ETNOMATEMATIKA [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN ETNOMATEMATIKA



DOSEN PENGAMPU : Dr. Hobri, M.Pd. Dr. Abi Suwito, S.Pd., M.Pd.



ANGGOTA KELOMPOK 11 : Dimas Agung Prasetyo (190210101081) Caren’s Fany Fenolia (190210101071)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER 2019



ETNOMATEMATIKA 1.1 PENGERTIAN Istilah etnomatematika diperkenalkan oleh D’Ambrosio seorang matematikawan Brazil pada tahun 1977. Definisi etnomatematika menurut D'Ambrosio adalah: The prefix ethno is today accepted as a very broad term that refers to the socialcultural context and therefore includes language, jargon, and codes of behavior, myths, and symbols. The derivation of mathema is difficult, but tends to mean to explain, to know, to understand, and to do activities such as ciphering, measuring, classifying, inferring, and modeling. The suffix tics is derived from techné, and has the same root as technique (Astri, dkk; 2013: 4). Secara bahasa, awalan “ethno” diartikan sebagai sesuatu yang sangat luas yang mengacu pada konteks sosial budaya, termasuk bahasa, jargon, kode perilaku, mitos dan simbol. Kata dasar “mathema” cenderung berarti menjelaskan, mengetahui, memahami, dan melakukan kegiatan seperti pengkodean, mengukur, mengklarifikasi, menyimpulkan, dan pemodelan. Akhiran “tics” berasal dari katatechne dan bermakna sama seperti teknik (D’Ambrosio, 1994: 449). D’Ambrosio (Paket Pembinaan Penataran, 2004:22) menyatakan bahwa terdapat dua alasan utama penggunaan etnomatematika dalam pendidikan. Alasan pertama yaitu etnomatematika digunakan untuk mereduksi anggapan bahwa matematika itu bersifat final, permanen, absolute (pasti), dan unik (tertentu). Sedangkan, alasan kedua yaitu etnomatematika digunakan untuk mengilustrasikan perkembangan intelektual dari berbagai macam kebudayaan, profesi, jender, dan lain-lain.  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996: 149), etno atau budaya yaitu pikiran, akal budi, dan adat istiadat. Sedang kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. Ahli sosiologi mengartikan kebudayaan dengan keseluruhan kecakapan (adat, akhlak, kesenian, ilmu dll). Sedang ahli sejarah mengartikan kebudayaan sebagai warisan atau tradisi. Bahkan ahli Antropogi melihat kebudayaan sebagai tata hidup, way of life, dan kelakuan. Astri Wahyuni, (2013) menyatakan bahwa salah satu yang dapat menjembatani antara budaya dan pendidikan matematika adalah etnomatematika. Secarasingkat, pengertian dari etnomatematika adalah matematika dalam budaya. Etnomatematika terdiri atas dua kata, etno



(etnis/budaya) dan matematika. Itu berarti bahwa etnomatematika merupakan matematika dalam budaya. Maksudnya, membuat jembatan antara budaya dan matematika adalah langkah penting untuk mengenali berbagai cara berpikir yang dapat menyebabkan berbagai bentuk matematika; Inilah bidang yang disebut etnomatematika. Hal ini dapat diartikan bahwa berbagai konsep matematika dapat digali dan ditemukan dalam budaya sehingga dapat memperjelas bahwa matematika dan budaya saling berkaitan, matematika dapat lahir dari budaya, matematika dapat digali dalam budaya sehingga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber belajar matematika yang konkret dan ada di sekitar siswa. Bishop (1994) menyatakan bahwa etnomatematika dapat dibagi menjadi enam kegiatan mendasar yang selalu dapat ditemukan pada sejumlah kelompok budaya. Keenam kegiatan matematika tersebut adalah aktivitas: menghitung/membilang, penentuan lokasi, mengukur, mendesain, bermain dan menjelaskan. Objek etnomatematika merupakan objek budaya yang mengandung konsep matematika pada suatu masyarakat tertentu. Sebagaimana pendapat Bishop, maka objek etnomatematika digunakan untuk kegiatan matematika seperti aktivitas menghitung, penentuan lokasi, mengukur, mendesain, bermain dan menjelas-kan. Objek etnomatematika tersebut dapat berupa permainan tradisional, kerajinan tradisional, artefak, dan aktivitas (tindakan) yang berwujud kebudayaan. Orey (2000) menegaskan “Etnomatematika ditandai sebagai alat untuk bertindak di dunia”. Dengan demikian etnomatematika memberikan wawasan peran sosial matematika dalam bidang akademik. Pembelajaran matematika dengan berbasiskan budaya merupakan salah satu cara yang dipersepsikan dapat menjadikan pembelajaran matematika bermakna dan kontekstual yang sangat terkait dengan komunitas budaya, dimana matematika dipelajari dan diimplementasikan dalam kehidupan. Adapun riset mengenai ethnomatematika telah dilakukan oleh Rosa dan Orey (2011) dalam jurnalnya yang berjudul “ethnomathematics : the cultural aspects of mathematics”. Tujuan dari riset mereka adalah bagaimana pembelajaran matematika di sekolah lebih mempertimbangkan latar belakang sosikultural peserta didiknya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ternyata pembelajaran menggunakan pendekatan sosiokultural membantu peserta didik mengembangkan intelektual, pembelajaran sosial, emosional, dan



politik siswa dengan menggunakan acuan budaya mereka sendiri yang unik yang menghasilkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang lebih baik. Shirley (Hartoyo, 2012) berpandangan bahwa sekarang ini bidang etnomatematika, yaitu matematika yang timbul dan berkembang dalam masyarakat dan sesuai dengan kebudayaan setempat, merupakan pusat proses pembelajaran dan metode pengajaran. Matematika itu pada hakekatnya tumbuh dari keterampilan atau aktivitas lingkungan budaya, sehingga matematika seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budayanya. Etnomatematika merupakan representasi kompleks dan dinamis yang menggambarkan pengaruh kultural penggunaan matematika dalam aplikasinya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan beberapa peneliti tersebut, dapat disimpulkan bahwa etnomatematika dapat menjadi alternatif pembelajaran yang menarik dan menyenangkan karena memungkinkan terjadinya pemaknaan secara kontekstual berdasarkan pada pengalaman siswa sebagai seorang anggota suatu masyarakat budaya.



1.2 Pembelajaran Berbasis Etnomatematika  Dalam merancang suatu pembelajaran berbasis etnomatematika guru perlu melakukan berbagai persiapan, antara lain menyusun perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran matematika ini dapat berupa RPP, LKS, dan modul. Dalam pembelajaran bernasis etnomatematika tentu saja ada integrasi nilai-nilai kebudayaan yang termuat dalam RPP, LKS, maupun Model. Wujud integrasi kebudayaan tersebut dapat berupa observasi atau mengamati langsung kebudayaan yang dimaksud, pengamatan melalui gambar maupun deskripsi singkat.   Perangkat pembelajaran matematika berbasis etnomatematika memiliki berbagai perbedaan jika dibandingkan dengan pembelajaran biasa. Berikut perbedaannya: No Kriteria



Perangkat



Pembelajaran Perangkat



Berbasis Etnomatematika 1



Isi



Pembelajaran



Biasa



Terdapat integrasi nilai-nilai Belum tentu ada integrasi kebudayaan



(artefak,



adat nilai-nilai kebudayaan



istiadat, dll) 2



Metode Pembelajaran



Pembelajaran cenderung pada Pembelajaran pengamatan



dan



tidak



lebih



observasi, terfokus di dalam kelas.



bahkan outdor learning. 3



Pendekatan



Pembelajaran



dirancang Belum tentu mengacu pada



berdasarkan saintifik,



pendekatan ketiga pendekatan tersebut. atau Realistic



Mathematics Education (RME),



atau



Bruner. 4



Pusat belajar



Terpusat pada siswa



Belum tentu terpusat pada siswa



5



Kontribusi kebudayaan



terhadap Sebagai



salah



satu



cara Hanya



mengajarkan



mengenalkan kebudayaan pada pengetahuan siswa



ilmu



(matematika)



dan penerapannya.



1.3 PENERAPAN-PENERAPAN ETNOMATEMATIKA D’ambrosio dalam Shirley (1995) berpendapat bahwa pengajaran matematika bagi setiap orang seharusnya disesuaikan dengan budayanya. Salah satu peninggalan budaya yang dapat disajikan dalam pembelajaran matematika dan juga dapat dipadukan terhadap pembelajaran kontekstual adalah candi. Pengertian candi dalam KBBI (2008, 191) adalah bangunan kuno yang dibuat dari batu (sebagai tempat pemujaan, penyimpanan abu jenazah raja-raja, pendetapendeta Hindu atau Buddha pada zaman dulu). Di Provinsi Jambi terdapat Candi Muarajambi yang berlokasi di Kabupaten Muaro Jambi. Kebudayaan yang melatarbelakangi Situs Sejarah Muarajambi ialah kebudayaan Melayu Budhis. Sedangkan Kerajaan tua yang diyakini berpusat di Muaro Jambi ialah Kerajaan Molo-yeu (Melayu) dan Sriwijaya. Situs Muarajambi lebih dikenal dengan sebutan Komplek Percandian Muarajambi. Pada tahun 1976 Direktorat Sejarah dan Purbakala mulai melakukan pembersihan terhadap tanaman-tanaman liar yang tumbuh di atas bangunan kuno Dicetak pada tanggal 2019-11-21 secara bertahap, sampai tahun 2003 telah teridentifikasi 110 bangunan candi baik yang telah dipugar belum dipugar maupun masih dalam bentuk menapo. Sampai saat ini baru 10 candi yang telah dipugar, yaitu: Candi Gumpung, Candi Kedaton, Candi Tinggi, Candi Gedong I, Candi Gedong II, Candi Kembarbatu, Candi Astano. Candi Tinggi merupakan salah satu candi di Komplek Situs Percandian Muarajambi yang pertama kali menyebut Candi Tinggi yaitu F.M. Schnitger dalam laporan tahun 1937, meskipun ada kesalahan dalam penyebutan dan deskripsi dengan Candi Gumpung. Luas komplek Candi Tinggi 2,92 Ha terdiri dari 1 bangunan induk, 6 bangunan perwara dan pagar keliling. Bangunan induknya telah dipugar berdenah bujursangkar, berukuran 16 m 16 m dengan tingginya 7,6 m.



Ismawanto (2014) menyatakan bahwa pada dasarnya matematika muncul dari kehidupan nyata sehari-hari. Sebagai contoh, bangun-bangun ruang dan bangun datar pada dasarnya didapat dari benda-benda nyata yang sering ditemui siswa.



Pembelajaran matematika harus mampu menghubungkan sifat abstrak matematika dengan situasi nyata yang dialami atau diamati siswa. Geometri ruang telah diajarkan sejak SD, namun ternyata kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal dimensi tiga masih rendah. Menurut Suwaji (2008:1) hasil survey Programme for Internasional Student Assessment (PISA) 2000/2001 menunjukkan bahwa siswa lemah dalam geometri, khususnya dalam pemahaman ruang dan bentuk. Materi luas permukaan bangun ruang sisi datar merupakan salah satu materi dalam pelajaran matematika tentang geometri yang diberikan di kelas VIII semester 2 dan termuat di kurikulum 2013 dengan Kompetensi Dasar (KD) 3.9 yaitu menentukan luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma, dan limas dari Kompetensi Inti (KI) 3 yaitu memahami dan menerapkan pengetahuan (factual, konseptual, dan procedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata. Materi bangun ruang sisi datar meliputi sub materi balok dan kubus. Adapun konsep materi yang akan muncul dalam penulisan yang akan penulis terapkan dalam penelitian adalah materi luas permukaan bangun ruang yaitu balok. Karena berkaitan dengan bentuk bangunan candi tinggi yang merupakan bangun ruang, yang mana bentuk bangunan candi tinggi merupakan bangun ruang sisi datar balok. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengangkat judul proposal penelitian ini adalah “ Deskripsi Implementasi Etnomatematika pada Candi Tinggi di Kawasan Cagar Budaya Muarajambi yang berkaitan dengan Materi Luas Permukaan Balok”.



Umy Zahroh, Ph.D(April 8, 2018)mencoba mengkaji media budaya untuk pembelajaran matematika yaitu budaya permainan tradisional dakon, rumah adat jawa, dan kubah masjid. Dalam permainan dakon mampu merepresentasikan bentuk lingkaran, berhitung, mengasah berpikir anak. Sedangkan budaya bangunan rumah adat jawa, atap



rumah mempunyai bentuk geometri bangun datar yaitu persegi panjang, trapesium, segitiga sama kaki, dan bangun yang simetri. Demikian juga kubah masjid dapat mengenalkan bangun geometri antara lain: lingkaran, bola, bujursangkar, segiempat, segitiga dan cara menghitungnya. Sehingga matematika yang diberikan di sekolah dapat diintegrasikan dengan etnomatematika yang mampu memberikan gambaran bahwa permainan dakon, rumah adat jawa dan kubah masjid terkandung konsep-konsep matematika. Euis Fajriyah(2018)Etnomatematika memunculkan kearifan budaya sehingga mampu memotivasi siswa dalam pembelajaran matematika. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Hal ini memberikan kontribusi yang cukup besar dalam mengembangkan teknologi pendidikan. Di tengah perkembangan teknologi pendidikan, kurikulum pendidikan pun menuntut keterlibatan budaya dalam pembelajaran di sekolah dengan tujuan agar siswa dapat menjadi generasi yang berkarakter dan mampu menjaga serta melestarikan budaya sebagai landasan karakter bangsa. Praktik budaya memungkinkan tertanamnya konsep-konsep matematika.



Inilah



yang



disebut



etnomatematika.



Dalam



pembelajaran



matematika, terdapat beberapa kemampuan yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Diantara kemampuan matematika tersebut adalah kemampuan literasi matematika. Literasi matematika dapat diartikan sebagai pengetahuan untuk mengetahui dan menerapkan matematika dasar dalam kehidupan sehari-hari. Literasi matematika meliputi kemampuan seseorang untuk merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks, termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan, atau memperkirakan fenomena atau kejadian. Uraian kajian dalam makalah konseptual ini meliputi eksplorasi etnomatematika dari berbagai daerah yang menunjukkan adanya hubungan etnomatematika dengan konsep-konsep matematika serta perannya dalam mendukung literasi matematika.  Agung Hartoyo (2012) juga telah melakukan penelitan etnomatematika pada budaya masyarakat dayak namun pada tempat yang berbeda, tepatnya suku dayak yang berdomisili di Perbatasan indonesia-malaysia kabupaten sanggau kalbar.



Hasil dari penelitiannya mengungkapkanbahwa dalam menjalani kehidupan sehari-hari maupun dalam pelaksanaan adat istiadat dan upacara, masyarakat subsuku Dayak yang tinggal di wilayah perbatasan Indonesia - Malaysia memiliki tata cara sendiri, yang unik dan khas lokal mereka Perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan dalam pelaksanaan upacara adat dan ritual meliputi berbagai jenis, dan masing-masing ditetapkan dalam jumlah tertentu. Itu menunjukkan bahwa di dalam aktivitas adat secara tidak sadar mereka menerapkan pengetahuan matematika ala masyarakat setempat dengan memberikan batasan sesuai kesepakatan mereka. Bagi masyarakat Dayak, ritus merupakan ekspresi, atau ungkapan sikap “hamba” kepada Yang Transenden dan ritual-menujukkan formalisasi perilaku manusia ketika berhadapan dengan objek yang suci. Etnomatematika dalam tingkatan sederhana banyak digunakan oleh masyarakat Dayak dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Konsep yang sering digunakan adalah konsep berhitung, membilang, mengukur, menimbang, menentukan lokasi, merancang, membuat bangun-bangun simetri. Aktivitas masyarakat yang bermuatan etnomatematika ini dapat dikembangkan sebagai sumber belajar matematika sekolah yang kontekstual-realistik. Aktivitas sebagian masyarakat subsuku Dayak dalam memproduksi anyaman, khususnya anyaman topi-petani yang



disulam



berbagai



motif,



memuat



sejumlah



konsep advance



elementary geometry. Etnomatematika yang digunakan masyarakat ini berpotensi untuk dikembangkan menjadi bahan pembelajaran mate-matika. Konsep-konsep dimaksud meliputi konsep geometri dimensi-3 dan dimensi-2. Konsep geometri berdimensi-3 yang terkandung dalam anyaman topi adalah kerucut, adapun konsep-konsep berdimensi-2 meliputi: (a) Garis lurus yang terkandung dalam Anyam dua; (b) Garis lengkung yang terkandung dalam motif Lekuk sawak; (c) Kurva tertutup yang terkandung dalam motif Tambat manuk, Kiarak nyulur, Siku remaung, dan Pangkak; (d) Segitiga sama kaki yang terkandung dalam motif Angkong; (e) Persegi yang terkandung dalam motif bunga tekembai; (f) Belahketupat yang terkandung dalam motif Ati lang; (g) Layang-layang yang terkandung dalam motif Berangan Lang; (h) Simetri; (i) Segi 8 beraturan yang terkandung dalam motif Siluk langit dan Bulan; (j) Lingkaran yang terkandung dalam motif Sulau.



Beberapa hasil penelitian ethnomathematics dari berbagai daerah dan negara yang menunjukkan bentuk-bentuk etnomatematika dalam budaya masyarakat : Edy



Tandiling



(2013)



yang



melakukan



penelitan



terhadap



suku



dayak



Kanayat’n mendapatkan gambaran rinci kegiatan dalam kehidupan sehari-hari pada masyarakat Dayak Kanayatn yang bernuansa matematika. Kegiatan tersebut dapat



dikelompokkan dalam membilang, mengukur, menentukan lokasi, merancang bangun, bermain dan menjelaskan. a. Membilang Membilang berkaitan dengan pertanyaan “ berapa banyak ". Beberapa jenis alat yang sering digunakan oleh Suku Dayak Kanayatn untuk membilang adalah: jari tangan, tangan, batu, tongkat, dan tali (rotan dan akar). Misalnya ibu jari menunjukkan 1, telunjuk menunjukkan 2, jari tengan menunjukkan 3 dan seterusnya. Penggunaan bagian tubuh dalam menghitung adalah suatu budaya dan pemecahan masalah dalam beban ingatan manusia. Selain itu ada kata-kata bilangan yang sering diucapkan oleh masyarakat Dayak Kanayatn pada saat melakukan kegiatan. Urutan kata membilang seperti : asa,rua, talu, ampat, lima, anam, tujuh, dalapan, sambilan, dan sapuluh.Ucapan ini dapat dimaknai dengan menuliskan lambang bilangan 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,dan 11. Dalam hal ini urutan menunjukkan suatu nilai tempat tentang keberadaan dari bilangan itu sendiri. Urutan menunjukkan nilai tertentu. b. Mengukur Mengukur umumnya berkaitan dengan pertanyaan "berapa (panjang, lebar, tinggi, lama, dan banyak)". Pada masyarakat Dayak Kanayat’n alat ukur yang digunakan sangat bervariasibaik jenis maupun penggunaannya. Alat ukur yang sering digunakan antara lain: untuk ukuranbanyaknya menggunakan istilah: saikat/satu ikat salongkop/satu batang, dan salonggo/satutumpukan dari saikat. Ada. juga istilah Tapak, untuk menyatakan banyaknya potongan yangdihasilkan biasanya untuk daging dan kayu bakar. Dalarn pratiknya misalnya dua (2) ikattambah 3 (tiga) ikat sama dengan 5 ikat; 3 longkop tambah 6 longkop sama dengan 9 longkop,dan seterusnya. Demikian juga dalam pengurangan.Adapun ukuran lainnya yang mengandung unsur matematika dalam tradisi etnis Dayak seperti ukuran panjang, ukuran volume atau isi.



c. Menentukan Lokasi Dalam kebiasaan masyarakat Dayak Kanayat’n banyak konsep dasar geometri yang diawali dengan menentukan lokasi. Penentuan lokasi digunakan untuk menggunakan rute perjalanan, menentukan arah tujuan atau jalan untuk pulang dengan tepat dan cepat atau menghubungkan obyek yang satu dengan obyek lainnya. Kebanyakan masyarakat Dayak Kanayat’n mencari



penghidupan di hutan-hutan, baik itu berburuh, bertani, mencari sayur dan sebagainya. Masyarakat Dayak Kanayatn telah mengembangkan cara untuk memberi kode atau simbol bagi tempat lingkungannya. Seperti suku bangsa Aborigin yang memiliki cara tersendiri dalam menentukan arah perjalanan, masyarakat Dayak Kanayatn pun demikian. Mereka tidak memiliki konsep tersesat. Mereka selalu menyatakan kami dapat kembali ke rumah sejauh manapun perjalanan masuk ke dalam suatu hutan. Penentuan lokasi navigasi, perluasannya mempunyai peranan yang penting dalam pengembangan gagasan matematika. Demikian juga untuk menentukan batas-batas wilayah, ladang, sawah, kebun, atau daerah yang dianggap keramat. Daerah keramat ini dianggap suci dan tabu. d. Membuat Rancang Bangun Sumber gagasan lain dalam matematika yang bersifat universal dan penting adalah kegiatan membuat rancang bangun yang telah diterapkan oleh semua jenis suku dan budaya. Jika kegiatan menentukan letak berhubungan dengan posisi dan orientasi seseorang di dalam lingkungan alam maka kegiatan merancang bangun berhubungan dengan semua benda-benda pabrik dan perkakasyang dihasiIkan. budaya untuk rumah tempat tinggal, perdagangan, perhiasan, peperangan permainan, dan tujuan keagamaan. Konsep matematika terutama membilang pada kegiatan merancang bangun dapat dilihat pada perencanaan dan pelaksanaannya. Pada perencanaan mereka membuat sketsa di atas tanah atau batu, kemudian mereka menghitung berapa banyak bahan yang diperlukan, misalnya berapa tiang, atap, pintu, dinding dan sebagainya. e. Permainan Beberapa jenis permainan yang terdapat di masyarakat Dayak Kanayat’n yang didalamnya mengandung unsur-unsur matematika seperti permainan Tapakng, Permainan ini dilakukan pada saat ada pesta dan kadang dipertandingkan. Bentuknya berupa persegi panjang yang memuat 6 persegi panjang kecil. Aturan permainan tiap pemain harus melewati masingmasing kotak, akan tetapi dalam berpindah dari satu kotak ke kotak lainnya dijaga oleh pihak lawan. Apabila lawan yang sedang main disentuh oleh kelompok yang sedang menjaga maka dianggap kalah. Jumlah pemain tiap kesebelasan bisa 3, bisa 5 orang, dan bisa 7 orang tiap kontingen atau kesebelasan dan semuanya laki-laki. Permainan tradisional lainna adalah bermain tapangnt dan bermain cabang galah mengandung konsep matematika khususnya pada bidang geometri seperti konsep garis lurus, konsep bangun datar (bujur



sangkar dan empat persegi panjang), konsep titik, konsep sudut, konsep pojok, konsep simetri, konsep rotasi dan sebagainya. Berdasarkan pembahasan diatas, jelaslah bahwa etnomatematika memliki pengaruh dalam pembelajaran matematika sekolah formal, etnomatematika memberikan makna kontekstual yang diperlukan untuk banyak konsep matematika yang abstrak. Bentuk aktivitas masyarakat yang bernuansa matematika yang bersifat operasi hitung yang dipraktikkan dan berkembang dalam masyarakat seperti cara-cara menjumlah, mengurang, membilang, mengukur, menentukan lokasi, merancang bangun, , jenis-jenis permainan yang dipraktikkan anak-anak, bahasa yang diucapkan, simbol-simbol tertulis, gambar dan benda-benda fisik merupakan gagasan matematika mempunyai nilai matematika yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran pada beberapa materi pelajaran matematika khususnya SD. Dalam rangka mengakomodasi peran etnomatematika dalam pembelajaran, guru matematika perlu menempatkan diri mereka sebagai fasilitator dan menempatkan siswa sebagai mitra sehingga peserta aktif dalam berbagi informasi bukan penerima pasif dari penyajian informasi.



1.4 HAL-HAL YANG DIKAJI PADA ETNOMATEMATIKA 1. Lambang-lambang, konsep-konsep, prinsipprinsip, dan keterampilanketerampilan matematis yang ada pada kelompok-kelompok bangsa, suku, ataupun kelompok masyarakat lainnya.



2. Perbedaan ataupun kesamaan dalam hal-hal yang bersifat matematis antara suatu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya dan faktorfaktor yang ada di belakang perbedaan atau kesamaan tersebut. 3. Hal-hal yang menarik atau spesifik yang ada pada suatu kelompok atau beberapa kelompok masyarakat tertentu, misalnya cara berpikir, cara bersikap, cara berbahasa, dan sebagainya, yang ada kaitannya dengan matematika. 4. Berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat yang ada kaitannya dengan matematika, misalnya • Literasi keuangan (financial literacy) dan kesadaran ekonomi (economic awareness) • Keadilan sosial (social justice) • Kesadaran budaya (cultural awareness) • Demokrasi (democracy) dan kesadaran politik (political awareness). 1.5 TUJUAN DARI KAJIAN ETNOMATEMATIKA • Agar keterkaitan antara matematika dan budaya bisa lebih dipahami, sehingga persepsi siswa dan masyarakat tentang matematika menjadi lebih tepat, dan pembelajaran matematika bisa lebih disesuaikan dengan konteks budaya siswa dan masyarakat, dan matematika bisa lebih mudah dipahami karena tidak lagi dipersepsikan sebagai sesuatu yang ‘asing’ oleh siswa dan masyarakat. • Agar aplikasi dan manfaat matematika bagi kehidupan siswa dan masyarakat luas lebih dapat dioptimalkan, sehingga siswa dan masyarakat memperoleh manfaat yang optimal dari kegiatan belajar matematika.



 KEUNGGULAN ETNOMATEMATIKA Pembelajaran berbasis etnomatematika sangat perlu diimplementasikan di sekolah. keunggulan dari pembelajaran berbasis etnomatematika antara lain: 1.      Matematika menjadi lebih realistik, sehingga mudah diterima oleh siswa



2.      Pembelajaran etno (melalui observasi) merupakan wahana belajar sambil bermain dan outdoor learning bagi siswa. 3.      Memperkenalkan kebudayaan kepada siswa, diharapkan mareka memiliki kepedulian untuk melestarikannya. 4.      Memacu siswa untuk terus mensyukuri kenikmatan Tuhan atas benda disekitar kita (sesuai nilai karakter dalam kurikulum 2013).



 KELEMAHAN ETNOMATEMATIKA 1.



Apabila pembelajaran dilangsungkan tanpa perantara atau alat bantu lainnya , maka



dapar membuat siswa tidak dapat memahami materi tersebut . Hal ini membuktikan bahwa etnomatematika membuat siswa keterganntungan dalam memperoleh materi harus menggunakan suatu perantara atau contoh-contoh . Sedangkan pada matematika sendiri siswa dituntut untuk memahami sesuatu tanpa harus melihat benda aslinya seperti contohnya bangun datar , siswa juga diharuskan memahami suatu definisi tanpa pembuktian secara langsung . 2.



Kebudayaan masing-masing siswa berbeda-beda ,sehingga akan memunculkan



kesulitan bagi para pendidik untuk menyatukan kebudayaan-kebudayaan tersebut menjadi satu dan akhirnya dapat membuat para siswa menjadi paham akan hal materi yang diberikan.



Bentuk Bangun Datar Segiempat pada Candi Muaro Jambi Candi Muaro Jambi merupakan kawasan percandian yang terdiri atas beberapa candi yaitu candi Astano, candi Gedong I, candi Geodong II, candi Gumpung, candi Tinggi, candi Tinggi I, candi Kedaton, dan candi Kembar Batu. Bangunan candi Muaro Jambi terdiri atas susunan bata-bata kuno.



Bata kuno pada Gambar 2 dapat dimodelkan secara geometri seperti pada bagian bawah Gambar 2. Dari Gambar tersebut, dapat diketahui bahwa pemodelan tersebut berbentuk bangun datar yang memiliki empat sisi. Berdasarkan hal tersebut, peneliti selanjutnya menganalisis konsep bangun datar segiempat pada bata kuno tersebut (Gambar 3).



Berdasarkan analisis pada Gambar 3, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat konsep persegi pada bata kuno ini. Adapun sifat-sifat persegi yang dapat ditemukan pada pemodelan bata kuno sesuai pada Gambar 3 yaitu sebagai berikut: 1) PQ = QR = RS = SP 2) 𝑚∠P = 𝑚∠Q = 𝑚∠R = 𝑚∠S = 90° 3)PO=OR=QO=OS ⇒QSdan PR ⊥QS 4) Mempunyai 4 semitri putar dan 4 semitri lipat, sehingga dapat menempati bingkainya dengan 8 cara. Selain berbentuk persegi, bata kuno pada candi Muaro Jambi juga dapat



dimodelkan secara geometri sehingga dapat disimpulkan bahwa bahwa terdapat konsep persegi panjang pada beberapa bata kuno (Gambar 4).



Bata kuno pada Gambar 4 dapat dimodelkan secara geometri seperti pada bagian bawah Gambar 4. Dari Gambar tersebut, dapat diketahui bahwa pemodelan tersebut berbentuk bangun datar yang memiliki empat sisi. Berdasarkan hal tersebut, peneliti selanjutnya menganalisis konsep bangun datar segiempat pada bata kuno tersebut (Gambar 5).



Berdasarkan analisis pada Gambar 5, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat konsep persegi panjang pada bata kuno tersebut. Adapun sifat-sifat persegi panjang yang dapat ditemukan pada pemodelan bata kuno sesuai pada Gambar 5 yaitu sebagai berikut: 1) AB = CD;BC = AD 2) 𝑚∠A= 𝑚∠𝐵= 𝑚∠C= 𝑚∠D= 90° 3)AO=OC=BO=OD ⇒AC=BD



4) Mempunyai 2 semitri putar dan 2 semitri lipat, sehingga dapat menempati bingkainya dengan 4 cara. Bukan hanya beberapa bata kuno, beberapa bagian kawasan percandian Muaro Jambi lainnya juga memiliki konsep persegi panjang. Beberapa diantaranya yaitu konsep persegi panjang pada dinding candi Gumpung, susuanan bata pada pintu masuk candi Gumpung dan Umpak Batu.



Selain terdapat konsep persegi dan persegi panjang pada kawasan percandian Muaro Jambi, dapat ditemukan juga konsep bangun datar segiempat lainnya pada beberapa bagian di



kawasan percandian ini. Gambar 9 berikut menunjukkan bahwa terdapat konsep jajargenjang pada candi ini.



Susunan bata kuno pada Gambar 9 dapat dimodelkan secara geometri seperti pada bagian bawah Gambar 9. Dari Gambar tersebut, dapat diketahui bahwa pemodelan tersebut berbentuk bangun datar yang memiliki empat sisi. Berdasarkan hal tersebut, peneliti selanjutnya menganalisis konsep bangun datar segiempat pada susunan bata kuno tersebut (Gambar 10).



Berdasarkan analisis pada Gambar 10, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat konsep jajargenjang pada susunan bata kuno tersebut. Adapun sifatsifat jajargenjang yang dapat ditemukan pada pemodelan susunan bata kuno sesuai pada Gambar 10 yaitu sebagai berikut: 1) AB = CD; BC=AD (sisi-sisi sehadap) 2) ∠A= ∠D;∠B= ∠C(sudut-sudut sehadap) 3)∠A+𝑚∠B=180° 𝑚∠B+𝑚∠D=180° 𝑚∠D+𝑚∠C=180° 𝑚∠C+𝑚∠A=180° Pada kawasan percandian Muaro Jambi juga dapat ditemukan konsep bangun datar segiempat lainnya pada beberapa bagian di kawasan percandian ini. Gambar 11 berikut menunjukkan bahwa terdapat konsep trapesium pada candi ini.



Susunan bata kuno pada Gambar 11 dapat dimodelkan secara geometri seperti pada bagian bawah Gambar 11. Dari Gambar tersebut, dapat diketahui bahwa pemodelan tersebut berbentuk bangun datar yang memiliki empat sisi. Berdasarkan hal tersebut, peneliti selanjutnya menganalisis konsep bangun datar segiempat pada susunan bata kuno tersebut (Gambar 12).



Berdasarkan analisis pada Gambar 12, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat konsep trapesium pada susunan bata kuno tersebut. Adapun sifat-sifat trapesium yang dapat ditemukan pada pemodelan susunan bata kuno sesuai pada Gambar 12 yaitu sebagai berikut: 1) PQ // SR (sepasang sisi) 2)∠P+𝑚∠S=180° 𝑚∠𝑄+𝑚∠R = 180° 3) 𝑚∠P +𝑚∠Q +𝑚∠R +𝑚∠S = 360° Konsep bangun datar segiempat berupa persegi, persegi panjang, jajargenjang dan trapesium merupakan bangun datar segiempat beraturan. Kawasan percandian Muaro Jambi tak hanya memiliki konsep bangun datar segiempat beraturan, peneliti juga menemukan bahwa terdapat konsep bangun datar segiempat tak beraturan pada beberapa bagian candi Muaro Jambi.



Susunan bata kuno pada Gambar 13 dapat dimodelkan secara geometri seperti pada bagian bawah Gambar 13. Dari Gambar tersebut, dapat diketahui bahwa pemodelan tersebut berbentuk bangun datar yang memiliki empat sisi. Berdasarkan hal tersebut, peneliti selanjutnya menganalisis konsep bangun datar segiempat pada susunan bata kuno tersebut. Berdasarkan analisis pemodelan pada Gambar 13, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat konsep segiempat tak beraturan pada susunan bata kuno tersebut. Adapun sifat-sifat segiempat tak beraturan yang dapat ditemukan pada pemodelan susunan bata kuno sesuai pada Gambar 12 yaitu sebagai berikut: 1) AB ≠ BC ≠ CD ≠ AD 2) 𝑚∠A ≠ 𝑚∠𝐵 ≠ 𝑚∠𝐶 ≠ 𝑚∠𝐷



DAFTAR PUSTAKA https://www.kompasiana.com/hadi_dsaktyala/551f62a4a333118940b659fd/ethnomathematicsmatematika-dalam-perspektif-budaya https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/article/view/19589 https://media.neliti.com/media/publications/217393-none.pdf http://blog.iain-tulungagung.ac.id/red-c/2018/04/08/penerapan-pembelajaran-berbasisetnomatematika/ https://www.usd.ac.id/fakultas/pendidikan/s2_pen_matematika/f1l3/Slides%20ppt %20Etnomatematika.pdf http://move-or-stay.blogspot.com/2015/06/etnomatematika-dan-landasan-teorinya.html http://repository.fkip.unja.ac.id/file?i=9YCrqLQQENnYZ6d4qGprfBpBKRUYssfPvc4WFe-0pW8