max 20 mg/hari) DA: 0,01-0,03 mg/ kgBB/hari (max 0,25-0,5 mg/hari DD: 100-500 mg/ hari DA: 1,2 mg/kgBB/ hari DD: 2 x 500 mg-2 x 1500 mg/hari DA: DD 900 mg-2,4 g/hari DD: 200-600
Kadar mantap tercapai
Sediaan
50-100
1-4
Sirup 250 mg Tablet 250 mg (Na divalproat)
0,6
1-4 jam
10-20
7-8
10-40
14-21
4-12
3-4
Kapsul salut film 200 mg
0,02-0,008
6
Tablet salut film 2 mg
3
3-5
Tablet 50 mg, 100 mg
-
2
Tablet 250mg dan 500 mg
-
24 jam 4-8
Tablet 300 mg Tablet 25 mg, 50 mg, 100 mg
Kapsul 100 mg Ampul 100 mg/2ml
Epilepsi pada Kehamilan
the possibility of increased maternal seizures,
pregnancy complications,
adverse fetal outcome.
Approximately 25% to 30% of women have increased seizures during pregnancy
Increased seizure activity may result from either a direct effect on seizure threshold or a reduction in AED concentration.
Barbiturates and phenytoin are associated with congenital heart malformations, orofacial clefts, and other malformations.
Valproic acid and carbamazepine are associated with spina bifida (neural tube defect) and hypospadias.
Lamotrigin dan Gabapentin : tidak ditemui efek teratogen pada hewan uji, tetapi data pada manusia belum cukup kuat.
Pemberian suplemen asam folat dan vitamin K diperlukan selama wanita hamil yang mengkonsumsi obat-obat antiepilepsi.
THANK YOU