Esensi Dan Urgensi Hukum Yang Berkeadilan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN “ESENSI DAN URGENSI HUKUM YANG BERKEADILAN”



DISUSUN OLEH:



ALDORA KLARISA BR MILALA 191214148 KELAS D



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA 2021



DAFTAR ISI



Daftar isi..............................................................................................................2



BAB I: PENDAHULUAN..................................................................................3 1.1



Latar Belakang.......................................................................................3



1.2



Rumusan Masalah...................................................................................3



1.3



Tujuan Penulisan.....................................................................................3



BAB II: PEMBAHASAN...................................................................................4 2.1 Indonesia sebagai Negara Hukum................................................................4 2.2 Pengertian dan Ciri Negara Hukum............................................................6 2.3 Konsep dan Urgensi Hukum yang Berkeadilan......................................9



BAB III: PENUTUP.........................................................................................11 3.1 Kesimpulan..................................................................................................11 3.2 Saran............................................................................................................11



Daftar Pustaka..................................................................................................12



2



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum, artinya negara yang semua penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan serta kemasyarakatannya berdasarkan atas hukum, bukan didasarkan atas kekuasaan belaka. Masyarakat Indonesia diharapkan memiliki kompetensi yakni: peka dan tanggap terhadap dinamika historis konstitusional, sosial-politik, kultural, dan kontemporer dalam penegakan hukum yang berkeadilan. Masyarakat mampu menganalisis dinamika historis konstitusional, sosial-politik, kultural, serta konteks kontemporer penegakan hukum dalam konteks pembangunan negara hukum yang berkeadilan; dan Anda mampu menyajikan mozaik penanganan kasuskasus terkait dinamika historis konstitusional, sosial-politik, kultural, serta kontemporer penegakan hukum dalam konteks pembangunan negara hukum yang berkeadilan.



1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimanakah Indonesia sebagai Negara Hukum? 1.2.2 Apakah Pengertian dan Ciri Negara Hukum? 1.2.3 Bagaimanakah Konsep dan Urgensi Hukum yang Berkeadilan?



1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Untuk mempelajari tentang Indonesia sebagai Negara Hukum 1.3.2 Untuk mengetahui Pengertian dan Ciri Negara Hukum 1.3.3 Untuk memahami Konsep dan Urgensi Hukum yang Berkeadilan



3



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Indonesia sebagai Negara Hukum Indonesia merupakan negara hukum. Hal tersebut tertulis secara eksplisit dalam amandemen UUD NKRI 1945 pada Pasal 1 ayat 3 yang menyatakan bahwa “Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstat)”. Gagasan negara hukum ini pertama kali diungkapkan oleh Plato dalam buku “Nomoi”. Plato menyatakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang baik dapat dicapai dengan menempatkan supremasi hukum. Dalam buku tersebut, dijabarkan tentang gagasan “nomocracy”. Nomocracy berasal dari Bahasa Yunani yaitu dari kata “nomos” dan “kratos” atau “kratein”. “Nomos” berarti norma sedangkan “cratos atau kratein” yang artinya pemerintahan. Jadi berdasarkan istilah, “Nomocracy” berarti penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan norma atau hukum. Istilah nomokrasi terkait dengan gagasan hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Gagasan Plato tentang negara hukum didukung oleh muridnya. Aristoteles, yang menuliskan ke dalam bukunya “Politica”. Aristoteles mengemukakan hukum, adalah bentuk kebijakan kolektif warga negara sehingga peran warga negara diperlukan untuk membentuk hukum. Menurut Aristoteles menyatakan negara hukum merupakan negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negara. Keadilan adalah prasyarat tercapainya kebahagiaan warga negaranya. Untuk itu hukum dan peraturan harus mencerminkan keadilan bagi warga negara. Negara hukum adalah di mana negara tersebut diperintah oleh pemikiran yang adil dan tertuang dalam peraturan hukum. Pemerintah hanyalah organ negara yang menjalankan hukum demi keadilan warga negara. Gagasan tersebut merupakan gagasan awal negara hukum. Namun gagasan tersebut belum terjadi pada zaman Yunani kuno. Gagasan negara hukum baru muncul kembali pada abad 17 di Eropa Barat dan baru terwujud pada abad ke−19. Pada abad 19 berkembang aliran individualism dan raja pada saat itu memiliki kekuasaan absolut dan sewenang-wenang. Hal tersebut 4



melatarbelakangi dorongan hadirnya negara hukum. Pada wilayah Eropa continental muncullah konsep rechtsstaat, sedangkan di Negara Anglo Saxon muncullah konsep rule of law (Harini, 2012: 134-136). Negara Anglo Saxon adalah negara-negara maritim kepulauan yang terletak di Eropa. Negara-negara tersebut termasuk Inggris Raya dan negara-negara lainnya di kepulauan Inggris serta Irlandia, Amerika Serikat dan Australia. Anglo Saxon merupakan negaranegara berbudaya khas dan berbeda sejarah sosial budaya dengan negara-negara di daratan Eropa Barat lainnya yang disebut kontinental. Gagasan tentang negara hukum kemudian dianut oleh negara-negara di dunia. konsep negara hukum ditiap-tiap negara tersebut kemudian mengalami perkembangan sesuai latar belakang sejarah, sistem politik, hukum, ekonomi, sosial, kultural serta falsafah bangsa yang berbeda-beda. Konsep negara hukum yang awalnya tidak boleh ikut kampus tangan dalam kehidupan masyarakat berubah menjadi negara dituntut turut campur dalam kehidupan masyarakat dalam mewujudkan keadilan sosial. Munculnya tuntutan tersebut dalam negara hukum adalah karena masyarakat ternyata tidak dapat mengatasi permasalahannya. Tuntutan tersebut mengakibatkan berkembangnya konsepsi negara hukum klasik menjadi negara hukum modern. Konsepsi negara hukum klasik mengajarkan bahwa negara disebut baik apabila negara tersebut sesedikit mungkin campur tangan dalam kehidupan masyarakat disebut juga negara minimalis. Dalam konsepsi ini negara hanya mengurus ketertiban dan keamanan masyarakat saja, sedangkan di luar itu negara tidak diperkenankan untuk terlibat dalam kehidupan masyarakat. Negara Hukum Modern (Modern Rule of Law) atau yang disebut dengan istilah negara hukum materiil sangat membutuhkan peran aktif negara untuk campur tangan dalam kehidupan bermasyarakat. Munculnya negara hukum modern ini karena adanya tuntutan agar negara campur tangan untuk mengatasi permasalahan dalam kehidupan masyarakat. Sehubungan itu sewaktu Presiden Franklin D. Roosevelt terpilih menjadi presiden Amerika Serikat pada tahun 1933 telah mengemukakan suatu gagasan kehidupan yang baik (idea of good life) dalam New Deal (Tatanan Baru) yaitu memberikan peran yang lebih luas kepada negara agar secara aktif untuk mengusaha tercapainya suatu negara yang sejahtera (Welfare state). Negara kesejahteraan senantiasa mengutamakan kepentingan seluruh masyarakatnya yaitu kemakmuran dan keamanan sosial yang akan dicapai, dengan demikian tugas-tugas negara semakin luas dan kompleks. Sehubungan itu diperlukan adanya birokrasi yang ada di tingkat pusat maupun di daerah untuk melaksanakan berbagai kegiatan. Penataan tugas kenegaraan yang 5



dilaksanakan oleh birokrasi dimaksudkan agar pelaksanaan tugas dapat berjalan secara profesional dengan menempatkan masing-masing orang pada jabatan yang sesuai dengan bidang keahliannya. Dengan cara demikian, dapat diharapkan menjamin seluruh proses kegiatan dapat terlaksana secara efektif dan efisien. 2.2 Pengertian dan Ciri Negara Hukum Menurut Imanuel Kant, negara hukum harus memiliki dua unsur yaitu: 1. Adanya perlindungan terhadap hak asasi manusia; 2. Adanya pemisahan kekuasaan dalam negara. Menurut Julius Stahl menjelaskan bahwa rechtsstaat yaitu mencakup empat ciri sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.



Adanya jaminan hak asasi manusia; Adanya pemisah atau pembagian kekuasaan; Pemerintahan berdasarkan undang-undang; Adanya peradilan administrasi negara.



Berbeda pendapat Dicey, bahwa negara hukum harus memenuhi tiga unsur berikut: 1. Supremasi hukum, artinya yang berdaulat atau yang mempunyai kekuasaan tertinggi adalah hukum. 2. Kedudukan yang sama di depan hukum, artinya setiap orang tanpa memandang statusnya mempunyai derajat yang sama dalam menghadapi hukum. 3. Terjaminnya hak asasi manusia dalam Undang-Undang atau UUD. Paul Scholten berpendapat bahwa rechtsstaat meliputi dua unsur yaitu pertama kawula mempunyai hak terhadap raja, individu terhadap persekutuan. Hak itu meliputi dua hal, yang pertama diakui adanya suasana (sfeer) dari individu, yang pada hakekatnya dikurangkan dari kekuasaan negara, yang kedua pelanggaran sfeer individui hanya dapat dilakukan dengan peraturan undangundang. Unsur yang kedua, ialah pembagian kekuasan pemerintahan dalam triaspolitika (Montesquieu) atau pembagian dalam empat (quatas poli) atau pembagian dalam lima (quintas politica). J.B.J.M ten Berge menyebutkan prinsip-prinsip negara hukum adalah sebagai berikut: 1. Asas Legalitas.



6



Pembatasan kebebasan warga negara (oleh pemerintah) harus ditemukan dasarnya dalam undang-undang yang merupakan peraturan umum. Undangundang secara umum harus memberikan jaminan (terhadap warga negara) dan tindakan (pemerintah) yang sewenang-wenang, kolusi, dan berbagai jenis tindakan yang tidak benar. Pelaksanaan wewenang oleh organ pemerintahan harus ditemukan dasarnya pada undang-undang tertulis (undang-undang formal). 2. Perlindungan hak-hak asasi. 3. Pemerintah terikat pada hukum. 4. Monopoli paksaan pemerintah untuk menjamin penegakan hukum. Hukum harus ditegakkan ketika hukum itu dilanggar. Pemerintah harus menjamim bahwa di tengah masyarakat terdapat instrumen yuridis penegakan hukum. Pemerintah dapat memaksa seseorang yang melanggar hukum melalui sistem peradilan negara. Memaksakan hukum publik secara prinsip merupakan tugas pemerintah. 5. Pengawasan oleh hakim yang merdeka. Superioritas hukum tidak dapat ditampilkan jika aturan-aturan hukum hanya dilaksanakan organ pemerintahan. Oleh karena itu, dalam setiap negara hukum diperlukan pengawasan oleh hakim yang merdeka. Di wilayah Anglo Saxon diwakili pendapat A. V Dicey menyebutnya dengan istilah “The rule of Law” dengan mengemukakan kriteria sebagai berikut: 1. Supremacy of Law (supremasi hukum). 2. Equality before the law (persamaan di depan hukum). 3. Due Process of Law (proses hukum). International Commission of Jurist pada konferensi di Bangkok tahun 1965 telah menentukan syarat-syarat representative goverment, under the rule of law, sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Adanya proteksi konstitusional, Adanya pengadilan yang bebas dan tidak memihak, Adanya pemilihan umum yang bebas, Adanya kebebasan untuk menyatakan pendapat dan berserikat, Adanya kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi, Adanya pendidikan kewarganegaraan.



Di Indonesia simposium mengenai negara hukum pernah diadakan di Jakarta tahun 1966, yakni pada awal berdirinya orde baru, yang berusaha menyusun 7



berbagai konsep terkait dengan upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen yang menghasilkan ciri-ciri negara hukum sebagai berikut: a. Pengakuan dan Perlindungan hak-hak asasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. b. Peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekuasaan atau kekuatan apapun juga. c. Adanya pembatasan kekuasaan. d. Asas legalitas. Uraian unsur-unsur negara hukum hasil simposium di Jakarta tahun 1966 tersebut dipadukan dengan kekuatan dalam UUD 1945, yaitu: a. Pengakuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia Tujuan utama pembentukan negara salah satunya adalah untuk melindungi hak asasi manusia. Sebagai negara hukum, negara kita bukan hanya memberikan pengakuan terhadap hak asasi manusia, tetapi juga menerapkan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan, termasuk bidang pendidikan. b. Peradilan yang Bebas dan Tidak Memihak Peradilan adalah pelaksana proses pengakuan hukum sebagai cabang kekuasaan kehakiman. Pada Pasal 24 ayat (l) UUD 1945 menegaskan bahwa “kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.” c. Pembatasan Kekuasaan Pemegang kekuasaan cenderung menyalahgunakan kekuasaan. Oleh karena itu, dalam UUD I945 terwujud dalam pemisahan kekuasaan antara legislatif yang dipegang oleh DPR, eksekutif, dan yudikatif oleh MA dan MK. Ketiga cabang kekuasaan tersebut masing-masing yang telah ditentukan dalam UUD 1945 Serta saling mengawasi dan mengimbangi. d. Asas Legalitas Segala tindakan pemerintah harus didasarkan atas peraturan perundangundangan yang sah dan tertulis. Dalam UUD 1945, diatur batas-batas wewenang lembaga-lembaga negara. Misalnya, Pasal 4 ayat (l) UUD 1945 menegaskan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan.” Artinya, sekalipun Presiden merupakan pemegang kekuasaan 8



pemerintahan, segala tindakannya tetap dibatasi oleh ketentuan dalam UUD 1945. Terdapat tiga sistem unsur hukum yaitu unsur kelembagaan, unsur aturan, dan unsur perilaku subjek hukum. Unsur tersebut mencangkup kegiatan: pembuatan hukum, pelaksanaan, dan penerapan hukum, peradilan atas pelanggaran hukum yang biasa disebut penegakan hukum dalam arti sempit, persyaratan dan pendidikan hukum, dan pengelolaan informasi hukum. Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. c. Peraturan Pemerintah. d. Peraturan Daerah. Jenis hierarki tersebut dapat disebut sebagai sumber hukum formal, yaitu tempat di mana dapat ditemukan norma hukum. Sumber hukum materiil adalah sumber yang mempengaruhi isi dari norma hukum. Secara materiil norma hukum dapat bersumber pada norma agama, norma susila dan norma kesopanan. Pembentukan peraturan perundang-undangan adalah proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan.



2.3 Konsep dan Urgensi Hukum yang Berkeadilan Thomas Hobbes (1588–1679 M) dalam bukunya Leviathan pernah mengatakan “Homo homini lupus”, artinya manusia adalah serigala bagi manusia lainnya. Manusia memiliki keinginan dan nafsu yang berbeda-beda antara manusia yang satu dan yang lainnya. Nafsu yang dimiliki manusia ada yang baik, ada nafsu yang tidak baik. Inilah salah satu argumen mengapa aturan hukum diperlukan. Kondisi yang kedua tampaknya bukan hal yang tidak mungkin bila semua masyarakat tidak memerlukan aturan hukum. Namun, Cicero (106 – 43 SM) pernah menyatakan “Ubi societas ibi ius”, artinya di mana ada masyarakat, di sana ada hukum. Dengan kata lain sampai saat ini hukum masih diperlukan bahkan kedudukannya semakin penting.



9



Upaya penegakan hukum di suatu negara, sangat erat kaitannya dengan tujuan negara. Anda disarankan untuk mengkaji teori tujuan negara dalam buku “Ilmu Negara Umum”. Menurut Kranenburg dan Tk.B. Sabaroedin (1975) kehidupan manusia tidak cukup hidup dengan aman, teratur dan tertib, manusia perlu sejahtera. Apabila tujuan negara hanya menjaga ketertiban maka tujuan negara itu terlalu sempit. Tujuan negara yang lebih luas adalah agar setiap manusia terjamin kesejahteraannya di samping keamanannya. Dengan kata lain, negara yang memiliki kewenangan mengatur masyarakat, perlu ikut menyejahterakan masyarakat. Teori Kranenburg tentang negara hukum ini dikenal luas dengan nama teori negara kesejahteraan. Teori negara hukum dari Kranenburg ini banyak dianut oleh negara-negara modern. Bagaimana dengan Indonesia? Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum. Artinya negara yang bukan didasarkan pada kekuasaan belaka melainkan negara yang berdasarkan atas hukum, artinya semua persoalan kemasyarakatan, kewarganegaraan, pemerintahan atau kenegaraan harus didasarkan atas hukum. Dari bunyi alinea ke-4 Pembukaan UUD NRI 1945 ini dapat diidentifikasi bahwa tujuan Negara Republik Indonesia pun memiliki indikator yang sama sebagaimana yang dinyatakan Kranenburg, yakni: 1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia 2) memajukan kesejahteraan umum 3) mencerdaskan kehidupan bangsa; dan 4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.



10



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Upaya penegakan hukum di suatu negara, sangat erat kaitannya dengan tujuan negara. Anda disarankan untuk mengkaji teori tujuan negara dalam buku “Ilmu Negara Umum”. Menurut Kranenburg dan Tk.B. Sabaroedin (1975) kehidupan manusia tidak cukup hidup dengan aman, teratur dan tertib, manusia perlu sejahtera. Apabila tujuan negara hanya menjaga ketertiban maka tujuan negara itu terlalu sempit. Tujuan negara yang lebih luas adalah agar setiap manusia terjamin kesejahteraannya di samping keamanannya. Dengan kata lain, negara yang memiliki kewenangan mengatur masyarakat, perlu ikut menyejahterakan masyarakat. Teori Kranenburg tentang negara hukum ini dikenal luas dengan nama teori negara kesejahteraan. 3.2 Saran Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.



11



DAFTAR PUSTAKA



https://www.pegiatliterasi.com/2020/05/esensi-dan-urgensi-penegakkan-hukumyang-adil.html



12