7 0 213 KB
“KEPERAWATAN KRITIS”
EVIDENCE BASED PRACTICE (EBP) DALAM KEPERAWATAN KRITIS
DISUSUN OLEH : REINALDY A. MANGAPU (1714201135) A3 SEMESTER 7
DOSEN PENGAMPUH : Ns. Ariska, S.Kep M.Kep
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO FAKULTAS KEPERAWATAN 2020
EVIDENCE BASED PRACTICE DALAM KEPERAWATAN KRITIS
A. Konsep Evidence Base Practice Evidence Based Practice (EBP) adalah proses penggunaan bukti-bukti terbaik yang jelas, tegas dan berkesinambungan guna pembuatan keputusan klinik dalam merawat individu pasien. Dalam penerapan EBP harus memenuhi tiga kriteria yaitu berdasar bukti empiris, sesuai keinginan pasien, dan adanya keahlian dari praktisi. B. Model EBP 1. Model Stetler Model Stetler dikembangkan pertama kali tahun 1976 kemudian diperbaiki tahun 1994 dan revisi terakhir 2001. Model ini terdiri dari 5 tahapan dalam menerapkan Evidence Base Practice Nursing. 1) Tahap persiapan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah atau isu yang muncul, kemudian menvalidasi masalah dengan bukti atau landasan alasan yang kuat. 2).Tahap validasi. Tahap ini dimulai dengan mengkritisi bukti atau jurnal yang ada (baik bukti empiris, non empiris, sistematik review), kemudian diidentifikasi level setiap bukti menggunakan table “level of evidence”. Tahapan bisa berhenti di sini apabila tidak ada bukti atau bukti yang ada tidak mendukung. 3).Tahap evaluasi perbandingan/ pengambilan keputusan. Pada tahap ini dilakukan sintesis temuan yang ada dan pengambilan bukti yang bisa dipakai. Pada tahap ini bisa muncul keputusan untuk melakukan penelitian sendiri apabila bukti yang ada tidak bisa dipakai. 4).Tahap translasi atau aplikasi. Tahap ini memutuskan pada level apa kita akan melakukan penelitian (individu, kelompok,organisasi). Membuat proposal untuk penelitian, menentukan strategi untuk melakukan diseminasi formal dan memulai melakukan pilot projek. 5).Tahap evaluasi. Tahap evaluasi bisa dikerjakan secara formal maupun non formal, terdiri atas evaluasi formatif dan sumatif, yang di dalamnya termasuk evaluasi biaya. 2.
Model IOWA Model IOWA diawali dengan adanya trigger atau masalah. Trigger bisa berupa knowledge focus atau problem focus. Jika masalah yang ada menjadi prioritas organisasi, maka baru dibentuklah tim. Tim terdiri atas dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain yang tertarik dan paham dalam penelitian. Langkah berikutnya adalah minsintesis bukti-bukti yang ada. Apabila bukti yang kuat sudah diperoleh, maka segera dilakukan uji coba dan hasilnya harus dievaluasi dan didiseminasikan.
C. Implikasi EBP Bagi Perawat Peran perawat melayani penting dalam memastikan dan menyediakan praktik berbasis fakta. Mereka harus terus-menerus mengajukan pertanyaan, “Apa fakta untuk intervensi ini?” atau “Bagaimana kita memberikan praktik terbaik?” dan “Apakah ini hasil terbaik yang dicapai untuk pasien, keluarga dan perawat?” Perawat juga posisi yang baik dengan anggota tim kesehatan lain untuk mengidentifikasi masalah klinis dan menggunakan bukti yang ada untuk meningkatkan praktik. Banyak kesempatan yang ada bagi perawat untuk mempertanyakan praktik keperawatan saat itu dan penggunaan bukti untuk melakukan perawatan lebih efektif. D. Pentingnya EBP Mengapa EBP penting untuk praktik keperawatan : 1) Memberikan hasil asuhan keperawatan yang lebih baik kepada pasien 2) Memberikan kontribusi perkembangan ilmu keperawatan 3) Menjadikan standar praktik saat ini dan relevan 4) Meningkatkan kepercayaan diri dalam mengambil keputusan 5) Mendukung kebijakan dan rosedur saat ini dan termasuk menjadi penelitian terbaru 6) Integrasi EBP dan praktik asuhan keperawatan sangat penting untuk meningkatkan kualitas perawatan pada pasien. E. Hambatan Untuk Menggunakan EBP Hambatan dari perawat untuk menggunakan penelitian dalam praktik sehari-hari telah dikutip dalam berbagai penelitian, diantaranya (Clifford &Murray, 2001) antara lain : 1) Kurangnya nilai untuk penelitian dalam praktek 2) Kesulitand alam mengubah praktek 3) Kurangnya dukungan administratif 4) Kurangnya mentor berpengetahuan 5) Kurangnya waktu untuk melakukan penelitian 6) Kurangnya pendidikan tentang proses penelitian 7) Kurangnya kesadaran tentang praktek penelitian atau berbasis bukti 8) Laporan Penelitian/artikel tidak tersedia 9) Kesulitan mengakses laporan penelitian dan artikel 10) Tidak ada waktu dalam bekerja untuk membaca penelitian 11) Kompleksitas laporan penelitian 12) Kurangnya pengetahuan tentang EBP dan kritik dari artikel 13) Merasa kewalahan F.Konsep Penelitian Keperawatan Penelitian keperawatan melibatkan penyelidikan sistematis yang dirancang khusus untuk mengembangkan, memperbaiki, dan memperluas pengetahuan keperawatan. Sebagai bagian dari disiplin klinis dan professional, perawat memiliki bidang keilmuan yang unik, yang membahas praktik keperawatan, administrasi, dan pendidikan. Perawat peneliti mengkaji masalah-masalah yang menjadi perhatian khusus untuk perawat dan pasien, keluarga dan masyarakat yang mereka layani. Metode penelitian keperawatan dapat kuantitatif, kualitatif, atau campuran (yaitu,
triangulasi): - Dalam penelitian kuantitatif, peneliti menggunakan objektif, data kuantitatif (seperti tekanan darah atau denyut nadi) atau menggunakan instrument survey untuk mengukur pengetahuan, sikap, kepercayaan atau pengalaman. - Peneliti kualitatif menggunakan metode seperti wawancara atau analisis narasi untuk membantu memahami fenomena tertentu. - Pendekatan triangulasi menggunakan kedua metode kuantitatif dan kualitatif Isu-Isu Yang Terkait Dengan EBP, Penelitian Keperawatan Dan Aplikasi Dalam Pelayanan. EBP, penelitian keperawatan dan aplikasi merupakan rangkaian proses yang saling berkesinambungan. Sebelum melakukan penelitian keperawatan khususnya di area klinik, dibutuhkan data-data atau bukti-bukti dari hasil penelitian terdahulu yang mendukung masalah yang akan kita teliti. Hasil penelitian yang telah dilakukan, akan menjadi evindence dalam pengambilan keputusan klinis, sehingga tindakan yang dilakukan sudah berdasar hasil penelitian yang teruji : 1. Mengidentifikasi Masalah Praktik Klinis Langkah pertama adalah mengidentifikasi masalah atau isu praktek klinis. 2. Pengumpulan dan Penilaian Bukti Evidance Langkah ke dua adalah mengumpulkan dan menilai bukti, bukti empiris (penelitian) dan bukti non empiris. Bukti nonempiris penting untuk mendukung perubahan praktik, sedangkan bukti empiris adalah dengan evidence termasuk uji klinis, non eksperimental dan meta analisis. Bukti non empiris meliputi ulasan literatur yang diterbitkan, pendapat dari artikel dan protocol/pedoman serta literature review penelitian yang dipublikasikan. 3. Membaca dan Analisa Penelitian Empiris Langkah pertama adalah dengan melihat abstract untuk menyaring artikel yang relevan, kemudian membaca hasil penelitian sehingga didapatkan suatu ide penelitian dan pengaruhnya terhadap implikasi keperawatan. 4. Meringkas Bukti Evidance Langkah ini sangat penting untuk keberhasilan peubahan praktik keperawatan yang kita usulkan.Sintesis temuan pada kelompok studi penelitian empiris dianggap kredibel. Hal ini dilakukan dengan melakukan analisis, pada analisis isi memeriksa temuan untuk dijadikan tema. 5. Mengintegrasikan Evidance dan Referensi Klinis Tahap berikutnya yang perlu disintesis adalah keahlian klinis dan preferensi dari nilainilai.Diperlukan seseorang yang memiliki keahlian klinis di bidang atau topic tertentu. Dengan pendekatan multidisiplin akan memastikan analisis mendalam tentang hasil penelitian yang dianalisis.
G. Standar Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Kebijakan, Strategi, Tujuan dan Sasaran : 1. Pengembangan dan penerapan standar pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah sakit, dilaksanakan dalam upaya penurunan angka kematian dan kesakitan melalui peningkatan mutu pelayanan keperawatan. 2. Pengembangan dan peningkatan kemampuan teknis dan manajerial tenaga keperawatan dalam pelayanan keperawatan gawat darurat rumah sakit untuk terwujudnya kompetensi yang diperlukan di instalasi gawat darurat. 3. Penerapan stándar pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah sakit memerlukan dukungan dari berbagai pihak terkait. H. Strategi dalam Penerapan Stándar Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat 1. Mengoptimalkan pendayagunaan sumber daya yang ada dan pengembangannya. 2. Meningkatkan kemampuan teknis dan manajerial. 3. Meningkatkan kerjasama tim. 4. Terpenuhinya sarana, prasarana, peralatan dan Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan sesuai standar. I. Tujuan Penerapan Standar Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat Umum : Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan gawat darurat di IGD sesuai standar. Khusus : 1. Adanya perencanaan pelayanan keperawatan gawat darurat. 2. Adanya pengorganisasian pelayanan keperawatan gawat darurat. 3. Adanya pelaksanaan pelayanan keperawatan gawat darurat. 4. Adanya asuhan keperawatan gawat darurat. 5. Adanya pembinaan pelayanan keperawatan gawat darurat. 6. Adanya pengendalian mutu pelayanan keperawatan gawat darurat.
CONTOH EBP : “ EFEKTIFITAS THERAPY MASSAGING SHOCK TERHADAP PASIEN ICU” A. Analisa PICOT P
Therapy Massaging Socks adalah kaos kaki yang dapat
(Patient or Problem)
memanipulasi jaringan ikat melalui pukulan, gosokan atau meremas untuk memberikan dampak pada peningkatan sirkulasi, memperbaiki sifat otot dan memberikan efek relaksasi. Therapy Massaging Socks mampu memberikan efek relaksasi yang mendalam, mengurangi kecemasan, mengurangi rasa sakit, ketidaknyamanan secara fisik, dan meningkatkan tidur pada
I
seseorang. Untuk kondisi pasien di ruang ICU, intervensi therapy massaging
(Intervention)
socks menjadi pilihan karena kaki mudah diakses tanpa memerlukan reposisi dari pasien dan juga massage pada kaki, selain merangsang sirkulasi dapat menurunkan edema dan latihan pasif untuk sendinya, serta melalui intervensi ini perawat dapat
C
memberikan rasa nyaman dan kesejahteraan bagi pasien. Intervensi lain yang dapat digunakan untuk meningkatkan
(Comparison
kenyamanan atau relaksasi pasien di ICU yaitu dengan
Intervention) O
meningkatkan personal hygiene dan terapi musik. Therapy Massaging Socks memilik kemungkinan komplikasi yang
(Outcome)
sedikit dan prosedur yang mudah sehingga therapy massaging socks dianjurkan untuk perbaikan kualitas tidur. Therapy Massaging Socks dapat memberikan efek untuk mengurangi rasa nyeri karena pijatan yang diberikan menghasilkan stimulus yang lebih cepat sampai ke otak dibandingkan dengan rasa sakit yang dirasakan, sehingga meningkatan sekresi serotonin dan dopamin. Sedangkan efek pijatan merangsang pengeluaran endorfin, sehingga membuat tubuh terasa rileks karena aktifitas saraf
T
simpatis menurun. Waktu penggunaan dari therapy massaging socks adalah selama 15
(Time)
– 30 menit dalam sekali pemakaian, dapat digunakan setiap hari dengan frekuensi 1 – 2 kali perharinya.
B. Pembahasan
Pasien yang dirawat di Ruang ICU cenderung mengalami berbagai masalah yang dapat mengganggu proses penyembuhannya. Hal ini membuat penderita mengalami perpanjangan dalam proses penyembuhan bahkan dapat menyebabkan kematian. Tanda dan gejala gangguan yang sering muncul pada pasien ICU yaitu penurunan kualitas tidur. Pasien yang dirawat di ICU mengalami perubahan pada tidurnya dimana pasien mengalami jam tidur singkat sehingga pasien mengalami kesulitan mencapai REM dan tidur yang dalam, mengakibatkan pasien mudah terbangun (Weinhouse, 2006). Penyebab dari gangguan tidur yaitu kebisingan, intervensi yang diberikan serta pengobatan. Masalah gangguan tidur pada pasien kritis akan menyebabkan konsekuensi serius, diantaranya pada kardiovaskuler yaitu memicu timbulnya jantung dan stroke, pada pernafasan dapat mengakibatkan hipoventilasi, gangguan metabolik. Pengaruh pada sistem imun yang dapat menimbulkan munculnya risiko infeksi. Penanganan gangguan tidur pada pasien ICU dapat dilakukan dnegan cara mengatur sistem pencahayaan, menurunkan suara kebisingan, mengatur kegiatan rutin perawatan di malam hari. Massage therapy (MT) adalah suatu teknik yang dapat meningkatkan pergerakan beberapa struktur dari kedua otot dan jaringan subkutan, dengan menerapan kekuatan mekanik ke jaringan. Pergerakan ini dapat meningkatkan aliran darah pada vena dan getah bening, mengurangi pembengkakan, dan mobilisasi serat otot, tendon dengan kulit. Dengan demikian massase therapy dapat digunakan untuk mengurangi ketegangan otot, kecemasan, mengurangi rasa sakit, dan mencegah stress (Zhou,2013). Dari beberapa penelitian, didapatkan bahwa massage yang dilakukan pada kaki dapat memberikan pengaruh besar pada pasien ICU. Terapi ini digunakan untuk memfasiitasi penyembuhan dan kesehatan. Upaya memperbaiki kualitas tidur pasien dengan therapy massaging socks ini dapat memberikan efek yang mengurangi ketegangan serta memberikan rasa nyaman karena pasien tidak harus merubah-ubah posisinya serta dapat dilakukan setiap saat. Sehingga hal ini yang melandasi penyusun untuk mengambil topik mengenai therapy massaging socks pada pasien ICU. C. Hasil Pencarian Evidence Based Practice Literature-literatur yang digunakan dalam tugas Evidence Based Practice ini didapatkan dari : a) Jurnal ilmiah b) Situs web : Scopus, Jurnal Ners, Google Scholar
c) Rentang jurnal 5 tahun terakhir (tahun 2015 – 2019) Dengan menggunakan kata kunci “Therapy Massaging Socks” dan “Pasien ICU”.
D. Rangkuman Research Evidance Based Practice No Judul 1. The Effect of
Desain Intervensi Penelitian ini merupakan Metode pemijatan:
Foot Massage
eksperimental
on Quality of
dengan
Sleep
uji
klinis 1. Naikkan
kelompok
in eksperimen dan kelompok
Ischemic
kontrol
Heart Disease
study
menggunakan
pasien skor rata – rata kualitas tidur kualitas tidur di ruang CCU, terapi ibujari sebelum dan sesudah metatarsus pijat dapat di rekomendasikan untuk
dan jari – jari lain, pijatan (P= 0,002) pada kelompok peningkatan kualitas tidur pasien memperlambat tekanan eksperimen.
Tetapi
populasinya adalah pasien
di
yang
Patients
yang dirawat di rumah
pergelangan tangan dan diantara keduanya skor rata – rata di semua kasus tidak memiliki
Hospitalized in
sakit diruang CCU
jari
CCU
dan
kaki
Hasil Kesimpulan Ada perbedaan signifikan antara Menurut hasil penelitian mengenai
antara
tendon perbedaan kualitas
tidur
tidak
ada sebagai tindakan non-farmakologis.
signifikan Meskipun biayanya rendah, hamper
sebelum
dan komplikasi.
2. Metatarsus dari tumit ke sesudah menerima perhatian biasa
(Khodayar,
benjolan dibawah jari dalam
Saeid,
kaki, di gosok dengan 0,964). Juga uji-t independen
Arezo
Abbas, Shahram, 2014)
ibu jari 3. Jari
kelompok
control
(p=
menunjukkan hal itu tidak ada kaki
pasien perbedaan yang signifikan antara
direntangkan
di skor rata – rata kualitas tidur
sepanjang
masing
masing
jari
– sebelum
metatarsus
pijat
(p=
dan 0,64), tetapi setelah intervensi ada
kemudian membugkuk perbedaan antara nilai rata – rata ke
depan
belakang.
dank
e kualitas
tidur
kelompok (p= 0.01
dalam
dua
4. Pangkal
setiap
jari
dipegang diantara ibu jari dan jari – jari lain dan jari – jari kaki direntangkan masing – masing ke atas dan di Tarik keluar dan diputar Setelah selesai kemudian ganti kaki yang satunya 2.
lagi Pengaruh Foot Rancangan penelitian yang Data yang diperoleh pada Hasil
uji
digunakan adalah
Terhadap
experimental
Parameter
dengan pendekatan time normal data. Berdasarkan hemodinamik nin invasive pada hemodinamik non invasive yaitu
Hemodinamik
series design.
Invasif
design
pengujian
menguji bahwa
distribusi perbedaan
parameter massage
uji Shapiro-Wilk diketahui pretest, posttest, posttest I, dan terdaat bahwa
data
pada Pasien di
berdistribusi
General
adalah
Intensive Care
pernapasan,
Unit
data
(Anita,
untuk
yang Pada penelitian ini telah diketahui
Massage
Non
quasi penelitian ini dilakukan digunakan
Friedman
data yang
pengaruh
teradap pengaruh
foot
parameter foot
massage
yang Posttest II. Berdasarkan hasil uji terhadap penurunan denyut jantung, normal Friedman
didapatkan
bahwa terdapat
frekuensi terdapat perbedaan rerata MAP terhadap sementara secara
Signifikan
pengaruh
foot
penurunan
massage frekuensi
(p