Evapro ODF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN EVALUASI PROGRAM POKOK PUSKESMAS CAKUPAN DESA BEBAS BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN (OPEN DEFECATION FREE) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS II TAMBAK



Disusun Oleh Yudith Anindita G4A015096



Pembimbing Lapangan dr. Kuntoro KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT JURUSAN KEDOKTERAN UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN 2017



LEMBAR PENGESAHAN



Laporan Evaluasi Program Pokok Puskesmas



Cakupan Desa Bebas Buang Air Besar Sembarangan (Open Defecation Free) di Wilayah Kerja Puskesmas II Tambak



Disusun untuk memenuhi syarat ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman Disusun Oleh Yudith Anindita G4A015096



Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal



Mei 2017



Pembimbing lapangan,



dr. Kuntoro NIP. 19880214 201502 1 001



1



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL............................................................................................. i LEMBAR PENGESAHAN................................................................................... ii I.



PENDAHULUAN..................................................................................... 1 A. Latar Belakang..................................................................................... 1 B. Tujuan Penulisan................................................................................. 2 C. Manfaat Penulisan............................................................................... 3



II.



ANALISIS SITUASI................................................................................. 4 A. Gambaran Umum................................................................................ 4 B. Deskripsi Situasi dan Kondisi Masyarakat.....................................



5



C. Pencapaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat................... 8 III.



ANALISIS POTENSI DAN IDENTIFIKASI ISU STRATEGIS……… 13 A. Analisis Sistem pada Program Kesehatan......................................



13



B. Alternatif Masalah dengan SWOT...................................................... 17 IV.



PEMBAHASAN ISU STRATEGIS DAN ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH............................................................................................... 21 C. Pembahasan Isu Strategis.................................................................... 21 D. Alternatif Pemecahan Masalah............................................................ 22



V.



KESIMPULAN DAN SARAN................................................................. 20 A. Kesimpulan......................................................................................... 24 B. Saran.................................................................................................... 25



DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 26



2



I.



PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Perilaku buang air besar sembarangan (BABS) atau open defecation merupakan sebuah tindakan membuang kotoran atau tinja di area terbuka dan dibiarkan mengkontaminasi air, tanah, dan udara. Perilaku ini muncul disebabkan oleh banyak hal seperti kurangnya sarana sanitasi, kebiasaan, dan kurangnya pengetahuan mengenai dampak BABS (Mukherjee, 2011). Sanitasi dan higienitas yang buruk termasuk kebiasaan BABS berkaitan erat dengan penularan penyakit infeksi, seperti infeksi diare, cacing tambang, dan demam tifoid. Secara tidak langsung, penyakit tersebut dapat memberi kerugian finansial yang cukup besar akibat biaya perawatan, penurunan produktivitas, dan kematian. Kerugian yang ditimbulkan penyakit tersebut di Indonesia mencapai 56 triliun rupiah per tahun (Semba, 2011). Menurut WHO (2010), sebesar 1,1 milyar orang atau 17% dari populasi dunia masih buang air besar di area terbuka. Berdasarkan data tersebut, Indonesia menempati posisi kedua dari seluruh negara yang melakukan BABS dengan



jumlahnya



sekitar



63



juta



penduduk.



Pemerintah



Indonesia



menyampaikan dan mengindikasikan bahwa permasalahan ini membutuhkan perhatian khusus. Sedangkan prevalensi penyakit akibat sanitasi buruk di Indonesia adalah penyakit diare sebesar 72%, cacingan 0.85%, scabies 23%, trakhoma 0,14%, dan hepatitis A 0,57%, sedangkan kematian akibat sanitasi buruk diare menempati urutan pertamadengan presentase 46% (Semba, 2011). Bebas buang air besar sembarangan (Open defecation free/ ODF) merupakan program yang dideklarasikan oleh pemerintah dimana seluruh masyarakat memiliki kesadaran untuk tidak BAB di sembarang tempat dan telah membangun serta memakai jamban yang sehat dan memeliharanya (Kemenkes, 2009).



3



Puskesmas sebagai penyelenggara upaya pembangunan kesehatan tingkat pertama, memiliki peranan penting dalam pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya termasuk dalam perubahan perilaku masyarakat untuk menggunakan jamban secara sadar. Dalam pelaksanaannya, Puskesmas memiliki program kesehatan lingkungan sebagai salah satu program pokoknya. Menteri kesehatan melalui Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang rencana strategis kementerian kesehatan tahun 2014 – 2019 telah memandatkan Puskesmas untuk meningkatkan perannya dalam pencapaian daerah bebas BABS. Puskesmas II Tambak merupakan salah satu Puskesmas yang belum mencapai target bebas BABS. Dari total lima desa yang berada dalam wilayah kerjanya, baru ada satu desa (Buniayu), yang terbebas dari BABS. Keadaan ini tentu masih jauh dari target yang ditetapkan yaitu seluruh desa bebas BABS pada tahun 2019. Sedangkan sejak program ini dijalankan tahun 2010, puskesmas sendiri awalnya menargetkan satu desa bebas BABS tiap tahunnya. Berdasarkan uraian tersebut, penulis merasa perlu untuk melakukan evaluasi pada program kesehatan lingkungan khususnya mengenai cakupan desa bebas BABS di Puskesmas II Tambak.



B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mengetahui masalah-masalah terkait pelaksanaan 6 rogram pokok (Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Pencegahan Pemberantasan Penyakit Menular, Kesehatan Keluarga dan Reproduksi, Perbaikan Gizi Masyarakat, serta Penyembuhan Penyakit dan Pelayanan Kesehatan) upaya kesehatan masyarakat di Puskesmas II Tambak serta mencari metode pemecahan masalahnya.



4



2.



Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran umum profil kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas II Tambak b. Mengetahui secara umum pelaksanaan program dan cakupan program desa bebas buang air besar sembarangan c. Menganalisis



faktor-faktor



yang



berpengaruh



terhadap



belum



tercapainya target cakupan desa bebas buang air besar sembarangan d. Mengetahui upaya-upaya Puskesmas II Tambak dalam meningkatkan cakupan desa bebas buang air besar sembarangan.



C. Manfaat Penulisan 1. Manfaat Praktis a. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai program dan faktorfaktor yang berpengaruh terhadap cakupan desa bebas buang air besar sembarangan di Puskesmas II Tambak. b. Menjadi dasar ataupun masukan bagi Puskesmas II Tambak dalam mengambil kebijakan jangka panjang dalam upaya peningkatan cakupan desa bebas buang air besar sembarangan. 2. Manfaat Teoritis a. Menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya bagi pihak yang membutuhkan. b. Sebagai bahan pembelajaran dalam menganalisa suatu permasalahan kesehatan dalam 6 program pokok upaya kesehatan masyarakat Puskesmas. c. Sebagai



bahan



pembelajaran



dalam



menentukan



pemecahan



permasalahan kesehatan dalam 6 program pokok upaya kesehatan masyarakat Puskesmas. II.



ANALISIS SITUASI



5



A. Gambaran Umum Puskesmas II Tambak 1. Keadaan Geografi Puskesmas II Tambak merupakan wilayah timur jauh (tenggara) dari Kabupaten Banyumas, dengan luas wilayah 1,47 km2 atau sekitar 1,1% dari luas kabupaten Banyumas. Wilayah Puskesmas II Tambak terdiri dari 5 desa yaitu: Pesantren, Karangpucung, Prembun, Purwodadi dan Buniayu. Desa yang paling luas adalah Purwodadi yaitu 374 ha, sedangkan desa yang wilayahnya paling sempit adalah Karangpucung yaitu sekitar 251 ha. Wilayah Puskesmas II Tambak terletak diperbatasan Kabupaten Banyumas dengan Kabupaten Kebumen, dan berbatasan dengan : a. Disebelah utara



: Desa Watuagung



b. Sebelah timur



: Kabupaten Kebumen



c. Sebelah Selatan



: Desa Gebangsari



d. Sebelah Barat



: Desa Kamulyan, Desa Karangpetir.



Wilayah Puskesmas II Tambak terletak pada ketinggian sekitar 15 mdpl – 35 mdpl. Dengan suhu udara rata–rata sekitar 27 derajat celcius dengan kelembaban udara sekitar 80 %. Sekitar 50 % dari luas tanah adalah daerah persawahan, 43 % pekarangan dan tegalan, dan 7 % lain-lain. 2. Keadaan Demografi Pertumbuhan penduduk dengan jumlah penduduk dalam wilayah Puskesmas II Tambak tahun 2016 berdasarkan data dari BPS adalah 20.872 jiwa. Terdiri dari 10.330 jiwa (49,5%) laki-laki dan 10.542 jiwa (50,5%) perempuan. Jumlah keluarga 6.509 KK dan kepadatan penduduk 1.422 jiwa/km2. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun 2015 jumlah jiwa dalam wilayah Puskesmas Tambak II mengalami peningkatan.



6



Jumlah penduduk tahun 2016 yang paling banyak adalah Desa Purwodadi sebesar 6.311 jiwa, dengan kepadatan penduduk 1.687 jiwa/km2, sedangkan yang paling sedikit penduduknya adalah Desa Pesantren sebesar 2.684 jiwa dengan kepadatan penduduk 1.220 jiwa/km2. Kepadatan penduduk wilayah Puskesmas II Tambak adalah 1.422 jiwa/km2. Penyebaran penduduknya cukup merata, mulai dari daerah yang dekat jalan raya sampai ke daerah. B. Deskripsi Situasi dan Kondisi Puskesmas Puskesmas II Tambak beralamat di Jalan Balai Desa Pesantren nomor 28, Kecamatan Tambak, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. 1. Sarana Kesehatan a. Sarana Kesehatan Dengan Kemampuan Labkes Puskesmas II Tambak satu-satunya sarana kesehatan yang mempunyai kemampuan Labkes di wilayah Puskesmas II Tambak. b. Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan 4 Pelayanan Dasar Rumah Sakit yang menyelenggarakan 4 pelayanan dasar tidak ada. c. Pelayanan Gawat Darurat Pelayanan gawat darurat di wilayah Puskesmas II Tambak hanya ada di Puskesmas. 2. Tenaga Kesehatan Tenaga kesehatan merupakan tenaga kunci dalam mencapai keberhasilan pembangunan bidang kesehatan. Jumlah tenaga kesehatan dalam wilayah Puskesmas II Tambak adalah sebagai berikut : a. Tenaga Medis Tenaga Medis atau dokter yang ada di sarana kesehatan dalam wilayah Puskesmas II Tambak ada 2 (dua) orang dokter umum, yaitu dokter umum yang bekerja di Puskesmas II dengan rasio terhadap 100.000 penduduk sebesar 14.373.



7



b. Dokter Spesialis Dokter spesialis tidak ada. Standar IIS 2010, 6/100.000 penduduk. c. Dokter Gigi Dokter gigi tidak ada. Standar IIS 2010, 11/100.000 penduduk. d. Tenaga Farmasi Tenaga farmasi pada Puskesmas II Tambak sebanyak 1 (satu) orang atau rasio terhadap 100.000 penduduk sebesar 4,79 dan untuk standar IIS 2010, 10/100.000 penduduk. e. Tenaga Bidan Tenaga kebidanan jumlahnya 10 orang. Berarti ratio tenaga bidan adalah 47,91/100.000 penduduk. Standar IIS 2010, jumlah tenaga bidan 100/100.000 atau 16 bidan. f. Tenaga Perawat Tenaga perawat kesehatan yang ada di Puskesmas II Tambak lulusan SPK ada 4 orang dan D-III Keperawatan 6 orang, jumlah seluruhnya ada 10 orang perawat (ratio 47,91/100.000 jumlah penduduk). Standar IIS tahun 2010, adalah 117,5/100.000 penduduk ( sekitar 19 perawat). g. Tenaga Gizi Tenaga Gizi di Puskesmas II Tambak jumlahnya 1 orang, lulusan D-III Gizi, ratio 4,791/100.000 penduduk. Standar IIS 2010, 22/100.000 penduduk. h. Tenaga Sanitasi Tenaga kesehatan masyarakat ada 1 (satu) orang dengan ratio 4,791/100.000 penduduk dan untuk tenaga sanitasi ada 1 orang dengan pendidikan D-I dengan ratio 4,791/100.000 penduduk. Standar IIS 2010, 40/100.000 penduduk (6,5 tenaga sanitasi).



8



i.



Tenaga Kesehatan Masyarakat Tenaga Kesehatan Masyarakat ada 1 orang. Standar IIS tahun 2010, 40/100.000 penduduk (6,5). Masih kurang 5 orang tenaga kesehatan masyarakat.



Tabel 2.1 Ratio Jumlah Tenaga Kesehatan terhadap Jumlah Penduduk di Puskesmas II Tambak, tahun 2016. No. Jenis Tenaga Jumlah Ratio per Target IIS per Tenaga



100.000 pddk 100.000 pddk



Kesehatan 1.



Dokter Umum



2



14.373



40



2.



Dokter Spesialis



0



0



6



3.



Dokter Gigi



0



0



11



4.



Farmasi



1



4,79



10



5.



Bidan



10



47,91



100



6.



Perawat



10



47,91



117,5



7.



Ahli Gizi



1



4,791



22



8.



Sanitasi



1



4,791



40



9.



Kesehatan Masyarakat 1



4,791



40



Sumber: data sekunder Puskesmas II Tambak



3. Pembiyaan Kesehatan Penyelenggaraan pembiayaan di Puskesmas II Tambak terdiri dari operasional umum, BPJS, Jamkesmas, Jamkesda dan dana BOK. Semua anggaran ini tujuannya adalah agar semua program kesehatan di Puskesmas II Tambak bisa berjalan sesuai yang diharapkan dan bisa mencapai targettarget yang telah ditentukan. Oleh karena itu semua anggaran ini saling melengkapi satu sama lain.



9



Anggaran dana operasional umum di Rencana Kerja Anggaran tahun 2016 berasal dari APBD Kab/Kota adalah : a. Belanja langsung sebesar 1.015.192.532 (satu milyar lima belas juta seratus sembilan puluh dua ribu lima ratus tiga puluh dua rupiah) b. Belanja tidak langsung sebesar 1.566.060.975 (satu milyar lima ratus enam puluh enam juta enampuluh ribu sembilan ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) Sedangkan dari APBN (Dana Alokasi Khusus) sebesar 216.540.000 (dua ratus enam belas juta lima ratus empat puluh ribu rupiah). 4. Sumber Daya Kesehatan Lainnya Jumlah Posyandu di wilayah kerja Puskesmas II Tambak adalah sebanyak 103 Posyandu, yang terdiri dari Posyandu Pratama sebanyak 3 posyandu atau sebesar 2,9%, Posyandu Madya sebanyak 26 posyandu (25,2%), Posyandu Purnama sebanyak 23 posyandu (22,3%), dan Posyandu Mandiri sebanyak 51 Posyandu atau sebesar 49,5 %.



C. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat Derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas II Tambak dapat dilihat dari angka kematian (mortalitas), angka kesakitan (morbiditas), dan status gizi sebagai berikut: 1. Mortalitas Angka kematian dapat dipergunakan untuk menilai derajat kesehatan masyarakat diwilayah tertentu dalam waktu tertentu. Disamping untuk mengetahui derajat kesehatan, juga dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk menilai tingkat keberhasilan dari program pembangunan kesehatan dan pelayanan kesehatan di suatu wilayah tertentu. Angka kematian berdasarkan data yang dihimpun dari berbagai sumber dipaparkan sebagai berikut:



10



a. Angka Kematian Bayi Angka kelahiran hidup di wilayah Puskesmas II Tambak tahun 2016 adalah 325 (162 laki-laki dan 163 perempuan). Sedangkan kasus bayi mati tidak ditemukan. Berarti angka kematian bayi (AKB) di wilayah Puskesmas II Tambak adalah 0 per 1.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan AKB Puskesmas II Tambak tahun lalu yaitu 150/1.000 kelahiran maka terjadi penurunan menjadi 6,1/1.000 kelahiran hidup. Dan jika dibandingkan dengan target Millenium Development Goals (MDGS) tahun 2015 sebesar 17/1000 kelahiran hidup maka AKB di Puskesmas II Tambak termasuk baik karena telah melampaui target.



20 15



13.5



15



14.7



10



9.5 6.1



5 0 2012



2013



2014



2015



2016



Gambar 2.1 Grafik Angka Kematian Bayi Per 1.000 Kelahiran Hidup



Di Puskesmas II Tambak Tahun 2012 – 2016 b. Angka Kematian Ibu Angka Kematian Ibu (AKI) adalah kematian yang terjadi pada ibu karena peristiwa kehamilan, persalinan, dan masa nifas. Angka kematian ibu (AKI) tahun 2016 terdapat 1 kasus sedangkan pada tahun 2015 terdapat 1 kasus, pada tahun 2014 dan tahun 2013 tidak ada kasus, tahun 2012 adalah 3 kasus atau 1.003,3 per 100.000 kelahiran hidup.



11



c. Angka Kematian Balita Dilihat angka kematian balita tahun 2016 ada 5, sedangkan pada tahun 2015 ada 3, tahun 2014 ada 3, tahun 2013 ada 2, dan tahun 2012 nihil. Ini menunjukan adanya peningkatan angka kematian balita di wilayah puskesmas II Tambak.



2.



Morbiditas a. Malaria Pada tahun 2016 ditemukan kasus malaria positif maupun malaria klinis sebanyak 1 kasus di desa Buniayu. Sedangkan pada tahun 2012, 2013 dan tahun 2014 tidak ditemukan kasus malaria. Kasus malaria terakhir pada tahun 2010 ditemukan malaria klinis sebanyak 32 atau 1.61 per 1000 penduduk. Positif malaria 3 kasus (1.6/1000 pddk) atau 9 % dari jumlah malaria klinis dan semua mendapatkan pengobatan. Walaupun angkanya termasuk kecil, dan tidak menunjukan endemis malaria namun demikian perlu diwaspadai karena semua kasus malaria disini adalah eksodan dari luar jawa. b. TB Paru Jumlah penemuan TB Paru BTA positif tahun 2016 adalah sebanyak 4 kasus atau CNR 38.33/100.000 penduduk. Kasus TB Paru BTA positif diobati 7, sembuh 3 dan pengobatan lengkap 1. Dengan angka kesuksesan (SUCCESS RATE/SR) 38,00%. Tahun 2015 sebanyak 6 kasus atau CDR 28/100.000 penduduk. Tahun 2014 adalah 6 kasus atau CDR 35/100.000 penduduk. Sedangkan tahun 2013 kasus TB Paru BTA positif 9 kasus atau 45/100.000 penduduk, sedangkan pada 2012 adalah 5 kasus atau CDR 25/100.000 penduduk. c. HIV/AIDS Kasus HIV tidak pernah ada yang terdeteksi dalam wilayah kerja atau tidak pernah ada kasus positif HIV. Hal ini tidak bisa menunjukan secara



12



pasti tidak adanya kasus HIV, sebab bisa dimungkinkan ada kasus tetapi tidak karena pemeriksaan laborat untuk penderita HIV sementara baru dilakukan pada klinik VCT atau di PMI pada waktu donor darah. Dan Puskesmas selaku yang mempunyai wilayah belum pernah mendapatkan tembusan hasil pemeriksaan laborat dari klinik VCT maupun PMI karena laporan langsung ke tingkat kabupaten. d. Acute Flaccid Paralysis (AFP) Tidak ditemukan kasus AFP dalam wilayah kerja Puskesmas II Tambak tahun 2016 maupun tahun sebelumnya. Hal ini dapat dijadikan indikator keberhasilan program, baik program immunisasi polio maupun program penemuan penderita AFP. Namun demikian kita harus tetap waspada akan terjadinya AFP. e. Demam Berdarah Dengue (DBD) Dari gambar 2.2 yaitu kasus DBD pada tahun 2016 ditemukan 7 kasus atau 33/100.000 penduduk sedangkan pada tahun 2015 ditemukan 3 kasus (14,4/100.000 penduduk). Pada tahun 2014 ditemukan 4 kasus (21,2/100.000 penduduk), pada tahun 2013 ditemukan 2 kasus (9,8/100.000 pddk), pada tahun 2012. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan kasus DBD pada tahun 2016. Ini perlu diwaspadai terutama masalah penularan penyakit DBD ini terkait erat dengan masalah lingkungan. Program pemberantasan sarang nyamuk tentunya perlu ditingkatkan lagi selain dilakukan fogging apabila terjadi kasus DBD di wilayah tertentu.



13



35 30 25 20 15 10 5



0 2012 2013 2014 2015 2016 Gambar 2.2 Grafik Kasus DBD Per 100.000 Penduduk Di Puskesmas II Tambak Tahun 2012-2016 3.



Status Gizi Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi di Posyandu melalui penimbangan rutin tahun 2016, diperoleh hasil sebagai berikut : a. Jumlah balita yang ada : 1.300 anak b. Jumlah balita ditimbang : 1.126 anak (86,6%) c. Jumlah balita yang naik BB-nya : 1.106 anak (98.2%) d. Jumlah BGM : 20 anak (1.8%) e. Jumlah Gizi buruk : 1 anak (0.07%). Dari hasil tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa balita yang ditimbang pada tahun 2016 mencapai angka 86,6%. Ini menunjukan peningkatan apabila dibandingkan dengan tahun 2015 yang hanya mencapai 82%. Angka balita yang naik berat badannya mencapai 98,2%, ini menunjukan terjadi penurunan apabila dibandingkan dengan tahun 2015 yang mencapai 98,7%. Angka BGM mencapai 1.8% dan baik karena masih jauh dari angka 15% sebagai angka batasan maksimal BGM. Hal ini menunjukan bahwa program gizi sudah cukup berhasil, namun demikian perlu ditingkatkan kinerja posyandu terutama untuk mengaktifkan peran serta untuk meningkatkan angka kehadiran balita di masing-masing posyandu



14



III.



ANALISIS POTENSI DAN IDENTIFIKASI ISU STRATEGIS



A. Analisa Sistem Pada Program Kesehatan Analisis penyebab masalah dilakukan berdasarkan pendekatan sistem sehingga dapat dilihat apakah output (skor pencapaian suatu indikator kinerja) mengalami masalah atau tidak. Apabila ternyata bermasalah, kita dapat menganalisis penyebab permasalahan tersebut dari input dan proses kegiatan. Input mencakup indikator 6 M, yaitu: man (sumber daya manusia), money (sumber dana), method (cara pelaksanaan suatu kegiatan), material (perlengkapan), minute (waktu), dan market (sasaran). Proses menjelaskan fungsi manajemen yang meliputi tiga indikator yaitu: P1 (perencanaan), P2 (penyelenggaraan) dan P3 (pengawasan, pemantauan, dan penilaian). 1. Input a. Man Tenaga kesehatan merupakan tenaga kunci dalam mencapai keberhasilan pembangunan bidang kesehatan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan no. 75 tahun 2014 pasal 16 ayat 3 jenis tenaga kesehatan di Puskesmas paling sedikit terdiri atas dokter atau dokter layanan primer, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, ahli teknologi laboratorium medik, tenaga gizi, dan tenaga kefarmasian. Berdasarkan data sekunder dari Puskesmas II Tambak tahun 2016 didapatkan jumlah tenaga kesehatan sebagai berikut : 1) Tenaga Medis Tenaga Medis atau dokter yang ada di sarana kesehatan dalam wilayah Puskesmas II Tambak ada 2 (dua) orang dokter umum, yaitu dokter umum yang bekerja di Puskesmas II Tambak dengan rasio terhadap 100.000 penduduk sebesar 14.373.



15



2) Dokter Spesialis Dokter spesialis tidak ada. Standar IIS 2010, 6/100.000 penduduk. 3) Dokter Gigi Dokter gigi tidak ada. Standar IIS 2010, 11/100.000 penduduk. 4) Tenaga Farmasi Tenaga farmasi pada Puskesmas II Tambak sebanyak 1 (satu) orang atau rasio terhadap 100.000 penduduk sebesar 4,79 dan untuk standar IIS 2010, 10/100.000 penduduk. 5) Tenaga Bidan Tenaga kebidanan jumlahnya 10 orang. Berarti ratio tenaga bidan adalah 47,91/100.000 penduduk. Standar IIS 2010, jumlah tenaga bidan 100/100.000 atau 16 bidan. 6) Tenaga Perawat Tenaga perawat kesehatan yang ada di Puskesmas II Tambak lulusan SPK ada 4 orang dan D-III Keperawatan 6 orang, jumlah seluruhnya ada 10 orang perawat (ratio 47,91/100.000 jumlah penduduk).



Standar IIS tahun 2010, adalah 117,5/100.000



penduduk (sekitar 19 perawat). 7) Tenaga Gizi Tenaga Gizi di Puskesmas II Tambak jumlahnya 1 orang, lulusan D-III Gizi, ratio 4,791/100.000 penduduk. Standar IIS 2010, 22/100.000 penduduk. 8) Tenaga Sanitasi Tenaga kesehatan masyarakat ada 1 (satu) orang dengan ratio 4,791/100.000 penduduk dan untuk tenaga sanitasi ada 1 orang dengan pendidikan D-I dengan ratio 4,791/100.000 penduduk. Standar IIS 2010, 40/100.000 penduduk (6 tenaga sanitasi).



16



9) Tenaga Kesehatan Masyarakat Tenaga Kesehatan Masyarakat ada 1 (satu) orang. Standar IIS tahun 2010, 40/100.000 penduduk, masih kurang 5 orang tenaga kesehatan masyarakat. Setiap program pokok yang terdapat di Puskesmas II Tambak dikoordinasi oleh pemegang program. Program ODF dikoordinasi dan dilaksanakan oleh satu orang petugas yang mumpuni dalam hal kesehatan lingkungan yang bekerjasama dengan perangkat desa untuk menyosialisasikan kebiasaan penggunaan jamban dan mengajak penduduk desa untuk membuat jamban di rumah masing-masing. b. Money Dana untuk kegiatan program Puskesmas II Tambak berasal dari Dinas Kesehatan berupa BOK (Bantuan Operasional Kesehatan), kapitasi dan klaim BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial), Jamkesda, serta klaim KBS (Kartu Banyumas Sehat). Sedangkan untuk kegiatan ODF dana berasal dari masing-masing warga desa dengan dibantu melalui anggaran kas desa. c. Material Logistik dan obat yang diperlukan Puskesmas didapatkan dari Dinas Kesehatan Tingkat Kabupaten Banyumas. Jumlah dan jenisnya disesuaikan dengan perencanaan yang telah diajukan oleh Puskesmas II Tambak. Sedangkan untuk program ODF, perlengkapan yang dibutuhkan berasal dari masing-masing rumah tangga. d. Metode Program ini diawali dengan pemicuan yang dilakukan pemegang program kepada warga untuk membuat jamban di rumahnya. Selain itu warga juga mengikuti arisan jamban di beberapa kelompok warga sehingga diharapkan beban atau masalah dana dapat sedikit dikurangi melalui cara ini. Pemegang program selanjutnya akan melakukan



17



monitoring dan evaluasi terhadap pemicuan dan keberlangsungan arisan jamban. Menurut pemegang program, metode arisan jamban kurang efektif karena iuran masih bersifat sukarela dan kadang kurang mencukupi untuk membuat jamban, serta perangkat desa belum ada yang bertanggung jawab spesifik atas program ini, sehingga arisan juga tidak berjalan teratur dan tidak memiliki target yang jelas. e. Minute Pemicuan warga dalam program ini dilakukan saat pertemuan warga di tiap RT atau RW tiap desa. Pemegang program sebelumnya sudah mengetahui jadwal pertemuan warga perbulan dan turut bergabung untuk menyosialisasikan program ini. Metode ini terbilang cukup efektif mengingat program dapat disosialisasikan dengan lebih baik dalam suasana santai dan kondusif seperti ini. f. Market Sasaran dari program ini adalah seluruh desa di wilayah kerja Puskesmas II Tambak. Setiap desa telah dikatakan mencapai target program ini apabila seluruh warganya telah mendapatkan akses jamban dan tidak buang air besar sembarangan. 2. Proses a. Perencanaan (P1) Sesuai dengan visi Puskesmas II Tambak, yaitu “Pelayanan Kesehatan Paripurna Menuju Masyarakat Sehat dan Mandiri”. b. Pengorganisasian (P2) 1) Penggalangan kerjasama lintas sektoral 2) Menyusun kesepakatan tentang pengelolaan penyakit berbasis pencemaran lingkungan 3) Mempertimbangkan jumlah tenaga, beban kerja dan sarana c. Penggerakan dan Pelaksanaan Program



18



Tim Puskesmas II Tambak bekerjasama dengan masyarakat untuk meningkatkan keberhasilan program open defecation free d. Pengawasan dan pengendalian (P3) untuk kelancaran kegiatan 1) Supervisi atau pengawasan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas dan pemerintah daerah 2) Pelaksana dan operasional oleh petugas Puskesmas II Tambak terutama bagian kesehatan lingkungan 3. Output Berdasarkan data sekunder Puskesmas II Tambak tahun 2016, didapatkan persentase warga yang masih buang air besar sembarangan sebanyak 17%. Sejak tahun 2010 program ini dicanangkan dan ditargetkan 2019 tercapai ODF, baru 1 dari 5 desa dalam wilayah kerja Puskesmas II Tambak yang memenuhi desa ODF. 4. Impact Dengan adanya kesadaraan masyarakat terhadap pentingnya Open Defecation Free (ODF) diharapkan menimbulkan peran aktif dari masyarakat untuk menjaga kesehatan lingkungan 5. Outcome Dampak program yang diharapkan adalah menurunnya angka kejadian sakit yang berbasis lingkungan tidak sehat sebagai media penularan dan penyebab dari penyakit yang dialami oleh masyarakat.



B. Analisis Masalah dengan STRENGTH, WEAKNESS, OPPORTUNITY, THREAT (SWOT) 1. Strength a. Program kesehatan lingkungan di Puskesmas II Tambak memiliki seorang tenaga kesehatan yang kompeten dalam kesehatan lingkungan dan bertanggung jawab di bidangnya



19



b. Kerjasama antarkoordinator program pokok puskesmas bidang kesehatan lingkungan dan promosi kesehatan dengan koordinator bidang lainnya berjalan cukup baik. c. Dari lima desa dalam wilayah kerja Puskesmas II Tambak, sudah ada satu desa, yaitu Buniayu, yang memenuhi program ODF ini. Hal ini cukup



baik



untuk



dapat



mendorong



desa



lainnya



untuk



mengupayakan desanya menjadi ODF. d. Dilihat dari metode, sistem pemicuan yang dilakukan sudah dilakukan pada waktu yang tepat, yaitu saat pertemuan warga sehingga cukup efektif. e. Pelaporan atau data mengenai tiap program puskesmas sudah baik, sehingga memudahkan dalam mengetahui capaian keberhasilan program dan berapa target yang masih harus diusahakan. 2. Weakness a. Penanggung jawab program kesehatan lingkungan juga memegang program Pencegahan Pemberantasan Penyakit Menular (P2M), sehingga tidak bisa fokus hanya satu program saja. Selain itu berdasarkan Standar IIS tahun 2010, jumlah tenaga kesehatan masyarakat yang diperlukan 40/100.000 penduduk, sehingga jumlah tenaga kesehatan masyarakat di puskesmas II Tambak masih sangat kurang. Akibatnya, pemegang program sendiri tidak dapat memantau pelaksanaan program ini di tiap desa dengan menyeluruh. b. Penanggung jawab program mengakui dari pihaknya kurang vokal untuk berbicara pada pemegang kebijakan terkait, sehingga kurang dapat melakukan lobbying berhubungan dengan alokasi dana maupun kebijakan pemerintah yang dapat mendukung program ODF ini. c. Keterbatasan



penanggung



jawab



program



dalam



penyediaan



perlengkapan sehingga hanya mengandalkan kemampuan warga untuk membuat jamban di rumah.



20



3. Opportunity a.



Pemerintah melalui Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa telah menetapkan bahwa setiap desa mendapatkan dana dari APBN yang besarnya mencapai 1 milyar rupiah untuk setiap desa. Menteri kesehatan melalui Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang rencana strategis kementerian kesehatan tahun 2014 – 2019 merekomendasikan bahwa minimal 10% dari total alokasi dana desa digunakan untuk usaha kesehatan bersumber daya masyarakat sehingga sebenarnya masyarakat memiliki dana untuk melakukan pembangunan di bidang kesehatan termasuk untuk menjadi desa ODF.



b.



Beberapa warga masyarakat menyebutkan perilaku buang air besar sembarangan masih menjadi permasalahan, sehingga diharapkan masih ada minat dan inisiatif untuk memperbaiki perilaku tersebut.



4. Threat a.



Pemerintah desa belum mengalokasikan dana desa secara efektif untuk melaksanakan usaha kesehatan bersumber daya masyarakat yang berkaitan dengan program ini. Hal ini menyebabkan dana pembuatan jamban dari usaha masyarakat sendiri, yang dirasakan memberatkan untuk beberapa warga.



b.



Tidak ada kebijakan dari pemerintah desa terkait program ini, sehingga masyarakat kurang termotivasi dan tidak merasa terikat untuk mengubah perilaku buang air besar sembarangan.



c.



Tidak semua warga yang sudah mendengarkan pemicuan dari pemegang program mau untuk membuat jamban dikarenakan alasan ekonomi.



d.



Warga di beberapa desa tidak memiliki kesadaran untuk mengubah perilaku buruk mengenai buang air besarnya. Pemegang program menawarkan alternatif lain untuk warga yang mengaku keberatan



21



untuk membuat jamban, yaitu melakukan sharing jamban dengan tetangga yang sudah memiliki jamban. Namun warga merasa tidak nyaman dan merasa lebih baik buang air besar sembarangan. e. Adanya kesulitan air bersih, terutama pada musim kemarau sehingga akses mendapatkan air bersih yang digunakan untuk menunjang program menjadi lebih sulit.



22



IV.



PEMBAHASAN ISU STRATEGIS DAN ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH



A. Pembahasan Isu Strategis Program ini merupakan program yang dicanangkan pemerintah dalam mengejar target MDGs dan SDGs. Pemerintah menargetkan pada akhir tahun 2019, 100% penduduk Indonesia sudah bebas dari kebiasaan buang air besar sembarangan. Puskesmas II Tambak merupakan salah satu puskesmas yang masih belum dapat mencapai program ini, berdasarkan data terakhir tahun 2016, dari lima desa dalam wilayah kerjanya, baru satu desa yang dinyatakan ODF di wilayah kerja Puskesmas II Tambak. Perhatian khusus patut diberikan untuk program ini mengingat target 100% bebas BABS di seluruh desa yang harus dicapai dalam kurun waktu 2 tahun lagi. Puskesmas II Tambak memiliki kekuatan dari beberapa unsur masukan seperti man dan method yang turut berkontribusi bagi terlaksananya program ini. Pemegang program merupakan seorang tenaga kesehatan yang kompeten dalam kesehatan lingkungan dan bertanggung jawab di bidangnya. Metode yang dipakai, yaitu pemicuan dalam pertemuan warga RT dapat dikatakan cukup efektif, serta sistem pelaporan mengenai tiap program puskesmas pun sudah baik, sehingga memudahkan dalam mengetahui capaian keberhasilan program dan berapa target yang masih harus dicapai. Keunggulan lain adalah adanya satu desa yang sudah ODF, yaitu Buniayu. Weakness atau kelemahan pada program ini adalah kurangnya tenaga manusia untuk menjalankan program ini karena pemegang program juga bertanggung jawab untuk program lain. Kesulitan yang dialami pemegang program untuk melakukan pengadaan barang juga merupakan sebuah hambatan untuk mencapai target program ini.



23



Opportunity atau peluang yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan cakupan desa ODF adalah adanya kesadaran dari masyarakat bahwa perilaku buang air besar sembarangan masih menjadi permasalahan. Hal ini diharapkan dapat mendorong warga untuk memperbaiki perilaku atau juga saling mendorong tetangga sekitarnya agar tidak buang air besar sembarangan. Selain itu, rekomendasi Menteri Kesehatan bahwa minimal 10% dari total alokasi dana desa digunakan untuk usaha kesehatan bersumber daya masyarakat juga sangat membantu program ini apabila rekomendasi tersebut dijalankan dengan baik. Sayangnya, masih terdapat beberapa ancaman (threats), yaitu pemerintah desa hingga saat ini belum mengalokasikan dana desa secara efektif untuk melaksanakan usaha kesehatan bersumber daya masyarakat serta belum ada kebijakan pemerintah desa terkait program ini. Sehingga, pola perilaku masyarakat di beberapa daerah di wilayah kerja Puskesmas yang kurang memiliki kesadaran dan motivasi untuk mengubah perilakunya masih menjadi tantangan bagi pemenuhan target program ini, di samping adanya alasan ekonomi dari beberapa masyarakat. Selain itu, akses untuk mendapatkan air bersih, terutama saat musim kemarau, yang sulit juga menjadi pekerjaan rumah untuk tercapainya program ini. Sumber air masyarakat sebagian besar masih berasal dari sumur galian dan sedikit yang berasal dari proyek Pamsimas (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat), baru dibuat di dua dari lima desa (yaitu Buniayu dan Purwodadi), karena salah satu syarat pembuatan proyek ini adalah harus bertempat di desa yang sudah memenuhi ODF. B. Alternatif Pemecahan Masalah 1. Peningkatan frekuensi pemicuan bekerja sama dengan bidan, kader, atau petugas promosi kesehatan. Sebagai contoh, bidan desa dapat menyisipkan himbauan dan ajakan untuk menggunakan jamban dan meninggalkan kebiasaan buang air besar sembarangan pada setiap kunjungan ibu hamil yang rutin diadakan setiap bulannya. Kader dan petugas promosi kesehatan



24



juga dapat membantu memberi penyuluhan saat kunjungan warga. Hal ini dimaksudkan untuk membantu kerja petugas kesehatan lingkungan agar meningkatkan efektivitas pemicuan. 2. Pemegang program dapat lebih giat menyarankan warga untuk sharing jamban dengan tetangga yang sudah memiliki jamban di rumahnya bila memang permasalahannya ekonomi. Hal ini diharapkan dapat menumbuhkan kebiasaan baik untuk tidak buang air besar sembarangan dan antarwarga dapat saling mengingatkan dalam praktiknya. 3. Pemegang program dapat membuat kontrak sosial untuk warga yang berminat membuat jamban, dapat berupa perjanjian tertulis bahwa akan diberikan batas waktu tertentu untuk membuat jamban sesuai dengan kesanggupan warga. 4. Hal ini dapat dilakukan bersamaan dengan perbaikan sistem arisan jamban, dari segi subsidi silang untuk masalah iuran, jadwal kocokan teratur, dan dapat menunjuk warga yang bertanggung jawab untuk arisan ini. Setiap warga juga dapat turut bekerja sama dalam membantu pembuatan jamban di sekitar rumahnya, sehingga masalah ini dapat ditanggung bersama. 5. Mengingat pentingnya peran pemerintah desa untuk membantu program ini, Puskesmas dapat melakukan advokasi kepada pemerintah desa untuk mengalokasikan dana desa pada kegiatan yang berkaitan dengan program bersumber daya kesehatan masyarakat, seperti membangun jamban umum, sehingga dapat memfasilitasi warga desa yang ingin mengubah perilakunya tetapi terkendala oleh ketiadaan jamban di rumah. 6. Usaha mengubah perilaku buang air besar sembarangan sejak dini dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan tentang perilaku hidup bersih dan sehat pada usia anak-anak di sekolah dasar maupun taman kanak-kanak.



25



V.



KESIMPULAN DAN SARAN



A. Kesimpulan 1. Program kesehatan lingkungan yang masih memiliki masalah dalam pelaksanaan dan pencapaiannya, salah satunya adalah program cakupan bebas buang air besar sembarangan (ODF), di mana dari target 100% tahun 2019 baru ada 1 desa di wilayah kerja Puskesmas II Tambak yang memenuhinya sejak program ini dicanangkan tahun 2010. 2. Kekuatan yang dimiliki program ini adalah pemegang program yang kompeten dalam kesehatan lingkungan, kerjasama antar program yang baik sehingga program ini tetap dapat berjalan, data yang dimiliki sudah baik, dan metode pemicuan pada pertemuan warga yang cukup efektif 3. Kelemahan pada program ini adalah kurangnya jumlah tenaga kesehatan masyarakat untuk menjalankan program ini karena pemegang program juga bertanggung jawab untuk program lain, pemegang program kurang vokal pada pemerintah desa, dan keterbatasan perlengkapan yang mendukung sehingga masih swadaya masyarakat. 4. Kesempatan yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan cakupan desa bebas BABS adalah adanya kesadaran dari masyarakat bahwa perilaku buang air besar sembarangan masih menjadi permasalahan dan rekomendasi Menteri Kesehatan bahwa minimal 10% dari total alokasi dana desa digunakan untuk usaha kesehatan bersumber daya masyarakat. 5. Beberapa ancaman yang ditemui, antara lain pemerintah desa belum mengalokasikan dana desa secara efektif, belum ada kebijakan desa terkait program ini, pola perilaku masyarakat yang kurang memiliki kesadaran untuk mengubah perilakunya dan alasan permasalahan ekonomi warga, serta kesulitan akses mendapatkan air bersih terutama saat musim kemarau.



26



B. Saran 1. Puskesmas dapat melanjutkan beberapa metode yang sudah berjalan seperti melakukan pemicuan dalam pertemuan warga dan menggiatkan saran untuk sharing jamban dengan tetangga yang sudah memiliki jamban di rumahnya bila memang ekonomi yang menjadi kendala. 2. Alternatif pemecahan masalah yang penulis usulkan adalah: a. Peningkatan frekuensi pemicuan bekerja sama dengan bidan, kader, atau petugas promosi kesehatan. b. Pemegang program dapat membuat kontrak sosial dan memperbaiki sistem arisan jamban bekerja sama dengan warga. c. Puskesmas dapat melakukan advokasi kepada pemerintah desa untuk mengalokasikan dana desa pada kegiatan yang berkaitan dengan program bersumber daya kesehatan masyarakat, seperti membangun jamban umum, serta untuk membuat kebijakan mengenai hal ini. d. Memberikan pendidikan dini tentang perilaku hidup bersih dan sehat pada usia anak-anak di sekolah dasar maupun taman kanak-kanak, terutama tentang pemakaian jamban.



27



Daftar Pustaka



Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Profil Kesehatan Indonesia 2014. Jakarta: Kemerntrian Kesehatan Republik Indonesia Mukherjee N. 2011. Factors Associated with Achieving and Sustaining Open Defecation Free Communities: Learning from East Java. Water and Sanitation Program:1 - 8. Puskesmas II Tambak. 2016. Profil Kesehatan Puskesmas II Tambak Tahun 2016. Tambak: Puskesmas II Tambak. Semba R, Kraemer , K, Sun , K. et.al. 2011. Relationship of the Presence of a Household Improved Latrine with Diarrhea and Under-Five Child Mortality in Indonesia. The American Society of Tropical Medicine and Hygiene; 84(3):pp. 443–50 Water and Sanitation Program East Asia and the Pacific (WSP-EAP). 2009. Informasi Pilihan Jamban Sehat. World Bank office Jakarta WHO/UNICEF. 2010. Progress on Sanitation and Drinking-water: Update. Geneva: WHO 2010. p. 22 - 52



28