Eritroderma [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 PENDAHULUAN



Eritoderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro- (red = merah) + derma, dermatos (skin = kulit), merupakan keradangan kulit yang mengenai 90% atau lebih pada permukaan kulit yang biasanya disertai skuama. Pada beberapa kasus, skuama tidak selalu ditemukan, misalnya pada eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama. Pada eritroderma yang kronik, eritema tidak begitu jelas karena bercampur dengan hiperpigmentasi.1,2 Nama lain penyakit ini adalah dermatitis eksfoliativa generalisata, meskipun sebenarnya mempunyai pengertian yang agak berbeda. Kata ‘eksfoliasi’ berdasarkan pengelupasan skuama yang terjadi, walaupun kadang-kadang tidak begitu terlihat, dan kata ‘dermatitis’ digunakan berdasarkan terdapatnya reaksi eksematus.3 Eritroderma dapat timbul sebagai perluasan dari penyakit kulit yang telah ada sebelumnya (psoriasis, dermatitis atopik dan dermatosis spongiotik lainnya), reaksi hipersensitivitas obat (antiepilepsi, antihipertensi, antibiotika, calcium channel blocker, dan bahan topikal), penyakit sistemik termasuk keganasan, serta idiopatik (20%).1,4,5 Insiden eritroderma di Amerika Serikat bervariasi, antara 0,9 sampai 71,0 per 100.000 penderita rawat jalan dermatologi.1 Hasan dan Jansen (1983) memperkirakan insiden eritroderma sebesar 1–2 per 100.000 penderita. Sehgal dan Srivasta (1986) pada sebuah penelitian prospektif di India melaporkan 35 per 100.000 penderita eritroderma dirawat jalan dermatologi.6 Pada beberapa laporan kasus, didapatkan insiden pada laki-laki lebih besar daripada perempuan, dengan proporsi 2:1 sampai 4:1, dan usia rata-rata 41–61 tahun. 6,7,8 Angka kematian tergantung pada penyebab eritroderma. Sigurdson (1996) melaporkan dari 102 penderita eritroderma terdapat 43% kematian, 18% disebabkan langsung oleh eritroderma dan 74% tidak berhubungan dengan eritroderma.9 Pada eritroderma terjadi peningkatan epidermal turnover rate, kecepatan mitosis dan jumlah sel kulit germinatif meningkat lebih tinggi dibanding normal. Selain itu, proses pematangan dan pelepasan sel melalui epidermis menurun yang menyebabkan hilangnya sebagian besar material epidermis, yang secara klinis ditandai dengan skuama dan pengelupasan yang hebat. Patogenesis eritroderma masih menjadi perdebatan. Penelitian terbaru mengatakan bahwa hal ini merupakan proses sekunder dari interaksi kompleks antara



molekul sitokin dan molekul adhesi seluler yaitu Interleukin (IL-1, IL-2, IL-8), molekul adhesi interselular 1 (ICAM-1), tumor necrosis faktor, dan interferon-γ.3,4 Diagnosis eritroderma ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, dan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan histopatologi dapat membantu menentukan penyakit yang mendasarinya. Diagnosis yang akurat dari penyakit ini merupakan suatu proses yang sistematis di mana dibutuhkan pengamatan yang seksama, evaluasi serta pengetahuan tentang terminologi dermatologi, morfologi serta diagnosa banding. Eritroderma secara klinis digambarkan dengan eritema luas, skuama, pruritus dan lesi primernya biasanya sulit ditentukan.1,3,4 Peradangan kulit yang begitu luas pada eritroderma merupakan salah satu penyakit yang dapat mengancam jiwa. Risiko ini semakin meningkat bila diderita oleh penderita dengan usia yang sangat muda atau pada usia lanjut. Pada beberapa penderita, eritroderma dapat ditoleransi dan berada pada kondisi yang kronik. Pengobatan disesuaikan dengan penyakit yang mendasarinya, namun tetap memperhatikan keadaan umum, seperti keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, memperbaiki hipoalbumin dan anemia, serta pengendalian infeksi sekunder.1,5,8 Eritroderma bukan merupakan kasus yang sering ditemukan, namun masalah yang ditimbulkannya cukup parah dan sering kali para dokter ahli penyakit kulit dan kelamin mengalami kesulitan dalam penatalaksanaannya. Diagnosis yang ditegakkan lebih awal, cepat dan akurat serta penatalaksanaan yang tepat sangat memengaruhi prognosis penderita.



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



2.1 DEFINISI Eritoderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro- (red = merah) + derma, dermatos (skin = kulit), merupakan keradangan kulit yang mengenai 90% atau lebih pada permukaan kulit yang biasanya disertai skuama. Pada beberapa kasus, skuama tidak selalu ditemukan, misalnya pada eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama. Pada eritroderma yang kronik, eritema tidak begitu jelas karena bercampur dengan hiperpigmentasi.1,2 Nama lain penyakit ini adalah dermatitis eksfoliativa generalisata, meskipun sebenarnya mempunyai pengertian yang agak berbeda. Kata ‘eksfoliasi’ berdasarkan pengelupasan skuama yang terjadi, walaupun kadang-kadang tidak begitu terlihat, dan kata ‘dermatitis’ digunakan berdasarkan terdapatnya reaksi eksematus.3 Eritroderma dapat timbul sebagai perluasan dari penyakit kulit yang telah ada sebelumnya (psoriasis, dermatitis atopik dan dermatosis spongiotik lainnya), reaksi hipersensitivitas obat (antiepilepsi, antihipertensi, antibiotika, calcium channel blocker, dan bahan topikal), penyakit sistemik termasuk keganasan, serta idiopatik (20%).1,4,5 2.2 EPIDEMIOLOGI Insiden eritroderma di Amerika Serikat bervariasi, antara 0,9 sampai 71,0 per 100.000 penderita rawat jalan dermatologi.1 Hasan dan Jansen (1983) memperkirakan insiden eritroderma sebesar 1–2 per 100.000 penderita. Sehgal dan Srivasta (1986) pada sebuah penelitian prospektif di India melaporkan 35 per 100.000 penderita eritroderma dirawat jalan dermatologi.6 Pada beberapa laporan kasus, didapatkan insiden pada laki-laki lebih besar daripada perempuan, dengan proporsi 2:1 sampai 4:1, dan usia rata-rata 41–61 tahun. 6,7,8 Angka kematian tergantung pada penyebab eritroderma. Sigurdson (1996) melaporkan dari 102 penderita eritroderma terdapat 43% kematian, 18% disebabkan langsung oleh eritroderma dan 74% tidak berhubungan dengan eritroderma.9 2.3 ETIOLOGI Berdasarkan Fitzpatrick, eritroderma dibagi menjadi 4 kelompok yaitu :1



1. Sebagian besar kasus didahului oleh perluasan penyakit kulit (spongiotic dermatitis 20– 24%, atopik 9%, dermatitis kontak 6%, dermatitis seboroik 4%, dermatitis aktinik kronis 3%, dan psoriasis 23%). Eritroderma yang disebabkan oleh penyakit kulit lain, merupakan penyebab eritroderma yang paling banyak ditemukan dan tersering disebabkan oleh penyakit : a. Psoriasis Psoriasis dapat menjadi eritroderma disebabkan oleh 2 hal yaitu oleh perkembangan penyakit psoriasis itu sendiri maupun akibat pengobatan psoriasis yang terlalu kuat. Oleh sebab itu perlu dianamnesis dengan jelas riwayat penyakit psoriasis dan pengobatan yang sudah dilakukan.2 b. Dermatitis seboroik Dermatitis seboroik yang dimaksud ialah dermatitis seboroik pada bayi juga dapat menyebabkan eritroderma yang juga dikenal sebagai penyakit Leiner atau eritroderma deskuamativum. Etiologinya belum diketahui pasti namun diduga disebakan oleh dermatitis seboroika yang meluas. Usia penderita berkisar 4-20 minggu. Selain itu yang dapat menyebabkan eritroderma adalah ptiriasis rubra pilaris, pemfigus foliaseus, dermatitis atopic dan liken planus.1,2,10 2. Reaksi hipersensitivitas obat (15%) Keadaan ini banyak ditemukan pada anak hingga dewasa muda. Obat yang dapat menyebabkan eritroderma adalah obat yang mengandung arsenik organik, emas, merkuri (jarang), penisilin, barbiturate. Pada beberapa masyarakat, eritroderma mungkin lebih tinggi karena pengobatan sendiri dan pengobatan secara tradisional. Waktu mulainya obat ke dalam tubuh hingga timbul penyakit bervariasi, dapat segera sampai 2 minggu. Gambaran klinisnya adalah eritema universal. Bila ada obat yang masuk lebih dari satu yang masuk ke dalam tubuh, diduga sebagai penyebabnya ialah obat yang paling sering menyebabkan alergi.2,8 3. Keganasan (Cutaneous T-Cell Lymphoma/CTCL - 16%) Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam termasuk infeksi fokal hingga keganasan dapat memberikan kelainan kulit berupa eritroderma. Jadi setiap kasus eritroderma yang tidak termasuk akibat alergi obat dan akibat perluasan penyakit kulit lain harus dicari penyebabnya, yang berarti perlu pemeriksaan menyeluruh termasuk pemeriksaan laboratorium dan foto toraks, untuk melihat adanya infeksi penyakit pada alat dalam atau infeksi fokal dan mencari kemungkinan adanya keganasan. Adanyaleukositosis tanpa ditemukan penyebabnya, menunjukan adanya infeksi bacterial yang tersembunyi (occult infection) yang perlu diobati.2 Termasuk didalamnya ialah sindrom sezary yaitu suatu limfoma yang belum diketahui penyebabnya ada yang menduga bahwa ini berhubungan dengan stadium dini



mikosis fungoides. Diduga juga berhubungan dengan infeksi virus HTLV-V dan dimasukan ke dalam CTCL (Cutaneus T-Cell Lymphoma). Yang diserang ialah orang dewasa, pria berkisar usia 64 tahun dan wanita berkisar 53 tahun. Sindrom ini ditandai dengan eritema berwarna merah membara yang universal disertai skuama dan rasa sangat gatal. Pada sepertiga atau setengah dari pasien didapat splenomegaly, limfadenopati superfisial, alopesia, hiperpigmentasi, hyperkeratosis palmaris dan plantasis, serta kuku yang distrofik. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat sel yang khas berupa sel limfosit atipik yang disebut sel sezary. Dapat disebut sindrom sezary jika jumlah sel sezary yang beredar 1000/m3 atau lebih atau melebihi 10% sel yang beredar. Jika jumlah sel dibawah 1000/mm3 maka disebut sindrom pre-sezary. 4. Idiopatik (20%). Rook dan Wilkinson (1998) pada tabel klasifikasi menyebutkan penyebab tersering adalah tipe eksema dan variasinya (40%), psoriasis (25%), pemfigus foliaseus (0,5%), obat (10%), kelainan herediter (1%), CTCL dan leukemia (15%) dan idiopatik 8%.3 2.4 PATOFISIOLOGI Pada eritroderma terjadi peningkatan epidermal turnover rate, kecepatan mitosis dan jumlah sel kulit germinatif meningkat lebih tinggi dibanding normal. Selain itu, proses pematangan dan pelepasan sel melalui epidermis menurun yang menyebabkan hilangnya sebagian besar material epidermis, yang secara klinis ditandai dengan skuama dan pengelupasan yang hebat. Patogenesis eritroderma masih menjadi perdebatan. Penelitian terbaru mengatakan bahwa hal ini merupakan proses sekunder dari interaksi kompleks antara molekul sitokin dan molekul adhesi seluler yaitu Interleukin (IL-1, IL-2, IL-8), molekul adhesi interselular 1 (ICAM-1), tumor necrosis faktor, dan interferon-γ.3,4 2.5 GEJALA KLINIS Gejala klinis yang dimunculkan pada ertirodermal dapat berbeda-beda berdasarkan etiologi yang mendasari terjadinya eritroderma. Namun secara garis besar memiliki gejala umum berupa pasien sering mengeluh kedinginan. Kedinginan terjadi karena vasodilatasi pembuluh darah kulit sehinggan kehilangan panas tubuh dan rusaknya pengendalian regulasi suhu tubuh yang menghilang, sehingga sebagai kompensasi, sekujur tubuh pasien menggigil untuk dapat menimbulkan panas metabolik.



Kelainan kulit yang tampak secara umumnya timbul bercak eritema yang dapat meluas ke seluruh tubuh dalam waktu 12-48 jam. Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah lipatan, hingga menyeluruh.Bila kulit kepala sudah terkena, dapat terjadi alopesia, perubahan kuku, dan kuku dapat terlepas. Dapat terjadi limfadenopati dan hepatomegali. Skuama timbul setelah 2-6 hari, sering mulai di daerah lipatan. Skuamanya besar pada keadaan akut, dan kecil pada keadaan kronis. Warnanya bervariasi dari putih sampai kuning. Kulit merah terang, panas, kering dan kalau diraba tebal. Pada eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat kelainan kulit dapat juga mengenai membrane mukosa. Umumnya alergi timbul akut dalam waktu 10 hari. Pada mulanya kulit hanya eritema universal terutama pada saat akut, setelah mencapai fase penyembuhan barulah timbul skuama.2,10



Gambar 1. Eritroderma Akibat Obat Eritroderma yang terjadi akibat perluasan penyakit kulit lainnya diantaranya psoriasis maka tanda khasnya akan menghilang. Akan menimbulkan gejala awalnya didapati eritema yang tidak merata. Pada tempat predileksi terjadinya psoriasis ditemukan kelainan kulit lebih eritematosa dan agak meninggi dari pada sekitarnya dan skuama ditempat itu lebih tebal.2,10



Gambar 2. Eritroderma psoriasis Eritroderma yang disebabkan dermatitis seboroik pada bayi (penyakit Leiner) memberikan gejala klinisyang keadaan umumnya baik tanpa keluhan dan gambaran kelainan kulit berupa eritema dapat pada seluruh tubuh disertai skuama yang kasar.2,10



Gambar 3.Eritroderma akibat Dermatitis seboroik Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan seperti yang sudah dijelaskan pada etiologi termasuk dalam golongan ini adalah sindrom Sezary. Sindrom ini ditandai dengan eritema berwarna merah membara yang universal disertai skuama dan rasa sangat gatal. Selain itu terdapat infiltrat pada kulit dan edema. Pada sepertiga hingga setengah pada pasien didapati splenomegali, limfadenopati superfisial, alopesia, hiperpigmentasi, hiperkeratosis palmaris et plantaris, serta kuku yang distrofik.2



Gambar 4. Sindrom Sezary



Gambar 5. Mikosis Fungoides



2.6 DIAGNOSIS Diagnosis eritroderma ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, dan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan histopatologi dapat membantu menentukan penyakit yang mendasarinya. Diagnosis yang akurat dari penyakit ini merupakan suatu proses yang sistematis di mana dibutuhkan pengamatan yang seksama, evaluasi serta pengetahuan tentang terminologi dermatologi, morfologi serta diagnosa banding. Eritroderma secara klinis digambarkan dengan eritema luas, skuama, pruritus dan lesi primernya biasanya sulit ditentukan.1,3,4 Peradangan kulit yang begitu luas pada eritroderma merupakan salah satu penyakit yang dapat mengancam jiwa. Risiko ini semakin meningkat bila diderita oleh penderita dengan usia yang sangat muda atau pada usia lanjut. Pada beberapa penderita, eritroderma dapat ditoleransi dan berada pada kondisi yang kronik. Pengobatan disesuaikan dengan penyakit yang mendasarinya, namun tetap memperhatikan keadaan umum, seperti keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, memperbaiki hipoalbumin dan anemia, serta pengendalian infeksi sekunder.1,5,8 Diagnosis ditegakkan ditegakan berdasarkan adanya eritema yang universal dapat disertai dan tidak oleh skuama halus, karena harus melihat dari tanda dan gejala yang sudah ada sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan dan perubahan kuku pada psoriasis; hiperkeratotik skala besar kulit kepala, biasanya tanpa rambut rontok di psoriasis dan dengan rambut rontok di CTCL. likenifikasi, erosi dan ekskoriasi di dermatitis atopik dan eksema;



menyebar, relatif hiperkeratosis tanpa skuama, dan hiperkeratotik skala besar kulit kepala, biasanya tanpa rambut rontok di psoriasis dan dengan rambut rontok di CTCL dan pitiriasis rubra, ektropion mungkin terjadi. Dengan beberapa biopsi biasanya dapat menegakkan diagnosis. Eritroderma bukan merupakan kasus yang sering ditemukan, namun masalah yang ditimbulkannya cukup parah dan sering kali para dokter ahli penyakit kulit dan kelamin mengalami kesulitan dalam penatalaksanaannya. Diagnosis yang ditegakkan lebih awal, cepat dan akurat serta penatalaksanaan yang tepat sangat memengaruhi prognosis penderita. 2.7 DIAGNOSIS BANDING Ada beberapa diagnosis banding pada eritroderma: 1. Dermatitis atopik Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis yang terjadi di lapisan epidermis dan dermis, sering berhubungan dengan riwayat atopik pada keluarga asma bronkial, rhinitis alergi, konjungtivitis. Atopik terjadi di antara 15-25% populasi, berkembang dari satu menjadi banyak kelainan dan memproduksi sirkulasi antibodi IgE yang tinggi, lebih banyak karena alergi inhalasi. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit yang mungkin terjadi pada usia berapa pun, tetapi biasanya timbul sebelum usia 5 tahun. Biasanya ada tiga tahap: balita, anak-anak, dan dewasa. Dermatitis atopik merupakan salah satu penyebab eritroderma pada orang dewasa di mana didapatkan gambaran klinisnya terdapat lesi pra-existing, pruritus yang parah, likenifikasi dan prurigo nodularis, sendangkan pada gambaran histologi terdapat akantosis ringan, spongiosis variabel, derma eosinofil dan parakeratosis.10



Gambar 6. Dermatitis atopik 2. Psoriasis



Eritroderma psoriasis dapat disebabkan oleh karena pengobatan topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Ketika psoriasis menjadi eritroderma biasanya lesi yang khas untuk psoriasi tidak tampak lagi karena dapat menghilang, plak-plak psoriasis menyatu, eritema dan skuama tebal universal. 2,8 Psoriasis mungkin menjadi eritroderma dalam proses yang berlangsung lambat dan tidak dapat dihambat atau sangat cepat. Faktor genetic berperan. Bila orangtuanya tidak menderita psoriasi, resiko mendapat psoriasi 12%, sedangkan jika salah seorang orang tuanya menderita psoriasis, resikonya mencapai 34-39%.2 Psoriasis ditandai dengan adanya bercak-bercak, eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Koebner.2



Gambar 7. Psoriasis 3. Dermatitis seboroik Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang kronis ditandai dengan plak eritema yang sering terdapat pada daerah tubuh yang banyak mengandung kelenjar sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial, belakang telinga, cuping hidung, ketiak, dada, antara skapula. Dermatitis seboroik dapat terjadi pada semua umur, dan



meningkat pada usia 40 tahun. Biasanya lebih berat apabila terjadi pada laki-laki dari pada wanita dan lebih sering pada orang-orang yang banyak memakan lemak dan minum alkohol.2 Biasanya kulit penderita tampak berminyak, dengan kuman pityrosporum ovale yang hidup komensal di kulit berkembang lebih subur. Pada kepala tampak eritema dan skuama halus sampai kasar (ketombe). Kulit tampak berminyak dan menghasilkan skuama putih yang berminyak pula. Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat.2 Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang meningkat seperti pada psoriasi. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan sitostisk dapat memperbaikinya. Pada orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya dermatitis seboroik dapat disebabkan oleh faktor kelelahan, stress emosional, infeksi, atau defisiensi imun.



Gambar 8. Dermatitis seboroik 2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium digunakan karena penyakit eritroderma pada dasarnya dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan dapat mengakibatkan komplikasi sistemik.



Pada eritroderma terjadilah eritema yang berarti pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan penguapan yang dapat mengakibatkan dehidrasi. Kehilangan skuama yang dapat mencapai 9 gram/m2 pada permukaan kulit mengakibatkan kehilangan protein. Sehingga pada pemeriksaan darah didapatkan albumin serum yang rendah dan peningkatan relative gammaglobulin, ketidakseimbangan elektrolit, protein fase akut meningkat dan leukositosis.1,2 2. Histopatologi Pemeriksaan histopatologi pada kebanyakan pasien dengan eritroderma dapat membantu mengidentifikasi penyebab eritroderma sampai dengan 50% kasus, biopsi kulit dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi, tergantung berat dan durasi proses inflamasi. Pada tahap akut, spongiosis dan parakeratosis menonjol, sehingga terjadi edema. Pada stadium kronis, akantosis dan perpanjangan rete ridge lebih dominan. Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin pleomorfik, dan mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik spesifik, seperti bandlike limfoid infiltrate di dermis-epidermis, dengan sel cerebriform mononuclear atipikal dan Pautrier’s microabscesses. Pada pasien dengan Sindrom Sezary ditemukan limfosit atipik yang disebut sel Sezary. Biopsi pada kulit juga memberi kelainan yang agak khas, yakni terdapat infiltrat pada dermis bagian atas dan terdapatnya sel Sezary. Disebut sindrom Sezary, jika jumlah sel Sezary yang beredar 1000/mm3 atau lebih atau melebihi 10% selsel yang beredar. Bila jumlah sel tersebut di bawah 1000/mm3 dinamai sindrom preSezary.2 Pemeriksaan immunofenotipe infiltrate limfoid juga mungkin sulit menyelesaikan permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya memperlihatkan gambaran sel T matang pada eritroderma jinak maupun ganas. Pada psoriasis papilomatosis dan gambaran clubbing lapisan papiler dapat terlihat, dan pada pemfigus foliaseus, akantosis superfisial juga ditemukan. Pada eritroderma ikhtisioform dan ptiriasis rubra pilaris, biopsi diulang dari tempat-tempat yang dipilih dengan cermat dapat memperlihatkan gambaran khasnya.



2.9 PENATALAKSANAAN Pada eritroderma yang diakibatkan oleh alergi obat atau golongan I, obat tersangka sebagai kausanya segera dihentikan. Umumnya pengobatan eritroderma dengan kortikosteroid. Pada golongan I, yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dosis



prednisone 4 x 10 mg. penyembuhan terjadi cepat, umumnya dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada golongan akibat perluasan penyakit kulit atau golongan II juga diberikan kortikosteroid. Dosis mula prednisone 4 x 10 mg sampai 15 mg sehari. Jika setelah beberapa hari tidak tampak perbaikan, dosis dapat dinaikkan. Setelah tampak perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Jika eritroderma terjadi akibat pengobatan dengan ter pada psoriasis, makan obat tersebut harus dihentikan. Eritroderma karena psoriasis dapat pula diobati dengan etretinat salah satunya adalah asetretin. Lama penyembuhan golongan II ini bervariasi beberapa minggu hingga beberapa bulan, jadi tidak secepat seperti golongan I. Pada pengobatan dengan kortikosteroid jangka lama (long term), yakni jika melebihi 1 bulan lebih baik digunakan metilprednisolon darpiada prednison dengan dosis ekuivalen karena efeknya lebih sedikit. Pengobatan penyakit Leiner dengan kortikosteroid memberi hasil yang baik. Dosis prednisone 3 x 1-2 mg sehari. Pada sindrom Sezary pengobatan terdiri atas kortikosteroid (prednisone 30 mg sehari) atau metilprednisolon ekuivalen dengan sitostatik, biasanya digunakan klorambusil dengan dosis 2-6 mg sehari. Pada eritroderma kronis diberikan pula diet tinggi protein, karena terlepasnya skuama mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit juga perlu diolesi emolien untuk mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh eritema misalnya dengan salep lanolin 10% atau krim urea 10%. 2.10



KOMPLIKASI Komplikasi pada eritroderma bisa berupa komplikasi yang ringan hingga berat.



Komplikasi dapat terjadi pada banyak sistem organ selain epidermis dan dermis. Limpadenopati terjadi pada 60% dari sebagian besar kasus, Hepatomegali ditemukan pada 20% kasus, spenomegali ditemukan pada 3% kasus dan semua berkaitan dengan eritroderma yang disebabkan oleh perluasan penyakit sistemik terutama oleh limfoma pada sindrom sezary. Komplikasi terjadi belum diketahui secara pasti mekanismenya dan dapat terjadi pada stadium awal dan pada hampir 20% stadium akhir.1,2 Rusaknya barier kulit pada eritroderma menyebabkan peningkatan extrarenal water lostkarena penguapan air berlebihan melalui barrier kulit yang rusak. Peningkatan



extrarenal water lost ini menyebabkan kehilangan panas tubuh yang menyebabkan hipotermia dan kehilangan cairan yang menyebabkan dehidrasi. 1,2,8 Respon tubuh terhadap dehidrasi dengan meningkatkan cardiac output, yang bila terus berlanjut akan menyebabkan gagal jantung, dengan manifestasi klinis seperti takikardia, sesak, dan edema.Oleh karena itu evaluasi terhadap balans cairan sangatlah penting pada pasien eritroderma.1,2 Pasien dengan eritroderma yang luas dapat ditemukan tanda-tanda dari ketidakseimbangan elektrolit, edema, hipoalbuminemia, dan hilangnya masa otot. Pada eritroderma kronik dapat mengakibatkan alopesia, palmoplantar keratoderma, kelainan pada kuku ektropion, hingga perburukan keadaan umum yang progresif.1,8 Komplikasi yang harus lebih diperhatikann ialah komplikasi sistemik akibat eritroderma seperti hipotermia, edema perifer, dan kehilangan cairan dan albumin, dengan takikardia dan kelainan jantung harus mendapatkan perawatan yang serius. 2.11



PROGNOSIS Prognosis eritroderma tergantung pada proses penyakit yang mendasarinya.



Kasus karena penyebab obat dapat membaik setelah penggunaan obat dihentikan dan diberi terapi yang sesuai. Penyembuhan golongan ini ialah yang tercepat dibandingkan dengan golongan yang lain.2 Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dengan kortikosteroid hanya mengurangi gejalanya, pasien akan mengalami ketergantungan kortikosteroid (corticosteroid dependence).2 Eritroderma disebabkan oleh dermatosa dapat diatasi dengan pengobatan, tetapi mungkin akan timbul kekambuhan. Kasus idiopatik adalah kasus yang tidak terduga, dapat bertahan dalam waktu yang lama, seringkali disertai dengan kondisi yang lemah. Sindrom Sezary prognosisnya buruk, pasien pria umumnya akan meninggal setelah 5 tahun, sedangkan pasien wanita setelah 10 tahun. Kematian disebabkan oleh infeksi atau penyakit berkembang menjadi mikosis fungoides.2



BAB 3 BORANG PORTOFOLIO Nama Peserta: dr. Marhamah Hasnul Nama Wahana: RSUD Lubuk Basung Topik: Eritroderma Tanggal (kasus): 11 Januari 2016 Nama Pasien: Tn. A Tanggal Presentasi: 27 Januari



No. RM: 136175



Nama Pendamping: dr. Budiawati 2016 Tempat Presentasi: RSUD Lubuk Basung Obyektif Presentasi:  Keilmuan



□ Keterampilan



 Penyegaran



 Tinjauan Pustaka



 Diagnostik



 Manajemen



□ Masalah



□ Istimewa



 Lansia □ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Bumil □ Deskripsi: Laki-laki, 73 tahun, datang dengan keluhan Bengkak dan merah pada wajah sejak ± 16 jam sebelum masuk RS. □ Tujuan: Menegakkan diagnosis pasien dengan Eritroderma Bahan Bahasan:



 Tinjauan Pustaka



□ Riset



 Kasus



□ Audit



Cara Membahas:



□ Diskusi



 Presentasi dan Diskusi



□ Email



□ Pos



Data Pasien:



Nama: Tn. A



No. Registrasi: 136175



Nama RS: RSUD Lubuk Basung



Telp :



Terdaftar sejak :



Data Utama untuk Bahan Diskusi : 1. Diagnosis/Gambaran Klinis: Eritroderma ec. Perluasan penyakit + Angioedema 2. Riwayat Pengobatan: Pasien sebelumnya riwayat berobat ke spesialis kulit, keluhan berkurang namun keluhan sering berulang. Pada saat ini pasien belum mendapatkan pengobatan. 3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Riwayat keluhan yang sama sebelumnya ada. Riwayat asma dan rhinitis alergi tidak ada. Riwayat alergi makanan tidak ada Riwayat alergi obat tidak ada



4. Riwayat Keluarga: Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada. Riwayat eksema, rhinitis alergi, asma dalam keluarga tidak ada 5. Riwayat Pekerjaan: 6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik: Daftar Pustaka: 1. Grant-Kels JM, Bernstein ML, Rothe MJ. Exfoliative Dermatitis In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill Book Co; 2008. p. 225–32. 2. Juanda A. Dermatosis eritroskuamosa. Dalam: Juanda A, Juanda S, Hamzah M, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2005. h. 197–200. 3. Burton JL, Holden CA. Eczema, Lichenification and Prurigo. In: Champion RH, Burton JL, Burn DA, Breathnach, editors. Rook, Wilkinson, Ebling. Textbook of Dermatology. 6th ed. Oxford: Blackwell, scientific publication; 1998. p. 673–7. 4. Gibson LE, Perry HO. Papulosquamous Eruption and Exfoliative Dermatitis. In: Moschella, Hurley, editors. Dermatology. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders Co; 1992. p. 607–46. 5. Guliz Karakayll, Grant Beckham, MD, Ida Orengo, MD, et al. Exfoliative Dermatitis. Am Fam Phys 1999; 59: 1–12. 6. Hasan T, Jansen CT: Erythroderma: a follow-up of fifty cases. J Am Acad Dermatol 1983; 8: 836–840. 7. Sehgal VN, Srivastava G. Exfoliative dermatitis: A prospective study of 80 patients. Dermatologica 1986; 173: 278–284. 8. Umar HS, Kelly PA. Erythroderma (Generalized Exfoliative Dermatitis). July 24, 2007 Available from: URL: http://www.emedicine.com/EMERG/topic142.htm 9. Sigurdsson V, Toonstra J, Hazemans-Boer M, Van Vloten WA. Erythroderma. A clinical and follow-up study of 102 patients with special emphasis on survival. J Am Acad dermatol. 1996; 35(1): 53–7. 10. Siregar, RS. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC, 2004. Hasil Pembelajaran : 1 Diagnosis Eritroderma 2 Penatalaksanaan Eritroderma 3 Edukasi keluarga Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio



1



Subyektif:  Bengkak dan merah pada wajah sejak ± 16 jam sebelum masuk RS. Bengkak disertai rasa gatal, yang lama-lama berair. Bengkak pada wajah membuat kedua mata pasien sulit dibuka.  Kulit terasa menebal, panas, gatal dan bersisik pada hampir seluruh tubuh sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya pasien mengeluhkan gatal, bengkak, bercak merah dan kulit bersisik pada kedua tangan dan kedua kaki, keluhan ini sudah dirasakan sejak ± 1,5 tahun yang lalu. Pasien sering menggarukgaruk lesi hingga kulit mengelupas. Pasien sudah berobat ke dokter spesialis kulit, diberikan obat penghilang rasa gatal dan salep yang digunakan setelah    



mandi, namun pasien lupa nama obatnya. Keluhan sering berulang. Demam (-) Keluhan ketombe dan rambut rontok ada. Keluhan kuku menjadi kuning dan keruh disangkal oleh pasien. Keluhan bercak merah bersisik yang gatal terutama saat berkeringat pada



lipat lengan, lipat kaki, leher dan pergelangan tangan disangkal oleh pasien.  Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat dan penggunaan obat jangka lama sebelumnya.  Pasien mandi 1x sehari dengan menggunakan sabun. 2 Objektif: PEMERIKSAAN FISIK 1. Status Generalis Keadaan umum



: Sakit sedang



Kesadaran



: Compos mentis kooperatif



Keadaan gizi



: Cukup



Tekanan darah



: 130/80 mmhg



Nadi



: 80 x/menit



Pernafasan



: 20 x/menit



Suhu



: 36,5 0C



Kepala



: Normochepal, alopesia (-), plak (-)



Mata



: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik : Oedem +/+, mata sulit membuka



Leher



: KGB tidak teraba membesar, JVP 5-2 cmH2O



Thorax



: Cor dan pulmo dalam batas normal



Abdomen



: Supel, tidak distensi, bising usus (+) normal



Genitalia



: tidak diperiksa



Ekstremitas



: akral hangat, perfusi baik, edema (-/-), kuku tidak ditemukan kelainan.



2. Status Dermatologikus



 Lokasi



: seluruh tubuh



 Distribusi



: universal



 Bentuk



: Tidak khas



 Susunan



: Tidak khas



 Batas



: Tidak tegas (difus)



 Ukuran



: Plakat



 Efloresensi



:







Primer : plak dan makula eritem







Sekunder



: skuama halus sampai kasar, berlapis, berwarna



keputihan, dan kering, disertai ekskoriasi, krusta, dan likenifikasi. Status Venereologikus : Tidak diperiksa Kelainan Selaput : Tidak ditemukan kelainan Kelainan Kuku : Tidak di temukan kelainan Kelainan Rambut : Tidak ditemukan kelainan Kelainan Kelenjar Limfe : Tidak ditemukan pembesaran kelenjar limfe DIAGNOSIS BANDING 1. Eritroderma e.c dermatitis seboroik 2. Eritroderma e.c psoriasis vulgaris 3. Eritroderma idiopatik PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium: Hematologi :  Hb



: 15,2 gr%



 Leukosit : 12.800/mm3  Trombosit : 267.000/mm3  Hematokrit : 44 vol% Kimia klinik :      3



GDS SGOT SGPT Ur Cr



: 87 mg/dl : 20 u/l : 15 u/l : 28 mg/dl : 1.0 mg/dl



Assessment: Telah dilaporkan kasus seorang pasien laki-laki, umur 73 tahun, dengan diagnosis Eritroderma ec. Perluasan penyakit + Angioedema. Berdasarkan anamnesis, pasien mengeluhkan bengkak dan merah pada wajah sejak ± 16 jam sebelum masuk RS. Bengkak disertai rasa gatal, yang lama-lama berair. Bengkak pada wajah membuat kedua mata pasien sulit dibuka. Kulit terasa menebal, panas, gatal dan bersisik pada hampir seluruh tubuh sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya pasien mengeluhkan gatal, bengkak, bercak merah dan kulit bersisik pada kedua tangan dan kedua kaki, keluhan ini sudah dirasakan sejak ± 1,5 tahun yang lalu. Pasien sering menggaruk-garuk lesi hingga kulit mengelupas. Pasien sudah berobat ke dokter spesialis kulit, diberikan obat penghilang rasa gatal dan salep yang digunakan setelah mandi, namun pasien lupa nama obatnya. Keluhan sering berulang. Demam tidak ada. Keluhan ketombe dan rambut rontok ada. Keluhan kuku menjadi kuning dan keruh disangkal oleh pasien. Keluhan bercak merah bersisik yang gatal terutama saat berkeringat pada lipat lengan, lipat kaki, leher dan pergelangan tangan disangkal oleh pasien. Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat dan penggunaan obat jangka lama sebelumnya. Pasien mandi 1x sehari dengan menggunakan sabun. Riwayat keluhan yang sama sebelumnya ada. Riwayat asma dan rhinitis alergi tidak ada. Riwayat alergi makanan tidak ada. Riwayat alergi obat tidak ada. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada. Riwayat eksema, rhinitis alergi, asma dalam keluarga tidak ada. Dari pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang, sadar, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 80 kali/menit, nafas 20 kali/menit, dan suhu 36,5o C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan lokasi lesi pada seluruh tubuh, distribusi



universal, bentuk tidak khas, susunan tidak khas, batas tidak tegas (difus), ukuran plakat, dan efloresensi primer plak dan makula eritem dan efloresensi sekunder skuama halus sampai kasar, berlapis, berwarna keputihan, dan kering, disertai ekskoriasi, krusta, dan likenifikasi. 4 Plan: DIAGNOSIS Eritroderma ec. Perluasan penyakit + Angioedema PENATALAKSANAAN Sistemik    



Pasang inject pump Inj. Dexamethason 2 x 5 mg Inj. Ranitidin 2 x 1 amp Inj. Gentamisin 2 x 80 mg Topikal  Soft U derm 1 jam sebelum mandi  Hydrocortisone cr 2,5% sesudah mandi I.



Prognosis Quo ad vitam



: ad bonam



Quo ad functionam



: ad bonam



Quo ad sanationam



: dubia



FOLLOW UP 12-01-2016 S



: gejala dirasakan berkurang Mata bengkak (+)



O



: KU Sdg



Kes CMC



TD 130/80 mmHg



Status Generalis : dalam batas normal Status Dermatologis :



Nd 82x/i



Nfs 20 x/i



T 36,5C



 Lokasi



: seluruh tubuh



 Distribusi



: universal



 Bentuk



: Tidak khas



 Susunan



: Tidak khas



 Batas



: Tidak tegas (difus)



 Ukuran



: Plakat



 Efloresensi



:







Primer : plak dan makula eritem







Sekunder



: skuama halus sampai kasar, berlapis, berwarna



keputihan, dan kering, disertai ekskoriasi, krusta, dan likenifikasi. A



: Eritroderma ec. Perluasan lesi + Angioedem



P: Sistemik  Inj. Dexamethason 2 x 5 mg (iv)  Inj. Gentamisin 2 x 80 mg (iv)  Inj. Ranitidin 2 x 1 amp (iv)  Inj. Difenhidramin 2 x 1 amp (iv) Topikal  Soft U derm 1 jam sebelum mandi  Hydrocortisone cr 2,5% sesudah mandi 13-01-2016 S



: gejala dirasakan berkurang Mata sudah dapat membuka



O



: KU Kes TD Sdg CMC 130/80 mmHg Status Generalis : dalam batas normal



Nd 82x/i



Nfs 20 x/i



T 36,5C



Status Dermatologis :  Lokasi



: seluruh tubuh



 Distribusi



: universal



 Bentuk



: Tidak khas



 Susunan



: Tidak khas



 Batas



: Tidak tegas (difus)



 Ukuran



: Plakat



 Efloresensi



:







Primer : plak dan makula eritem berkurang







Sekunder



: skuama halus sampai kasar, berlapis, berwarna



keputihan, dan kering, disertai ekskoriasi, krusta, dan likenifikasi. A



: Eritroderma ec. Perluasan lesi + Angioedem dengan perbaikan



P: Sistemik  Inj. Dexamethason 1 x 5 mg (iv)  Inj. Gentamisin 2 x 80 mg (iv)  Inj. Ranitidin 2 x 1 amp (iv)  Inj. Difenhidramin 2 x 1 amp (iv)  Cetirizine 2 x 10 mg (p.o) Topikal  Soft U derm 1 jam sebelum mandi  Hydrocortisone cr 2,5% sesudah mandi Hasil laboratorium : Hematologi :      



Hb : 15,8 gr% LED : 10 mm/2 jam Leukosit : 20.300/mm3 Trombosit : 285.000/mm3 Hematokrit : 45 vol% Hitung jenis : o Basofil : 0



o o o o o



Eusinofil : 0 N. Batang : 3 N. Segmen : 85% Limfosit : 7% Monost : 5



Kimia klinik :                



GDS Kolesterol total Trigliserida HDL Kolesterol LDL Kolesterol Bilirubin total Bilirubin indirek Bilirubin direk Protein total Albumin Globulin Alkali fosfatase SGOT SGPT Ur Cr



: 90 mg/dl : 252 mg/dl : 127 mg/dl : 48 mg/dl : 172 mg/dl : 0,38 mg/dl : 0,25 mg/dl : 0,13 mg/dl : 5,33 gr/dl : 4,12 gr/dl : 1,21 gr/dl : 381 u/l : 23 u/l : 26 u/l : 33 mg/dl : 1.0 mg/dl



14-01-2016 S



: gejala dirasakan berkurang Bengkak pada mata sudah tidak ada



O



: KU Kes TD Sdg CMC 130/80 mmHg Status Generalis : dalam batas normal



Nd 82x/i



Status Dermatologis :  Lokasi



: Skalp, wajah, leher, dada atas



 Distribusi



: regional



 Bentuk



: Tidak khas



 Susunan



: Tidak khas



Nfs 20 x/i



T 36,5C



 Batas



: Tidak tegas (difus)



 Ukuran



: Plakat



 Efloresensi



:







Primer : makula eritem







Sekunder



: skuama halus sampai kasar, berlapis, berwarna



keputihan, dan kering, disertai ekskoriasi, krusta, dan likenifikasi berkurang A



: Eritroderma ec. Perluasan lesi + Angioedem dengan perbaikan



P: Sistemik  Inj. Dexamethason 1 x 5 mg (iv) (sampai besok)  Inj. Gentamisin 2 x 80 mg (iv)  Inj. Ranitidin 2 x 1 amp (iv)  Inj. Difenhidramin 2 x 1 amp (iv)  Cetirizine 2 x 10 mg (p.o) Topikal  Soft U derm 1 jam sebelum mandi  Hydrocortisone cr 2,5% sesudah mandi



15-01-2016 S



: gejala dirasakan berkurang, gatal berkurang Batuk berdahak (+) Demam (+) Nafas sesak (+)



O



: KU Sdg



Kes CMC



TD 130/80 mmHg



Nd 82x/i



Status Dermatologis :  Lokasi



: Skalp, wajah, leher, dada atas



Nfs 25 x/i



T 37,8C



 Distribusi



: regional



 Bentuk



: Tidak khas



 Susunan



: Tidak khas



 Batas



: Tidak tegas (difus)



 Ukuran



: Plakat



 Efloresensi



:







Primer : makula eritem berkurang







Sekunder



: skuama halus sampai kasar, berlapis, berwarna



keputihan, dan kering, disertai ekskoriasi, dan likenifikasi berkurang A



: Eritroderma ec. Perluasan lesi + Angioedem dengan perbaikan Bronkopneumonia



P: Sistemik  Inj. Dexamethason 1 x 5 mg (iv)  Loratadine 1 x 10 mg (p.o) Topikal  Deksametason cr sesudah mandi  Betametason cr sesudah mandi Pasien alih rawat ke Bangsal penyakit dalam. PENDIDIKAN  Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini disebabkan perluasan penyakit kulit dan prinsip pengobatan penyakit ini bertujuan untuk mengurangi gejala dan mencegah perluasan lanjut.  Menjelaskan kepada pasien untuk tidak menggaruk-garuk lesi  Menjelaskan kepada pasien untuk menggunakan sarung tangan saat bekerja.  Menjelaskan kepada pasien untuk menjaga kelembababan kulit.  Menjelaskan kepada pasien untuk mandi dengan sabun pH netral.  Menjelaskan kepada pasien untuk diet tinggi protein. BAB IV DISKUSI



Telah dilaporkan kasus seorang pasien laki-laki, umur 73 tahun, dengan diagnosis Eritroderma ec. Perluasan penyakit + Angioedema. Berdasarkan anamnesis, pasien mengeluhkan bengkak dan merah pada wajah sejak ± 16 jam sebelum masuk RS. Bengkak disertai rasa gatal, yang lama-lama berair. Bengkak pada wajah membuat kedua mata pasien sulit dibuka. Kulit terasa menebal, panas, gatal dan bersisik pada hampir seluruh tubuh sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya pasien mengeluhkan gatal, bengkak, bercak merah dan kulit bersisik pada kedua tangan dan kedua kaki, keluhan ini sudah dirasakan sejak ± 1,5 tahun yang lalu. Pasien sering menggaruk-garuk lesi hingga kulit mengelupas. Pasien sudah berobat ke dokter spesialis kulit, diberikan obat penghilang rasa gatal dan salep yang digunakan setelah mandi, namun pasien lupa nama obatnya. Keluhan sering berulang. Demam tidak ada. Keluhan ketombe dan rambut rontok ada. Keluhan kuku menjadi kuning dan keruh disangkal oleh pasien. Keluhan bercak merah bersisik yang gatal terutama saat berkeringat pada lipat lengan, lipat kaki, leher dan pergelangan tangan disangkal oleh pasien. Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat dan penggunaan obat jangka lama sebelumnya. Pasien mandi 1x sehari dengan menggunakan sabun. Riwayat keluhan yang sama sebelumnya ada. Riwayat asma dan rhinitis alergi tidak ada. Riwayat alergi makanan tidak ada. Riwayat alergi obat tidak ada. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada. Riwayat eksema, rhinitis alergi, asma dalam keluarga tidak ada. Berdasarkan teori, eritroderma dapat timbul sebagai perluasan dari penyakit kulit yang telah ada sebelumnya (psoriasis, dermatitis atopik dan dermatosis spongiotik lainnya), reaksi hipersensitivitas obat (antiepilepsi, antihipertensi, antibiotika, calcium channel blocker, dan bahan topikal), penyakit sistemik termasuk keganasan, serta idiopatik (20%). 1,4,5 Pada beberapa laporan kasus, didapatkan insiden pada laki-laki lebih besar daripada perempuan, dengan proporsi 2:1 sampai 4:1, dan usia rata-rata 41–61 tahun.6,7,8 Dari pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang, sadar, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 80 kali/menit, nafas 20 kali/menit, dan suhu 36,3o C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan lokasi lesi pada seluruh tubuh, distribusi universal, bentuk tidak khas, susunan tidak khas, batas tidak tegas (difus), ukuran plakat, dan efloresensi primer plak dan makula eritem dan efloresensi sekunder skuama halus sampai kasar, berlapis, berwarna keputihan, dan kering, disertai ekskoriasi, krusta, dan likenifikasi. Gejala klinis yang dimunculkan pada ertiroderma dapat berbeda-beda berdasarkan etiologi yang mendasari. Kelainan kulit yang tampak secara umumnya timbul bercak eritema yang dapat meluas ke seluruh tubuh dalam waktu 12-48 jam. Deskuamasi



yang difus dimulai dari daerah lipatan, hingga menyeluruh.Bila kulit kepala sudah terkena, dapat terjadi alopesia, perubahan kuku, dan kuku dapat terlepas. Dapat terjadi limfadenopati dan hepatomegali. Skuama timbul setelah 2-6 hari, sering mulai di daerah lipatan. Skuamanya besar pada keadaan akut, dan kecil pada keadaan kronis. Warnanya bervariasi dari putih sampai kuning. Kulit merah terang, panas, kering dan kalau diraba tebal. Eritroderma yang terjadi akibat perluasan penyakit kulit lainnya diantaranya psoriasis maka tanda khasnya akan menghilang. Akan menimbulkan gejala awalnya didapati eritema yang tidak merata.



2,10



Eritroderma yang disebabkan dermatitis seboroik memberikan gejala



klinisyang keadaan umumnya baik tanpa keluhan dan gambaran kelainan kulit berupa eritema dapat pada seluruh tubuh disertai skuama yang kasar.2,10 Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium, pada pasien ini dapat ditegakkan sebagai eritroderma ec. Perluasan penyakit dan angioedema. Untuk mengetahui penyebab terjadinya eritroderma dibutuhkan pemeriksaan histopatologis. Pada pasien ditatalaksana dengan terapi sistemik steroid dexamethason, antibiotik gentamisin , anti histamin difenhidramin dan terapi topikal emolien dan kortikosteroif topikal Hydrocortisone cr 2,5%.