Etnomatematika Dalam Songke Manggarai [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HALAMAN JUDUL



IDENTIFIKASI ETNOMATEMATIKA PADA MOTIF KAIN TENUN SONGKE MANGGARAI



Dipresentasikan dalam Seminar Guru Seminari Pius XII Kisol



Oleh



Tim Rumpun MIPA Pilipus Yudianto Tatu, S.Pd.



SEMINARI MENENGAH PIUS XII KISOL 2019



i



PRAKATA Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmatNya, sehingga guru rumpun MIPA Seminari Pius XII Kisol dapat menyelesaikan tulisan yan berjudul “Identifikasi Etnomatematika pada Motif Kain Tenun Songke Manggarai” dapat diselesaikan. Dalam penyusunan tulisan ini, penulis banyak mendapat bantuan berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam – dalamnya kepada lembaga Seminari Pius XII Kisol sebagai pengelenggara Seminar Guru Seminari Pius XII Kisol, Kepala Sekolah SMP/SMA Seminari Pius XII Kisol yang telah memberikan kesempatan kepada Rumpun MIPA, kepada guru rumpun MIPA yang dengan caranya masing – masing telah membantu dalam mennyelesaiakan tulisan ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang kontruktif demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semuan pihak.



Kisol,



November 2019



Tim Penulis



ii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...................................................................................................................i PRAKATA.................................................................................................................................ii DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1 1.1



Latar Belakang.............................................................................................................1



1.2



Rumusan Masalah.......................................................................................................3



1.3



Tujuan Penulisan.........................................................................................................3



1.4



Manfaat Penulisan.......................................................................................................3



1.5



Batasan Masalah..........................................................................................................3



BAB II KAJIAN TEORI............................................................................................................4 2.1



Etnomatematika...........................................................................................................4



2.2



Kain Tenun Songke.....................................................................................................7



2.3



Konsep Matematika...................................................................................................10



BAB III PEMBAHASAN........................................................................................................13 3.1



Konsep Geometri dalam Motif Kain Songke...........................................................13



3.2



Pembahasan...............................................................................................................16



BAB IV PENUTUP.................................................................................................................18 4.1



Kesimpulan................................................................................................................18



4.2



Saran..........................................................................................................................18



DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................20



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis Indonesia dikenal sebagai salah satu Negara kepulauan. Hal ini menyebabkan Indonesia memiliki berbagai macam kebudayaan yang berbeda. Mulai dari bahasa, tarian, lagu daerah sampai pakaian adat. Begitu pula dengan pulau Flores, yang merupakan salah satu pulau yang masuk dalam wilayah administrasi Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pulau Flores sendiri terbagi dalam 8 kabupaten berbeda, yaitu kabupaten Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur, Ngada, Nagekeo, Ende, Sikka, dan Flores Timur. Dari 8 kabupaten tersebut, tradisi dan kebudayaannya pun berbeda - berbeda. Namun terdapat satu tradisi yang sama yaitu tradisi menenun. Bagi masyarakat Flores, menenun menjadi kekuatan keterampilan yang telah diwariskan semenjak dahulu kala oleh nenek moyang (Rosary, 2019). Menenun sendiri merupakan suatu proses menghasilkan barang berupa kain atau sarung dari bahan – bahan tertentu yang dapat dibuat menjadi benang, dimana kemudian benang tersebut dipintal menggunakan teknik dan alat tertentu. Produk dari proses menenun tersebut biasa dikenal dengan sebutan kain tenun. Kain tenun mempunyai corak atau motif berbeda untuk setiap daerahnya. Keragaman tersebut merupakan bentuk pengejawantahan simbol – simbol yang merepresentasikan etnis, adat, serta hal lainnya dari keseharian masyarakat [ CITATION Kem19 \l 14345 ]. Misalnya di Manggarai, kain tenunnya kebanyakan berwarna hitam, karena menurut kepercayaan Manggarai, warna tersebut menunjukkan kebesaran dan keagungan orang Manggarai, dan motif kain tenunnya didominasi oleh bentuk seperti bunga, bintang, atau hewan tertentu seperti ranggong (laba – laba). Penggunaan motif tersebut pun mempunyai makna masing – masing, motif bunga menggambarkan bahwa orang Manggarai sebagai bunga kecil tetapi



1



indah dan mampu memberi hidup serta hidup ditengah kefanaan, motif bintang berkaitan dengan harapan yang sering dikumandangkan dalam doa, dan motif ranggong (laba – laba) yang melambangkan kejujuran dan kerja keras. Menenun yang merupakan salah satu bentuk dari kebudayaan masyarakat, sebenarnya tidak lepas dari yang namanya matematika. Menurut Bishop [ CITATION Syl17 \l 14345 ], matematika merupakan suatu bentuk budaya, yang sesungguhnya telah terintegrasi dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat, tidak terkecuali menenun. Dibalik pengetahuan budaya yang melingkupinya, budaya menenun dipandang memiliki karakteristik – karakteristik matematika. Jika diperhatikan, motif dalam kain tenun mengandung sifat – sifat keteraturan atau berpola, serta sentuhan motif dengan menggunakan prinsip geometris. Keteraturan atau pola dan prinsip geometris tersebut merupakan salah satu bagian dari karakteristik dalam matematika. Lebih lanjut, hubungan matematika dan budaya biasa dikenal dengan istilah etnomatematika. Wahyuni, T, & Sani (2017) mengatakan bahwa salah satu yang dapat menghubungkan antara budaya dan matematika tersebut adalah etnomatematika. Secara singkat etnomatematika berarti matematika dalam budaya. Etnomatematika adalah suatu ilmu yang digunakan untuk memahami bagaimana matematika diadaptasi dari sebuah budaya. Istilah etnomatematika pertama kali diperkenalkan oleh D’Ambrosio seorang matematikawan dari Brasil pada tahun 1977. Objek etnomatematika merupakan objek budaya yang mengandung konsep matematika pada suatu masyarakat tertentu. Objek tersebut dapat berupa permainan tradisional, kerajinan tradisional, artefak, dan aktivitas (tindakan) yang berwujud kebudayaan [ CITATION Bis94 \l 14345 ]. Salah satu kerajinan tradional yang termasuk dalam objek etnomatematika adalah kain tenun.



2



Berdasarkan



uraian



diatas,



penulis



merasa



tertarik



untuk



mengidentifikasi



etnomatematika yang terdapat dalam kain tenun Manggarai. Maka dari itu, penulis mengambil judul “Identifikasi Etnomatematika pada Motif Kain Tenun Songke Manggarai”. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa saja unsur – unsur matematika yang dapat ditemukan dalam motif kain songke Manggarai? 1.3 Tujuan Penulisan 1. Mengidentifikasi unsur – unsur matematika dalam motif kain songke Manggarai. 1.4 Manfaat Penulisan Secara umum tulisan ini diharapkan: 1. Dapat memberikan penjelasan mengenai etnomatematika dalam budaya Manggarai, khususnya mengenai tenun songke. 2. Dapat memberikan pengalaman secara langsung untuk siswa dalam memahami beberapa konsep geometri dalam matematika dengan pendekatan budaya. 1.5 Batasan Masalah Pada tulisan ini isi pembahasan hanya terbatas pada unsur – unsur konsep geometri pada motif kain tenun songke Manggarai .



3



BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Etnomatematika



2.1.1Pengertian Etnomatematika Istilah



ethnomathematics



yang



selanjutnya



disebut



etnomatematika



diperkenalkan oleh D’Ambrosio, seorang matematikawan Brasil pada tahun 1977. Menurut D’Ambrosio, awalan “ethno” pada kata ethnomathematics diartikan sebagai sesuatu yang sangat luas yang mengacu pada konteks sosial budaya, termasuk bahasa, jargon/slogan, kode perilaku, mitos, dan simbol. Kata dasar “mathema” berarti menjelaskan, mengetahui, memahami, dan melakukan kegiatan seperti pengkodean, mengukur, mengklasifikasi, menyimpulkan, dan pemodelan/mendesain. Sedangkan akhiran “tics” berasal dari techne, dan bermakna sama seperti teknik. Jadi etnomatematika memiliki pengertian lebih luas dari hanya sekedar ethno, maka secara bahasa etnomatematika dapat didefinisikan sebagai antropologi budaya dari matematika dan pendidikan matematika (culture antropologi of mathematics) [ CITATION Mil11 \l 14345 ] . Lebih lanjut D'Ambrosio (1985) menyatakan bahwa



ethnomathematics is used to express the relationship between culture and mathematics. Etnomatematika dapat diartikan pula sebagai suatu pernyataan untuk menunjukkan hubungan diantara budaya (kebudayaan) dan matematika, bahwa keduanya berkaitan satu sama lain. Barton [ CITATION Mil11 \l 14345 ] menyampaikan bahwa etnomatematika menyelidiki cara – cara pada suatu kelompok budaya yang berbeda dalam memahami, mengartikulasikan, dan menerapkan konsep serta praktek yang diidentifikasi sebagai praktek matematika. Borda [ CITATION Mil11 \l 14345 ] menyampaikan bahwa 4



etnomatematika merupakan suatu jalan atau cara di mana ide (konsep) matematika dipakai dalam menjalankan setiap aspek dalam kehidupan suatu budaya. Sedangkan menurut Wahyuni (2017), etnomatematika adalah bentuk matematika yang dipengaruhi atau didasarkan budaya. Etnomatematika dapat diartikan sebagai matematika yang dipraktikkan oleh kelompok budaya, seperti masyarakat perkotaan dan pedesaan, kelompok buruh, anak-anak dari kelompok usia tertentu, masyarakat adat, dan lainnya. Berdasarkan beberapa pengertian dari etnomatematika tersebut, dapat disimpulkan bahwa etnomatematika merupakan suatu pendekatan yang dapat dipakai untuk mengkaji bagaimana konsep dalam matematika di praktikan dalam budaya suatu masyarakat tertentu. 2.1.2



Aktivitas pada Etnomatematika D’Ambrosio menyatakan bahwa tujuan dari adanya etnomatematika adalah



untuk mengakui bahwa ada cara-cara berbeda dalam melakukan matematika dengan mempertimbangkan pengetahuan matematika akademik yang dikembangkan oleh berbagai sektor masyarakat serta dengan mempertimbangkan modus yang berbeda, di mana budaya yang berbeda merundingkan praktek matematika mereka (cara mengelompokkan, berhitung, mengukur, merancang bangun atau alat, bermain dan lainnya). Bentuk aktivitas masyarakat yang bernuasa matematika yang bersifat operasi hitung yang dipraktikkan dan berkembang dalam masyarakat seperti cara-cara menjumlah, mengurang, membilang, mengukur, menentukan lokasi, merancang bangunan, jenis-jenis permainan yang dipraktikkan anak-anak, serta bahasa yang diucapkan. Simbol-simbol tertulis, gambar dan benda-benda fisik merupakan gagasan matematika yang mempunyai nilai matematika dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat. Menurut Sirate (2011) ada beberapa aktivitas



5



etnomatematika, diantaranya adalah aktivitas membilang, mengukur, aktivitas membuat rancang bangun, aktivitas menentukan lokasi, aktivitas bermain, dan aktivitas menjelaskan.



1. Aktivitas Membilang



Aktivitas membilang berkaitan dengan pertanyaan “berapa banyak”. Unsur pembentuk aktivitas membilang seperti medianya batu, daun, atau bahan alam lainnya. Aktivitas membilang umumnya menunjukkan aktivitas penggunaan dan pemahaman bilangan ganjil dan genap serta lainnya.



2. Aktivitas Mengukur



Aktivitas



mengukur



berkaitan



dengan



pertanyaan



“berapa”.



Pada



etnomatematika akan sangat sering ditemui alat ukur tradisional seperti potongan bambu dan ranting pohon. Namun umumnya masyarakattradisional menggunakan tangannya sebagai alat ukur paling praktis dan efektif.



3. Aktivitas Menentukan Lokasi



Banyak konsep dasar geometri yang diawali dengan menentukan lokasi yang digunakan untuk rute perjalanan, menentukan arah tujuan atau jalan pulang dengan tepat dan cepat. Penentuan lokasi berfungsi untuk menentukan titik daerah tertentu. Umumnya masyarakat tradisional menggunakan batas alam sebagai batas lahan, penggunaan tanaman tahunan masih sering digunakan sebagai batas lahan.



6



4. Aktivitas Membuat Rancang Bangun



Gagasan lain dari Etnomatematika yang bersifat universal dan penting adalah kegiatan membuat rancang bangun yang telah diterapkan oleh semua jenis budaya yang ada. Jika kegiatan menentukan letak berhubungan dengan posisi dan orientasi seseorang di dalam lingkungan alam, maka kegiatan merancang bangun berhubungan dengan semua benda-benda pabrik dan perkakas yang dihasilkan budaya untuk keperluan rumah tinggal, perdagangan, perhiasan, peperangan, permainan, dan tujuan keagamaan. Menurut Bishop, aktivitas ini dapat dijumpai disekitar kita, misalkan bentuk atap yang beraneka ragam, bangunan tinggi dan rendah, pola – pola yang kita jumpai dalam kain diberbagai tempat, dan sebagainya.



5. Aktivitas Bermain



Aktivitas bermain yang dipelajari dalam etnomatematika adalah kegiatan yang menyenangkan dengan alur yang mempunyai pola tertentu serta mempunyai alat dan bahan yang mempunyai keterkaitan dengan matematika.



6. Aktivitas Menjelaskan



Membuat penjelasan merupakan kegiatan yang mengangkat pemahaman manusia



yang



berkaitan



dengan



pengalaman



yang



diperoleh



dari



lingkungannya yang berkenaan dengan kepekaan seseorang dalam membaca gejala alam. Dengan demikian Aktivitas lingkungan yang ada senantiasa menggunakan bilangan. Dalam matematika, penjelasan berkaitan dengan



7



“mengapa” bentuk geometri itu sama atau simetri, mengapa keberhasilan yang satu merupakan kunci keberhasilan yang lain, dan beberapa gejala alam di jagad raya ini mengikuti hukum matematika. Dalam menjawab pertanyaan ini digunakan simbolisasi, misalnya dengan bukti nyata. 2.2 Kain Tenun Songke



Kain tenun (lipa/towe)



songke



merupakan salah satu jenis kain yang



mempunyai ciri khas tersendiri atau pembeda dengan kain tenun masyarakat lain yang ada di masyarakat Manggarai. Motif lipa songke mempunyai warna dasar hitam (miteng) dan di variasi dengan warna-warna lain antara lain: putih (bakok), merah (ndereng) hijau (ta’a) dan lain sebagainya. Warna dasar hitam pada motif kain songke di yakini mempunyai nilai dan syarat makna tertentu. Secara filosofis Warna hitam menunjukan kebesaran atau keagungan orang Manggarai. Masyarakat Manggarai sering menggunakan kain songke dalam upacaraupacara adat orang Manggarai seperti: doa (tudak), acara syukuran (penti), tarian caci dan upacara adat lainnya. Bagi orang Manggarai kain songke juga sering di pakai sebagai pemberian antar keluarga dalam upacara peminangan perempuan seperti acara wagal. Bahkan sekarang kain songke dijadikan salah satu pakaian resmi dalam bentuk baju rompi sekolah mulai dari tingkat PAUD, SD dan sekolah menengah wilayahwilayah tertentu yang berada di Manggarai. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat Manggarai dan kain songke merupakan dua hal yang tak terpisakan melainkan satu bagian yang selalu hadir dalam aspek kehidupan sosial masyarakat. Kain songke Manggarai memiliki beragam motif dan ciri khas tertentu yang menampilkan makna sesuai budaya masyarakat Manggarai. a. Motif Ntala 8



Gambar 1 Motif Ntala



Ntala berarti bintang. Motif ntala terkait erat dengan salah satu filososfi lokal masyarakat Manggarai ‘uwa haeng wulang, langkas haeng ntala’ yang secara harafiah berarti bertumbuh sampai ke bulan dan tinggi menggapai langit. Ungkapan ini mengambarkan harapan atau cita-cita yang begitu tinggi dalam hidupnya. Dalam ungkapan atau doa (tudak/idik) tersebut untuk memohon kesehatan, panjang umur dan harapan kesuksesan dalam hidup. Motif ntala menampilkan harapan mereka supaya doa tersebut senantiasa sampai kepada Tuhan yang maha pencipta (Mori jari agu dedek) b. Motif Jok



Gambar 2 Motif Jok



Motif jok merupakan motif dasar yang menunjukkan salah satu jati diri orang Manggarai. Jok melambangkan persatuan dalam masyarakat Manggarai, baik persatuan dengan Tuhan sang pencipta (Mori Jari Dedek), sesama manusia, maupun persatuan dengan alam sekitarnya. Motif jok erat kaitannya dengan bentuk rumah adat orang Manggarai (mbaru niang) dan model lodok yang berarti titik pusat dalam sistem pembagian tanah orang Manggarai. c. Motif wela kaweng



Gambar 3 Motif wela kaweng



Wela berati bunga sedangkan kaweng sejenis tumbuhan yang di manfaatkan orang Manggarai sebagai salah satu bahan obat tradisional. Motif wela kaweng menunjukan hubungan saling ketergantungan antara manusia dengan alam sekitar. d. Motif Ranggong



9



Gambar 4 Motif Ranggong



Ranggong berarti laba-laba. Motif ranggong melambang kejujuran dan kerja keras dalam kehidupan masyarakat Manggarai. Laba-laba selalu tekun dan ulet dalam membuat jaring yang transparan sebagai sarang tempat tinggalnya. Hal ini mengingatkan kita untuk senantiasa bekerja keras dan jujur dalam menjalani hidup di dunia ini. e. Motif Mata Manuk Motif mata manuk atau mata ayam menampilkan makna yang berhubungan dengan mata sang pencipta “Mori jari agu dedek”, artinya Tuhan mampu melihat hingga ceruk paling gelap sekalipun. Perbuatan manusia tidak ada yang luput dari pengamatanNya.



Dalam kepercayaan orang Manggarai ayam dijadikan sebagai



sarana penyembahan kepada sang pencipta atau para leluhur dan jug adalam ritus adat lainnya.



Gambar 5 Motif Mata Manuk



f. Motif wela Runu



Gambar 6 Motif weka runu



Wela runu sejenis tumbuhan bunga yang yang berukuran kecil. Motif ini menampilkan keindahan kebersamaan orang Manggarai/keharmonisan, saling menghargai satu sama yang lainnya. Jangan meremehkan atau merendahkan orang lain dari segi fisik, karena setiap orang akan memberikan arti yang besar bagi sesama. g. Motif su’i



10



Gambar 7 Motif Su’i



Motif ini selalu ada dalam setiap kain songke yang berupa garis-garis untuk memberi batas antara satu motif dengan motif lainnya. Motif sui melambangkan segala sesuatu yang memiliki akhir. Motif su’i juga mengandung makna dalam kehidupan sosial masyarakat Manggarai yang mempunyai batasan-batasan tertentu berupa aturan adat dan tradisi yang diwariskan secara turun temurun. 2.3 Konsep Matematika



2.3.1 Pengertian Matematika Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar) [ CITATION r \l 1057 ]. Menurut James dan James (1976) matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep - konsep yang berhubungan satu dengan lainnya. Matematika terbagi dalam tiga bagian besar yaitu aljabar, analisis dan geometri. Tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa matematika terbagi menjadi empat bagian yaitu aritmatika, aljabar, geometris dan analisis dengan aritmatika mencakup teori bilangan dan statistika. Lalu Johnson dan Rising mendefinisikan matematika sebagai pola berpikir, pola mengorganisasikan, dan pembuktian yang logis. Sedangkan menurut Reys, dkk (1984) matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu 11



bahasa dan suatu alat. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut,dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu tentang bagaimana berpikir secara logis dan sistematis.



2.3.2 Cabang Ilmu Matematika



Secara garis besar, matematika dibagi dalam beberapa cabang, antara lain :



1. Aritmatika



Aritmatika adalah cabang ilmu dari matematika yang paling banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari – hari. Aritmatika merupakan cabang matematika yang mempelajari operasi dasar bilangan, seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, persen, pemangkatan, dan sebagainya.



2. Geometri



Kata geometri berasal dari bahasa Yunani, geo, greek yang berarti bumi dan metro yang berarti pengukuran. Sehingga geometri lebih dikenal dengan ilmu mengukur. Geometri merupakan cabang ilmu matematik yang membahas tentang sifat dan hubungan antara titik, garis, bidang, dan ruang serta pengukuran – pengukurannya.



3. Aljabar



12



Aljabar berasal dari Bahasa Arab al-jabr yang berarti pengumpulan bagian yang rusak. Aljabar adalah cabang ilmu matematika yang mempelajari simbol – simbol matematika dan aturan untuk memanipulasi simbol – simbol tersebut.



4. Trigonometri



Trigonometri berasal dari bahasa Yunani trigonon yang berarti tiga sudut dan metron yang berarti mengukur. Trigonometri adalah cabang ilmu matematika yang mempelajari hubungan yang meliputi panjang dan sudut segitiga.



5. Kalkulus



Kata kalkulus berasal dari bahasa Latin calculus yang berarti batu kecil untuk menghitung. Kalkulus mencakup limit, turunan, integral dan deret tak hingga. Kalkulus mempunyai aplikasi yang luas dalam bidang – bidang sains, ekonomi, dak teknik. Contohnya mengenai kecepatan dan percepatan.



6. Statistik



Cabang ilmu ini mempelajari tentang teknik pengumpulan, pengolahan dan penyajian data. Ilmu ini sangat bermanfaat dalam melakukan penelitian yang melibatkan angka.



13



BAB III PEMBAHASAN 3.1 Konsep Geometri dalam Motif Kain Songke Berdasarkan identifikasi yang telah dilakukan, peneliti menemukan bahwa beberapa motif pada kain tenun songke Manggarai memunculkan konsep matematika yang teridentifikasi sebagai konsep geometri bidang datar seperti garis lurus, garis sejajar, simetri lipat, segitiga dan belah ketupat. Konsep – konsep geometri tersebut dapat ditemukan dalam motif ntala, motif jok, motif wela kaweng, motif ranggong, motif wela runu dan motik su’i yang diidentifikasi oleh penulis sebagai berikut: 1. Motif Ntala Dalam motif ntala, konsep geometris yang terlihat adalah geometri dimensi dua berupa bangun datar segitiga. Motif segitiga teridentifikasi dari gambar motif yang terbentuk dari 3 garis lurus. Dalam motif ntala, bangun segitiga disusun sedemikian rupa sehingga membentuk motif yang menyerupai bintang, untuk lebih jelas perhatikan gambar berikut:



Gambar 8 Konsep Segitiga pada motif ntala



2. Motif jok Pada motif jok, konsep geometris yang nampak adalah adanya simetri lipat. Secara sederhana simetri lipat dapat dijelaskan sebagai suatu garis pada bangun datar yang jika dilipat menjadi 2 bagian, maka setengah bangun datar akan tepat menutupi



14



setengah bangun yang lain. Banyaknya simetri lipat sama dengan banyaknya sumbu simetri pada bangun itu. Perhatikan gambar :



Gambar 9 Motif Jok



3. Motif wela kaweng Sama halnya dengan motif jok, dalam motif wela kaweng konsep geometri yang teridentifikasi adalah simetri lipat. Nampak pada gambar, bahwa pada motif wela kaweng, terdapat 2 simetri lipat.



Gambar 10 Konsep simetri lipat pada motif wela kaweng



4. Motif Ranggong Motif ranggong berbentuk menyerupai laba – laba. Pada motif ranggong unsur geometri yang teridentifikasi adalah mengenai simetri lipat. Dari gambar terlihat bahwa terdapat 2 simetri lipat.



Gambar 11 Konsep simetri lipat pada motif ranggong



15



5. Motif Mata Manuk Pada motif mata manuk, konsep geometri yang teridentifikasi adalah konsep bangun datar segiempat yaitu belah ketupat. Belah ketupat mempunyai 4 sisi dimana 4 sisinya sama panjang. Perhatikan gambar berikut:



Gambar 12 Konsep belah ketupat motif Mata Manuk



6. Motif Wela runu Dalam motif wela runu, teridentifikasi konsep geometri mengenai simetri lipat. Dalam motif wela runu terdapat 4 simetri lipat, hal tersebut dapat di lihat dari gambar berikut:



Gambar 13Konsep simetri lipat pada motif Wela runu



7. Motif su’i Konsep geometri yang dapat ditemukan dalam motif su’i dapat diidentifikasi sebagai konsep garis lurus. Selain itu, dapat diidentifikasi pula konsep garis sejajar pada motif ini. Dua garis dikatakan sejajar jika tidak terdapat titik potong dan terdapat dalam satu bidang. Perhatikan gambar berikut:



16



Gambar 14 Konsep garis pada motif Su'i



3.2



Pembahasan Berdasarkan identifikasi unsur geometri pada motif kain songke yang telah



dilakukan dapat disimpulkan bahwa unsur geometri yang paling banyak terdapat adalah mengenai konsep simetri lipat. Konsep simetri lipat dapat ditemukan dalam motif jok, ranggong, Wela Kaweng, dan Wela Runu. Simetri lipat dijelaskan sebagai suatu garis pada bangun datar yang jika dilipat menjadi 2 bagian, maka setengah bangun datar akan menutupi setengah bangun yang lain. Pada motif jok terdapat satu simetri lipat, pada motif ranggong dan wela kaweng terdapat 2 simetri lipat sedangkan pada motif wela runu terdapat 4 simetri lipat. Unsur geometri lain yang terdapat dalam motif songke Manggarai adalah konsep geometri mengenai bangun datar, yaitu bangun datar segitiga dan segiempat. Bangun datar segitiga adalah bangun datar yang dibatasi 3 buah sisi, sedangkan segiempat adalah bangun datar yang dibatasi oleh empat sisi. Bangun datar segitiga dapat ditemukan pada motif ntala, sedangkan untuk bangun datar segiempat, segiempat yang teridentifikasi adalah belah ketupat. Belah ketupat sendiri termasuk dalam bidang datar segiempat, karena dibentuk oleh 4 sisi, dimana 4 sisinya sama panjang. Unsur belah ketupat tersebut ditemukan dalam motif mata manuk. Selain unsur geometri mengenai simetri lipat dan bangun datar, terdapat pula konsep geometri mengenai garis. Lebih khusus mengenai garis yang sejajar. Dua garis 17



atau lebih dikatakan sejajar jika garis tersebut tidak mempunyai titik potong dan berada satu bidang. Unsur tersebut dapat dilihat dalam motif su’i. Dalam satu kain songke, terdapat lebih dari satu motif su’i, dan motif tersebut dibuat saling sejajar satu sama lain. Secara keseluruhan, motif – motif yang ada pada kain songke Manggarai sebenarnya memuat unsur – unsur matematika yang berkaitan dengan sumbu simetri dan pencerminan. Hal ini terlihat jika kita memandang kain songke secara utuh, motif – motif yang ada merupakan pengulangan sama.



18



BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Berdasarkan identifikasi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa, dalam songke Manggarai teridentifikasi adanya konsep matematika. Hal ini terlihat dari motif pada kain tenun songke yang teridentifikasi konsep matematika yaitu mengenau unsur geometri. Unsur - unsur geometri yang paling banyak terdapat adalah mengenai konsep simetri lipat. Konsep simetri lipat dapat ditemukan dalam motif jok, ranggong, Wela Kaweng, dan Wela Runu. Unsur geometri lain yang terdapat dalam motif songke Manggarai adalah konsep geometri mengenai bangun datar, yaitu bangun datar segitiga dan segiempat. Bangun datar segitiga dapat ditemukan pada motif ntala, sedangkan untuk bangun datar segiempat, segiempat yang teridentifikasi adalah belah ketupat. Unsur belah ketupat tersebut ditemukan dalam motif mata manuk. Selain unsur geometri mengenai simetri lipat dan bangun datar, terdapat pula konsep geometri mengenai garis. Lebih khusus mengenai garis yang sejajar. Unsur tersebut dapat dilihat dalam motif su’i. Dalam satu kain songke, terdapat lebih dari satu motif su’i, dan motif tersebut dibuat saling sejajar satu sama lain. 4.2 Saran Berdasarkan hasil identifikasi yang ada pada tulisan ini, maka diharapkan/disarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Kain tenun Songke Manggarai dapat digunakan sebagai salah satu media pembelajaran di kelas, khususnya mengenai materi geometri yaitu mengenai simetri lipat, bidang datar dan transformasi (pencerminan)



19



2. Peneliti yang berminat agar mengadakan penelitian lebih lanjut tentang etnomatematika dalam budaya Manggarai.



20



DAFTAR PUSTAKA Bishop, J. (1994). Cultural Conflicts in the Mathematics Education of Indigenous. Clyton, Viktoria: Monash University. D'Ambrosio, U. (1985, Februari 1). Ethnomathematics and its Place in the History and Pedagogy of Mathematics. For the Learning of Mathematics , hal. 44-48. Elvida, M. N. (2015). Pembuatan Kain Tenun Ikat Maumere di Desa Wololora Kecamatan Lela Kabupaten Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Holistik , Tahun VIII (No. 16), 1-22. Kementrian Pariwisata, R. I. (2019, Maret 23). Pesona Indonesia. Dipetik November 2, 2019, dari Ragam Motif dan Makna Kain Tenun Ikat Khas Flores: http://pesona.travel/keajaiban/2485/ragam-motif-dan-makna-kain-tenun-ikat-khasflores Pinxten. (1994). Ethnomathematics and Its Pratice. For The Learning of The Mathematics , 23-25. Rosa, M., & Orey, D. C. (2011). Ethnomathematics : the cultural aspects of mathematics. Revista Latinoamericana de Etnomatematica , 4 (No.2), 32-54. Rosary, E. D. (2019, April 24). Menenun, Ukuran Martabat Wanita Flores Timur. Dipetik Oktober 29, 2019, dari Cendana News: http://www. cendananews.com/2019/04/menenun-ukuran-martabat-wanita-flores-timur.html Ruseffendi, E. T. (1980). Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua, Murid, Guru dan SPG. Bandung: Tarsito. Sabilirrosyad. (2016). Ethnomathematics Sasak: Eksplorasi Geometri Tenun Suku Sasak Sukarara dan Implikasinya untuk Pembelajaran. Jurnal Tatsqif , 49-65. Senita, P., & Neno, E. S. (2018). Kristalografi Bidang Datar dalam Kain Tenun Masyarakat Manggarai. Integrasi Budaya, Psikologi dan Teknologi dalam Membangun Pendidikan Karakter Melalui Matematika dan Pembelajarannya , 50-56. Sirate, S. (2011). Studi Kualitatif Tentang Aktivitas Etnomatematika dalam Kehidupan Masyarakat Tolaki. Jurnal Lentera Pendidikan , 190 - 196. Sylviyani. (2017). Etnomatematika: Aplikasi Bangun Datar Segiempat Pada Candi Muaro Jambi. Aksioma , 8 (No. 2), 99-110. Umar, J. (2018, Mei). Upaya Pemerintah Kota Tegal Dalam Mendorong Ekspor Kerajinan Kain Tenun. Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Wahyuni, A., T, A. A., & Sani, B. (2017). Etnomatematika: Aplikasi Bangun Datar Segiempat pada Candi Muara Jambi. Aksioma , 99-110.



21



22