Laporan Kasus Eritroderma [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



LAPORAN KASUS ERITRODERMA



Oleh: dr. Cindy Gisella Zahrani dr. Adys Aprilia dr. Imron Rosyadi dr. Muhammad Firdaus dr. Indah Purnama Sari



PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA ANGKATAN KE III GELOMBANG II RSUD BANGKALAN TAHUN 2017



2



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kemerahan atau eritema yang bersifat generalisata yang mencakup 90% permukaan tubuh yang berlangsung dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Bila eritemanya antara 50-90% dinamakan



pre-eritroderma.3



Dermatitis



eksfoliativa



dianggap



sinonim dengan eritroderma.2,4 Bagaimanapun, kedua istilah ini adalah berbeda, karena pada gambaran klinik dapat menghasilkan penyakit yang berbeda. Pada banyak kasus, eritroderma umumnya disebabkan kelainan kulit yang ada sebelumnya (misalnya psoriasis atau dermatitis atopik), cutaneous T-cell lymphoma (CTCL) atau reaksi obat. Identifikasi penyakit yang menyertai menggambarkan satu dari sekian banyak kelainan kulit.1 Insidens eritroderma sangat bervariasi, menurut penelitian dari 0,9-70 dari 100.000 populasi. Penyakit ini dapat mengenai pria ataupun wanita namun paling sering pada pria dengan rasio 2 : 1 sampai 4 : 1, dengan onset usia rata-rata > 40 tahun, meskipun eritroderma dapat terjadi pada semua usia. Insiden eritroderma makin bertambah. Penyebab utamanya adalah psoriasis. Hal tersebut seiring dengan meningkatnya insidens psoriasis.2,3 Penyakit kulit yang sedang diderita memegang peranan penting lebih dari setengah kasus dari eritroderma. Identifikasi psoriasis mendasari penyakit kulit lebih dari seperempat kasus. Didapatkan laporan bahwa terdapat 87 dari 160 kasus adalah psoriasis berat.3 Abraham et al. menyatakan bahwa dari 101 kasus eritroderma didapatkan 75% adalah pria dengan usia rata-rata 50 tahun, dengan durasi penyakit adalah 5 tahun.



Anak-anak bisa menderita



3



eritroderma diakibatkan alergi terhadap obat. Alergi terhadap obat bisa karena pengobatan yang dilakukan sendiri ataupun penggunaan obat secara tradisional.4 1.2 Tujuan 1.2.1 Mengetahui tentang pengertian penyakit Eritroderma. 1.2.2 Mengetahui tentang etiologi, gejala klinis, pemeriksaan penunjang, serta tatalaksana pada penyakit kulit Eritroderma. 1.3 Manfaat 1.3.1



Manfaat Teoritis Penulisan



ini



diharapkan



dapat



menambah



pengetahuan penulis dan pembaca tentang Eritroderma 1.3.2



Manfaat Praktis Penulisan ini dapat menjadi bahan rujukan bagi dokter klinisi dalam menangani pasien saat praktek.



4



BAB II LAPORAN KASUS



2.1 Anamnesis 



Identitas : Nama



: Ny. M



Umur



: 88 Tahun



Jenis kelamin



: Perempuan



TTL



: 14 Juli 1930



Agama



: Islam



Suku



: Madura



Alamat



: Dsn. Rabesen Duwek Buter - Kwanyar



Pekerjaan



: Ibu Rumah Tangga



Pendidikan terakhir



: SD



Status Pernikahan



: Menikah



No. RM



: 173570







Keluhan utama: Gatal seluruh tubuh







Riwayat penyakit sekarang



:



Pasien Ny. M datang pada hari Senin, 9 April 2018 dengan keluhan gatal seluruh tubuh sejak ±1 minggu yll. Selain gatal, kulit pasien terasa panas, dan nyeri. Pasien juga mengalami demam dan terasa menggigil. Terdapat bercak putih di tangan kanan dan di punggung yang berasa tebal yang muncul sejak kurang lebih 4 bulan lalu. 



Riwayat Penyakit Dahulu



:



Pada ±4 bulan yll, timbul bercak-bercak kemerahan yang diawali pada tangan sebelah kanan, kemudian semakin lama semakin meluas ke seluruh tubuh hingga akhirnya ±1 minggu yll kulit mengelupas. Tidak ada riwayat pengobatan untuk penyakit kulit ini.



5



Pasien tidak pernah menderita penyakit kulit apapun sebelumnya. Pasien memiliki riwayat DM dengan pengobatan oral sejak ±2 tahun yll. Riwayat HT juga didapatkan sejak ±2 tahun yll yang juga dengan pengobatan. Tidak ada riwayat minum obat baru akhir-akhir ini. 



Riwayat Pengobatan



: Obat DM dan HT, penyakit kulit belum pernah diobati







Riwayat Alergi



: disangkal







Riwayat Penyakit Keluarga



: tidak ada yang sakit seperti ini







Riwayat Sosial



: di lingkungan tidak ada yang



sakit seperti ini



2.2 Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan Umum



: compos mentis



2. GCS



: 456



3. Tanda Vital a. Tekanan Darah



: 140/80 mmHg



b. Nadi



: 90x/menit



c. RR



: 26x/menit



d. Suhu



: 37,9 C



4. Antropometri a. BB



: tidak didapatkan data



b. TB



: tidak didapatkan data



c. BMI



: tidak didapatkan data



5. Status Lokalis Dermatologis :  Lokasi



: Regio seluruh badan/generalisata



 Distribusi



: Universal



 Eflurosensi



: Makula eritematosa bentuk irreguler



batas tidak jelas dengan deskuamasi berwarna putih dan krusta berwarna kehitaman.



6



Gambar 2.1 Foto Regio Facialis



Gambar 2.3 Foto Regio Ekstrimitas Superior



Gambar 2.2 Foto Regio Thorax & Abdomen



Gambar 2.4 Foto Regio Ekstrimitas Inferior



7



2.3 Diagnosa Banding -



Eritroderma



-



Dermatitis Atopik



-



Psoriasis



-



Dermatitis Seboroik



2.4 Pemeriksaan Penunjang -



Laboratorium : Darah Lengkap dan Kimia Darah tanggal 9/4/2018 Pemeriksaan Hematologi



Hasil



Nilai Rujukan



Satuan



Hb



13.4



11.7–15.5



g/dL



Eritrosit



4.71



3.8–5.2



juta/uL



Leukosit



28.4



3.6–11.0



ribu/ uL



Trombosit



180



150-440



ribu/mm3



Hematokrit



41.1



35-47



%



MCV



67.3



70-96



fL



MCH



28.6



26-34



pg



MCHC



32.7



30-36



%



Basofil



0.51



0-1



%



Neutrofil



83.80



40-70



%



Limfosit



11.10



22-40



%



Eosinofil



2.90



2-4



%



Monosit



1.76



4-8



%



Hasil



Nilai Rujukan



Satuan



Index Eritrosit



Hitung Jenis Leukosit



Kimia Klinik



Elektrolit



pg/ml



Natrium (Na)



135



137-150



mmol/L



Kalium (K)



5.00



3.5–5.0



mmol/L



Klorida (Cl)



101



95-105



mmol/L



1.7



3.4–4.8



g/dL



Fungsi Hati Albumin



8



AST (SGOT)



77



0-35



U/L



ALT (SGPT)



46



0-32



U/L



BUN



52.0



4.6–23.0



mg/dL



Kreatinin



2.58



0.45–0.75



mg/dL



Fungsi Ginjal



Darah Lengkap dan Kimia Darah tanggal 12/4/2018 Pemeriksaan Hematologi



Hasil



Nilai Rujukan



Satuan



Hb



9.9



11.7–15.5



g/dL



Eritrosit



3.77



3.8–5.2



juta/uL



Leukosit



10.1



3.6–11.0



ribu/ uL



Trombosit



107



150-440



ribu/mm3



Hematokrit



34.0



35-47



%



MCV



90.1



70-96



fL



MCH



26.3



26-34



pg



MCHC



29.1



30-36



%



Basofil



0.28



0-1



%



Neutrofil



72.40



40-70



%



Limfosit



19.80



22-40



%



Eosinofil



0.17



2-4



%



Monosit



7.80



4-8



%



Hasil



Nilai Rujukan



Satuan



Index Eritrosit



Hitung Jenis Leukosit



Kimia Klinik



Elektrolit



pg/ml



Natrium (Na)



142



137-150



mmol/L



Kalium (K)



4.99



3.5–5.0



mmol/L



Klorida (Cl)



110



95-105



mmol/L



2,8



3.4–4.8



g/dL



Fungsi Hati Albumin



9



2.5 Diagnosis Kerja Eritroderma



2.6 Penatalaksanaan •



IVFD RL 20tpm







Kompres PZ







Dexamethason inj 3 x 0,5 amp







Cetirizin 2 x 10 mg







Soft u derm 2x1 ue setelah mandi







Fusycom cream 2 x 1 ue



2.7 Evaluasi Tanggal Subjective



Objective



Assesment Planning



12/4/2018 13/4/2018 Gatal seluruh tubuh, kulit Gatal berkurang, kulit terasa tertarik mengelupas berkurang  KU: lemah  KU: lemah  TD: 140/90 mmHg  TD: 140/90 mmHg  N: 88x/m  N: 80x/m  RR: 28x/m  RR: 24x/m  T: 36,8C  T: 36,5oC  GDA: 438 mg/dL  Efloresensi: o Regio generalisata, universalis, makula eritematus ireguler dengan skuama o Regio manum dan cubiti juga didapatkan makula eritematus ireguler dengan skuama, erosi, dan krusta kehitaman o Regio punggung, didapatkan makula eritematus berbentuk bulat, berbatas tegas, disertai dengan erosi, tersebar diskret DM DM Eritroderma Eritroderma  IVFD RL 20tpm  IVFD RL 20tpm



10



 Kompres PZ  Dexamethason inj 3 x 0,5 amp  Cetirizin 2 x 10 mg  Soft u derm 2x1 setelah mandi  Fusycom cream 2 x 1



 Kompres PZ  Dexamethason inj 3 x 0,5 amp  Cetirizin 2 x 10 mg  Soft u derm 2x1 setelah mandi  Fusycom cream 2 x 1



11



BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Definisi Eritroderma berasal dari bahasa yunani, yaitu erythro- (red = merah) + derma, dermatos (skin = kulit), merupakan kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema di seluruh tubuh atau hampir seluruh tubuh, dan biasanya disertai skuama. Pada beberapa kasus skuama tidak selalu ditemukan, misalnya pada eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama. Eritroderma ialah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema universalis (90%-100%).5 Eritroderma adalah gambaran kelainan inflamasi pada kulit berupa eritema pada lebih dari 90% permukaan tubuh.6



3.2 Etiologi Berdasarkan penyebabnya , penyakit ini dapat dibagikan dalam 2 kelompok :7,8 1. Eritroderma eksfoliativa primer Penyebabnya tidak diketahui. Termasuk dalam golongan ini eritroderma iksioformis konginetalis dan eritroderma eksfoliativa neonatorum. 2. Eritroderma eksfoliativa sekunder a. Akibat penggunaan obat secara sistemik yaitu penicillin dan derivatnya, sulfonamide, analgetik/antipiretik dan tetrasiklin. b. Meluasnya dermatosis ke seluruh tubuh, dapat terjadi pada liken planus, psoriasis, pitiriasis rubra pilaris, pemflagus foliaseus, dermatitis seboroik dan dermatitis atopik. c. Penyakit sistemik seperti Limfoblastoma.



12



Tabel 1. Proses yang Berkaitan dengan Timbulnya Eritroderma Penyakit Kulit



Penyakit Sistemik



Obat-obatan



Dermatitis atopik



Mikosis fungoides



Sulfonamid



Dermatitis kontak



Penyakit Hodgkin



Antimalaria



Dermatofitosis



Limfoma



Penisilin



Penyakit Leiner



Leukemia akut/kronis



Sefalosporin



Liken planus



Multipel mieloma



Arsen



Mikosis fungoides



Karsinoma paru



Merkuri



Pemfigus foliaceus



Karsinoma rektum



Barbiturat



Pitiriasis rubra



Karsinoma tuba falopii



Aspirin



Psoriasis



Dermatitis papuloskuamosa



Kodein



Sindrom Reiter



pada AIDS



Difenilhidantoin



Dermatitis seboroik



Yodium



Dermatitis statis



Isoniazid Kuinidin Kaptopril



Sumber: Fitzpatrick et all. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine



3.3 Gambaran Klinis Gambaran klinis eritroderma beraneka ragam dan bervariasi tiap individu. Kelainan yang paling pertama muncul adalah eritema, yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah, yang umumnya terjadi pada area genetalia, ekstremitas, atau kepala.5 Mula-mula timbul bercak eritema yang dapat meluas ke seluruh tubuh dalam waktu 12-48 jam. Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah lipatan, kemudian menyeluruh. Ukuran skuama bervariasi; pada proses akut akan berukuran besar, sedangkan pada proses kronis akan berukuran kecil.5,9



13



Gambar 3.1. Eritema disertai Skuama. Sumber: Wolf, Klaus.2012.Fitzpatrick.Colot Atlas Dermatology, Allergic Contact Dermatitis ed 8. Harvard Medical School : New York



Dapat juga mengenai membran mukosa, terutama yang disebabkan oleh obat. Bila kulit kepala sudah terkena, dapat terjadi alopesia, perubahan kuku, dan kuku dapat lepas. Dapat terjadi limfadenopati dan hepatomegali. Skuama timbul setelah 2-6 hari, sering mulai di daerah lipatan. Skuamanya besar pada keadaan akut, dan kecil pada keadaan kronis. Warnanya bervariasi dari putih sampai kuning. Kulit merah terang, panas, kering dan kalau diraba tebal. Pasien mengeluh kedinginan.9 Pengendalian regulasi suhu tubuh menjadi hilang, sehingga sebagai kompensasi terhadap kehilangan panas tubuh, sekujur tubuh pasien menggigil untuk dapat menimbulkan panas metabolik.10 Dahulu eritroderma dibagi menjadi primer dan sekunder. Pendapat sekarang semua eritroderma ada penyebabnya, jadi eritroderma selalu sekunder. Eritroderma akibat alergi obat secara sistemik diperlukan anamnesis yang teliti untuk mencari obat penyebabnya. Umumnya alergi timbul akut dalam waktu 10 hari. Pada mulanya kulit hanya eritem saja, setelah penyembuhan barulah timbul skuama.11



14



Epidermis berukuran tipis pada awal proses penyakit dan akan terlihat dan terasa tebal pada stadium lanjut. Kulit akan terasa kering dengan krusta berwarna kekuningan yang disebabkan serum yang mengering dan kemungkinan karena infeksi sekunder. Pada beberapa kasus, manifestasi klinis yang muncul pada eritroderma yang akut menyerupai nekrolisis epidermal toksik, walaupun secara patofisiologi sangat berbeda.5



Gambar 3.2. Blepharitis, epiphora, dan ektropion pada Eritroderma yang disebabkan dermatitis Atopi. Sumber: Wolf, Klaus.2012.Fitzpatrick.Colot Atlas Dermatology, Allergic Contact Dermatitis ed 8. Harvard Medical School : New York



Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit seringkali pada psoriasis dan dermatitis seboroik bayi. Psoriasis dapat menjadi eritroderma karena dua hal yaitu : karena penyakitnya sendiri atau karena pengobatan yang terlalu kuat.11 Psoriasis yang menjadi eritroderma tanda khasnya akan menghilang. Pada eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang disebabkan oleh penyakit psoriasis atau pengobatan yaitu kortikosteroid sistemik, steroid topikal, komplikasi fototerapi, stress emosional yang berat, penyakit terdahulu misalnya infeksi.12



15



Gambar 3.3. Eritroderma pada pasien psoriasis. Terdapat eritema universal dan penebalan kulit. Pasien juga mengeluhkan malaise. Sumber: Wolf, Klaus.2012.Fitzpatrick.Colot Atlas Dermatology, Allergic Contact Dermatitis ed 8. Harvard Medical School : New York



3.4 Diagnosa Banding5 Tabel 3. Diagnosa Banding DD



Gejala Klinis



Dermatitis Atopik



Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis yang terjadi di lapisan epidermis dan dermis, sering berhubungan dengan riwayat atopik pada keluarga



asma



konjungtivitis.



bronchial,



rhinitis



alergi,



16



Dermatitis atopik merupakan salah satu penyebab eritroderma



pada



orang



dewasa



dimana



didapatkan gambaran klinisnya terdapat lesi praexisting, pruritus yang parah, likenifikasi dan prurigo nodularis, sedangkan pada gambaran histologi terdapat akantosis ringan, spongiosis variabel, dermal eosinofil dan parakeratosis. 2,16 Psoriasis



Eritroderma psoriasis dapat disebabkan oleh



16



karena pengobatan topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Ketika psoriasis menjadi eritroderma biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat menghilang



dimana plak-plak psoriasis



menyatu, eritema dan skuama tebal universal.4,14 Psoriasis ditandai dengan adanya bercak-bercak, eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar,



berlapis-lapis



dan



transparan



disertai



fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner.2 Dermatitis



Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang



Seboroik



kronis ditandai dengan plak eritema yang sering terdapat



pada



daerah



tubuh



yang



banyak



mengandung kelenjar sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial, belakang telinga, cuping hidung, ketiak, dada, antara skapula.4,15 Biasanya



kulit



penderita



tampak



berminyak,



dengan kuman Pityrosporum ovale yang hidup komensal di kulit berkembang lebih subur. Pada kepala tampak eritema dan skuama halus sampai kasar (ketombe). Kulit tampak berminyak dan menghasilkan skuama putih yang berminyak pula. Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat.2



3.5 Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan Laboratorium5 Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin, didapatkan penurunan hemoglobin, peningkatan eosinofil, dan peningkatan leukosit (pada infeksi sekunder). Kadar imunoglobulin dapat meningkat, khususnya IgE. Albumin serum menurun dan gamma globulin meningkat relatif. Didapatkan pula ketidakseimbangan elektrolit karena dehidrasi. Pasien dengan eritrodetma yang luas dapat ditemukan tanda-tanda



dari



ketidakseimbangan



nitrogen:



edema,



17



hipoalbuminemia, dan hilangnya masa otot. Beberapa penelitian menunjukan terdapat perubahan keseimbangan nitrogen dan potasium ketika laju pembentukan skuama mencapai 17 gr/m2 per 24 jam.  Pemeriksaan Histopatologi Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat membantu mengidentifikasi penyebab eritroderma pada sampai dengan 50% kasus, biopsi kulit dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi, tergantung berat dan durasi proses inflamasi. Pada tahap akut, spongiosis dan parakeratosis menonjol, terjadi edema. Pada stadium kronis, akantosis dan perpanjangan



rete



ridge



lebih



dominan.



pemeriksaan histopatologi tidak terlalu spesifik.



Namun demikian 4,13



Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin pleomorfik, dan mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik spesifik, seperti bandlike limfoid infiltrat di dermisepidermis, dengan sel cerebriform mononuklear



atipikal dan



Pautrier's microabscesses. Pasien dengan sindrom Sezary sering menunjukkan beberapa fitur dari dermatitis kronis, dan eritroderma jinak mungkin kadang-kadang menunjukkan beberapa gambaran tidak jelas pada limfoma.4 Pemeriksaan immunofenotipe infiltrat limfoid juga mungkin sulit menyelesaikan permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya



memperlihatkan



gambaran



sel



T



matang



pada



eritroderma jinak maupun ganas. Pada psoriasis papilomatosis dan gambaran clubbing lapisan papiler dapat terlihat, dan pada pemfigus foliaseus, akantosis superfisial juga ditemukan. Pada eritroderma ikhtisioform dan ptiriasis rubra pilaris, biopsi diulang dari



tempat-tempat



yang



dipilih



memperlihatkan gambaran khasnya.



4



dengan



cermat



dapat



18



Gambar 3.4. Histopatological examination Sumber: Sofyan,Asrawati,et al. 2013. Erythroderma Cause Drug Allergies. Department of Dermatovenereology Medical Faculty of Hasanuddin University Wahidin Sudirohusodo Hospital Makassar



3.6 Tatalaksana Terapi yang optimal untuk eritroderma tergantung pada penegakan penyebab penyakit.4 Pada eritroderma karena alergi obat, penghentian dari obat-obat yang menyebabkan alergi atau berpotensi menyebabkan alergi memberikan hasil yang baik. Pada eritroderma karena penyakit kulit, penyakit yang mendasari harus diatasi.2 Karena



terdapat



peningkatan



kehilangan



cairan



transepidermal, dehidrasi sering ditemukan sebagai komplikasi. Input dan output cairan harus dipantau secara hati-hati.Pemberian kortikosteroid topikal efektif dalam mengatasi inflamasi pada kulit. Pemberian antihistamin ditujukan untuk mengatasi pruritus. 4 Pada eritroderma idiopatik, pemberian steroid diindikasikan apabila pengunaan terapi konservatis tidak menunjukan perbaikan. Pada eritroderma golongan I yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dosis prednison 4 x 10 mg. Pada golongan II akibat perluasan penyakit diberikan kortikosteroid prednison 4x10 mg 4x15 mg. Jika tidak tampak perbaikan dalam beberapa hari dosis dapat dinaikkan. Penyembuhan terjadi secara cepat, umumnya



19



dalam beberapa hari-minggu. Pemberian kortikosteroid harus dipantau secara ketat dalam hal efek samping, terutama pada pasien usia lanjut. Perhatikan kemungkinan terjadinya masalah medis sekunder (misal: dehidrasi, gagal jantung, dan infeksi).2



Tabel 3. Manajemen Terapi Eritroderma.



Sumber: Wolf, Klaus.2012.Fitzpatrick.Colot Atlas Dermatology, Allergic Contact Dermatitis ed 8. Harvard Medical School : New York



20



BAB IV PEMBAHASAN 4.1.



Dasar Penegakkan Diagnosa Pasien Ny. M datang dengan keluhan gatal seluruh tubuh sejak ±1 minggu yll. Pada ±4 bulan yll, timbul bercak-bercak kemerahan yang diawali pada tangan sebelah kanan, kemudian semakin lama semakin meluas ke seluruh tubuh hingga akhirnya ±1 minggu yll kulit mengelupas. Selain gatal, kulit pasien terasa panas, dan nyeri. Pasien juga mengalami demam dan terasa menggigil. Tidak ada riwayat minum obat baru akhir-akhir ini. Dari gejala yang dialami pasien yaitu terdapat bercak kemerahan yang timbul pada seluruh tubuh (±90%).5,6 Kulit terasa panas, dan nyeri serta keluhan demam dan menggiggil yang dikarenakan pengendalian regulasi suhu tubuh hilang, sehingga sebagai kompensasi terhadap kehilangan panas tubuh, sekujur tubuh pasien menggigil untuk dapat menimbulkan panas metabolik. 9,10



Dapat disimpulkan differential diagnosis dari kasus tersebut adalah Eritroderma, Dermatitis Atopik, Psoriasis dan Dermatitis Seboroik. 4.2.



Dasar Tatalaksana Dasar pengobatan untuk eritroderma tergantung pada penegakan penyebab penyakit. Pada eritroderma karena alergi obat, penghentian dari obat-obat yang menyebabkan alergi atau berpotensi menyebabkan alergi memberikan hasil yang baik. Pada eritroderma karena penyakit kulit, penyakit yang mendasari harus diatasi. Karena



terdapat



peningkatan



kehilangan



cairan



transepidermal, dehidrasi sering ditemukan sebagai komplikasi.4 Sehingga pasien harus dilakukan pemasangan IV line untuk memantau input dan output cairan.



21



Pemberian kortikosteroid topikal efektif dalam mengatasi inflamasi pada kulit. Pemberian antihistamin ditujukan untuk mengatasi



pruritus.4



Pada



kasus



ini



pasien



diberikan



inj.



Dexamethason 2x0,5 amp dan Cetirizine 2x10mg. Perhatikan kemungkinan terjadinya masalah medis sekunder (misal: dehidrasi, gagal jantung, dan infeksi).2 Sehingga pada pasien ini diberikan Cream Fusycom 2x1 ue dan Soft u derm 2x1 setelah mandi.



22



BAB V PENUTUP 5.1.



Kesimpulan Eritroderma merupakan kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema di seluruh tubuh atau hampir seluruh tubuh (90100%), dan biasanya disertai skuama. Eritorderma paling banyak disebabkan oleh penyakit kulit lain seperti Psoriasis, Dermatitis Atopik dan Dermatitis Seborok. Untuk tatalaksana kusta disesuaikan dengan penyakit kulit yang mendasari, pengawasan output/input cairan dan penanganan infeksi. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan bhematologi dan histopatologik.



5.2.



Saran Bagi penulis Penulis diharapkan selalu menambah pengetahuannya tentang Eritoderma Bagi akademisi Dalam makalah ini hanya dibahas sebagian kecil dari penjelasan



tentang



penyakit



Eritroderma,



makalah



ini bisa



digunakan sebagai pelengkap dan penunjang untuk referensi.



23



DAFTAR PUSTAKA 1. Shimizu H. Shimizu’s textbook of dermatology. 1st ed. Hokkaido: Nakayama Shoten Publishers; 2007.p; 122-25, 98-101. 2. Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 5th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.p;197-200. 3. Freederg IM. Exfoliative dermatitis. Fitzpatrick et all. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 4th ed. Newyork: Mcgraw-Hill. 1996. Chapter-41.p; 527-531. 4. Champion



RH.



Eczema,



Lichenification,



prurigo,



and



erythroderma. In: Champion RH eds. Rook’s, textbook of dermatology,



5th



ed.



Washington;



Blackwell



Scientific



Publications. 1992.p;17.48-17.52. 5. Margaret J, Bernstein ML, Rothe MJ. Exfoliative dermatitis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, editors. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 8 th ed. New Yo rk: Mc. Graw Hill Medical; 2012. P. 225 - 32. 6. Sigurdsson V, Steegmans PHA, van Vloten WA. The incidence of erythroderma:



a



survey among



all



dermatologists



in



the



Netherlands. J Am Acad Dermatol 2001; 45: 675–8. 7. Wasitaatmadja Syarif M. Anatomi Kulit. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 4th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.p; 3. 8. Sterry W, Assaf Chalid. Papulosquamous and Eczematous Dermatoses. Erythroderma. In : Bolognia JL, Jonzzo JL. Rapini RP, Horn TD, Mascaro JM, Saurat JH, Mancini AJ, Salasche SJ, Stingl G, editor. Dermatology. 1th ed London. Mosby. 2003. Chapter-11.p;1. 9. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates; 2000.p; 28. 10. Graham Robin Brown, Burn Tony. Lecture notes Dermatologi. Jakarta. 2002.p; 64.



24



11. Siregar RS. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta : EGC. 2004.p; 104,236. 12. Habif TP. Clinical Dermatology A Colour Guide To Diagnosis and Therapy. Toronto. 2004.p; 213 13. James, William D. (William Daniel). 2011. Andrews’ Diseases of the skin : clinical dermatology 11th ed. p. 211-12 14. Imtikhananik. Dermatitis Eksfoliativa. Cermin Dunia Kedokteran. 1992; 74: 16-18 15. Utama HW, Kurniawan D. Erupsi alergi obat. Tesis. Palembang: Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2007. p; 11. 16. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK UI. p; 138.