Erna Yasin-Lp SLE [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN INDIVIDU LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SLE (SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS) DI RUANG KLINIK INTERNA RSUD KABUPATEN SIDOARJO



Disusun untuk memenuhi tugas laporan individu praktek profesi ners departemen keperawatan dasar



Oleh: Nama : Erna Yasin NIM : 200714901294



ROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYAGAMA HUSADA MALANG 2021



LEMBAR PENGESAHAN



ASUHAN KEPERAWATAN KMB DENGAN MASALAH KEPERAWATAN SlE PADA PASIEN DI RUANG KLINIK INTERNA RSUD KABUPATEN SIDOARJO



DISUSUN OLEH ERNA YASIN 2007.14901.294



Disetujui Oleh



Pembimbing Institusi



Pembimbing Wahana Praktek



(Frengki Apriyanto.,S.Kep.,Ns.,M.Kep)



(………….…………………………)



Kepala Ruangan



(………..…………………………)



A. DEFINISI Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah radang kronis yang disebabkan oleh penyakit autoimun (kekebalan tubuh) di mana sistem pertahanan tubuh yang tidak normal melawan jaringan tubuh sendiri. Antara jaringan tubuh dan organ yang dapat terkena adalah seperti kulit, jantung, paru-paru, ginjal, sendi, dan sistem saraf. Lupus eritematosus sistemik (SLE) merupakan suatu penyakit atuoimun yang kronik dan menyerang berbagai system dalam tubuh. ( Silvia & Lorraine, 2016 ) Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit radang yang menyerang banyak sistem dalam tubuh, dengan perjalanan penyakit bisa akut atau kronis, dan disertai adanya antibodi yang menyerang tubuhnya sendiri Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun multisystem dengan manifestasi dan sifat yang sangat berubah – ubah, penyakit ini terutama menyerang kulitr, ginjal, membrane serosa, sendi, dan jantung.(Robins, 2017).



B. FAKTOR RESIKO 1. Jenis Wanita lebih banyak terkena lupus daripada peria. Hal ini dibuktikan dari banyaknya pengidap lupus yang berjenis kelamin wanita. 2. Usiai Gejala lupus sering muncul antara usia 15 dan 44 tahun. Gejala lupus terjadi sebelum usia 18 tahun dan hanya sebesar 15% orang yang kemudian didiagnosis mengidap penyakit tersebut. 3. Riwayat keluarga Seseorang yang punya Riwayat keluarga lupus memiliki peluang 5-13 persen untuk mengembangkan lupus. Namun hanya sekitar 5 persen dari anak-anak mengembangkan lupus jika ibu mereka memilikinya.



C. ETIOLOGI SLE disebabkan oleh interaksi antara kerentanan gen (termasuk alel HLADRB1,IRF5, STAT4, HLA-A1, DR3, dan B8), pengaruh hormonal, dan faktor lingkungan. Interaksi ketiga faktor ini akan menyebabkan terjadinya respon imun yang abnormal. - Factor genetic - Factor Humoral - Factor lingkungan - Kontak dengan sinar matahari - Infeksi virus/bakteri



- Obat golongan sulva - Penghentian kehamilan - Trauma psikis



D. TANDA DAN GEJALA Gejala-gejala lupus bisa berbeda pada setiap orang. Beberapa orang hanya memiliki beberapa gejala, sementara yang lain memiliki gejala yang bermacam-macam. Selain itu, ada banyak gejala lupus yang berbeda karena penyakit ini menyerang bagian tubuh mana pun. Beberapa gejala yang lebih umum termasuk: 1. Nyeri sendi (arthralgia) 2. Demam tanpa sebab 3. Sendi bengkak 4. Kelelahan yang berkepanjangan atau ekstrem 5. Ruam kulit 6. Pembengkakan pergelangan kaki dan akumulasi cairan 7. Nyeri di dada saat bernafas dalam (radang selaput dada) 8. Ruam berbentuk kupu-kupu yang melintasi pipi dan hidung 9. Sensitivitas terhadap matahari atau cahaya lain 10. Kejang 11. Luka mulut atau hidung 12. Jari atau jari kaki pucat atau ungu karena kedinginan atau stress.



E. KLASIFIKASI Ada tiga jenis type lupus : a. Cutaneous Lupus Tipe ini juga dikenal sebagai Discoid Lupus Tipe lupus ini hanya terbatas pada kulit dan ditampilkan dalam bentuk ruam yang muncul pada muka, leher, atau kulit kepala. Ruam ini dapat menjadi lebih jelas terlihat pada daerah kulit yang terkena sinar ultraviolet (seperti sinar matahari, sinar fluorescent). Meski terdapat beberapa macam tipe ruam pada lupus, tetapi yang umum terdapat adalah ruam yang timbul, bersisik dan merah, tetapi tidak gatal. b. Discoid Lupus Tipe lupus ini dapat menyebabkan inflamasi pada beberapa macam organ. Untuk beberapa orang mungkin saja hal ini hanya terbatas pada gangguan kulit dan sendi. Tetapi pada orang yang lain, sendi, paru-paru, ginjal, darah ataupun organ dan/atau jaringan lain yang mungkin terkena. SLE pada sebagian orang dapat memasuki masa dimana gejalanya tidak muncul (remisi) dan pada saat yang lain penyakit ini dapat menjadi aktif (flare).



c. Drug-induced lupus Tipe lupus ini sangat jarang menyerang ginjal atau sistem syaraf. Obat yang umumnya dapat menyebabkan druginduced lupus adalah jenis hidralazin (untuk penanganan tekanan darah tinggi) dan pro-kainamid (untuk penanganan detak jantung yang tidak teratur/tidak normal). Tidak semua orang yang memakan obat ini akan terkena drug-induced lupus. Hanya 4 persen dari orang yang mengkonsumsi obat itu yang bakal membentuk antibodi penyebab lupus. Dari 4 persen itu, sedikit sekali yang kemudian menderita lupus. Bila pengobatan dihentikan, maka gejala lupus ini biasanya akan hilang dengan sendirinya. Dari ketiganya, Discoid Lupus paling sering menyerang. Namun, Systemic Lupus selalu lebih berat dibandingkan dengan Discoid Lupus, dan dapat menyerang organ atau sistem tubuh. Pada beberapa orang, cuma kulit dan persendian yang diserang. Meski begitu, pada orang lain bisa merusak persendian, paru-paru, ginjal, darah, organ atau jaringan lain. Terdapat perbedaan antara klasifikasi dan diagnosis SLE. Diagnosis ditegakkan berdasarkan kombinasi gambaran klinis dan temuan laboratorium dan mungkin tidak memenuhi kriteria klasifikasi American College of Rheumatology (ACR) (Tabel 1), yang didefinisikan dan divalidasi untuk keperluan uji klinis. Penggunaan tabel ini 8 ketat daripada yang dibutuhkan untuk mendiagnosa lupus. Hal ini penting karena kadang-kadang pengobatan akan tidak tepat akan tertunda menunggu kriteria klasifikasi yang harus dipenuhi (Malleson, Pete; Tekano, Jenny. 2007). Diagnosa medis definitif didasarkan pada adanya empat atau lebih gejala tersebut. Laboratorium tes ini termasuk jumlah sel darah lengkap dengan diferensial, Panel kimia metabolisme, urinalisis, antinuclear antibodi, anti-DNA antibodi, komplemen 3 (C3), komplemen 4 (C4), imunoglobulin kuantitatif, plasma reagen cepat (RPR), lupus anticoagulant, dan antiphospholipid antibodi (Lehman, 2012 dalam (Ward, Susan L and Hisley, Shelton M. 2019).



F. PATHOFISIOLOGI Patogenesis SLE terdiri dari tiga fase, yaitu fase inisiasi, fase propagasi, dan fase puncak (flares). Inisiasi lupus dimulai dari kejadian yang menginisiasi kematian sel secara apoptosis dalam konteks proimun. Kejadian ini disebabkan oleh berbagai agen yang sebenarnya merupakan pajanan yang cukup sering ditemukan pada manusia, namun dapat menginisiasi penyakit karena kerentanan yang dimiliki oleh pasien SLE. Fase profagase ditandai dengan aktivitas autoantibodi dalam menyebabkan cedera jaringan. Autoantibodi pada lupus dapat menyebabkan 6 cedera jaringan dengan cara (1) pembentukan dan generasi kompleks imun, (2) berikatan dengan molekul ekstrasel pada organ target dan mengaktivasi fungsi efektor inflamasi



di tempat tersebut, dan (3) secara langsung menginduksi kematian sel dengan ligasi molekul permukaan atau penetrasi ke sel hidup. Fase puncak merefleksikan memori imunologis, muncul sebagai respon untuk melawan sistem imun dengan antigen yang pertama muncul. Apoptosis tidak hanya terjadi selama pembentukan dan homeostatis sel namun juga pada berbagai penyakit, termasuk SLE. Jadi, berbagai stimulus dapat memprovokasi puncak penyakit.



PATHWAY SLE Genetik, kuman, virus, lingkungan, obat-obatan tertentu. Gangguan imunoregulasi Antibody yang berlebihan Sel T repressor yang abnormal Antibody menyerang organ-organ tubuh (sel,jaringan)



Penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan Penyakit SLE



Pencetus penyakit inflamasi pada organ



kulit



sendi



darah



Paruparu



ginjal



Kerusaka n integritas kulit



artritis



Hb menurun



Efusi pleura



Protein urin



Intoleran si aktivitas



O2 dan nutrien menurun



Ketidakef ektifan pola nafas



Protein tubuh



ATP menurun



keletihan



Pertumb uhan dan perkemb angan terhamb at



hati



otak



Kerusaka n sintesa zat-zat tubuh



Suplai O2 menurun



Nutrisi kurang dari kebutuah n



nekrosis



Resiko kematian



G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1) Hemoglobin, leukosit, hitung jenis sel, laju endap darah (LED) 2) Urin rutin dan mikroskopik, protein kwantitatif 24 jam, dan bila diperlukan kreatinin urine. 3) Kimia darah (ureum, kreatinin, fungsi hati, profil lipid) 4) PT, aPTT pada sindroma antifosfolipid 5) Serologi ANA, anti-dsDNA, komplemen (C3,C4) 6) Foto polos thorax - Pemeriksaan hanya untuk awal diagnosis, tidak diperlukan untuk monitoring - Setiap 3-6 bulan bila stabil - Setiap 3-6 bulan pada pasien dengan penyakit ginjal aktif. Tes imunologik awal yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis SLE adalah tes ANA generik. Tes ANA dikerjakan/diperiksa hanya pada pasien dengan tanda dan gejala mengarah pada LES. Pada penderita LES ditemukan tes ANA yang positif sebesar 95-100%, akan tetapi hasil tes ANA dapat positif pada beberapa penyakit lain yang mempunyai gambaran klinis menyerupai LES misalnya infeksi kronis (tuberkulosis), penyakit autoimun (misalnya Mixed connective tissue disease (MCTD), artritis reumatoid, tiroiditis autoimun), keganasan atau pada orang normal. Jika hasil tes ANA negatif, pengulangan segera tes ANA tidak diperlukan, tetapi perjalanan penyakit reumatik sistemik termasuk LES seringkali dinamis dan berubah, mungkin diperlukan pengulangan tes ANA pada waktu yang akan datang terutama jika didapatkan gambaran klinis yang mencurigakan. Bila tes ANA dengan menggunakan sel Hep-2 sebagai substrat; negatif, dengan gambaran klinis tidak sesuai LES umumnya diagnosis LES dapat disingkirkan. Beberapa tes lain yang perlu dikerjakan setelah tes ANA positif adalah tes antibodi terhadap antigen nuklear spesifik, termasuk anti-dsDNA, Sm, nRNP, Ro(SSA), La (SSB), Scl-70 dan anti-Jo. Pemeriksaan ini dikenal sebagai profil ANA/ENA. Antibodi anti- dsDNA merupakan tes spesifik untuk LES, jarang didapatkan pada penyakit lain dan spesifitasnya hampir 100%. Titer anti-ds DNA yang tinggi hampir pasti menunjukkan diagnosis SLE dibandingkan dengan titer yang rendah. Jika titernya sangat rendah mungkin dapat terjadi pada pasien yang bukan LES.



H. PENATALAKSANAAN Penderita SLE tidak dapat sembuh dengan sempurna. Terapi terdiri dari terapi suportif yaitu diet tinggi kalori, tinggi protein, dan pemberian vitamin. Beberapa prinsip dasar Tindakan pencegahaneksaserbasi pada SLE yaitu: 1. Penghematan energi dengan istirahat terjadwal dan tidur cukup



2. Fotoproteksi dengan menghindari kontak sinar matahari atau dengan pemberian sun screen lotion untuk mengurangi kontak dengan sinar matahari 3. Atasi infeksi dengan terapi pencegahan pemberian vaksin dan antibiotic yang adekuat.



I.



ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian : Data subyektif : •



Pasien mengeluh terdapat ruam-ruam merah pada wajah yang menyerupai bentuk kupu-kupu.







Pasien mengeluh rambut rontok.







Pasien mengeluh lemas







Pasien mengeluh bengkak dan nyeri pada sendi.







Pasien mengeluh sendi merasa kaku pada pagi hari.







Pasien mengeluh nyeri



Data obyektif : •



Terdapat ruam







ruam merah pada wajah yang menyerupai bentuk kupu-kupu.







Nyeri tekan pada sendi. - Rambut pasien terlihat rontok.







Terdapat luka pada langit-langit mulut pasien.







Pembengkakan pada sendi.







Pemeriksaan darah menunjukkan adanya antibodi antinuclear.



Masalah Keperawatan •



Gangguan integritas kulit/ jaringan







Intoleransi aktivitas







ketidakefektifan pola nafas







Pertumbuhan dan perkembangan terhambat







Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh







Resiko kematian



2. Diagnose keperawatan a) Diagnose 1 : gangguan integritas kulit/jaringan (D.0192 SDKI) Kriteria hasil : integritas kulit dan jaringan (L.14125 SLKI) •



Kerusakan jaringan







Kerusakan lapisan kulit







Nyeri







Kemerahan







Jaringan parut







Nekrosis



Intervensi : perawatan integritas kulit (I.11353) Observasi : •



Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit



Edukasi : •



Anjurkan minum air yang cukup







Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi







Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur







Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem



b) Diagnosa 2 : ketidakefektifan pola nafas (D.0005 SDKI) Kriteria hasil : bersihan jalan nafas (L.01001 SLKI) •



Batuk efektif







Frekuensi nafas







Pola nafas







Gelisah



Intervensi : manajemen jalan nafas (I.01011) Observasi : •



Monitor pola nafas







Monitor bunyi nafas



Terapeutik: •



Posisikan semi fowler







Berikan minuman hangat







Berikan oksigen jika perlu



Eduksi: •



Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika kontrakindikasi







Ajarkan Teknik batuk efektif



c)



Diagnosa 3 : Defisit Nutrisi (D.0019 SDKI) Kriteria hasil : ststus nutrisi (L.03030 SLKI) •



Porsi makan yang dihabiskan







Kekuatan otot mengunya







Frekuensi makan







Nafsu makan







Membrane mukosa



Intervensi : pemantauan nutrisi (I.03123 SLKI) Observasi: •



Identifikasi factor yang mempengaruhi asupan gizi







Identifikasi kelainan pada kulit







Identifikasi kelainan pada rambut







Identifikasi pola makan







Identifikasi kemampuan menelan







Identifikasi kelainan rongga mulut luka



Terapeutik: •



Timbang berat badan







Hitung perubahan berat badan







Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien







Dokumentasi hasil pemantauan



Eduksi : •



Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan



Daftar Pustaka Bulechek G.M., Howard B.K, Dochterman J.M. (2018). Nursing Interventions Classifivation (NIC) fifth edition. St. Louis: Mosby Elseiver. Burn, Catherine E, et all. (2014). Pediatric Primary Care : A Handbook for Nurse Practitioner. USA : Saunders Kasjmir, Yoga dkk. (2016). Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia Untuk Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. Perhimpunan Reumatologi Indonesia Malleson, Pete; Tekano, Jenny. (2017). Diagnosis And Management Of Systemic Lupus Erythematosus In Children. Paediatrics And Child Health 18:2. Published By Elsevier Ltd. Symposium: Bone & Connective Tissue. Moorhead, S., Johnson, M., Maas, ML., Swansosn, E. (2018). Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth edition. St. Louis: Mosby Elseiver. Sutarna, Agus, dkk. (2018). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong (Wong’s Essentials of Pediatric Nursing). ED.6. Jakarta: EGC