Etika Berbusana Dan Berpakaian Di Dunia Kerja [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KARYA TULIS ILMIAH URGENSI ETIKA BERBUSANA DAN BERPENAMPILAN DI TEMPAT KERJA Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Profesi Administrasi Perkantoran yang diampu oleh Ibu Nadia Sasmita W., S.A.B., M.Si.



HALAMAN SAMPUL



Disusun Oleh: 1. Yuan Aindhik Tyawati



17802241022



2. Wening Mardyanti



17802241024



3. Ramadhan Adib Haikal



17802241026



PEDIDIKAN ADMINISTRASI PERKANTORAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2019



KATA PENGANTAR



Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunianya kepada kita semua. Sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah tentang etika berbusana dan berpenampilan di tempat kerja dengan tepat waktu. Maksud dari pembutan karya tulis ilmiah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah serta untuk menambah wawasan pengetahuan kita tentang pentingnya etika berbusana dan berpenampilan diterapkan dalam dunia kerja. Semoga karya tulis ilmiah ini juga dapat berguna untuk para pembaca dan tentunya karya tulis ilmiah ini belum sempurna, sehingga kami meminta kritik dan saran oleh pembaca sehingga nantinya kita dapat memperbaikinya dan dapat menjadi pembelajaran untuk pembuatan karya tulis ilmiah selanjutnya. Demikian karya tulis ilmiah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.



Yogyakarta, 4 September 2019



Penulis



ii



DAFTAR ISI



HALAMAN SAMPUL .................................................................................................... i KATA PENGANTAR..................................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 4 1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 4 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 4 1.3 Tujuan Pembuatan Karya Tulis Ilmiah.................................................................. 5 BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 6 2.1 Kajian Teori .......................................................................................................... 6 2.2 Studi Kasus ........................................................................................................... 9 BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 13 3.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 13 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 14



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam dunia pekerjaan busana memiliki peranan besar baik untuk menunjukkan citra sesorang, status, identitas, gender dan merupakan sarana mengekspresikan diri. Busana adalah salah satu kebutuhan manusia selain makanan dan tempat tinggal. Didalam berbusana sesorang memiliki kebebasan, akan tetapi tetap dibatasi oleh kaidah sosial yaitu etika. Busana atau pakaian yang pantas dan sesuai dengan kondisi, akan memudahkan sesorang dalam pergaulan, menyesuaikan diri dengan lingkungannya juga dapat meningkatkan rasa percaya diri. Tampilan



bersusana



mencerminkan



tampilan



kulaitas



budaya,



kepribadian serta moral seseorang. Etika identik memiliki makna yang sama dengan moral. Di kehidupan manusia, kedudukan etika sangat penting jika dikaitkan dengan dunia pekerjaan, Etika bersusana tergantung pada faktor adat, kondisi budaya, sosial ekonomi, agama, waktu dan lingkungannya. Memeperhatikan etika berbusana dan berpakaian perlu dilakukan, dengan ddemikian penikmat pakaian dan pemakai akan mengetahui mana yang layak dipakai dan mana yang tidak. Oleh karena itu persolaan sering muncul apabila membahas tentang etika berbusana dan berpakaian, semua itu tergantung pada persepsi seseorang. Hal itu semua kembali pada sudut pandang manusia masing-masing. Perbedaan ini semestinya dipandang sebagai aset yang perlu untuk didiskusikan dan dihargai sebagai kesepakatan bersama. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dari karya tulis ilmiah ini yaitu: 1. Apakah yang dimaksud dengan etika berbusana dan berpakaian? 2. Apakah kepatuhan etika berbusana dan berpakaian di tempat kerja itu penting?



4



3. Bagaimana kedudukan etika berbusana dan berpakaian jika dikaitkan dengan kasus dalam dunia kerja? 1.3 Tujuan Pembuatan Karya Tulis Ilmiah Tujuan dari adanya pembuatan karya tulis ilmiah ini yaitu: 1. Memahami apa yang dimaksud dengan etika berusana dan berpakaian. 2. Mengetahui pentingnya mematuhi etika berbusana dan berpakaian di tempat kerja. 3. Mengetahui relevansi penerapan etika berbusana dan berpakaian dengan contoh kasus nyata di dunia pekerjaan.



5



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kajian Teori Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (Bahasa Yunani) yang memiliki arti karakter, penggunaan, kebiasaaan, kecenderungan, watak kesusilaan atau adat. Sementara di dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah ethical yang mempunyai arti pantas, layak dan beradab (sesuatu yang dapat membedakan sesuai dengan aturan prosedur atau tidak). Penggunaan istilah etika sekarang ini banyak diartikan sebagai motif atau dorongan yang mempengaruhi perilaku. Etika sering disamakan dengan moral seseorang. Namun terdapat perbedaan mendasar yaitu etika tidak selalu diikuti dengan moral sedangkan moral selalu diikuti dengan etika. Sendangkan menurut Utami (2011:12) busana merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Secara luas busana merupakan segala sesuatu yang melekat pada diri seseorang dari ujung rambut hingga ujung kaki. Definisi pakaian secara singkat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu barang apa yang dipakai (baju, celana, dan lain-lain). Nmaun seiring perkembangan zaman pakaian digunakan sebagai symbol status, jabatan ataupun kedudukan orang yang memakainya. Menurut Rini dan Intan (2015:67), etika berbusana merupakan pilihan busana yang menunjukkan identitas, profesionalitas, dan kompetensi. Dapat diartikan bahwa etika berbusana yiatu suatu ilmu yang memikirkan bagaimana seseorang dapat mengambil sikap dalam berbusana dan berpakaian tentang model, warna, corak (motif) mana yang tepat, sesuai dengan kesempatan, kondisi dan waktu serta norma yang berlaku di masyarakat. Menurut Desmond Morris dalam Manwatching (1997) mengatakan A field guide to human behavior atau pakaian juga menampilkan peran sebagai pajangan budaya karena mengkomunikasikan afiliasi budaya. Selain itu pakaian merupakan ekspresi identitas pribadi. Dalam memilih pakaian baik di toko



6



maupun di rumah berarti mendefinisikan dan menggambarkan diri kita sendiri (Lurie, 1992:5). Disini gaya berbusana dan berpakaian salah satu indikator status yang jelas. Dengan cara demikian terbukti negara dan kelompok kepentingan berhasil menggunakan kode-kode busana untuk menciptakan penampilan yang kuat kontrol negara, kebangsaan dan solidaritas kelompok (Nordholt, 1997:1). A. Pemilihan Model Busana 1) Busana untuk Pria Pria biasanya menggunakan pakaian sesuai dengan yang tertulis di ketentuan. Menurut Rini dan Intan (2015:80-83), beberapa jenis pakaian pria: PSH



: Pakaian Sipil Harian, berupa safari lengan pendek, saku tiga.



PSR



: Pakaian Sipil Resmi, terdiri dari safari lengan panjang, dipakai pada acara kenegaraan.



PSL



: Pakaian Sipil Lengkap, terdiri dari pantaloons, jas, kemeja, dasi.



PSDH : Pakaian Sipil Dasi Hitam, terdiri dari celana panjang, jas hitam kemeja putih dan dasi hitam (formal/resmi), celana jeans, kemeja santai dan dasi hitam (unformal) Beberapa hal yang disarankan dalam berbusana pria: a. Kaos kaki



: Warna hitam, abu-abu, dan coklat



b. Sepatu



: Warna hitam dan coklat



c. Dasi



: Motif polos bergaris, kotak-kotak, dan



geometri d. Ikat pinggang



: Bahan kulit, sewarna/senada dengan celana



e. Kemeja



: Warna putih, abu-abu muda, biru muda,



cream f. Celana panjang



: Motif polos, bergaris halus, kotak halus, dan



geometri.



7



Pemakaian jas pria yang benar yaitu: a. Pada saat duduk kancing jas dibuka semua. b. Jangan lupa mengancingkan jas kembali pada waktu berdiri. c. Ukuran jas cukup panjang, sehingga menutup dudukan pentolan dan ukuran sama panjang di sekeliling badan. d. Panjang tangan jas hendaknya sampai sebatas pergelangan tangan dalam keadaan tangan lurus. e. Kerah kemeja harus tampak kira-kira 1 cm diatas jas dan tangan dalam keadaan tangan lurus. f. Ujung bawah pantolah berada disepatu bagian depan dan sedikit panjang kebelakang. 2) Busana untuk Wanita Busana dapat menunjukkan citra dan kepribadian. Sebab busana yang dipakai harus serasi melekat dengan baik di tubuh. Menurut Rini dan Intan (2015:76), busana kerja yang profesional untuk wanita yaitu: a. Bahan agak tebal jatuh/tidak kaku, polos atau bermotif halus b. Berupa setelan 2 potong, blus/blazer dengan celana lurus atau rok lurus dengan lipat tunggal dibelakang agar mudah melangkah. Untuk memberi sentuhan feminim, tambahkan detail pita, blus dengan ruffle atau blus dengan bunga kecil yang lembut c. Warna tergantung selera namun bila memilih warna terang, redam dengan warna kerudung d. Ukuran jangan terlalu pas/ketat di badan. Perimbang seolah-olah berat badan naik 1-2 kg. Dengan ukuran sedikit longgar dapat menyamankan tonjolan tubuh sekaligus membuat leluasa bergerak. Tips berpenampilan secara umum yang dapat digunakan dalam semua keadaan diantaranya adalah:



8







Penuhi tiga syarat mutlak: sederhana, serasi dan sopan.







Berpakaian bersih, rapi dan tidak berbau







Sesuaikan dengan kepribadian. Kenyamanan dalam berpakaian sangat berperan dalam meningkatkan kepercayaan diri seseorang.







Sesuaikan dengan waktu, acara, dan tempat acara.







Memakai pakaian sesuai ukuran tubuh.







Mengenali kelebihan dan kekurangan tubuh.



2.2 Studi Kasus Studi kasus pertama diambil dari liputan6.com (22 Maret 2019) tentang Pakaian Kerja Ternyata Bisa Bikin Gagal Naik Jabatan oleh Siska Amelia F. D. Sebuah survei menunjukkan bahwa cara berpakaian seseorang mempengaruhi kenaikan jabatan pada karyawan. Menurut laman StudyFinds, Kamis (21/3/2019) mengemukakan bahwa 8 dari 10 bos mengatakan bahwa pilihan pakaian di kantor mempengaruhi keputusan dalam pertimbangan kenaikan jabatan di kantor. Survei tersebut digelar oleh perusahaan pemetaan karyawan 'OfficeTeam'. Presiden distrik Office Team Brandi Britton mengatakan "Berpakaian secara profesional menujukkan kredibilitas dan mendorong orang lain untuk berfikir bahwa seseorang tersebut telah siap untuk tanggung jawab yang lebih besar." 44% manajer senior yang di survei mengatakan bahwa mereka harus mengingatkan tentang cara berpakaian karyawannya bahkan satu per tiga diantaranya harus memulangkan karyawan tersebut. Survei tersebut terdiri dari 1.000 karyawan asal Amerika Serikat bersama juga 300 manajer sumber daya manusia (SDM), 300 manajer senior dari berbagai perusahaan. Melihat dari kasus tersebut kami berpendapat setuju bahwa banyak perusahaan yang masih menjunjung etika karyawannya dalam hal berbusana di tempat kerja. Dalam jurnal berjudul "Sartorial symbols of social class elicit



9



class-consistent behavioral and physiological responses: A dyadic approach" oleh Michael W. Kraus dan Wendy Berry Mendes yang ditulis untuk Journal of Experimental Psychology pada tahun 2014 mengatakan bahwa seseorang yang berpakaian dengan status tinggi dapat meningkatkan dominasi dan prestasi kerja pada lingkungan kerja yang kompetitif. Dari teori tersebut dapat dijelaskan bahwa pakaian sangat berpengaruh pada tinggi rendahnya jabatan seseorang. Seseorang dengan pakaian santai akan lebih cepat menarik diri dari arus persaingan dalam hal pekerjaan, berbeda dengan seseorang yang menggunakan pakaian formal, dia akan terlihat lebih cepat mendapatkan rasa hormat dari orang yang melihatnya dan cenderung memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi. Contoh mudahnya apabila saat dalam rapat orang dengan pakaian formal lebih dihargai daaripada yang menggunakan pakaian santai. Studi kasus kedua diambil dari medium.com (22 Juli 2016) oleh Punto Damar tentang Bekerja dengan Pakaian Formal Berseragam itu Sudah Kuno. Di dalam artikel tersebut menyatakan bahwa untuk jaman yang sekarang ini sudah maju dan terus berkembang memakai pakaian yang formal saat bekerja adalah hal yang sudah kuno. Penulis beranggapan bahwa cukup berpakaian rapi tidak perlu formal. Menurut kami tidak setuju alasannya dengan berpakaian formal, sudah pasti rapi namun jika hanya rapi belum tentu formal. Dunia kerja selalu identik dengan seragam kerja yang rapi, bersih dan juga profesional. Kesan pertama dunia kerja memang seperti itu, karena mereka akan berhubungan langsung dengan beberapa orang untuk sebuah pekerjaan. Orang yang mencintai kerapian identik dengan orang sukses, karena berhasil mengatur hal kecil di dalam dirinya sendiri, tentu akan menjadi dasar berhasilnya mengatur hal besar di luar dirinya. Dalam jurnal “Pengaruh Seragam Karyawan dengan Sikap Bekerja Karyawan”. (Michael (2002, p. I73) mengatakan, "Seragam merupakan seperangkat pakaian standar yang dikenakan oleh anggota suatu organisasi



10



sewaktu



berpartisipasi



dalam



aktifitas



organisasi



tersebut.



Seragam



memberikan pengaruh positif bagi pemakainya karena dapat memperlengkap seseorang dengan kharisma, percaya diri dan pengakuan". Pendapat lain dari Fussell (2002, p.74) menyatakan, "Tujuan dari seragam adalah menghubungkan pemakai dengan suatu komunitas khusus dengan tujuan umum secara tersirat dan simbolik. Selain itu, pendapat Hersch (1993, p.92) mengatakan, "Seragam yang dipakai karyawan selain menggambarkan dirinya pribadi, juga tempat kerja yang diwakilinya Seragam merupakan investasi perusahaan pada karyawan untuk mendapatkan sesuatu kembali dari karyawannya. Demikian pendapat Oakwell (2005, p. I6), "Uniforms show that the company is investing in its staff, so they in turn will give something back". Umumnya seragam merupakan komponen penting untuk membangun identitas merek dari sebuah usahanya. Jadi pakaian formal di dalam dunia kerja itu perlu, namun disesuaikan dengan jenis pekerjaan, kondisi lapangan serta sesuai dengan suasana. Untuk kuno atau tidaknya itu tergantung dari kemajuan fashion bekerja, yang memang dari tahun-ketahuan selalu berubah. Faktanya jika dilihat seragam perusahaan terus mengalami perubahan. Studi kasus ketiga diambil dari www.bbc.com pada 10 Januari 2018 oleh Jessica Holland tentang Kemungkinan Pakaian Olahraga Menjadi Masa depan Baju Kantor. Di dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa di bebrapa perusahaan sudah banyak mengikuti tren athleisure, sejenis industri dimana pakaian dan sepatunya di desain tidak hanya dgunakan untuk bermain olahraga. Sekarang ini pengaruh kain hi-tech atau bahan pakaian yang lentur dan sepatu kets mulai merayap ke perkantoran dimana pakaian para karyawan dibuat semakin santai dan dirancang untuk kenyamanan. Adanya kain hi-tech dalam fashion dapat mengaburkan celana jogging terlihat seperti celana kantor yang identik dengan kesan formal, begitupun dengan baju didesain lebih kearah kasual dengan kesan modern. Dari kasus tersebut kami setuju alasannya dalam bekerja di kantor pakaian yang



11



dibutuhkan adalah pakaian yang nyaman dan membantu kinerja para karyawan, namun disamping itu tetap harus berseragam dan formal. Hal ini diperkuat dengan penelitian oleh The Society for Human Resource Management, sebuah organisasi internasional, melacak beberapa kantor yang mengijinkan karyawannya berpakaian santai tetapi tetap formal setiap hari. Angkanya meningkat dari 32% ditahun 2014 menjadi 44% di 2016. Perancang busana Inggris Joanna Sykes mengatakan bahwa pakaian harus terus mengalami perubahan sesuai kebutuhan. Semakin banyak orang bekerja dari jarak jauh dan dalam perjalanan. Orang ingin merasa lebih nyaman, tapi mereka juga ingin terlihat pintar. Pakaian profesional harus semakin fungsional dan serbaguna. Jika dibandingkan dengan pakaian kerja yang digunakan saat ini kebnyakan adalah setelan jas dengan perawatan yang mahal namun kinerjanya sangat rendah atau bahkan menghambat kinerja karyawan. Namun semua itu tetap disesuikan dengan aturan dan norma yang diberlakukan pada tempat kerja masing-masng.



12



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari ketiga studi kasus yang diambil juga dikaitkan dengan teori yaitu di dalam dunia kerja perlu adanya etika dalam berbusana



dan



berpakaian



hal



tersebut



dikarenakan



pakaian



dapat



memperlihatkan kesiapan seseorang dalam bekerja, juga menunjukkan kesan pertama kepada orang lain. Disaat tampilan luar seseorang sudah dicap secara positif maka sisanya adalah terus memperbaiki kinerja dalam diri agar mengalami kemajuan. Untuk menerapkan etika berbusana tentu harus tetap melihat situasi kondisi tempat serta suasana. Etika digunakan sebagai landasan filosofis agar siapapun yang menaatinya, nantinya memiliki moral yang baik. Etika berbusana ada karena suatu individu, kelompok, organisasi perlu adanya acuan menilai mana yang baik benar dan salah. Hadirnya pertanyaanpertanyaan mengapa etika berbusana itu penting bukan hanya ingin dipandang orang lain baik namun juga meperkuat rasa percaya diri seseorang. Orang yang dengan tidak sengaja melanggar etika pasti merasa malu, juga membuat rasa percaya diri turun.



13



DAFTAR PUSTAKA



Siska Amelie F Deil. 2019. Studi: Pakaian Kerja Ternyata Bisa Bikin Gagal Naik Jabatan di https://m.liputan6.com/bisnis/read/3921653/studi-pakaian-kerjaternyata-bisa-bikin-gagal-naik-jabatan (di akses 6 September 2019) Allie Lochiatto.2018.The Psychology of Color: How What you Wear Can Affect Your Work Performance di https://www.success.com/the-psychology-ofcolor-how-what-you-wear-can-affect-your-work-performance (di akses 7 September 2019) Angela Wright.2008.Colour Affects: Psychological Properties of Colours di http://www.colour-affects.co.uk/psychological-properties-of-colours (di akses 7 September 2019) Kraus, M.W., Mendes, W.B.(2014).Sartorial Symbols of Social Class Elicit ClassConsistent Behavioral and Psychological Responses: A Dyadic Approach. Journal of Experimental Psychology: General, 143(6), 2330-2340 Damar, Punto. 2016. Bekerja dengan Pakaian Formal Berseragam itu Kuno. Diakses di https://medium.com/@puntodamar/untuk-orang-tua-bekerjadengan-pakaian-formal-sudah-kuno-f7d896c2ce8f pada 6 Semptember 2019. http://azbigmedia.com/ab/infographics/impressions-job-interview Barnard Malcom. 1996. Fashion Sebagai Komunikasi. Yogyakarta. Jalasutra Rafaeli, A. (1993). Dress and Behavior of Customer-contact Employees: A Framework for Analysis. Advances in Services Alarketing and Managemet, 2, 175-211. Holland, Jessica. 2018. Mungkinkah pakaian olahraga menjadi masa depan baju kantor?. Diakses https://www.bbc.com/indonesia/vert-cap-42601800 pada 6 September 2019 Tim Balai Pustaka. Kmaus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta: Balai Pustaka, 2007), 813 H. Devos. Pengantar Etika. 1987. Terjemahan Soejono Soemargono. Teguh Wacana: Yogyakarta.



14