13 0 577 KB
TEKNIK DAN INSTRUMEN EVALUASI KOGNITIF (Di Ajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembelajaran Pendidikan) Dosen : Nina Yusanti M.Pd.
Disusun Oleh : Ade Indah Lestari
1111060
Fitri Furi Arum
1111060164
Hesti Fauziah
1111060
Nurul Azizah Tinari widyaastuti
1111060
PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 2013
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan tugas ini dapat diselesaikan. Tugas ini disusun untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah Evaluasi Pendidikan dengan judul “Teknik dan Instrumen Evaluasi Kognitif” di Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung. Terima kasih kepada Ibu selaku dosen mata kuliah Mevaluasi Pendidikan yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi lancarnya tugas ini. Demikianlah tugas ini disusun semoga bermanfaat, agar dapat memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi Pendidikan
Bandar Lampung, 21 Oktober 2013
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul KATA PENGANTAR ................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................. ii BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1 A. Latar belakang ..................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................... 1 C. Tujuan ................................................................................................. 1 BAB II. PEMBAHASAN .............................................................................. 2 a. Langkah-langkah penyusunan instrumen evaluasi hasil belajar kognitif .............................................................................................................. 2 b. Teknik penyusunan tes hasil belajar kognitif ...................................... 12 c. Teknik penyusunan non tes hasil belajar kognitif ............................... 20 BAB III. KESIMPULAN ............................................................................... 27 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 28
3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan perilaku siswa-i untuk dapat mencapai kompetensi tertentu pada kondisi dan tingkat tertentu pula. Sebuah rancangan pembelajaran yang telah dibuat perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui hasil dari pembelajaran yang telah dilakukan. Evaluasi pendidikan dilakukan dengan mengambil beberapa sasaran, salah satunya adalah intelegensi yang didalamnya terdapat ranah kognitif dengan cakupan-cakupan tertentu. Suatu sistem evaluasi memerlukan alat ukur untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan, yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan berpikir yang akan dinilai, dengan berpedoman pada TIU (Tujuan Intruksional Umum) dan TIK (Tujuan Intruksional Khusus).
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana kah langkah penyusunan instrumen evaluasi kognitif ? 2. Bagaimanakah teknik penyususnan test ? 3. Bagaimanakah teknik penyusunan non test ?
C. Tujuan 1. Pemahaman tentang langkah penyusunan instrumen evaluasi kognitif. 2. Pemahan tentang bagaimana langkah penyususnan test dan non test.
4
BAB II PEMBAHASAN
A. Langkah-langkah penyusunan instrumen evaluasi hasil belajar kognitif Salah satu teknik evaluasi hasil belajar kognitig adalah tes verbal yang berwujud butir-butir soal. Secara umum, ada sebelas langkah yang harus ditempuh dalam penyususnan test verbal, yaitu : 1. Menetukan tujuan dan kawasan tes 2. Menguraikan materi dan batasan perilaku yang akan diukur 3. Penyususnan kisi-kisi 4. Memlih bentuk test 5. Menelaah soal test 6. Melakukan uji coba test 7. Menganalisis butir soal 8. Memperbaiki test, dan 9. Merakit tes Khusus mengenai uji coba test, dala penyusuna test untuk mengukur prestasi hasil pembelajaran yang diselenggaran oleh guru dikelas seperti ulangan harian, ulangan umum, dan ulangan kenaiakan kelas, tidak harus dilakukan secara tersendiri. Secara skematis langkah-langkah penyusunan instrumen tes verbal ini dapat digambarkan sebagai berikut :
5
Perumusan tujuan dan kawasan tes
Batasan perilaku/kompetensi
Uraian materi tes
Kisi-kisi (blue print) Menentukan bentuk dan kawasan tes Penulisan butir soal
Menelaah butir soal Uji coba Analisis butir soal Revisi Perakitan dan penyusunan instruksi Bentuk final
1. Merumuskan tujuan dan kawasan tes Penentuan atau perumusan tujuan tes dapat mengacu kepada fungsi tes yang disusun tersebut, yaitu apakah fungsi formatif,fungsi sumatif, fungsi penempatan, atau fungsi diagnostik, (Saifudin azwar, 1998). Masing-masing tujuan evaluasi ini menghendaki adanya penyesuaian dalam
desain
tes
yang direncanakan.
Penyesuaian
ini
meliputi
pertimbangan mengenai luasnya kawasan (domain) materi yang hendak
6
diujikan, pengambilan sampel item dari keseluruhan kawasan ukur dan masing-masing
bagian
pengetahuan
yang
akan
diungkap,
serta
pertimbangan mengenai tingkat kesukaran tes. Kalau tes tersebut diarahkan untuk fungsi formatif, maka rumusan tujuannya adalah untuk mengukur tingkat penguasan peserta didik terhadap kompetensi yang diajarkan selama satu atau beberapa kali tatap muka. Tes untuk funsi ini harus dirancang agar meliputi semua unit pembelajaran yang telah diajarkan. Butir-butir ditulis dalam taraf kesukaran yang disesuaikan dengan kesukaran yang disesuaikan dengan kesukaran masing-masing unit dan sifat tesnya lebih mengacu kepada kriteria. Tes prestasi yang berfungsi sebagai pengukuran sumatif guna penentuan nilai akhir dalam suatu program, penentuantaraf penguasaan, atau penentuan kelulusan harus dirancang agar butir-butirnya mewakili secara menyeluruh kawasan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan semula. Biasanya, tes berisi butir dalam taraf kesukaran yang bervariasi dan penilaian hasilnya mengacu pada norma. Guna tujuan tertentu, misalnya untuk pemberian lisensi atau penentuan kelulusan menurut persyaratan minimal suatu kecakapan, tes dirancang dengan model criterion-referenced. Dalam hal ini, taraf kesukaran butir dibuat bervariasi dan tidak tinggi. Bagi tes prestasi yang akan digunakan sebagai dasar penempatan, yaitu yang digunakan sebagai pengukuran kecakapan yang disyaratkan diawal suatu program pendidikan, butir-butirnya haruslah meliputi sampel perilaku yang luas yang dianggap sebagai indikator penguasaan kecakapan yang disyaratkan tersebut. Perancang tes harus membatasi lingkup materi yang hendak diungkapnya dengan mengacu pada suatu kriteria penguasaan (mastery) dengan merencanakan butir- yang taraf kesukarannya tidak terlalu tinggi sebagaimana dalam criterion-referenced test. Dengan demikian, akan dapat terlihat bagian-bagian atau dominan materi yang
7
belum dan yang telah dikuasai oleh siswa sebelum ia ditempatkan pada level atau golongan kecakapan tertentu. Bagi tes prestasi yang berfungsi diagnostik maka rumusan tujuan tes adalah untuk mengetahui kesulitan-kesulitan belajar yang dihadapi oleh peserta didik atau untuk mendeteksi kesukaran belajar dan sebabsebabnya. Tes untuk fungsi seperti ini butir-butir soalnya haruslah ditulis dalam tingkat kesukaran rendah dan meliputi bagian-bagian tugas yang berkaitan langsung dengan sumber-sumber kesalahan dalam belajar yang umum terjadi. Adapun yang dimaksud dengan pembatasan kawasan tes adalah pendefinisian lingkup materi tes yang hendak diungkapkan atau menjelaskan batasan ruang lingkup. Materi yang akan diteskan. Disini, evaluator atau perancang tes perlu memberikan pembatasan yang jelas tentang ruang lingkup materi yang akan diteskan, misalnya Tes Mata Pelajaran PAI SMP Kelas III semester I. Pembatasan kawasan tes seperti ini akan membantu mencapai tingkat kevalidan alat ukur terutama menyangkut validitas isi.
2. Menguraikan materi tes dan kompetensi Dalam perancangan tes prestasi belajar, masalah penguraian materi atau isi ( delination of content ) pelajaran yang akan diujikan berpedoman pada prinsip “memasukan sesuatu yang harus masuk dan mengeluarkan sesuatu yang harus nya keluar”. Maksudnya, bahwa penguraian isi test bukan saja berarti mengusahakan agar tes yang akan ditulis itu tidak kelar dari lingkup materi yang telah ditentukan oleh batasan kawasan ukur akan tetpi berarti pula mengusahakan agar jangan sampai ada bagian isi yang penting yang terlewatkan dan tidak tertuang dalam tes. Dari segi materinya, tes prestasi yang baik haruslah komprehensif dan berisi butir-butir yang relean. Komprehensif artinya tes itu mencakup keseluruhan isi atau bahan pelajaran yang telah diidentifikasi sebagai
8
tujuan ukur, secara representatif dan dalam jumlah butir yang sebanding ( proporsional ) untuk setiap bagian sesuai dengan urgensi dan bobot masing-masing bagian itu. Relevan artinya butir-butir yang akan ditulis benar-benar menanyakan hanya mengenai materi yang telah diidentifikasi dan segala sesuatu yang berkaitan dan dianggap perlu guna memahami materi tersebut. Sifat komprehensif dan relevan inilah yang menjadi dasar tegaknya validitas isi ( content validity ) tes prestasi. Salah satu cara yang biasa nya ditempuh guna memperoleh tes yang isinya komprehensif dan relevan adalah dengan melakukan penguraian materi menurut bagian-bagian materinya.
Penguraian ini dapat
disandarkan topik-topik dalam kurikulum atau pada bab-bab dalam buku yang dijadikan acuan pengajaran. Dapat pula didasarkan pada kategori topik yang dijadikan batasan selama proses pembalajaran. Setelah pengelompikan bagaian-bagaian materi selesai ditetapkan kemudian masing-masing bagian perlu diberi bobot sesuai dengan kepentingannya.
Bagian suatu pelajaran yang diajarkan seringkali
meminta perhatian yang tidak sama dikarenakan pertimbangan relevansi dan pentingnya bagian materi tersebut bagi program pembelajaran kesluruhan. Perbedaan relevansi ini menyebabkan perbedaan pula pada keluasan dan kedalaman pembahasan yang perlu dalam kelas. Makin penting suatu bagian materi akan semakin dalam pembahasan nya dan semakin banyak waktu yang diperlukan untuk itu. Peredaan kepentingan bagian inilah yang harus dicerminkan oleh tes secara proposional dalam bentuk bobot materi. Semakin tibggi bobot bagian suatu materi semakin banyak ia harus dituangkan dalam bentuk item dan semakin rendah bobot bagian suatu materi semakin sedikit ia harus dituankan dalam bentuk item. Berikut akan dikemukakan contoh penguraia tes untuk mata kuliah tauhid dengan mengacu pada kurikulum/silabi : Topik 1
konsep tauhid
Topik 2
dimensi-dimensi tauhid
9
Topik 3
hal-hal yang merusak tauhid
3. Kisi-kisi tes Kisi-kisi tes atau blue print ( cetak biru ) adalah deskripsi mengenai ruang lingkup materi dan aspek/kompetensi yang akan diujikan yang umum dituangkan dalam sebuah matriks. Matriks adalah tabel yang terdiri dari kolom dan lajur ( baris ). Tujuan penyusuna kisi-kisi tes ini adalah unuk menentukan ruang lingkup kompetensi, materi tes serta bentuk dan jenis sehingga dapat menjadi rambu-rambu dalam menuliskan butir-butir soal. Ada dua bentuk kisi-kisi yang perl dibuat oleh penyusun tes, yaitu : a. Kisi-kisi untuk menentukan proporsi materi dan kompetensi yang diujikan, dan b. Kisi-kisi untuk menentukan bentuk soal yang soal yang sesuai dengan muatan materi dan kompetensi. Langkah-langkah penyusunan kisi-kisi untuk menentukan proporsi materi dan kompetensi adalah sebagai berikut : a. Mengidentifikasi pokok-pokok materi yang akan diujikan dengan memberikan imbangan bobot untuk masing-masing bahasan, contoh : Pokok materi
bobot
Konsep tauhid
20 %
Dimensi-dimensi tauhid
40 %
Hal-hal yang merusak tauhid
40 %
b. Mengidentifikasi ranah kognitif yang termuat dalam rumusan indikator dan memberikan imbangan bobot untuk masing-masing tingkat ranah. Penentuan imbangan dilakukan bedasakan imbangan (judgment) dari penyusun.
Sebgai ramburambu yang perlu
diperhatikan penyusun tes, bahwa pencapaian tingkatan ranah kognitif hendaknya disesuaikan dangan jenjang pendidikan, misalnya untuk jenjang sekolah dasar (SD) minimal sampai tingkat aplikasi, untuk SMP minimal sampai tigkat analisis dan untuk SMA/SMK dan PTAI
10
hendaknya sudah sampai tingkat evaluasi.
Contoh untuk mata
pelajaran PAI diSMP : Ranah kognitif
bobot
Pengatahuan
20 %
Pemahaman
30 %
Aplikasi
30 %
Analisa
20 %
Sintesa
0%
Evaluasi
0%
c. Memasukan ranah dan pokok-pokok materi yang telah teridentifikasi ke dalam tabel spesifikasi d. Memerinci banyaknya butir soal dalam setiap pokok materi dan ranah yang akan dicapai. Contoh : jika akan disusun 10 butir tes aspek kognitif , maka penentuan jumlah butir soal masing-masing kompetensi dengan cara : Pengetahuan
20 % x 10 = 2 soal
Pemahaman
30 % x 10 = 3 soal
Aplikasi
30 % x 10 = 3 soal
Analisis
20 % x 10 = 2 soal
Sintesis
0 % x 10 = 0 soal
Evaluasi
0 % x 10 = 0 soal
Setelah diketahui jumlah soal masing-masing ranah memasukan pada tabel pada kolom paling bawah. Penentuan jumlah soal untuk masing-masing pokok materi dengan cara : Konsep tauhid
20 % x 10 = 2 soal
Dimensi-dimensi tauhid
40 % x 10 = 4 soal
Hal-hal yang merusak Tauhid
40 % x 10 = 4 soal
Jumlah butir soal menurut pokok materi dimasukan tabel spesifikasi pada kolom paling kanan. Lihat tabel berikut :
11
Kompetensi
Pengetahuan
Pemahama
Aplikasi
Analisis
Sintesis
Evaluasi
Jml
materi
20 %
n
30 %
20 %
0%
0%
100
30 %
Konsep
(a)
tauhid 20
%
1 butir
1 butir
(b)
(c)
(d)
2
4
% Dimensi-
1 butir
1 butir
1 butir
1 butir
dimensi
(e)
(f)
(g)
(h)
Hal-hal
1 butir
1 butir
1 butir
1 butir
yang
(i)
(j)
(k)
(l)
2
3
3
2
tauhid 40 % 4
merusakan tauhid 40 % Jumlah
0
0
100 %
10 but ir
Untuk menentukan jumlah butir masing-masing sel dilakukan dengan cara : Sel (a) 20 % x 20% x 10 soal = 0,4 Sel (b) 20 % x 30 % x 10 soal = 0,6 ( dibulatkan 1 soal ) Sel (c) 20 % x 30 % x 10 soal = 0,6 ( dibulatkan 1 soal ) Sel (d) 20 % x 20 % x 10 soal = 0,4 Sel (e) 40 % x 20 % x 10 soal = 0,8 ( dibulatkan 1 soal ) Sel (f) 40 % x 30 % x 10 soal = 1,2 ( dibulatkan 1 soal ), demikian seterusnya. Dari 10 butir tersebut, untuk kognitif tingkat pengetahuan, pemahaman dan aplikasi dengan tes objek pilihan ganda sebanyak 8
12
butir dan untuk tingkat kemampuan analisis dengan tes essay/uraian sebanyak 2 butir. Sedangkan untuk penyusunan kisi-kisi yang kedua hal-hal yang perlu dikemukakan adalah kompetensi dasar, materi pokok, indikator, bentuk soal, dan nomor setiap soal. Contoh kisi-kisi nya sebagai berikut : No
1
Kompetensi dasar
Siswa
beriman
kepada allah dan
Materi pokok
Indikator
Bentuk
Nomor
soal
soal 10
Iman kepada
Menjelaskan
Pilihan
Allah
pengertian
ganda
memahami sifat-
iman
sifat nya
Allah
kepada
Menjelaskan Uraian
sifat-sifat wajib
dan
43
terstruktur
mustahil bagi Allah 2
Siswa mampu
Shalat
Menjelaskan
Pilihan
melakukan solat
berjamaah
pengertian,
ganda
berjamaah
15
hukum dan syarat-syarat shalat berjamaah Menjelaskan fungsi shalata
Uraian
44
terstruktur
berjamaan dalam kehidupan 3
Dst
13
4. Pemilihan bentuk tes Pemilihan bentuk tes yang tepat didasarkan pada beberapa faktor seperti: tujuan tes, jumlah peserta tes,
waktu yang tersedia untuk memeriksa
lembar jawaban tes, cakupan materi tes dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan (Depdiknas, 2004). Bentuk tes objektif pilihan ganda, menjodohkan, isian dan bentuk tes banyak, waktu koreksi singkat, dan cakupan materi yang diujikan banyak. Sedangkan tes dalam bentuk uraian digunakan bila evaluator ingin mengukur penguasaan kemampuan tingkat tinggi testee (analisis, sintesis, atau evaluasi). Disamping itu, tes bentuk uraian dipilih jika jumlah testee relatif sedikit dan waktu untuk koreksi relatif longgar. 5. Panjang tes Panjang tes dimaksudkan adalah jumlah soal yang akan diujikan dalam suatu ujian. Jumlah soal ini ditentukan oleh waktu yang tersedia untuk melakukan ujian dengan memerhatikan bahan yang diujikan dan tingkat kelelahan peserta tes (testee) (Depdiknas, 2004). Pada umumnya, tes ditingkat Madrasah Aliyah dilakukan selama 60 menit sampai dengan 75 menit. Untuk tes bentuk pilihan ganda dengan tingkat kesulitan rata-rata sedang, tiap butir soal uraian banyaknya butir soal tergantung pada kompleksitas soal. Walau demikian, disarankan menggunkan lebih banyak soal dibandingkan hanya beberapa soal agar kesahihan isi lebih banyak. Ada tiga hal utama yang harus dipertimbangkan dalam menentukan jumlah soal yang diujikan, yaitu: 1) bobot masing-masing bagianyang telah ditentukan dalam kisi-kisi, 2) keandalan yang diinginkan, dan 3) waktu yang tersedia ( Depdiknas, 2004). Bobot skor tiap soal bisa ditentukan sebelum tes digunakan, yaitu berdasarkan tingkat kompleksitas atau
14
kesulitannya, yang kompleks atau sulit diberi bobot lebih tinggi dibanding dengan yang lebih mudah. Jumlah soal yang diperlukan tiap jenis tes untuk suatu satuan waktu tertentuharus diperhitungkan dengan tepat. Hal ini untuk menjaga agar waktu yang disediakan tidak kurang atau berlebih. Bagi guru yang berpengalaman dapat menentukan jumlah soal dengan tepat. B. Teknik Penyusunan Tes Hasil Belajar Kognitif Tes untuk evaluasi hasil belajar kognitif baik disekolah maupun madrasah dari segi caranya dibedakan menjadi dua macam pula yaitu tes objektif dan tes subjektif (uraian). Tes objektif terdiri dari beberapa bentuk, yaitu tes model pilihan ganda (multiple choice item), tes isian singkat (completion test), tes menjodohkan (matching test), tes benar-salah (true-false test). Tes uraian ada dua bentuk, yaitu tes uraian terbatas (tes uraian objektif) dan tes uraian bebas. 1. Pilihan ganda (multiple choice item) a. Pengertian tes pilihan ganda Tes pilihan ganda adalah bentuk tes objektif yang terdiri atas pertanyaan atau pernyataan (stem) dan diikuti sejumlah alternatif jawaban (option), tugas testee memilih alternatif jawaban yang paling tepat. Kemungkinan jawaban tersebut dapat berupa kata, frasa, nama tempat, nama tokoh, lambang atau kalimat yang sudah pasti. Dilihat dari segi rumusan kalimatnya, soal pilihan ganda dapat berupa kalimat tanya atau kalimat pertanyaan yang tidak lengkap. Alternatif jawaban terdiri atas jawaban benar yang merupakan kunci jawaban serta kemungkinan
jawaban-jawaban
salah
yang
disebut
pengecoh
(distraktor). Alternatif jawaban ini beragam, ada yang menggunakan tiga alternatif yang biasa nya digunakan disekolah tingkat dasar (SD/MI) kelas tingkat bawah ( 1-3 ), ada yang menggunakan 4 alternatif yang biasanya digunakan ditingkat SMP/MTs, dan ada yang menggunakan 5 alternatif pada tingkat SLTA dan perguruan tinggi b. Kelebihan dan kelemahan tes pilihan ganda
15
Bentuk soal pilihan ganda merupakan salah satu soal yang sangat luas digunakan untuk mengukur prestasi peserta didik baik pada jenjang pendidikan dasar (SD/MI dan SLTP), pendidikan menengah atas (SLTA), maupun perguruan tinggi.
Bhakan bentuk soal ini juga
digunakna pada bidang-bidang diluar pendidikan seperti pada tes calon pegawai negeri sipil. Penggunaan secara luas soal bentuk ini tidak terlepas dari kelebihan-kelebihan yang dimilikinya.
Diantara
kelebihan soal pilihan ganda ini sebagai berikut : 1. Materi yang dapat diujikan relatif banyak dibandingkan materi yang dapat dicakup soal bentuk lainnya.
Jumlah soal yang
ditanyakan umumnya relatif banyak 2. Dapat mengukur berbagai jenjang kognitif mulai dari ingatan sampai dengan evaluasi. 3. Pengoreksian dan penskoran mudah, cepat, lebih objektif dan dapat mencakup ruang lingkup bahan dan materi yang luas dalam satu tes untuk suatu kelas atau jenjang. 4. Sangat tepat untuk ujian yang pesertanya sangat banyak sedangkan hasilnya harus segera diketahui seperti pada ujian akhir nasional, ujian sekolah dasar atau ujuan masuk perguruan tinggi negeri. 5. Reliabilitas soal pilihan ganda relatif lebih tinggi dibandingkan dengan soal uraian. Adapun diantara beberapa kelemahan soal pilihan ganda adalah : 1. Peserta didik tidak mempunyai keleluasaan dalam menulis, mengorganisasikan, dan mengekpresikan gagasan yang mereka miliki yang dituangkan dalam kata atau kalimatnya sendiri. 2. Tidak cocok digunakan untuk mengukur kemampuan problem solving. 3. Kemungkinan untuk melakukan tebakan jawaban masih cukup besar.
Dengan 4
alternatif jawaban peserta tes memiliki
16
kemungkinan menerka sebesar 25 %,
dan dengan 5 alternatif
jawabna peserta tes memiliki kemungkinan menerka sebesar 20 %. 4. Penyususnan soal yang lebih sulit dan memerlukan waktu relatif lebih lama dibandingkan dengan bentuk soal lainnya. 5. Sangat sukar menentukan alternatif jawaban yang benar-benar homogen, logis dan berfungsi. c. Model-model tes pilihan ganda Ada beberapa model soal pilihan ganda yang dapat digunakan dalam evaluasi hasil belajar, yaitu :
Model pilihan ganda biasa
Model assosiasi
Model melengkapi berganda
Model hubungan antar hal
Model analisis kasus
Model pemakaian diagram, grafik, peta atau gambar.
2. Tes bentuk jawaban singkat atau isian singkat a. Pengertian Tes jawaban singkat adalah bentuk tes yang berupa kalimat pertanyaan yang harus dijawab dengan jawaban singkat atau kalimat perintah yang harus dikerjakan atau berupa kalimat pernyataan yang belum selesai sehingga testee harus mengisikan kata untuk melengkapi kalimat tersebut. Bentuk tes ini tepat digunakan untuk mengetahui tingkat ingatan/hafalan dan pemahaman peserta didik.
Tes ini juga dapat
memuat jumlah materi yang banyak, namun tingkat berpikir yang diukur cenderung rendah. b. Kaidah penulisan tes jawaban singkat Kaidah-kaidah utama penyusun soal bentuk ini adalah sebagai berikut :
Rumusan butir soal harus sesuai dengan kemampuan (kompetensi dasar dan indikator)
Jawaban yang benar hanya satu
Rumusan kalimat soal harus komunikatif 17
Rumusan soal harus menggunakan bahasa yang baik, kalimat singkat, dan jelas sehingga mudah dipahami
Jawaban yang dituntut oleh butir berupa kata, frase, angka, simbol, tahun, tempat, dan sejenisnya harus singkat dan pasti.
Rumusan butir soal tidak merupakan kalimat yang belum lengkap, bagian yang dikosongkan (perlu diisi oleh testee) maksimud dua untuk satu kalimat soal.
Titik-titik kosong sebagai tempat jawaban hendaknya diletakan pada akhir atau dekat akhir kalimat daripada pada awal kalimat.
3. Tes menjodohkan a. Pengertian Tes bentuk menjodohkan atau memasangkan adalah suatu bentuk tes yang terdiri dari suatu seri pertanyyan dan satu seri jawaban. Masingmasing pertanyaan mempunyai jawabnya yang tercantum dalam seri jawaban. Pertanyaan biasanya diletakan pada lajur sebelah kiri atau atas dan sering disebut pula dengan stimulus atau premis yang berupa kalimat atai frasa. Kelompok jawaban diletakan pada lajur sebelah kanan atau bwah dan biasa pula disebut dengan respons yang dapat berupa kata, bilangan, gambar atau simbol. Tugas testee ialah memilih pasangan yang tepat bagi pernyataan yang ditulis pada stimulus yang terdapat pada lajur sebelah kiri atau atas dengan respons yang terdapat pada lajur sebelah kanan atau bawah. Tes bentuk menjodohkan ini tepat untuk mengukur kemampuan peserta
didik
yang sangat
rendah,
yaitu
kemampuan
untuk
mengidentifikasi informasi berdasarkan hubungan yang sederhana. Kaidah-kaidah pokok penulisan tes jenis menjodohkan ini adalah sebagai berikut :
Tulis lah petunjuk mengerjakan tes yang jelas dan mudah dipahami para testee
18
Soal yangdiberikan kepada peserta didik hendaknya merupakan soal yang sesuai dengan kompetensi/indikator yang terdapat dalam kurikulum
Jumlah respon atau alternatif jawaban harus lebih banyak dibandingkan dengan stimulus/premis, misalnya dilebihkan satu atau dua atau lebih.
Hal ini sangat penting untuk
memperkecil kemungkinan testee menjawab benar soal dengan cara menebak
Pernyataan yang lebih panjang hendak nya diletakkan pada stimulus (lajur sebelah kiri atau atas) dan pernyataan yang lebih pendek diletakkan pada respns (lajur sebelah kanan atau respons). Hal ini untuk menghindari agar peserta didik tidak mengalami kesulitan karena harus menjodohkan bagian ynag pendek dengan bagian yang panjang
Butir soal (stimulus) dan alternatif jawaban (respons) harus diletakan
pada
halaman
yang
sama,
khususnyauntuk
penempatan stimulus diatas dan respons dibawah.
Jika
stimulus diletakan pada halaman yang berbeda testee akan mengalami kesulitan dengan mengulag-ngulang membuka halaman untuk mencocokan stimulus dan respons.
Hal ini
tentu akan menyulitkan testee dan mengganggu konsentrasinya dalam menyelesaikan soalnya.
Stimulus/premis yang terdapat pada sebelah kiri atau atas harus menggunakna angka (1, 2, 3, dan seterusnya) sebagai nomor pada pernyataan butir soal, dan respon pada sebelah kanan atau bawah menggunakan abjad (a, b, c, dan seterusnya)
Pilihan jawaban yang berbentuk angka hendaknya disusun secara berurutab dan dari besar ke kecil atau sebaliknya. Apabila alternatif jawabannya berupa tanggal dan tahun terjadinya
peristiwa,
maka
sebaiknya
disusun
secara
kronologis. 19
Kalimat
butir
soal
hendaknya
dirumuskan
dengan
menggunakan bahasa yang baik, serta kalimat yang singkat dan jelas dan harus menggunakan bahsa yang sesuai dengan kaidah bahasa indonesia (EYD). Soal juga harus menggunakan bahasa yang komunikatif, sehingga mudah dimengerti dan tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat (bahasa lokal), jika soal akan digunakan daerah lain atau nasional. 4. Tes uraian a. Pengertian Tes bentuk uraian merupakan alat evaluasi hasil belajar yang paling tua. Tes uraian disebut pula dengan tes esai (essay test) atau tes subjektif.
Dikatakan tes subjektif terutama terkait dengan proses
pemeriksaan dan pemberian skor dari tester (evaluator) yang relatif lebih bersifat subjektif jika dibandingkan dengan pada tes objektif. Secara umum tes uraian ini memiliki karakteristik sebagai berikut, pertama, tes uraian adalah tes yang berupa pertanyaan atau perintah yang jwabannya menuntuk testee mengorganisasikan gagasan atau halhal yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakan gagasan tersebut dalam bentuk tulisan. Perbedaan yang sangat jelas antara tes objektif dan tes uraian (tes subjektif). Kedua, jumlah butir soalnya umumnya terbatas, yaitu berkisar empat sampai dengan sepuluh butir. Ketiga, pada umumnya, butir-butir soal tes diawali denga kata-kata : jelaskan, terngkan, uraikan, mengapa, bagaimana, dan kata-kata laian yang menuntut testee memberikan uraian jawaban secara lebih luas. Tes uraian dgunakan secara luas untuk bebagai macam keperluan antara lain digunakan sebagai ulangan harian, ulangan umum, ataupun ulangan kenaikan kelas. Pada perguruan tinggi, biasanya para dosen menggunakan bentuk uraian tes ini pada saat ujian tengah semester (UTS) atau ujian akhir semester (UAS). Dari sisi kemampuan, tes uraian ini digunakan untuk mengukur kemampuan yang tidak dapat diukur dengan bentuk tes objektif. Secra umum terdapat dua situasi
20
diman guru atau dosen untuk mengukur kemampuan yang sangat tinggi yang tidak efektif diukur dengan tes bentuk objektif seperti kemampuan analisis, sintesis, maupun evaluasi.
Kedua, tes uraian
digunakan jika guru ingin mengukur kemampuan menulis.
Dalam
contoh ini, guru biasanya mengukur kemampuan testee untuk menulis beberapa kalimat sehingga terbentuk sebuah cerita. Kemampuan yang diukur adalah kemampuan mengekpresikan gagasan dalam sebuah cerita yang meruntut dan komunikatif. b. Jenis tes uraian Tes bentuk uraian ini ada dua macam, yaitu tes uraian terbatas atau uraian terstruktur dan tes uraian bebas.
Tes uraian terbatas, disebut pula dengan tes uraian terstruktur atau tes uraian objektif adalah tes uraian yang sifat jawabannya dibatasi (sudah terarah) baik ditinjau dari segi materi maupun jawabannya.
Penskoran pada tes uraian terbatas cenderung
lebih konsisten dan objektif.
Uraian bebas, yaitu bentuk tes uraian yang menghendaki jawaban yang terurai (jawaban panjang). Tes uraian bebas ini bebas melalui tulisan atau karangan.
Jadi testee memiliki
kebebasan mengemukakan jawaban melalui tuliasan. Benar tidaknya tulisan testee hanya dapat diskor oleh guru yang benar-benar berpegalaman.
Bentuk tes ini tepat digunakan
apabila bertujuan untuk : 1. Mengungkapkan pandangan para siswa terhadap suatu masalah sehingga dapat diketahuai luas dan intensitasnya, 2. Megupas suatu masalah yang kemungkinan jawban beraneka ragam sehingga tidak ada satu jawaban yang pasti 3. Mengembangkan daya analisis siswa dalam melihat suatu persoalandari berbagai segi atau dimensinya.
21
c. Pedoman tes uraian Kaidah penyusunan untuk tes bentuk uraian secara umum adalah sebagai berikut :
Soal harus sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang terdapat pada kurikulum.
Artinya, soal uraian harus
menanyakan perilaku dan materi yang hendak diukur sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar dan indikator.
Ruang lingkup berupa batasan pertanyaan dan jawaban harus jelas dan tegas
Rumusan pertanyaan atau penyataan harus menggunakan katakata tanya atau kata pentih yang menntut jawaban terurai seperti : “bandingkan ...”, “berikan alasan ...”, “jelaskan mengapa ..”, “uraikan..”, “tafsirkan ...”, dan semacamnya yang menghendaki jawaban terurai
Isi materi yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang dan jeni sekolah dan tingkat sekolah
Rumusan pertanyaan jangan mengguakan kata yang tidak menuntut peserta didik untuk menguraikan seperti : siapa, kapan, dimana, apakah , dan bila.
Buatlah pedoman penskoran segera setelah soal uraian selesai ditulis. Pedoman penskoran harus dibuat dengan cara menguraikan kriteria penskoran atau komponen yang akan dinilai seperti rentang skor dan besarnya skor untuk setiap kriteria.
Sesaat setelah butir-butir soal disusun, hendaknya segera drumuskan kunci jawabannya, atau setidak-tidaknya disiapkan ancer-ancer jawaban betulnya
Rumusan butir soal harus menggunakan bahasa indonesia yang baku dan bahsa yang sederhanaserta komunikatif sehingga mudah dipahami oleh peserta didik.
Penulis soal jangan
sampai menggunkan istilah atau kalimat yang bertele-tele tidak 22
terfokus pada inti permaslahan sehingga sukar dipaham oleh testee.
C. Teknik Non Tes untuk Hasil Belajar Kognitif Ada beberapa teknik non tes yang dapat digunakan untuk mengealuasi hasil belajar kognitif yaitu portofolio, proyek (penugasan), dan produk. Teknik non tes ini sifatnya untuk melengkapi teknik tes. 1. Penilaian portofolio a. Pengertian Salah satu prinsip hasil evaluasi belajar adalah dilaksanakan secara berkala dan berkesinambunagan.
Ini artiya bahwa evaluasi hasil
belajar itu tidak boleh dipahami secara sempit yang hanya menekankan pada evaluasi tahap akhir dari proses pembelajaran saja, tetapi hendaknya mencakup keseluruhan proses sejak awal hingga akhi kegiatan pembelajaran. Disamping itu evaluasi juga tidk boleh hanya menaksir sesuatu secara parsial, melainkan harus menaksir sesuatu secara menyeluruh yang meliputi proses dan hasil pertumbuhan dan perkembangan wawasan, pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang capai oleh peserta didik. Dengan demikian, untuk menetapkan peserta didik tidak lulus ujian itu bukan hanya dari hasil sesaat, misalnya hanya diambil dari ujian akhir. Sebab, bisa saja terjadi seseorang yang yang pada saat ujian akhir sedang terganggu kesehatannya, sehingga ia tidak dapat berkonsentrasi dalam menjawab soal-soal ujian, dinyatakan gagal padahal dlam kesehariannya ia termasuk peserta didik yang pandai.
Atau dapat juga terjadi
sebaliknya, karena mendapat kesempatan menyontek, seseorang dapat lulus ujian padahal dalam kesehariannya ia termasuk peserta didik yang amat malas. Menyadari adanya berbagai kelemahan pelaksanaan evaluasi yang dilakukan sesaat dan parsial tersebut, dikembangkanlah sistem evaluasi yang lebih komprehensif yang mempertimbangkan segala
23
aspek dari peserta didik dan yang dilakukan secara berkala dan berkesinambungan. Misalnya, untuk menentukan nilai rapor peserta didik, seorang guru menyimpulkan dari rata-rata hasil ulangan harian, ulangan blok, ulangan umum, tugas-tugas terstruktur, catatan keseharian perilaku peserta didik (anecdotal record), dan laporan kegiatan diluar sekolah/madrasah yang menunjang kegiatan kegiatan belajar. Semua indikator proses dan hasil belajar peserta didik itu tercatat dan terdokumentasi dalam suatu bundel yang dikenal dengan portofolio. Inilah kemudian yang dikenal dengan model penilaian portofolio. Menurut poulson, portofolio sebagai kumpulan pekerjaan sisiwa yang menunjukan usaha, perkembangan dan kecakapan mereka dalam satu bidang atau lebih. Kemampuan ini harus mencakup partisipasi siswa dalam seleksi isi, kriteria seleksi, kriteria penilaian dan bukti refleksi diri.
Menurut Grounlund portofolio mencakup berbagai contoh
pekerjaan siswa yang tergantung dengan keluasan tujuan. Apa yang harus tersurat, tergantung pada subjek dan tjuan penggunaan portofolio.
Contoh pekerjaan siswa ini memberikan dasar bagi
pertimbangan kemajauan belajar dan dapat dikomunikasikan pada siswa, orang tua, serta pihak laian yang berkepentingan.
Dengan
demikian dapat dikatakan penilaian portofolio adalah kumpulan hasil karya seorang peserta didik myang digunakan sebgai instrumen evaluasi untuk menilai kompetensi peserta didik. Kumpulan hasil karya tersebut difokuskan kepada dokumen tenang kerja peserta didik sebagai bukti tentang apa yang dapat dilakukan peserta didik (dijawab atau dipecahkan oleh mereka). b. Indikator penilaian Banyak sekali indikator yang dapat dipilih diantara nya yang dpat dianggap cukup penting yaitu :
Hasil ulangan harian
Ulangan blok
24
Ulangan sumatif
Tugas-tugas terstruktur
Catatan perilaku peserta didik
Hasil karya peserta didik
Dan laporan aktifitas peserta didik diluar sekolah
2. Penilaian proyek Penilaian proyek adalah penilaian pada kemampuan melakukan “scientific inquiry” yang dpat memberikan informasi tentang kemampuan peserta didik
mengaplikasikan
mengorganisasi
pengatahuan
penyelidikan,
dalam
bekerja
sama,
merencanakan, mengidentifikasi,
mengumpulkan informasi manganalisis dan menginterprestasikan serta mengkomunikasikan temuannya dalam bentuk laporan tulisan. Format penilaian proyek adalah sebagai berikut : No
Nama
Aspek penilaian Proses 1
2
Jumlah
Rata-rata
Hasil 3
4
5
6
7
3. Penilaian produk Penilaian terhadap hasil artikel/benda yang dihasilkan peserta didik pada periode tertentu. Berikut adalah contoh instrumen penilaian yang dapat digunakan dalam menilai produk yang dihasilkan oleh siswa. Nama siswa : ............................. NIS No
: ............................. Jenis Produk
Aspek Penilaian
Nilai
Paraf guru
Kejelasan : Tersususn dengan
25
baik Tertulis dengan baik Mudah dipahami Informasi : Akurat Memadai Penting Jumlah Rata-rata
Pedoman penskoran tes kognitif adalah : a. Contoh pedoman penskoran soal bentuk pilihan ganda 1. Penskoran tanpa koreksi terhadap jawaban tebakan adalah satu untuk tiap butir yang dijawab benar. Sehingga jumlah skor sesuai dengan banyak butir yang dijawab dengan benar. Skor =
𝐵 𝑁
× 100
B = Banyak butir yang dijawab benar. N = banyaknya butir soal 2. Penskoran dengan koreksi terhadap jawaban tebakan adalah : Skor = [( B - S
) / N] x 100
P-1 B = Banyaknya butir soal yang dijawab benar S = Banyaknya butir soal yang dijawab salah P = Banyaknya pilihan jawaban tiap butir N = Banyaknya butir soal b. Contoh pedoman penskoran soal uraian objektif Indikator : Peserta didik dapat menghitung isi bangun ruang (balok) dan mengubah satuan ukurannya.
26
Soal : Sebuah bak mandi berbentuk balok berukuran panjang 150 cm, dan tinggi 75 cm. Berapa literkah isi bak mandi tersebut? (untuk menjawab, tulislah langkah-langkahnya). Langkah 1
Kunci Jawaban Isi balok = Panjang x lebar x tinggi
Skor 1
2
= 150 cm x 80 cm x 75 cm
1
3
= 900.000 cm³
1
4
Isi bak mandi dalam liter :
1
= 900.000 liter 1000 5
= 900 liter
1 Skor Maksimum
5
c. Contoh pedoman penskoran soal uraian non objektif Indikator : Siswa-i dapat mendeskripsikan alasan warga negara Indonesia bangga menjadi bangsa Indonesia. Soal
: Tulislah alasan-alasan yang membuat anda berbangga
sebagai
bangsa Indonesia! Pedoman penskoran adalah : Jawaban boleh bermacam-macam, namun pokok jawaban tidak keluar dari tema sebagai berikut : Kriteria Jawaban
Rentang Skor
Kebanggaan yang berkaitan dengan kekayaan alam Indonesia. Kebanggaan yang berkaitan dengan keindahan tanah air Indonesia (pemandangan alamnya, geografisnya, dll) Kebanggaan yang berkaitan dengan keanekaragamanan budaya, suku, adat istiadat tetapi tetap bersatu Kebanggan yang berkaitan dengan keramahtamahan masyarakat Indonesia Skor maksimum
0-2 0-2
0-2
0-2 8
27
d. Pembobotan soal uraian Pembobotan
soal
adalah
pemberian
bobot
pada
soal
dengan
cara
membandingkannya dengan soal lain dalam suatu perangkat tes yang sama. Bobot setiap soal ada dalam suatu perangkat tes, yang ditentukan dengan karakteristik tertentu. Rumus untuk menghitung SBS (Skor Butir Soal) adalah : 𝑎
SBS = 𝑏 x c a = Skor mentah yang diperoleh siswa-i untuk butir soal b = Skor mentah maksimum soal c = Bobot soal Setelah memperoleh SBS, selanjutnya dapat menghitung total STP (Skor Total Peserta Didik), dengan rumus sebagai berikut : STP = ∑ SBS Contoh 1 = Bobot soal sama dengan skala 0 sampai dengan 100 Skor
Skor
No
Mentah
Mentah
Soal
Perolehan
Maksimum
(a)
(b)
(c)
(SBS)
01
30
60
20
10,00
02
20
40
30
15,00
03
10
20
30
15,00
04
20
20
20
20,00
Jumlah
80
140
100
60,00 (STP)
Bobot Soal
Skor Bobot Soal
Contoh 2 = Bila STP ≠ Total Bobot Soal dan Skala 100 Skor
Skor
No
Mentah
Mentah
Soal
Perolehan
Maksimum
(a)
(b)
(c)
(SBS)
01
30
60
20
10,00
02
40
40
30
30,00
Bobot Soal
Skor Bobot Soal
28
03
20
20
30
30,00
04
10
20
20
10,00
Jumlah
100
140
100
10,00 (STP)
e.
Pembobotan soal bentuk campuran Soal bentuk campuran terdiri dari bentuk pilihan dan uraian. Pembobotan soal ditentukan oleh cakupan materi dan kompleksitas jawaban, pada umumnya soal pilihan ganda berjumlah lebih banyak dan soal uraian lebih sedikit namun nilainya lebih besar. Cara penilaiannya adalah : Skor pilihan ganda tanpa koreksi jawaban dugaan = (X/20) x 100 = 80. Skor bentuk uraian adalah = (X/40) x 100 = 50. Skor akhir = 0,4 x (80) + 0,6 (50) = 62.
29
BAB III KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penjelasan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa sebagai berikut : 1. Langkah dalam menyusun instrumen evaluasi hasil belajar kognitif adalah sebagai berikut :
Menetukan tujuan dan kawasan tes
Menguraikan materi dan batasan perilaku yang akan diukur
Penyususnan kisi-kisi
Memilih bentuk test
Menelaah soal test
Melakukan uji coba test
Menganalisis butir soal
Memperbaiki test, dan
Merakit tes
2. Teknik tes hasil belajar kognitif dibagi menjadi empat yaitu :
Pilihan ganda
Tes bentuk jawaban atau singkat
Tes menjodohkan
Tes uraian
3. Teknik non tes hasil belajar kogntif dibgai menjadi tiga, yaitu :
Penilaian portofolio
Penilaian proyek
Penilaian produk
30
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsmi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Jihad, Asep dan Haris, Abdul. 2010. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta : Multi Pressindo.
Sukiman.2011.Pengambangan Sistem Evaluasi.Yogyakarta:Insan Madani.
31