Etnografi Kumpulan Seluruh BAB [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada hakikatnya memiliki kedudukan sebagai makhluk sosial dan makhluk individu. Kaitannya dengan kedudukan manusia sebagai makhluk sosial maka dalam menjalankan aktivitas sehari–harinya manusia tidak akan pernah terlepas dari manusia yang lainnya, sehingga dalam prosesnya akan terjadi suatu interaksi yang dapat menimbulkan suatu dampak, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Berkaitan dengan manusia sebagai makhluk sosial sudah pasti tak akan pernah terlepas dari bantuan orang lain dalam hal menggapai sesuatu dalam hidup bermasyarakat. Dua kata yang biasanya menjadi kebiasaan dalam hidup bermasyarakat kaitannya dengan manusia sebagai makhluk sosial adalah yakni ungkapan terima kasih yang terjadi akibat adanya proses tolong menolong diantara individu yang satu dengan individu yang lain atau kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Manusia disebut sebagai makhluk sosial karena manusia tidak akan mampu hidup secara sendiri tanpa bantuan orang lain. Dengan predikat yang seperti itu sudah seharusnya manusia dalam mengarungi kehidupannya senantiasa saling tolong menolong baik dari yang tidak secara langsung maupun secara langsung. Seperti kita ketahui bahwa seorang pimpinan perusahaan tidak akan bisa menjalankan sebuah perusahaan jika tanpa bantuan dari keseluruhan pihak yang terkait dalam perusahaan tersebut, dan perusahaan tersebut tidak akan dapat bisa berdiri dan bertahan jika tanpa adanya konsumen atau pasar, maka itu disebut bantuan secara tak langsung. Sedangkan manusia yang dengan terang-terangan menolong manusia lainnya yang 1



dalam keadaaan membutuhkan pertolongan itu bisa disebut debagai bantuan secara langsung. Berkaitan dengan hal tolong menolong, biasanya ada kata yang sering digunakan untuk merepresentasikan buah dari tolong menolong itu sendiri, yakni sebuah kata terima kasih dalam bahasa Indonesia. Semua manusia tanpa terkecuali pada umumnya akan berterima kasih kepada pihak yang telah menolongnya, entah ekspresi terima kasih itu digambarkan dalam bentuk leksikan kata terima kasih itu sendiri atau dengan kata yang dianggap mengandung makna terima kasih atau bahkan ada beberapa kalangan atau golongan masyarakat yang mempraktekkan cara berterima kasih hanya dengan bahasa tubuh mereka bukan dengan lisan. Misalnya saja di negara yang mayoritasnya berbahasa Inggris akan mengatakan Thanks atau Thank You bila berterima kasih pada seseorang. Di Negara Prancis akan mengucapkan Merci, Jerman akan mengucapkan Danke, Jepang akan mengucapkan Arigato, Korea akan mengucapkan Gamsa-hamnida dan di Indonesia mengucapkan kata terima kasih sebagai ekspresi rasa terima kasih itu sendiri. Di Indonesia pada saat sekarang ini mayoritas masyarakatnya menggunakan kata terima kasih dimana kata terima kasih itu sendiri merupakan kata serapan dari bahasa melayu itu sendiri yang pada saat penyebarannya diduga melalui jalan perdagangan, penyebaran agama, budaya, dan lainnya. Dan oleh karena itu umumnya hampir disemua daerah menggunakan kata terima kasih itu sendiri sebagai salah satu ciri budaya mereka dengan memodernisasi bahasa tersebut. Hal tersebut bisa kita lihat dalam data yang sempat penulis kumpulkan; a. Bahasa Jawa : Matur nuwun b. Bahasa Sunda : Hatur nuhun, hatur nuhun pisan c. Bahasa Jambi : Terimo kasih (beda “a” sama “o” saja) d. Bahasa Bali : Matur sukseme e. Bahasa Migani (Papua) : Amanai 2



f. g. h. i. j. k. l. m. n. o. p.



Bahasa Batak : Muliate Bahasa Sasak : Tampiaseh Bahasa Minang : Tarimo kasi Bahasa Toraja : Kurre’ sumanga’ Bahasa Nias : Sauweghele Bahasa Banjar : Tarima Kasih Bahasa Madura : Sakalangkong Bahasa Kutai : Makaseh Bahasa Manado : Makase Bahasa Aceh : Teurimong gaseh beh Bahasa Maumere : Epanggawang



Dalam data yang sempat penulis kumpulkan di atas membuktikan bahwa mayoritas kata terima kasih dalam budaya mereka sudah menggunakan bahasa serapan terima kasih itu sendiri. Untuk sampai saat sekarang ini belum ditemukannya sebuah kata leksikan asli dari kata terima kasih yang ada dalam budaya suku Makassar terkhususnya dialek konjo yang ada di Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba membuat penulis merasa ingin untuk menelitinya tentang bagaimana masyarakat ini mengekspresikan rasa terima kasih itu sendiri jika pada kenyataannya sampai saat sekarang ini belum ditemukannya leksikan dari kata terima kasih itu sendiri di samping dengan penggunaan bahasa serapan terima kasih yang asalnya dari suku Melayu. Berangkat dari hal itu dan disamping juga belum adanya penelitian yang khusus mengenai perilaku terima kasih di Kecamatan Herlang ini, sehingga membuat penulis merasa terpanggil untuk menelitinya sebagai salah satu acuan bagi peneliti asing dan masyarakat luas pada umumnya yang ingin mengetahui tentang bagaimana perilaku terima kasih dari masyarakat ini. Seperti yang kita ketahui bahwa rata-rata seseorang menggunakan kata terima kasih untuk menunjukkan rasa terima kasihnya kepada pihak kedua, namun ternyata pada kenyataannya rasa terima kasih itu sendiri bisa saja diutarakan dengan kata yang bukan berasal dari leksikal terima kasih itu sendiri melainkan dengan kata yang 3



dianggap mengandung makna terima kasih dan rasa terima kasih yang diekspresikan bukan dengan lisan melainkan dengan bahasa tubuh. Kedua hal itulah yang menjadi letak dasar permasalahan dalam penilitian ini yang penulis coba rangkumkan. Dalam penelitian ini yang meneliti tentang perilaku terima kasih bagi masyarakat pengguna bahasa Makassar konjo yang mengaharuskan penulis untuk memilih suatu wilayah yang benar-benar bisa merepresentasikan masyarakat pengguna bahasa Makassar konjo itu sendiri, sehingga data yang didapat di lapangan bisa sesuai dengan harapan awal dari diadakannya penelitian ini. Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba dianggap sebagai suatu wilayah yang dapat memenuhi syarat sebagai salah satu wilayah representasi pengguna bahasa Makassar konjo itu oleh sendiri karena dua hal, 1). Kecamatan Herlang merupakan suatu wilayah yang penduduk pribuminya menggunakan bahasa Makassar konjo dalam kesehariannya itu bisa dibuktikan dengan mayoritas masyarakatnya menggunakan bahasa Makassar konjo, dan adapun yang menggunakan bahasa yang lain itu menandakan bahwa orang tersebut bukanlah berasalah dari daerah tersebut, 2). Kecamatan Herlang merupakan sebuah wilayah dimana mayoritas masyarakat yang ada di daerah perbatasannya merupakan



penduduk



yang



menggunakan



bahasa



Makassar



konjo



dalam



kesehariannya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan dengan latar belakang yang ada di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut; 1. Bagaimana bentuk perilaku verbal terima kasih masyarakat Makassar konjo 2. Bagaimana bentuk perilaku non verbal terima kasih masyarakat Makassar konjo C. Tujuan Penelitian Berdasarakan dengan rumusan masalah yang ada di atas, maka adapun tujuan dari diadakannya penelitian adalah yakni; 4



1. Mendeskripsikan bentuk perilaku verbal masyarakat Makassar konjo dalam hal mengekspresikan terima kasih. 2. Mendeskripsikan bentuk perilaku nonverbal masyarakat Makassar konjo dalam hal mengeskpresikan terima kasih. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini akan memberikan manfaat secara teoritik dan praktis yakni sebagai berikut; 1. Manfaat teoritik Dalam penelitian etnografi ini dapat diharapkan memberikan manfaat yakni beruba pembinaan asas pengetahuan yang berkaitan dengan budaya atau teori sehubungannya dalam bidang ilmu etnografi. 2. Manfaat praktis a. Penelitian ini dapat menjadi referens bagi orang asing yang mengunjungi wilayah Sulawesi Selatan dan ingin mengetahui tentang ekspresi terima kasih pada suku Makassar Konjo. b. Penelitian ini dapat menjadi referens bagi peneliti-peneliti lanjutan yang tertarik dalam ranah ini etnografi. c. Meyuguhkan problem solving bagi permasalahan di masyarakat, bukan hanya sekadar ilmu untuk ilmu.



BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 5



Pada Bab II ini berisikan uraian secara rinci mengenai tinjauan pustaka yang dijadikan acuan untuk mendukung dan memperjelas penelitian ini. Maka dengan masalah yang diteliti kerangka teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini diuraikan sebagai berikut; 1. Etnografi Etnografi berasal dari kata ethnos yang berarti bangsa dan graphein yang berarti tulisan atau uraian. Jadi berdasarkan asal katanya, etnografi berarti tulisan mengenai suatu bangsa. Etnografi merupakan embrio dari antropologi yang lahir pada tahap pertama dari perkembangannya, yaitu sebelum tahun 1800-an. Etnografi merupakan hasil-hasil catatan penjelajah Eropa tatkala mencari rempah-rempah ke berbagai penjuru dunia termasuk ke Indonesia. Selama perjalanan itu, mereka mencatat semua fenomena menarik yang dijumpai selama perjalanannya, antara lain berisi tentang adat-istiadat, susunan masyarakat, bahasa dan ciri-ciri fisik dari suku-suku bangsa tersebut (Koentjaraningrat, 1990). Dalam bukunya, Spradley menjelaskan bahwa secara harafiah, etnografi berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku bangsa yang ditulis oleh seorang antropolog atas hasil penelitian lapangan (field work) selama sekian bulan atau sekian tahun. Dan lebih jauh lagi Spradley dalam bukunya menyusun tentang perjalanan metode etnografi sebagai berikut; a. Etnografi mula-mula (akhir abad ke-19) Etnografi



mula-mula



dilakukan



untuk



membangun



tingkat-tingkat



perkembangan evolusi budaya manusia dari masa manusia mulai muncul di 6



permukaan bumi sampai ke masa terkini. Tak ubahnya analisis wacana, mereka para ilmuwan antropologi pada waktu itu melakukan kajian etnografi melalui tulisantulisan dan referensi dari perpustakaan yang telah ada tanpa terjun ke lapangan. Namun, pada akhir abad ke-19, legalitas penelitian semacam ini mulai dipertanyakan karena tidak ada fakta yang mendukung interpretasi para peneliti. b. Etnografi Modern (1915-1925) Dipelopori oleh antropolog sosial Inggris, Radclifffe-Brown dan B. Malinowski, etnografi modern dibedakan dengan etnografi mula-mula berdasarkan ciri penting, yakni mereka tidak terlalu mamandang hal-ikhwal yang berhubungan dengan sejarah kebudayaan suatu kelompok masyarakat (Spradley, 1997). Perhatian utama mereka adalah pada kehidupan masa kini, yaitu tentang the way of life masayarakat tersebut. Menurut



pandangan



dua



antropolog



ini



tujuan



etnografi



adalah



untuk



mendeskripsikan dan membangun struktur sosial dan budaya suatu masyarakat. Untuk itu peneliti tidak cukup hanya melakukan wawancara, namun hendaknya berada bersama informan sambil melakukan observasi.



c. Ethnografi Baru Generasi Pertama (1960-an) Berakar dari ranah antropologi kognitif, “etnografi baru” memusatkan usahanya untuk menemukan bagaimana masyarakat mengorganisasikan budaya mereka dalam pikiran mereka dan kemudian menggunakan budaya tersebut dalam kehidupan. Analisis dalam penelitian ini tidak didasarkan semata-mata pada interpretasi peneliti tetapi merupakan susunan pikiran dari anggota masyarakat yang dikorek keluar oleh 7



peneliti. Karena tujuannya adalah untuk menemukan dan menggambarkan organisasi pikiran dari suatu masyarakat, maka pemahaman peneliti akan studi bahasa menjadi sangat penting dalam metode penelitian ini. “Pengumpulan riwayat hidup atau suatu strategi campuran, bahasa akan muncul dalam setiap fase dalam proses penelitian ini. d. Ethnografi Baru Generasi Kedua Inilah metode penelitian hasil sintesis pemikiran Spardley yang dipaparkan dalam buku “Metode Etnografi” ini. Secara lebih spesifik, Spardley mendefinisikan budaya sebagai yang diamati dalam etnografi, sebagai proses belajar yang mereka gunakan untuk megintepretasikan dunia sekeliling mereka dan menyusun strategi perilaku untuk menghadapinya. Dalam pandangannya ini, Spardley tidak lagi menganggap etnografi sebagai metode untuk meneliti “Other culture”, masyarakat kecil yang terisolasi, namun juga masyarakat kita sendiri, masyarakat multicultural di seluruh dunia. Pemikiran ini kemudian dia rangkum dalam “Alur Penelitian Maju Bertahap” yang terdiri atas lima, prinsip, yakni: Peneliti dianjurkan hanya menggunakan satu teknik pengumpulan data; mengenali langkah-langkah pokok dalam teknik tersebut., misalnya 12 langkah pokok dalam wawancara etnografi dari Spardley; setiap langkah pokok dijalankakn secra berurutan; praktik dan latihan harus selalu dilakukan; memberikan problem solving sebagia tanggung jawab sosialnya, bukan lagi ilmu untuk ilmu. Inti dari “Etnografi Baru” Spardley ini adalah upaya memperhatikan makna tindakan dari kejadian yang menimpa orang yang ingin kita pahami melalui kebudayaan mereka. Dalam melakukan kerja lapangan, etnografer membuat kesimpulan budaya manusia dari tiga sumber: 8



(1)



dari hal yang dikatakan orang,



(2)



dari cara orang bertindak,



(3)



dari berbagai artefak yang digunakan.



Etnografi adalah uraian dan penafsiran suatu budaya atau sistem kelompok sosial. peneliti menguji kelompok tersebut dan mempelajari pola perilaku, kebiasaan, dan cara hidup. Etnografi adalah sebuah proses dan hasil dari sebuah penelitian. Sebagai proses, etnografi melibatkan pengamatan yang cukup panjang terhadap suatu kelompok, dimana dalam pengamatan tersebut peneliti terlibat dalam keseharian hidup responden atau melalui wawancara satu per satu dengan anggota kelompok tersebut. Peneliti mempelajari arti atau makna dari setiap perilaku, bahasa, dan interaksi dalam kelompok.



Etnografi menurut para ahli adalah sebagai berikut;



Nama



Pemikiran



Roger M. Keesing (1989:250)



Etnografi adalah pembuatan dokumentasi dan



analisis



budaya



tertentu



dengan



mengadukan penelitian lapangan Koentjaraningrat (1989:1)



Etnografi



adalah



pencatatan



semua



fenomena menarik yang dijumpai oleh 9



seorang etnografer selama perjalanannya, antara lain berisi tentang adat istiadat, susunan masyarakat, bahasa dan cirri-ciri fisik dari suku-suku bangsa tersebut”. Marvin Haris (1992)



Etnografi adalah suatu desain kualitatif dimana seorang peneliti menggambarkan dan



menginterpretasikan



pola



nilai,



perilaku, kepercayaan dan bahasa yang dipelajari dan dianut oleh suatu kelompok budaya. James Spradley (1997)



Etnografi berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku bangsa yang ditulis oleh seorang antropolog atas hasil penelitian lapangan (field work) selama sekian bulan atau sekian tahun.



Symon dan Cassell (1998)



Etnografi pada dasarnya adalah kegiatan penelitian untuk memahami cara orangorang berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena teramati dalam kehidupan seharihari.



Noraini (2010)



Etnografi adalah suatu penyelidikan yang menjelaskan budaya di mana aktiviti utama penyelididkan ini adalah memahami cara hidup sesuatu budaya daripada sudut 10



pandangan budaya yang diselidik. Creswell (2012)



Qualitative



research



procedures



for



describing, analyzing, and interpreting a culture sharing group’s shared pattern of behaviour, beliefs, and language that develop over time.



Berdasarkan dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli dalam table di atas tentang etnografi maka dapat disimpulkan bahwa etnografi adalah usaha untuk menjelaskan pola kehidupan dan kebudayaan suatu kelompok/suku/bangsa dengan melakukan penelitian lapangan secara langsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun guna untuk mendapatkan data berdasarkan pandangan masyarakat tempat dimana berlangsungnya penelitan (native’s point of view) bukan berdasarkan pandangan sang peneliti. 2. Etnografi Analitis Etnografi semacam ini memusatkan perhatian pada satu fenomena sosialbudaya tertentu, entah itu fenomena politik, kekerabatan, organisasi sosial, agama ataupun yang lain. Buku Singarimbun (1975) misalnya memusatkan perhatian pada sistem kekerabatan orang Batak Karo, sedang buku Sairin (1982) memberikan perhatian khusus pada organisasi kekerabatan orang Jawa. Buku Laksono membahas struktur sosial masyarakat Jawa dan tradisi yang hidup di dalamnya; buku Triyoga (1991) memperhatikan sistem kepercayaan orang Jawa tentang Gunung Merapi, sedang buku Pranowo (1985) lebih memperhatikan adaptasi ekologi masyarakat 11



pedesaan di lereng Merapi. Ini semua berbeda dengan buku Ahimsa-Putra (1986), yang membahas hubungan minawang (patron-klien) di kawasan Sulawesi Selatan, terutama di kalangan orang Bugis-Makasar, dan kondisi yang mendukungnya, ataupun buku Dhofier (1982) yang mengulas tradisi dan jaringan kekerabatan para kyai di dunia pesantren Jawa. Dalam pemaparannya penulis Etnografi Analitis mengambil jarak dengan obyek dan subyek penelitian. Penulis etnografi disini masih menempatkan dirinya sebagai pengamat atau peneliti, yang harus menjaga jarak dengan apa yang ditelitinya, seperti dalam ilmu eksak. Dalam Etnografi Analitis masih belum kita temukan dialog-dialog antara peneliti dengan informan. Oleh karena analisis ditujukan pada gejala sosialbudaya, maka dengan sendirinya yang tampil dalam etnografi adalah berbagai macam abstraksi. Berbagai data hasil pengamatan dan wawancara dengan para informan dirangkum dalam satu uraian, yang merupakan abstraksi dari berbagai hal yang didapat oleh penulis etnografi dari penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Keterangan-keterangan yang langsung berasal dari informan umumnya tidak tampak, dan kalau ditampilkan masih dalam kerangka untuk mendukung argumentasi yang diajukan. Etnografi Analitis ini biasanya juga ditulis berawal dari sebuah permasalahan tertentu, yang kemudian dicari jawabnya melalui suatu penelitian, baik lapangan maupun kepustakaan. Berbagai informasi etnografis yang diperoleh kemudian disusun sedemikian rupa untuk menjawab masalah yang dikemukakan, sehingga Etnografi Analitis ini juga memiliki karakter sistematis, teratur, dan mempunyai alur pemikiran yang jelas. Data etnografi yang berhasil dihimpun dari berbagai sumber 12



ditempatkan dalam posisi-posisi tertentu untuk mendukung argumentasi. Pada umumnya etnografi semacam ini berupaya untuk menampilkan keterkaitan antara unsur budaya satu dengan yang lain, dengan permasalahan pokok sebagai pusatnya atau tali pengikatnya. Adanya masalah yang ingin dijawab dalam Etnografi Analitis ini menuntut pula adanya suatu perspektif tertentu untuk menjawabnya, sehingga etnografi semacam ini pada umumnya juga memiliki kerangka teori yang lebih eksplisit. Kerangka teori ini berfungsi membimbing si penulis etnografi mengorganisir datanya sedemikian rupa, dan menjadi alat pembenaran etnografi tersebut untuk memperoleh status ilmiahnya. Hadirnya kerangka teori disini berarti pula hadirnya berbagai konsep antropologis dengan definisi-definisi yang eksplisit. Kalau Etnografi Awam dan Etnografi Laci terasa datar dan tidak argumentatif, Etnografi Analitis adalah sebaliknya. Selain itu, penulis Etnografi Analitis pada umumnya juga tidak bermaksud untuk melakukan suatu rekonstruksi kebudayaan. Mereka tampaknya tidak tertarik untuk menulis apa yang disebut sebagai “Kebudayaan Sukubangsa Tertentu”. Oleh karena itu penulis Etnografi Analitis kurang tampak sebagai “pencipta kebudayaan” atau “tukang rekonstruksi kebudayaan”. Mereka lebih tampak sebagai analyst atau interpreter, yang mencoba “memahami” suatu gejala sosial tertentu dengan menempatkannya dalam suatu konteks yang lebih luas. B. Definisi Operasional 1. Terima kasih



13



Kata terima kasih merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. KBBI mengelompokkan kata ini sebagai kata benda (nomina) dan memberikan maknanya sebagai rasa syukur. Kata ini adalah kata majemuk, atau kadang disebut gabungan kata, yang tersusun dari kata terima dan kasih. Kata “terima” hanya mengandung satu makna, yaitu “menyambut atau mendapat sesuatu”, sedangkan kata “kasih” merupakan homonim dengan dua makna: (1) perasaan sayang; (2) beri, memberi. Terima kasih dalam penelitian ini adalah bagaimana seseorang merasa senang akan tawaran jasa atau pertolongan dari orang lain lalu kemudian karena rasa senang itulah sehingga seseorang mengungkapkan sebuah tanda yang bermakna terima kasih. Nah dalam hal pengungkapan makna terima kasih itu dalam penelitian ini merangkumnya kedalam dua kategori yakni berterima kasih dari segi bentuk dan perilaku. Berterima kasih dari segi bentuk itu sendiri terdiri dari golongan yakni apakah bentuk terima kasihnya verbal (lisan) atau non verbal (non lisan). 2. Masyarakat Makassar Konjo Di Sulawesi Selatan terdapat empat suku bangsa (etnik), yaitu suku Bugis, suku Makassar, suku Toraja, dan suku Mandar. Salah satu suku yang besar diantaranya adalah Suku Makassar, Suku Makassar mempunyai wilayah beserta semangat dan kebudayaannya yakni pada umumnya berada di bagian selatan jazirah Sulawesi Selatan, yaitu Kabupaten Gowa; Kota Makassar; Kabupaten Takalar; Kabupaten Jeneponto; Kabupaten Bantaeng; Kabupaten Selayar; Kabupaten Bulukumba (sebagian); Kabupaten Maros (sebagian); dan Kabupaten Pangkajene Kepulauan (sebagian) (Tadjuddin Maknun, hal:1-2). Suku Makassar menurut Mattulada (1975) 14



adalah unsur-unsur kesatuan masyarakat Makassar terdapat dalam tradisi sikap, serta bahasa yang membedakannya dengan kesatuan masyarakat lainnya. Dan penutur bahasa Makassar adalah oang yang menguasai bahasa itu sebagai bahasa pertama atau sejak lahir dan dalam rumah tangga mempergunakan bahasa itu sebagai bahasa sehari-hari (Sugira Wahid, 2010:23). Seperti kita ketahui bahwa bahasa Makassar terdiri dari beberapa dialek yakni dialek lakiun, dialek turatea, dialek selayar dan dialek konjo. Bahasa Makassar konjo sendiri terdapat di sebagian wilayah yang ada di Kabupaten Bulukumba. Dalam penelitian ini masyarakat Makassar konjo yang dimaksud adalah sebuah wilayah yang ada di Kabupaten Bulukumba yang bisa memenuhi syarat sebegai representasi atau perwakilan dari masyarakan pengguna bahasa Makassar konjo itu sendiri dan pada akhirnya penulis memilih Kecamatan Herlang yang dimana mayoritas masyarakatnya menggunakan bahasa Makassar konjo dan dimana mayoritas masyarakatnya yang berasa di seluruh wilayah perbatasannya pengguna bahasa Makassar konjo dan begitu pun masyarakat yang berada di wilayah tetangganya. 3. Perilaku Menurt KBBI Perilaku /pe•ri•la•ku/ adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Menurut pengertiannya secara umum perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup. Sedangkan perilaku dalam penelitian ini adalah segala bentuk tanggapan atau reaksi penutur terhadap petutur yang dianggap memiliki makna sebagai ungkapan terima kasih yang dilakukan oleh si penutur terhadap petutur karena bantuan atau pertolongan yang dilakukan oleh petutur kepada penutur yang membuatnya kemudian 15



merasa tertolong atas perlakuan tersebut hingga membuatnya berterima kasih dalam bentuk perilaku. Perilaku dalam penelitian ini digolongkan menjadi dua bagian yakni perilaku verbal dan non verbal. Perilaku verbal adalah penyampaian bahasa secara lisan, dan bentuk verbal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah yakni semua bentuk pengungkapan terima kasih yang menggunakan bahasa lisan, baik itu kata yang digunakan adalah bentuk leksikal terima kasih itu sendiri maupun atau kata yang bermaknakan terima kasih. Sedangkan non verbal adalah sebuah bentuk pengungkapan terima kasih diluar dari bahasa lisan, baik itu gerakan tangan, kepala, dan lain-lainnya yang di luar dari bahasa lisan yang kemudian dianggap memiliki makna penyampaian terima kasih kepada orang lain. C. Hasil Penelitian yang Relevan Masalah perilaku terima kasih bagi suku Makassar konjo secara spesifik belum pernah diteliti sebelumnya, apalagi jika penelitian tersebut ditarik lebih dalam lagi yakni perilaku berterima kasih suku Makassar konjo di Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba sudah tentu belum pernah diadakan penelitian yang seperti demikian. Akan tetapi sebagai landasan dalam penelitian ini ada beberapa penelitian yang dianggap relevan walaupun tidak membahas perilaku terima kasih melainkan mengenai perilaku kesantunan, dimana perilaku terima kasih juga merupakan bagian dalam perilaku kesantunan. Pada tahun 2011 Gusnawaty dalam disertasinya yang berjudul Perilaku Kesantunan Dalam Bahasa Bugis: Analisis Sosiopragmatik. Dalam disertasinya 16



Gusnawaty membahas tentang bagaimana tindak tutur kesantunan orang suku Bugis Bone dan Sidrap. Dalam hal kesimpulan disertasinya lahirlah 3 variabel perbedaan yang mendasar antar keduanya yakni dari segi kekuasaan, solidaritas, dan situasi publik. Dan dari segi bidang ilmu etnografi sendiri terdapat beberapa peneliti yang mengkaji bidang etnografi antara lain yakni Bronislaw Malinowski dalam penelitiannya yang berjudul Argonauts of the Western Pacific. Yakni sebuah karya etnografi yang dianggap nyaris sempurna, karya ini merupakan laporan hasil penelitian Malinowski tentang sistem pertukaran di Kepulauan Trobriand yakni sebuah ekspedisi pelayaran masyarakat setempat dari satu pulau ke pulau lain. D. Kerangka Pikir Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka di atas, maka berikut ini diuraikan kerangka berpikir yang berfungsi mengarahkan penulis. Perilaku terima kasih bagi Suku Makassar di Bulukumba dijadikan sebagai objek kajian yang akan diteliti. Penelitian ini dimulai dengan mengumpulkan data-data penelitian, yaitu observasi partisipasi, rekaman dan wawancara mendalam terhadap informan. Perilaku terima kasih dalam bahasa Makassa tersebut kemudian akan dianalisis dengan dua indikator yakni dengan perilaku terima kasih verbal dan non verbal. Kerangka pikir tersebeut penulis uraikan dalam bagan sebagai berikut;



17



Ekspresi Terima Kasih



Perilaku



Verbal



Non Verbal



Perilaku Terima Kasih bagi Masyarakat Makassar Konjo di Kecamatn Herlang Kabupaten Bulukumba



18



Gambar: Skema Pikir



BAB III METODE PENELITIAN



A. Jenis Penelitian Metode pencarian kebenaran tentang ilmu pengetahuan sudah menjadi konsumsi bagi setiap kalangan peneliti dalam merumuskan setiap hasil penelitiannya. Terdapat dua metode yang paling umum digunakan oleh setiap ilmuwan yakni; 1) Metode Kuantitatif, dan 2) Metode Kualitatif. Metode kuantitatif adalah sebuah metode yang bagi sebagian ilmuwan mengunggulkannya pada periode sebelum tahun 1940-an – 1970-an, sedangkan metode kualitatif bagi sebagian ilmuwan lainnya lagi menomorsatukannya pada periode tahun 1960-an – awal 1990-an (Gusnawaty, 2011:77). Belakangan, pada dasawarsa 1990-an mulai timbul perimbangan antara kedua pandangan tersebut. Para ilmuwan menyadari bahwa masalahnya bukan pada 19



jenis metode yang digunakan melainkan pada subject matternya (Alwasilah, 2002:1820; Ahimsa-Putra, 2008:11). Singarimbun (1989:12) bahkan lebih menekankan bahwa titik tolak sesungguhnya bukan pada metode penelitiannya melainkan lebih pada kepekaan dan minat yang ditopang oleh akal sehat. Metode adalah cara, sedangkan penelitian merupakan kegiatan pengumpulan data, jadi metode penelitian adalah cara-cara yang digunakan dalam mengumpulkan dan menganalisis data Gusnawaty (2011:77). Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif karena metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian etnografi yakni strategi pendeskripsian pola-pola berkomunitas suatu suku bangsa di wilayah tertentu. Ciri-ciri penelitian etnografi adalah analisis data yang dilakukan secara holistik, bukan parsial. Ciri-ciri lain seperti dinyatakan Hutomo (Sudikan, 2001:85-86) antara lain: (a) sumber data bersifat ilmiah, artinya peneliti harus memahami gejala empirik (kenyataan) dalam kehidupan sehari-hari; (b) peneliti sendiri merupakan instrumen yang paling penting dalam pengumpulan data; (c) bersifat pemerian (deskripsi), artinya, mencatat secara teliti fenomena budaya yang dilihat, dibaca, lewat apa pun termasuk dokumen resmi, kemudian mengkombinasikan, mengabstrakkan, dan menarik kesimpulan; (d) digunakan untuk memahami bentuk-bentuk tertentu (shaping), atau studi kasus; (e) analisis bersifat induktif; (f) di lapangan, peneliti harus berperilaku seperti masyarakat yang ditelitinya; (g) data dan informan harus berasal dari tangan pertama; (h) kebenaran data harus dicek dengan dengan data lain (data lisan dicek dengan data tulis); (i) orang yang dijadikan subyek penelitian disebut partisipan (buku termasuk partisipan juga), konsultan, serta teman sejawat; (j) titik 20



berat perhatian harus pada pandangan emik, artinya, peneliti harus menaruh perhatian pada masalah penting yang diteliti dari orang yang diteliti, dan bukan dari etik, (k) dalam pengumpulan data menggunakan purposive sampling dan bukan probabilitas statistik; (1) dapat menggunakan data kualitatif maupun kuantitatif, namun sebagian besar menggunakan kualitatif. Metode penelitian etnografi menggunakan metode partisipasi (kedekatan) observasi dengan melibatkan diri sendiri kedalam masyarakat (subjek) yang ditelitinya atau yang dianalisanya. Kedalaman komunikasi seorang peneliti terhadap subjek (masyarakat) yang diteliti dalam pola kedekatan seperti wawancara mendalam (indept interview), akan lebih mempermudah peneliti mendapatkan data-data yang dibutuhkan, sebab metode indept intervie bertujuan untuk menemukan dan mengetahui kebudayaan informan yang diteliti (Spradley, 1997:114). James Spradley (1997) lebih jauh menjelaskan, bahwa metode etnografi adalah merupakan pekerjaan mendeskripsikan sebuah kebudayaan. Tujuan utamanya adalah untuk memahami pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli (native’s point of view). Sehingga data yang dikumpulkan adalah data kualitatif. Oleh karena itu penelitian etnografi melibatkan aktifitas belajar mengenai dunia orang lain dan belajar berbagai hal mengenai mereka. (Spradley, 1997:3). Oleh karena itu, sebagai sebuah disiplin riset, etnografi didasarkan pada culture konsep



yang



tersusun



menggunakan



kombinasi



teknik-teknik



pengamatan,



wawancara, dan analisis dokumen, untuk merekam komunikasi dan perilaku orangorang dalam latar sosial tertentu. Penelitian etnografi adalah sebuah pendekatan yang bersifat ‘emik’ karena mengikuti sudut pandang orang dalam (insider) atau komunitas 21



budaya yang diteliti. Pandangan emik adalah dari sudut pandang orang dalam (insider), sedangkan pandangan etik adalah dari sudut pendang orang luar (outsider). Perspektif emik mengambil fokus budaya intrinsik yang memiliki makna tersendiri bagi anggota-anggota sebuah masyarakat tertentu. Pandangan etik mendasarkan diri pada konsep-konsep dan kategori-kategori ekstrinsik yang memiliki makna bagi orang yang melakukan analisis dari luar. Dan penelitian etnografi secara umum dilakukan secara bertahap dengan dimulai tahap perkenalan yang meliputi mempelajari bahasa penduduk yang sedang diteliti. Selanjutnya pembelajaran terhadap bahasa asli dipakai untuk membantu dalam menganilis permasalahanpermasalahan yang muncul dari aktivitas sehari-hari. B. Lokasi Penelitian Kabupaten Bulukumba adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Bulukumba. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.154,67 km² dan berpenduduk sebanyak 394.757 jiwa (berdasarkan sensus penduduk 2010). Kabupaten Bulukumba mempunyai 10 kecamatan, 24 kelurahan, serta 123 desa (sumber: Wikipedia). Dalam melakukan penelitian terdapat dua tempat di Kabupaten Bulukumba yang menjadi letak observasi penilitian ini yakni Kecamatan Herlang. Kecamatan Herlang merupakan salah satu kecamatan dari 10 kecamatan di Kabupaten Bulukumba yang mana dulunya merupakan suatu distrik dari Hero dan Lange-lange. Lebih lanjut tentang kecamatan Herlang yang dikemukan oleh Arman Saputra (2011) bahwa Kecamatan ini berada di Pesisir timur dari propisi Sulawesi Selatan, dan adapun batas-batasnya yaitu: Utara: Kecamatan Kajang, Timur: Teluk 22



Bone, Selatan: Kecamatan Bonto Tiro, Barat: Kecamatan Ujung Loe. Secara geografis kecamatan Herlang berada di lintang 5°21'38.61"LS sampai 5°27'8.79" LS dan 120°18'29.12" BB sampai 120°26'3.15" BB. dengan ibu kota kecamatan Tanuntung yang berada di Kelurahan Tanuntung. Pemilihan atas lokasi penelitian ini adalah karena lokasi ini dapat memenuhi syarat sebagai perwakilan dari representasi masyarakat pengguna bahasa Makassar dialek konjo dimana itu bisa dibuktikan dengan mayoritas penduduknya yang menggunakan bahasa Makassar konjo, di samping itu pula mengapa daerah ini dianggap cocok adalah karena mayoritas masyarakatnya yang berbatasan dengan wilayah tetangga merupakan pengguna bahasa Makassar konjo begitu pula juga dengan masyarakat yang berada di wilayah tetangga yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Herlang juga mayoritasnya pengguna bahasa Makassar konjo, dengan demikian daerah Kecamatan Herlang sangat cocok untuk dijadikan daerah penelitian sehubungan dengan judul yang telah penulis ambil. C. Informan Informan merupakan sumber informasi, secara harafiah mereka menjadi guru bagi etnografer (Spradley, 1997: 35). Menurut James Spradley informan adalah seorang pembicara asli dengan mengulang kata-kata, frasa, dan kalimat dalam bahasa atau dialeknya sebagai model imitasi dan sumber informasi. Informan merupakan pembicara asli (native spaker) diminta oleh peneliti untuk berbicara dalam bahasa atau dialeknya sendiri dan memberikan model untuk dicontoh oleh peneliti.



23



Pengambilan sumber data penelitian ini menggunakan teknik “purpose sampling” yaitu pengambilan sampel didasarkan pada pilihan peneliti tentang aspek apa dan siapa yang dijadikan fokus pada saat situasi tertentu dan saat ini terusmenerus sepanjang penelitian, sampling bersifat purposive yaitu tergantung pada tujuan fokus suatu saat. Dalam pemilihan informan itu sendiri penulis membaginya kedalam tiga kategori yakni umur di bawah 25an, umur dibawah 45an, dan umur diatas 45an bagi masyarakat berbahasa Makassar konjo yang ada di Kecamatan Herlang. Umur dibawah 25an dimaksudkan agar data yang didapat adalah data berupa gambaran masa modern saat sekarang dimana bahasa sudah mengglobal dengan adanya kemajuan dari bidang teknologi. Umur dibawah 45an dimaksudkan untuk mendapatkan data berupa gambaran pertengahan antara modernitas dan masa sebelum berkembangnya teknologi. Sedangkan umur diatas 45an dimaksudkan untuk mendapatkan data berupa gambaran kehidupan tahun-tahun lalu dimana bahasa lokal masih menjadi bahasa sehari-hari dan masih sangat sedikitnya penggunaan bahasa selain bahasa lokal. D. Sampel Deskripsi mendalam penentuan sampel pada penelitian kualitatif model etnografi, ada lima jenis yaitu: (1) seleksi sederhana, artinya seleksi hanya menggunakan satu kriteria saja, misalkan kriteria umur atau wilayah subyek; (2) seleksi komprehensif, artinya seleksi bedasarkan kasus, tahap, dan unsur yang relevan; (3) seleksi quota, seleksi apabila populasi besar jumlahnya, untuk itu populasi dijadikan beberapa kelompok misalnya menurut pekerjaan dan jenis 24



kelamin; (4) seleksi menggunakan jaringan, seleksi menggunakan informasi dari salah satu warga pemilik budaya, dan (5) seleksi dengan perbandingan antarkasus, dilakukan dengan membandingkan kasus-kasus yang ada, sehingga diperoleh ciriciri tertentu, misalnya yang teladan, dan memiliki pengalaman khas. Dari lima cara tersebut, peneliti budaya model etnografi dapat memilih salah satu yang paling relevan dengan fenomena yang dihadapi. Namun demikian, menurut pertimbangan penulis, seleksisecara komprehensif dipandang lebih akurat dibanding empat kriteria seleksi yang lain. Melalui seleksi secara komprehensif, peneliti akan mampu menentukan langkah yang tepat sejalan dengan apa yang diteliti. Yang lebih penting lagi, jika harus mengambil sampel, sebaiknya dilakukan secara pragmatik dan bukan secara acak. Peneliti perlu tahu konteks masyarakat yang diteliti, tanpa membawa prakonsep atau praduga atau teori yang dimilikinya. Peneliti etnografi juga perlu mempertimbangkan aspek-aspek lain yang mungkin belum terkover dalam unsur-unsur budaya tersebut. Kecuali itu, peneliti juga perlu menggunakan skala prioritas. Artinya, unsur mana yang menjadi titik perhatian, itulah yang dikemukakan lebih dahulu, sedangkan unsur lain hanya penyerta. Pelukisan etnografi dilakukan secara tick deskription (deskripsi tebal dan mendalam). Namun demikian, tebal di sini lebih merupakan formulasi ke arah deskripsi yang mendalam, sehingga lukisan lebih berarti, bukan sekedar data yang ditumpuk. Memang etnografi bercirikan kelengkapan data, namun pembahasan juga mengandalkan akal sehat. E. Teknik Pengumpulan Data



25



Ada beberapa jenis teknik pengumpulan data yang dilakukan demi tercapainya tujuan penelitian ini. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data berdasarkan buku yang telah ditulis oleh James Spradley yakni observasi partisipasi dan wawancara, kemudian penulis sendiri menambahkan teknik perekaman, karena hal demikian menurut penulis dirasa perlu untuk dilakukan guna untuk sebagai bukti kevalidan sebuah data. Ketiga teknik tersebut penulis urai sebagai berikut; 1. Observasi Partisipasi Metode observasi disebut juga metode pengamatan lapangan. Metode ini dilakukan melalui pengamatan inderawi, yaitu dengan melakukan pencatatan terhadap gejala-gejala pada objek penelitian secara langsung dilapangan. Pada metode ini pengumpulan data dilakukan dengan mencatat semua kejadian atau fenomena yang diamati ke dalam catatan lapangan (field notes). Adapun jenis-jenis metode pengamatan yang akan digunakan oleh penulis adalah antara lain sebagai berikut; a. Pengamatan biasa, yaitu pengamatan yang dilakukan tanpa terlibat atau kontak langsung dengan informan yang menjadi sasaran penelitiannya. b. Pengamatan terkendali, yaitu konsepnya hampir sama dengan pengamatan biasa. Akan tetapi perbedaanya pada metode ini peneliti terlebih dahulu memilih secara khusus calon informan sehingga mudah untuk diamati. c. Pengamatan terlibat, yaitu sebuah pengamatan partisipasi atau metode di mana selain mengamati, peneliti juga ikut terlibat dalam kegiatan yang berlangsung serta mengadakan hubungan emosional dan soial dengan para 26



informannya. Metode yang dalam bahasa Jerman disebut “verstehen” ini merupakan metode paling umum digunakan dalam penelitian etnografi. d. Pengamatan penuh, yaitu penelitian mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang sedang diteliti. Peneliti sudah diterima dan masuk ke dalam struktur masyarakat yang diamatinya. Dalam kondisi seperti ini, peneliti dapat dengan mudah bergaul. 2. Teknik Perekaman Perekaman merupakan sebuah teknik untuk memvalidasi setiap data yang didapat pada saat melakukan observasi. Teknik ini biasanya menggunakan alat perekam seperti Handphone, Camera, dll. Mengingat data yang diambil adalah sebuah kejadian-kejadian yang pada dasarnya tidak dapat dilakukan dengan cara disengaja atau kejadian tersebut merupakan kejadian yang natural terjadi oleh karena kebiasaan respon dari menusia tersebut. Teknik perekaman sendiri dilakukan agar pengambilan kesimpulan tentang maksud dari ungkapan itu sendiri dapat akurat yang disesuaikan dengan konteks dan saat kejadian. Adapun teknik perekaman itu bisa berupa rekaman suara, video, dan juga bisa dalam bentuk rekam photo. 3. Wawancara Salah satu metode pengumpulan data yang dianggap sangat efektif dalam penelitian etnografi ini adalah yakni teknik wawancara. Menurut Spradley dalam bukunya bahwa teknik wawancara secara mendalam (depth interview) sangat efektif guna mendapatkan data berdasarkan native’s point of view atau data berdasarkan



27



pandangan masyarakat setempat secara lebih terperinci. Adapun jenis-jenis teknik wawancara yang penulis gunakan adalah sebagai berikut; a. Wawancara berencana, yaitu wawancara yang dilaksanakan melalui teknikteknik tertentu, antara lain menyusun sejumlah pertanyaan sedemikian rupa dalam bentuk angket questioner. b. Wawancara tidak berencana, yaitu wawancara yang tidak direncanakan secara sistematis dan tidak menggunakan pedoman wawancara. Wawancara ini dilaksanakan untuk memperoleh tanggapan tentang pandangan hidup, system keyakinan, atau keagamaan. F. Analisis Data Menurut Spradley (1980:22-35) terdapat empat jenis analisis data, yaitu analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponen, dan analisis tema. Berdasarkan sasaran penelitian dari penulis maka dipilihlah analisis komponensial, yaitu mencari ciri spesifik pada setiap strukur internal dengan cara mengontraskan antar elemen. Hal ini dilakukan melalui observasi dan wawancara terseleksi melalui pertanyaan yang mengontraskan. Yang dimaksud disini ciri spesifik adalah bagaimana ciri dari pola ungkapan terima kasih baik secara verbal dan non verbal.



28



BAB IV HASIL PENELITIAN



Penulis menemukan bermacam-macam bentuk perilaku terima kasih yang sering digunakan oleh masyarakat Makassar konjo. Berikut ini penulis akan memaparkan bentuk-bentuk tersebut berdasarkan pola verbal dan non verbal masing-masing di dalam komunikasi. A. Bentuk Verbal Bentuk verbal terima kasih ialah segala ungkapan dalam bentuk lisan yang oleh masyarakat setempat menganggapnya sebagai sebuah ungkapan terima kasih bukan dalam bentuk leksikalnya. Ungkapan terima kasih dalam bentuk verbal sesuai dengan hasil penelitian penulis menguraikannya kedalam beberapa klasifikasi yakni ungkapan terima kasih yang masa terjadi dalam kurung waktu yang pendek dan dalam kurung waktu yang lama. 1. Kata Perintah a. Om Saldi



: ehh saldi : iye’ puang 29



Om



: lampa saiko pammalliangnga tole’ surya sibungkusu, inni’e doi’ 20.000



Saldi



: iye’



Dan beberapa saat kemudian saldi pun kembali dengan sebungkus rokok ditangannya Saldi



: inni puang



Om



: allemi la’binna



Saldi



: tarima kasih banyak pale’ puang



Om



: iyo



Terjemahan bahasa Indonesia Om



: hei kamu Saldi



Saldi



: iya pak



Om



: bisakah kamu belikan saya rokok sorya satu bungkus dengan



uang 20.000 ini? Saldi



: iya bisa pak



Dan beberapa saat kemudian saldi pun kembali dengan sebungkus rokok ditangannya Saldi



: ini pak rokoknya



Om



: ambillah sisanya 30



Saldi



: kalau begitu terima kasih banyak pak



Om



: iya



Pada kata ungkapan terima kasih allemi la’binna penulis memasukkannya ke dalam klasifikasi kalimat menyuruh karena di dalam kalimat tersebut terdapat makna menyuruh bahwa si om (penutur) dengan perasaan senangnya karena telah ditolong oleh saldi (petutur) menyuruhnya untuk mengambil saja uang sisa dari pembelian rokok tadi. b. Waktu itu saya duduk tidak jauh dari depan mereka, pung Ati yang waktu itu ikut membuat kue dan aneka makanan pesta dari pung Inna yang akan menikah. Pung Ati niatnya mau langsung pergi, tapi ditahan oleh salah satu keluarga dari pung Inna; Pung Inna : lantere’ki mae? Pung Ati : lamminro ma Pung Inna : Inni pale’ dumpi ki erang mi amminro Pung Ati : ohh iye’ pale tarima kasih banyak puang Pung Inna : iye’ sama-sama Terjemahan bahasa Indonesia Pung Inna : ibu mau kemana Pung Ati : saya sudah mau pulang Pung Inna : kalau begitu ambillah kue ini lalu bawalah pulan 31



Pung Ati : iya, kalau begitu terima kasih banyak yah bu Pung Inna : iya sama-sama Di masyarakat Makassar, khususnya di daerah berbahasa konjo yang terletak di Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba ini memiliki sebuah kebiasaan atau kebudayaan yang apabila seseorang membantu untuk membuat atau menyediakan makanan dalam acara pesta sebut saja pernikahan, maka selalu kita akan jumpai bahwa orang yang melaksanakan pesta tersebut akan memberikan berupa kue, beras, makanan, lauk-pauk, dll. sebagai bentuk terima kasih terhadap orang yang telah membantunya membuat dan menyediakan makanan di saat pesta tersebut berlangsung. Hal tersebut juga tergambar dalam dialog di atas antara pung Ati dan pung Inna, dimana pung Inna merasa sangat senang karena telah dibantu dalam hal persiapan makanan dan sebagainya, dan oleh karena itu pung Inna mengeluarkan beberapa kata yakni inni pale’ dumpi ki erang mi amminro dimana kata tersebut bermakna sebuah perintah kepada pung Ati untuk mengambil kue darinya sebagai ungkapan terima kasih. c. Ketika melihat Adi mengenakan baju baru, Akmal langsung bertanya; Akmal



: baju beru intu kapang nu pake



Adi



: iyo



Akmal



: nai andahuko?



Adi



: pung Pottong 32



Akmal



: nabutu’ iya?



Adi



: rihattunna maing ku bissai otona, langsung nakua rinakke “allemi



inni doi’a, pahallimi ri baju” Akmal



: ohh, allellengngi pole nu bissai otona kah?



Adi



: iyo



Terjemahan bahasa Indonesia Akmal



: mungkinkah yang kamu pakai itu baju baru?



Adi



: iya



Akmal



: siapakah yang memberimu?



Adi



: pak Pottong



Akmal



: kenapa bisa?



Adi



: sesaat saya telah mencuci mobilnya, dia langsung berkata kepada



saya “ambillah uang ini dan belilah baju” Akmal



: jadi begitu, apakah kamu memang sering mencuci mobil beliau?



Adi



: iya



Dalam dialog tersebut antara Akmal dan Adi, ketika Akmal bertanya kepada Adi tentang baju baru yang ia kenakan, kemudian Adi pun menjelaskan bahwa pung Pottong memberikannya uang untuk pembeli baju. Pung Pottong adalah orang yang mobilnya sering dicuci oleh Adi, dan sebagai ungkapan terima kasihnya pung Pottong pun memberikannya sejumlah uang 33



untuk dibelikan baju. Dalam penjelasan Adi tentang bagaimana pung Pottong memberikan baju tersebut bahwa pung Pottong mengatakan allemi inni doi’a, pahalli mi ri baju, dalam kata tersebut jelas bahwa bagaimana pung Pottong mengeluarkan berupa kata perintah kepada Adi agar ia mengambil uang pemberiannya untuk dibelikan baju sebagai rasa terima kasihnya terhadap Adi. d. Pak Nuwa’ selalu membeli kebutuhan alat pancing-memancing di toko milik pak Riwang; Pak Riwang



: apa la ki halli ding Nuwa’?



Pak Nuwa



: pekang ta tallumpulo nah



Pak Riwang



: baa angngallemaki



Pak Nuwa



: sikura na tallumpulo kah?



Pak Riwang



: ruampulomo sa’bu



Pak Nuwa



: tapi sampuloji angkarua sa’bu inni kuerang



Pak Riwang



: angngalle maki intu mae, ki palla’bi mi



Pak Nuwa



: tarima kasih pale’ pung riwang



Pak Riwang



: iye’, ka kitte to’ isse’ sangnging ammalli kunni



Terjemahan bahasa Indonesia Pak Riwang



: apa yang adik Nuwa hendak beli?



Pak Nuwa



: saya ingin membeli mata pancing bapak sebanyak 30 buah 34



Pak Riwang



: kalau begitu ambillah dik



Pak Nuwa



: kira-kira berapa harganya pak?



Pak Riwang



: beli saja dengan seharga Rp. 20.000



Pak Nuwa



: tapi saya hanya membawa uang sebesar Rp. 18.000 pak



Pak Riwang



: ambillah saja dik, tambahkan lagi jumlahnya kalau mau



Pak Nuwa



: kalau begitu terima kasih banyak pak Riwang



Pak Riwang



: iya, soalnya adiklah juga yang sering belanja di toko saya



Dalam transaksi jual beli khususnya di daerah masyarakat Makassar konjo di Herlang sering kita jumpai kata-kata seperti angngalle maki intu mae, ki palla’bi mi. Kata seperti itu memang jika dilihat dari aspek strategi berjualan adalah salah satu teknik berjualan yang ampuh untuk memperbaiki hubungan antara konsumen dan produsen sehingga mampu menjadikannya pelanggan tetap. Namun jika dilihat dari sudut pandang budaya khususnya cara berterima kasih masyarakat Makassar konjo, maka kata seperti itu bisa dikategorikan sebagai ungkapan terima kasih seorang penjual kepada pembeli karena sudah mau menjadi pelanggannya untuk waktu yang cukup lama. Dan makna dalam kata itu menunjukkan sebuah kata perintah kepada si pembeli untuk mengambil dengan jumlah lebih dari yang seharusnya sebagai ungkapan terima kasihnya.



35



e. Ibu Rabaning yang merupakan warga kampung sebelah adalah orang yang biasanya sering datang ke rumah ibu Intang untuk bantu-bantu jika dirinya mengadakan pesta, dan saat ini dia sedang mengadakan pesta untuk pernikahan anaknya. Oleh sebab itu butuh banyak orang untuk bantu-bantu buat kue, masak nasi, buat lauk, dll; Ibu Intang : oo Anti antere’ko? Anti



: andeke ja ma’



Ibu Intang : lampa saiko akdwa-dawa ri pakjaganna ding Rabaning Anti



: ohh akpajagai pole do?



Ibu Intang : iyo, labuntingi intu anakna Anti



: iye’, aklampa ja intu, ka iya ji todo’ biasa ambali-baliiki punna rie’ ri haju



Ibu Intang : iyo baa, iya mi injo na ku suroko mange Anti



: iye’, anrio’a rolo



Terjemahan bahasa Indoenesia Ibu Intang : hei Anti kamu dimana? Anti



: saya ada disini mama



Ibu Intang : kalau bisa kamu pergi di acara pestanya dik Rabaning untuk membantu-bantu mereka membuat makanan dan kue Anti



: memangnya dia mengadakan pesta yah mama? 36



Ibu Intang : iya, anaknya mau menikah Anti



: iya, saya akan pergi karena dia juga sering membantu-bantu ketika kita akan mengadakan pesta juga



Ibu Intang : memang iya, itulah sesabnya saya menyuruhmu kesana untuk bantu-bantu mereka Anti



: iya, kalau begitu saya mandi dulu



Dalam budaya masyarakat Makassar konjo kita biasa melihat sebuah tindakan terima kasih dengan didasari kata balas budi. Maksud dari balas budi disini adalah sebuah ungkapan terima kasih yang juga dibalas dengan tindakan yang sama ataupun tindakan yang berbeda namun pada intinya terima kasih itu terealisasikan dengan tindakan bukan dengan ucapan kata terima kasih semata. Sebagai contoh kasus balas budi tersebut bisa kita lihat dari dialog di atas antara ibu Intang dengan anaknya yang bernama Anti. f. Mae umpaki ammuko di’ Kata seperti mae umpaki ammuko di’ (datanglah kesini lagi besok) bermakna bahwa si penutur terkesan oleh sikap rajin yang dimiliki oleh si petutur karena telah dibantu dalam suatu urusan, oleh karena itu penutur dengan hati yang ikhlas mengucapkan rasa berterima kasihnya disamping menyelipkan makna untuk mengharapkan si petutur dapat kembali ke tempatnya atau ke rumahnya. Dalam hal maksud si penutur mengharapkan si petutur dapat lagi kembali ke rumahnya untuk jalan-jalan bukan berarti maksudnya hanya sampai disitu saja, boleh jadi pada saat itu si penutur 37



menghidangkan hidangan yang spesial kepada si petutur tersebut karena telah ditolong dan sekaligus terkesan oleh sikap rajin yang dimiliki oleh si petutur tersebut. g. Maeko hampe’ ri balla’a angnganre-nganre Penggunaan kata seperti maeko hampe’ ri balla’a angnganre-nganre (saya berharap kamu dating sebentar ke rumah untuk acara makan-makan) adalah kata terima kasih yang keluar dari lisan si petutur karena pada saat itu si penutur hendak untuk meninggalkan lokasi tempat terjadinya kegiatan yang dilaksanakan oleh si petutur tanpa si petutur dan atau keluarga si petutur belum memberikan apa-apa kepada si penutur sebagai rasa terima kasih seperti halnya kue, makanan, dll. Maka oleh karena itu perwujudan dari kata terima kasih itu sendiri seharusnya tercipta ketika si penutur memenuhi panggilan dari si petutur tersebut. Ungkapan seperti ini pada umumnya tercipta jika ada acara atau kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan tenaga lebih dari 2 orang manusia, seperti halnya persiapan pernikahan, penggalian kubur, pemindahan rumah, dll.



2. Kata Mendo’akan a. Rupa’na didahumi dalle’ pakboja-boja



38



Kata seperti rupa’na didahumi dalle’ pakboja-boja (semoga Allah memberimu kelancaran rezeki dalam bekerja) adalah sebuah kata yang muncul akibat seseorang merasa ditolong dan atau karena diberikan sesuatu seperti barang misalnya yang membuat seseorang tersebut mengucapkan rasa syukurnya dengan mendo’akan si penolong agar mendapatkan rezeki dalam bekerja oleh Allah Subhaana wataala. Umumnya kata ini digunakan oleh masyarakat yang umurnya terbilang tua berkisaran 35 tahun ke atas, karena pada masa sekarang ini umumnya usia pada masa seperti itu terbilang cukup atau masih sering menggunakan bahasa lokal dan jarang sekali menggunakan bahasa Indonesia apalagi bahasa asing. b. Ibu Maya adalah salah satu pelanggan yang sering beli di toko pak H. Anwar; Ibu Maya : rie’ ja cukka botolo’ ta nu lompoa puang haji? H. Anwar : baa rie’ja andi’ Ibu Maya : ta’ sikura puang haji? H. Anwar : ta’ sampulo sa’bu andi’ Ibu Maya : ohh iye’ anngella’a pale puang Haji, angngalle to’a indomie ta se’re H. Anwar : ohh iye’ ngalle maki Ibu Maya : sikura na iyangngase puang haji? H. Anwar : sampulo mo sa’bu Ibu Maya : ihh angngura na sampulo ja sa’bu injo mie iya? 39



H. Anwar : baa, sikuamo injo ki bayara Ibu Maya : ihh haji’ ta intu pole deh pung haji, narupa’ lakburu naik umuru’ta H. Anwar : iye’ baa Terjemahan bahasa Indonesia Ibu Maya : pak haji menjual cuka botol yang besar? H. Anwar : iya ada dek Ibu Maya : berapakah harganya pak haji? H. Anwar : sepuluh ribu dek Ibu Maya : kalau begitu saya ambil satu pak haji, dan saya juga ingin ambil satu bungkus indomienya H. Anwar : oh iya ambil saja dek Ibu Maya : berapa total harganya pak haji? H. Anwar : cukup beli sepuluh ribu saja dek Ibu Maya : kenapa hanya sepuluh ribu? Jadi bagaimana dengan mienya H. Anwar : iya, tapi segitu saja kamu bayar dek Ibu Maya : pak haji memang baik, semoga pak haji memiliki umur yang panjang H. Anwar



: iya semoga saja 40



Dalam dialog tersebut antara H. Awar dan ibu Maya dimana ibu Maya mendo’akan untuk H. Anwar agar mendapatkan umur yang panjang dengan perkataan seperti narupa’ lakburu naik umuru’ta (semoga pak haji memiliki umur yang panjang). Banyak hal yang bisa diucapkan oleh petutur untuk memperlihatkan seberapa besar ia berterima kasih yakni dengan salah satunya mendo’akan agar si penutur mendapatkan umur yang panjang. c. Pung Nawang baru pulang dari laut menangkap ikan dan sedang menyandarkan kapalnya di pelabuhan. Karena kebiasaan di kampung itu, ketika ada orang yang baru pulang dari laut menangkap ikan maka akan banyak orang yang berdatangan untuk meminta ikan hasil tangkapan tersebut, salah satunya adalah Fandi; Fandi



: dahu sai’a jukutta kodong puang



Nelayan



: sampe’ loro’na



Fandi



: iye’



Sesaat kemudian Fandi



: dahuma jukutta puang



Nelayan



: inni pale’ allemi limang kaju, amminro mako nah



Fandi



: iye’, narupa’ lancaraki dalletta puang



Nelayan



: iye’, terima kasih andi’ nah



Terjemahan bahasa Indonesia



41



Fandi



: tolonglah pak kasih saya ikan



Nelayan



: tunggu dulu



Fandi



: iya



Sesaat kemudian Fandi



: sekarang kasihlah saya ikan pak



Nelayan



: ini ambillah lima ekor ikan dan pulanglah kamu segera



Fandi



: iya, semoga rezeki bapak lancar



Nelayan



: iya, terima kasih yah dek



Dalam menyampaikan rasa terima kasih memiliki banyak cara dan salah satu caranya adalah yakni dengan memanjatkan do’a kepada orang yang telah membuatnya merasa perlu untuk berterima kasih. Salah satu do’a yang paling umum diucapkan oleh seseorang kepada orang lain sebagai pengganti kata terima kasih adalah yakni dengan memanjatkan do’a kepada oang lain agar rezekinya dilancarkan oleh Allah Yang Maha Kuasa. Seperti dalam dialog yang terjadi di atas bagaimana Fandi mengucapkan do’a kepada sang nelayan dengan do’a narupa’ lancaraki dalletta puang (semoga rezeki bapak lancar) yang bermakna bahwa si Fandi berdo’a kepada Allah agar sang nelayan tersebut rezekinya diperlancar. d. Labbu nai’ umuru’nu nak di Ungkapan terima kasih memang mempunyai banyak cara untuk menyampaikannya, ada yang mengatakan pujian, mendo’akan rezeki kepada 42



orang lain, dll. Dan ada juga beberapa orang di lingkungan masyarakat Makassar konjo yang menggunakan do’a kelancaran atau penambahan umur kepada orang lain guna untuk mengekspresikan bahwa betapa besar dia berterima kasih kepada orang tersebut. Contohnya kata seperti labbu nai’ umuru’nu nak di (semoga Allah memberimu umur yang panjang nak). Ungkapan seperti ini pada umumnya dipraktekkan oleh orang yang sudah memiliki umur di atas 35 tahun dan orang yang dimintakan umur yang panjang atau penutur biasanya umurnya memiliki selisih 10 tahun bahkan lebih. Karena ungkapan terima kasih yang seperti itu biasanya diungkapkan dan dibumbui oleh unsur diluar lisan seperti halnya pergerakan tangan, dan pada umumnya ketika si petutur akan mengungkapkan kata demikian biasanya dibarengi dengan gerakan tangan yang mengelus kepala si petutur atau sambil memeluknya. Sedangkan seperti yang kita ketahui kebanyakan budaya yang ada di Indonesia dan pada khususnya di masyarakat Makassar konjo di Herlang yang dapat melakukan perbuatan seperti itu yang sambil mengelus kepala adalah seorang nenek kepada cucunya, seorang paman kepada keponakannya, seorang tetangga yang sudah berusia lanjut kepada tetangganya yang masih kecil, dll. e. Oh kuru’e sumanga’nu nai’ nak di’ Perkataan ohh kuru’e sumanga’nu nai’ nak di (semacam kata yang mengandung makna untuk memberikan penyemangat dalam mengarungi hidup) ini biasa digunakan oleh orang yang umurnya sudah terbilang tua kepada anak kecil yang dilihatnya sering membantunya dalam megerjakan 43



sesuatu hal atau biasa dikatakan sebagai anak yang rajin. Misalnya ketika dirinya sudah tidak punya banyak tenaga lagi untuk menimba air untuk mencuci pakaian maka sang anak kecil tadi lekas membantunya untuk menimba air maka biasanya orang terebut tadi akan mengucapkan “ohh kuru’e sumanga’nu nai’ nak di”. Sebenarnya kata itu lebih kepada memuji pada kebaikan anak tersebut karena penggunaanya bertepatan pada saat setelah dirinya dibantu maka kata itu lebih menunjukkan ungkapan terima kasih kepada si anak tersebut. 3. Kata Pujian a. Nai monni ana’ na akmatu-matu kamua pole Salah satu ungkapan terima kasih yang menurut pengamatan penulis dan berdasarkan wawancara yang mendalam dengan informan yang patut untuk dicatat dan disejajarkan dengan ungkapan terima kasih lainnya adalah yakni ungkapan yang berbunyi nai monni anak na akmatu-matu kamua pole (anak siapakah sebenarnya yang sangat rajin dan bisa diandalkan ini). Ungkapan tersebut jika dimaknai berdasarkan kalimatnya maka akan terlihat bermakna ungkapan pujian saja, tapi jika ditambahkan unsut konteks saat terjadinya tuturan tersebut maka tentu kata tersebut lahir berkat rasa terima kasih si petutur terhadap si penutur tersebut berkat tindakannya yang menolong si petutur dan rasa terima kasih tersebut pula dibungkus dengan pujian dengan maksud untuk membuat hati si penutur senang. Biasanya penggunaan kata tersebut diperagakaan oleh orang yang berumuran di atas 35 tahun.



44



b. Ammanna inni antama’ ana’-ana’ na usere iya Memang benar dalam menyampaikan sebuah ekspresi terima kasih bisa dengan bermacam-macam cara sesuai dengan aspek kebiasaan yang secara turun temurun diterima oleh masyarakat setempat, tak terkecuali dengan kata terima kasih seperti ammanna inni antama’ ana’-ana’ na usere iya (anak ini mengikuti sifat dari bapaknya). Sepintas kata itu jika dilihat maka sama sekali tidak ada unsur terima kasih di dalamnya, namun jika kata tersebut dikaitakan dengan waktu dan tempat pengujarannya, maka bisa dilihat bahwa kata tersebut memiliki unsur terima kasih yang terselubung. Kata seperti ini biasanya sering kita jumpai dalam hidup bermasyarakat, terkhusus di daerah masyarakat Makassar konjo Herlang bahwa kata seperti ini biasanya muncul karena faktor pujian semata dan bisa juga muncul karena faktor terima kasih namun dibalut dengan kata memuji. Maksud dari faktor kata pujian semata disini adalah bahwa didalam hidup bersmasyarakat terkhusus di daerah masyarakat Makassar konjo Herlang biasanya atau pada umumnya masyarakat setempat jika melihat seseorang yang memiliki sifat yang baik maka untuk memperlihatkan bahwa betapa orang lain sungguh kagum akan sifat yang dimiliki oleh orang tersebut maka biasanya sifat yang dimiliki oleh tersebut selalu dikaitkan dengan keluarganya dan pada umumnya pada keluarga dekatnya seperti ayah, ibu, nenek, kakek, saudara, paman, dan tante. Karena salah satu keluarganya memiliki sifat yang baik dan dianggap memiliki kesamaan dengan orang tersebut maka biasanya keluarga itulah yang akan dikaitkan dengannya, terus hal tersebut orang lain lakukan hanya semata 45



mengungkapan rasa kagumnya dan membuat orang tersebut merasa gembira akan pujian tersebut. Kemudian maksud dari terima kasih namun dibalut dengan kata memuji disini adalah biasanya masyarakat yang kagum akan sifat baik yang dimiliki oleh seseorang karena telah rela membantunya dalam sesuatu hal maka biasanya secara spontan orang yang dibantu tadi akan mengeluarkan kata-kata pujian dengan maksud ingin menyenangkan hati orang yang telah membantunya tadi. Dan biasanya kata pujian itu biasanya disangkutpautkan oleh keluarganya yang dianggap memiliki sifat yang sama dan karena itu biasanya membuat hati orang yang membantu tadi lebih senang lagi. Namun perlu kita ketahui bahwa kata pujian tadi yang bertepatan dengan tindakan orang lain yang membantunya tadi sebenarnya adalah sebuah kata yang mengandung makna terima kasih yang tersirat dan hanya bisa dipahami oleh masyarakat yang memiliki kebiasaan atau budaya yang sama.



4. Kata Janji a. Punna gassing sallo’ la ku pammaliangko motoro nah Seorang keponakan yang begitu perduli terhadap kesehatan omnya, suatu hari omnya tiba-tiba terserang penyakit lumpuh dan dengan kegigihan dan ketulusan ikhlas seorang keponakan mampu merawat omnya, bahkan menggendong dan mencucinya ketika buang air besar; Keponakan



: akrakki tattai purina? 46



Om



: iye’ nak



Keponakan



: kunni pale’ purina la ku engka’ki



Om



: ohh kodong nanu poriti kamua nak, punna gassing sallo’ la ku pammaliangko motoro nah



Keponakan



: jaki’mo purina



Om



: baa nak, iya to’ji injo ku balassangko



Keponakan



: gitte ja pale purina



Terjemahan bahasa Indonesia Keponakan



: apakah om ingin buang air besar?



Om



: iya nak



Keponakan



: kalau begitu sini biar saya saja yang angkat kamu om



Om



: ya ampun, kamu kenapa bisa rajin begini nak, nanti ketika saya nanti sembuh, saya akan membelikanmu motor.



Keponakan



: tidak usah om



Om



: tidak apa-apa nak, hanya itu yang bisa om balaskan ke kamu



Keponakan



: baiklah kalau itu memang maumu om



Dalam dialog di atas terdapat ungkapan terima kasih dengan dibalut oleh kata janji oleh karena si om (petutur) tersebut belum mampu memberikan 47



sesuatu kepada si keponakan (penutur) sebagai bentuk balas budi dan hanya mampu mengatakan punna gassing sallo’ la ku pammaliangko motoro nah. Makna dari kata tersebut seolah ingin memberitahukan atau menyampaikan pesan yang tersirat kepada si keponakan bahwa betapa sang om begitu merasa senang akan perlakuan sang keponakan dan membuatnya merasa perlu untuk membalas budinya tapi tidak cukup hanya dengan ucapan terima kasih maka sang om tadi mengutarakan janji untuk ia tepati dikemudian hari sebagai bentuk terima kasih atau balas budi. b. Jusri Imang



: bali sai’a anynyorong lopi kali : baa tajang ma



Dan setelah kapal itu selesai didorong ke laut Imang



: amminro ma dii



Jusri



: angngura na he’bere kamua amminro?



Imang



: rie’ todo’ lakuhaju bela



Jusri



: iyo pale’, punna rie’ nu haju-haju akkio’-kio’ ko di



Imang



: baa



Terjemahan bahasa Indonesia Jusri



: ayolah teman bantulah saya untuk mendorong perahu



Imang



: iya tunggu



Dan setelah kapal itu selesai didorong ke laut 48



Imang



: kalau begitu saya pulang dulu teman



Jusri



: kenapa kamu cepat sekali pulang?



Imang



: ada juga sesuatu yang saya mau kerjakan



Jusri



: iya baiklah, tapi panggil juga saya jika kamu memiliki sesuatu untuk dikerjakan



Imang



: iya



Seperti kita ketahui kebudayan yang ada di suku Bugis dan Makassar yaitu ketika seseorang mengadakan sebuah pesta yang besar, seperti halnya pesta pernikahan maka kaum hawa terutama dikalangan ibu-ibu akan saling memanggil dan berbondong untuk membantu si keluarga yang akan mengadakan pesta untuk mempersiapkan jamuan makanan pada saat hari pestanya nanti. Nah pada saat seseorang yang kemarin statusnya membantu mempunyai giliran pesta pernikahan misalnya, maka sebagai ungkapan terima kasih atau balas budi maka keluarga yang kemarin dibantu tersebut akan ikut membantu juga untuk mempersiapkan jamuan pestanya. Tapi kejadian seperti ini tidak hanya berlaku pada saat pesta saja, melainkan semua kegiatan yang di dalamnya membutuhkan tenaga menusia lebih dari dua orang, seperti halnya yang penulis rangkum dalam dialog di atas, yakni pada saat si penutur meminta bantuan si petutur untuk mendorong kapal yang baru saja selesai ke laut. Ketika si petutur akan beranjak untuk pulang, maka si penutur dengan rasa berterima kasihnya mengungkapkan perasaan itu dengan sebuah kalimat penegas yakni “punna rie’ nu haju-haju 49



akkio’-kio’ ko di”. Kata itu bermaksud sebagai kalimat penegas bahwa si penutur



akan



siap



membantu



kapan



saja



asalkan



si



petutur



memberitahukannya walau meski tidak diberitahukan si penutur akan tetap dating, namun kalimat itu bermaksud lebih dalam lagi yakni bahwa si penutur tidak ingin ketinggalan satu pun kegiatan yang dilakukan si petutur dan membutuhkan bantuan dirinya tidak ada pada saat itu. c. Sallo’pi ku traktirko Kata sallo’pi ku traktirko (nanti saya akan traktir kamu) adalah sebuah kata yang cukup lazim kita dengar didalam kehidupan bermasyarakat dan tak terkecuali pada lingkungan masyarakat Makassar konjo di Herlang ini. Sepintas jika kita lihat dari kata ini adalah sebuah kata yang pada umumnya digunakan oleh kaum muda pada salah seorang atau lebih temannya untuk lebih mengakrabkan diri saja. Namun lebih jauh kita lihat lagi, bahwa kata itu muncul bukan hanya karena dilandaskan keinginan untuk mengakrabkan diri saja, melainkan sebuah kata yang keluar karena didorong oleh faktor rasa senang dan akhirnya berterima kasih dengan cara berbalas budi, namun tidak bisa menunaikan rasa terima kasih itu dalam waktu yang bersamaan, maka rasa terima kasih itu dibalut dengan sebuah janji dengan isinya bahwa ia akan membalas perbuatannya tersebut suatu hari nanti. Rasa terima kasih yang seperti ini biasanya muncul karena si A ditraktir oleh temannya dan kemudian si A merasa senang dengan perbuatan temannya itu maka memutuskan untuk kembali mentraktir temannya tersebut suatu hari nanti. Dan rasa terima kasih yang seperti itu juga dapat muncul karena si A 50



telah ditolong oleh seorang teman atau lebih dalam hal kerjaan dan lain sebagainya, maka si A menganggap pada saat itu dan spontan saja mengucapkan kata yang demikian karena menurutnya cara seperti itu yang bisa dia lakukan untuk membalas budi temannya tersebut, namun tidak bisa dipungkiri bahwa masih ada beberapa alasan yang bisa muncul sehubungan dengan indikator kemunculan dari alasan tersebut. B. Bentuk non verbal perilaku terima kasih Bentuk non verbal terima kasih ialah segala bentuk gerakan tubuh atau biasa disebut bahasa isyarat yang diindikasikan memiliki makna terima kasih di dalamnya, data tersebut penulis urai di bawah berikut ini;



1. Peluk Perilaku terima kasih dengan menggunakan bahasa tubuh seperti pelukan memang jarang kita jumpai dalam kehidupan bermasyarakat karena kebanyakan masyarakat hanya menggunakan bahasa lisan dan juga perilaku terima kasih dengan pelukan itu juga harus bisa disesuaikan dengan konteks atau kejadian yang sedang berlangsung untuk bisa memaknai bahwa hal itu merupakan maksud terima kasih atau sekedar peluk rindu atau lain sebagainya. Untuk kategori peluk yang penulis maksud dalam penelitian ini adalah peluk yang tercipta hanya satu arah saja, yakni saat si penutur dipeluk oleh si petutur 51



bukan petutur yang dipeluk oleh si penutur dan atau bukan pula si penutur dan penutur sama-sama berinisiatif memeluk. Karena si petutur merasa sangat berterima kasih maka untuk mengungkapkan rasa terima kasih itu, akhirnya si petutur berinisiatif untuk memeluk si penutur tersebut, adakalanya pelukan tersebut diiringi dengan perasaan bangga, haru, pujian, dll. Pelukan terima kasih ini pada umumnya kita jumpai di masyarakat antara seorang nenek/kakek kepada cucunya, paman/tante kepada ponakannya, atau seseorang yang mempunyai usia yang terpaut cukup jauh dengan si penutur. 2. Mengelus-elus kepala Biasa kita jumpai dalam kehidupan bermasyarakat di suku manapun di Indonesia ini bahwa ketika seseorang ingin menyampaikan nasihat kepada orang lainnya yang memiliki usia di bawahnya, maka biasa kita lihat sebuah perilaku yang unik yakni dengan mengelus-elus kepala orang yang diberikan nasihat. Namun berdasarkan data yang dimiliki oleh penulis bahwa perilaku mengeluselus kepala itu tidak hanya dipergunakan ketika seseorang ingin memberikan nasihat kepada orang lain tapi juga bisa dengan mengungkapkan rasa terima kasih. Perilaku terima kasih mengelus-elus kepala ini biasanya terjadi karena si petutur memiliki usia yang terbilang lebih tua dibanding penutur atau orang yang dielus kepalanya tersebut. Sebagai contoh seorang nenek yang berterima kasih kepada cucunya dan dengan diikuti rasa bangga karena telah rela merawatnya dalam keadaan yang sakit-sakitan dengan ikhlas.



52



3. Mengelus pundak Hampir sama dengan perilaku terima kasih mengelus kepala, perilaku terima kasih dengan mengelus pundak adalah sebuah perilaku terima kasih yang terjadi karena adanya perbedaan usia yang cukup jauh sehingga hal tersebut terjadi. Sebagai sebuah contoh ketika seorang cucu yang membelikan kakeknya sebungkus rokok, maka kakek itu dengan keadaannya yang sudah lemah dan bersuara pun terlihat berat ia lakukan, maka dengan bahasa isyarat seperti mengelus pundak biasanya menjadi sebuah pilihan untuk mengekspresikan rasa terima kasih tersebut. Dan biasanya bahasa isyarat mengelus kepala itu juga dibarengi dengan ungkapan-ungkapan yang bermakna pujian terhadap sang cucu, sebagai contoh “na nu haji’ kamu anak”.



4. Mencium pipi Untuk mengungkapkan sebuah perasaan atau ekspresi terima kasih memang taka da batasannya selama itu merupakan sebuah kebiasaan yang diterima dalam hidup bermasyarakat. Sebagai contoh seorang anak-anak yang memiliki umur terbilang kanak-kanak atau belum baligh ketika disuruh oleh seseorang yang terbilang sudah dewasa untuk mengambil sebuah benda yang telah diperintahkan untuknya dan berhasil melaksanakan perintah tersebut sesuai dengan apa yang diperintahkan kepadanya, maka biasanya yang terjadi adalah orang dewasa tadi akan mencium pipinya karena merasa senang atau gemas terhadap kepintaran 53



anak tersebut. Jika kita perhatikan situasi pada saat itu, seharusnya itu bermaknakan terima kasih karena orang dewasa tersebut telah dibantu oleh anak kecil tadi, tapi karena alasan umur yang belum tahu apa-apa, maka orang dewasa tersebut memutuskan untuk menyampaikan rasa terima kasih itu dengan balutan kegemasannya terhadap anak-anak tersebut dengan hanya mencium pipi saja.



BAB V PENUTUP



A. Simpulan Setelah dilakukan analisis data yang telah diperoleh terhadap perilaku terima kasih bagi masyarakat konjo di kecamatan Herlang dan setelah diklasifikasikan ke dalam berbagai bentuknya masing-masing maka dapat disimpulkan sebagai berikut;



54



1. Segala bentuk ungkapan terima kasih baik itu dari segi lisan maupun dalam bentuk isyarat gerak tubuh adalah semuanya mengandung niatan baik terhadap orang yang dituju. 2. Ungkapan terima kasih memiliki banyak cara dalam hal penyampaiannya berdasarkan sesuai yang disepakati oleh masyarakat setempat yang kemudian menjadi nilai yang dapat diterima oleh masyarakat itu sendiri. 3. Tata cara penyampaian perilaku itu sendiri berbeda-beda berdasarkan umur dan status sosial seseorang. Hal tersebut penulis urai sebagai berikut; a. Untuk seseorang yang memiliki umur terbilang muda kebawah biasanya tidak mengucapkan terima kasih dan itu menjadi kebiasaan yang telah diterima dan tidak menjadi kejanggalan tersendiri dalam pandangan masyarakat tersebut. b. Untuk seseorang yang memiliki umur yang relatif muda dan memiliki pengalaman jenjang pendidikan yang cukup tinggi atau bisa kita sebut lulusan sekolah menengah ke atas biasanya mengutarakan ekspresi terima kasih dalam bentuk ucapan. Dan kebanyakan menggunakan leksikal terima kasih itu sendiri dan hanya beberapa menggunakan ucapan terima kasih yang tersirat. c. Untuk seseorang yang memiliki umur dewasa atau seseorang yang memiliki umur antara 30-45 tahun dan hanya lulusan sekolah menengah pertama kebawah biasanya menggunakan ucapan terima kasih dengan cara yang tersirat dimana kemudian hal itu dapat diterima oleh masyarakat setempat. 55



d. Untuk seseorang yang memiliki umur dewasa atau seseorang yang memiliki umur antara 30-45 tahun dan memiliki pengalaman pendidikan lulusan sekolah menengah keatas biasanya menggunakan ucapan terima kasih dengan leksikal kata terima kasih itu sendiri. e. Untuk seseorang yang memiliki umur yang terbilang tua atau yang memiliki umur diatas 45 tahun biasanya menggunakan ungkapan terima kasih tersirat dan beberapa lagi menggunakan bahasa isyarat yang mengandung makna terima kasih. Dan hanya sedikit sekali yang menggunakan leksikal kata terima kasih itu sendiri dikarenakan di kecamatan Herlang seseorang yang memiliki pendidikan tinggi pada usia 45 tahun sangat sedikit ditemukan. B. Saran Adapun saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini masih memiliki keterbatasan dan kelemahan karena keterbatasan waktu dan ruang lingkup penelitian yang masih terlalu sempit dan bisa saja masih ada aspek-aspek yang dimana penulis tidak dapat melihatnya sewaktu berada di lokasi penelitian. Oleh karena itu, disarankan agar penelitian ini sejenis dapat dilanjutkan dengan observasi partisipatif yang lebih lama yang kemudian dapat melihat segala aspek bentuk perilaku terima kasih bagi masyarakat Makassar konjo itu sendiri dan segala indikator yang dapat mempengaruhinya. 2. Diharapkan pula kepada penutur bahasa Makassar konjo khususnya generasi muda untuk tetap melestarikan penggunaan perilaku penyampaian terima kasih 56



itu sendiri sehingga kebiasaan yang unik ini tetap terjaga hingga waktu yang lebih lama sebagai identitas tersendiri bagi masyarakat Makassar konjo.



\



Daftar Pustaka



Langgole, Nurdin. 1988. Aspek Pragmatik Dalam Bahan Pelajaran Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi: Suatu Studi Kasus. Ujung Pandang: Universitas Hasanuddin. Rustam. 1993. Bahasa Iklan Majalah Tempo Suatu Tinjauan Pragmatik. Ujung Pandang: Universitas Hasanuddin. Gusnawaty. 2011. Perilaku Kesantunan Dalam Bahasa Bugis: Analisis Sosiopragmatik. Makassar: Universitas Hasanuddin. Sugira, Wahid. 2010. Manusia Makassar. Makassar: Pustaka Refleksi. Tsu, Bunjiro. 2011. “Ucapan Terima Kasih Dalam Berbagai Bahasa Daerah” (Online) (www.boy-resofilt.blogspot.co.id., diakses pada tanggal 19 Mei 2016). ANONIM. 2010. “Terima Kasih Dalam Berbagai Bahasa” (Online) (www.pengetahuanumum.wordpress.com., diakses pada tanggal 19 Mei 2016). 57



Maknun, Tadjuddin. ----. Makassar Bukan Bugis Makassar. Artikel (pdf). Makassar: Universitas Hasanuddin. ANONIM. 2016. “Kabupaten Bulukumba”. (Online) (www.wikipedia.org/wiki/., diakses pada tanggal 19 Mei 2016). Marzali, Amri.2005. Antropologi dan Pembangunan Indonesia, Kencana, Jakarta. Koentjaraningrat, 1990. Pengantar Ilmu Antropologi, PT Rineka Cipta. David, Kaplan, 1999, Teori Budaya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Kontjaraningrat, 1990, Pengantar Ilmu Antropologi, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Spradley, James P. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: PT Tiara Wacana. Dwiyanto, Djoko. “Metode Kualitatif: Penerapannya Dalam Penelitian”, diunduh dari www.inparametric.com Creswell, J. W. 1998. Qualitatif Inquiry and Research Design. Sage Publications, Inc: California. Dundes, A, 1965, The Study Foklor, Englewood Cliffs, prentice – hall I. O. Ihromi, 2000, Pokok-pokok Antropologi Budaya, Yayasan Obor Indonesia Bereman, G. D., 1968, Etnography: Method and Products Introduction to Cultural Antropology, J.A. Clitun, editor. Buston, Hungton Miflin Company, hlm. 337-373. Bungin, B. 2007. Penelitian Kualitatif. Prenada Media Group: Jakarta. Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. PT Rajagrafindo Persada: Jakarta. Mulyana, Deddy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.



58



LAMPIRAN I 1. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 2. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 3. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 4. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 5. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara



: Hatang : 80 tahun : Laki-laki : SD : Petani : 9 Agustus 2016 : Cora : 80 tahun : Laki-laki : SD : Petani : 9 Agustus 2016 : Masadding : 60 tahun : Laki-laki : SD : Petani : 9 Agustus 2016 : Mappiaro’ : 53 tahun : Laki-laki : SD : Petani : 9 Agustus 2016 : Empa’ : 50 tahun : Laki-laki : SD : Petani : 14 Agustus 2016 59



6. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 7. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 8. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 9. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 10. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 11. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 12. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin



: Ma’du : 49 tahun : Laki-laki : SD : Petani : 14 Agustus 2016 : Bento : 52 tahun : Laki-laki : SD : Pengrajin : 14 Agustus 2016 : Loi : 66 tahun : Laki-laki : SD : Petani : 14 Agustus 2016 : Maliana : 72 tahun : Perempuan : SD : Pengangguran : 23 Agustus 2016 : Salma : 40 tahun : Perempuan : SD : Pedagang : 23 Agustus 2016 : Sida : 43 tahun : Perempuan : SD : Pedagang : 23 Agustus 2016 : Adi : 22 tahun : Laki-laki 60



Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 13. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 14. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 15. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 16. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 17. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 18. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 19. DATA INFORMAN



: SMA : Nelayan : 2 September 2016 : Akmal : 26 tahun : Laki-laki : Sarjana : Di perusahaan swasta : 2 September 2016 : Anti : 24 tahun : Perempuan : Sarjana : Perawat : 2 September 2016 : Riwang : 19 tahun : Laki-laki : SMP : Nelayan : 2 September 2016 : Nuwa’ : 34 tahun : Laki-laki : SMP : Pengusaha ikan : 8 September 2016 : Saldi : 25 tahun : Laki-laki : SMA : Pelayaran : 8 September 2016 : Rezki : 22 tahun : Laki-laki : SMA : Pengangguran : 20 September 2016 61



Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 20. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 21. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 22. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 23. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 24. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 25. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan



: Manrapa’ : 24 tahun : Laki-laki : SD : Nelayan : 20 September 2016 : Reza : 18 tahun : Laki-laki : SMA : Pelajar : 20 September 2016 : Lidya : 24 tahun : Perempuan : Sarjana : Pengangguran : 20 September 2016 : Ramli : 54 tahun : Laki-laki : Magister : Kepala sekolah SMP : 29 September 2016 : Andi Pengerang : 50 tahun : Laki-laki : Sarjana : Kepala sekolah SD : 29 September 2016 : Hj. Rosmiati : 36 tahun : Perempuan : Sarjana : Guru : 29 September 2016 : Sade’ : 34 tahun : Laki-laki : Sarjana 62



Pekerjaan Tanggal Wawancara 26. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 27. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 28. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 29. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 30. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara 31. DATA INFORMAN Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tanggal Wawancara



: Guru : 29 September 2016 : Nompo’ : 38 tahun : Laki-laki : SMP : Pengusaha ikan : 8 Oktober 2016 : Agus : 47 tahun : Laki-laki : SMP : Sopir : 8 Oktober 2016 : Sangkala’ : 24 tahun : Laki-laki : SD : Nelayan : 8 Oktober 2016 : Ica’ : 27 tahun : Laki-laki : SMA : Nelayan : 9 Oktober 2016 : Damming : 23 tahun : Laki-laki : SD : Nelayan : 9 Oktober 2016 : Jombe : 25 tahun : Laki-laki : SMA : Tukang bangunan : 9 Oktober 2016



63