MAKALAH EVIDANCE BASED Baru [PDF]

  • Author / Uploaded
  • aini
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ASUHAN BERPUSAT PADA PASIEN (PATIENT CENTERED CARE) Fasilitator : Nurlaela Azizah, S.ST., M.Tr. Keb



Disusun oleh



:



Nama



: Nur’aini



NIM



: 1601M.Bd003



Prodi



: SI Kebidanan



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) HAMZAR PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN TAHUN AJARAN 2019/2020



1



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan Rahmat, Karunia serta Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Asuhan Berpusat Pada Pasien (Patient Centered Care)’’. Kami juga berterima kasih kepada Ibu Nurlaela Azizah, S.ST., M.Tr. Keb selaku dosen mata kuliah Evidance Based Dalam Praktik Kebidanan yang telah memberikan tugas kami ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita tentang Asuhan Berpusat Pada Pasien. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kata-kata yang salah dan kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.



Sukamulia, 12 Desember 2019



Penulis



2



DAFTAR ISI



Cover ..................................................................................................................1 Kata Pengantar .................................................................................................2 Daftar Isi ............................................................................................................3 Bab I Pendahuluan............................................................................................4 a. Latar Belakang .......................................................................................4 b. Rumusan Masalah ..................................................................................5 c. Tujuan......................................................................................................5 Bab II Pembahasan ...........................................................................................6 a. Asuhan Berpusat Pada Pasien (Patient Centered Care) .....................6 b. Nilai Dan Keinginan Pasien ...................................................................10 c. Perencanaan



Dan



Pengambilan



Keputusan



Dalam



Pelayanan



Kebidanan ...............................................................................................12 d. Pengambilan Keputusan Bersama Pasien ............................................15 e. Informed Choice And Informed Consent .............................................16 Bab III Penutup .................................................................................................20 Kesimpulan....................................................................................................20 Daftar Pustaka ...................................................................................................21



3



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Konsep sehat sakit menjelaskan manusia bahwa manusia berada pada suatu rentang sehat pada suatu ujung dan sakit pada ujung yang lain. Semua orang dalam segala tingkatan usia termasuk tingkatan usia pra sekolah mengharapkan hidup sehat dan terhindar dari berbagai penyakit. Konsep Patient-centered care sebagai filosofi dalam memberikan pelayanan kesehatan merupakan pendekatan yang bisa dilakukan karena dalam pendekatan ini terjadi hubungan timbal balik antara penyedia pelayanan dan pasien sehingga akan meminimalkan konflik yang selama ini timbul sebagai akibat kurangnya komunikasi dan informasi. Patient centered care dapat dipraktekkan dalam segala tahapan usia dan berbagai macam latar belakang (Kusumaningrum, 2009). Pelayanan yang berfokus pada pasien bukan konsep yang baru, namun nilai-nilai ini telah diabaikan oleh para dokter. Kecenderungan yang terjadi saat ini berorientasi pada teknologi (technology centered),berpusat pada dokter (docto rcentered), berpusat pada rumah sakit (hospital centered) dan berpusat pada penyakit (disease centered). Nilai-nilai pasien seperti harapan, perasaan, keinginan, dan kecemasan yang muncul selama interaksi pasien dengan dokter sering diabaikan. Ketidakpuasan, tuntutan malpraktik, dan cedera medis terjadi sebagai akibat pelayanan yang tidak berfokus kepada pasien. Pelayanan yang berfokus kepada pasien bertujuan untuk menciptakan hubungan dokter-pasien lebih setara (Cahyono, 2008). Patient Centered Care adalah salah satu tempat dimana pasien dapat bergerak bebas sepanjang jalur perawatan tanpa memperhatikan mana dokter, penyedia layanan kesehatan lainnya, lembaga atau komunitas sumber daya yang mereka butuhkan pada saat itu. Sistem ini merupakan salah satu yang mempertimbangkan kebutuhan individu pasien dan memperlakukan mereka dengan hormat dan bermartabat (Ontario Medical Association, 2010).



4



B. Rumusan Masalah 1. Apakah pengertian asuhan berpusat pada pasien? 2. Bagaimana nilai dan cara memenuhi keinginan pasien? 3. Bagaimana cara pengambilan keputusan dalam pelayanan kebidanan? 4. Bagaimana cara pengambilan keputusan bersama pasien? 5. Apakah pengertian informed choice and informed consent? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian asuhan yang berpusat pada pasien 2. Untuk mengetahui nilai dan cara memenuhi keinginan pasien 3. Untuk mengetahui cara pengambilan keputusan dalam pelayanan kebidanan 4. Untuk mengetahui cara pengambilan keputusan bersama pasien 5. Untuk mengetahui pengertian informed choice and informed consent



5



BAB II PEMBAHASAN



A. Asuhan Berpusat Pada Pasien (Patient Centered Care 1. Definisi Patient centered care adalah mengelola pasien dengan merujuk dan menghargai individu pasien meliputi preferensi, keperluan, nilai-nilai dan memastikan



bahwa



semua



pengambilan



keputusan



klinik



telah



mempertimbangkan dari semua nilai-nilai yang diinginkan pasien (Committee on Quality of Health care in America, 2001). Menurut Institute of Medicine, Patient centered care adalah asuhan yang menghormati dan responsif terhadap pilihan, kebutuhan dan nilai-nilai pribadi pasien, serta memastikan bahwa nilai-nilai pasien menjadi panduan bagi semua keputusan klinis (Lumenta, 2012). Menurut Australian Commision on Safety and Quality in Health Care (ACSQHC), Patient-centred care adalah suatu pendekatan inovatif terhadap perencanaan, pemberian, dan evaluasi atas pelayanan kesehatan yang didasarkan pada kemitraan yang saling menguntungkan antara pemberi pelayanan kesehatan, pasien, dan keluarga pasien. Patient centred care diterapkan kepada pasien dari segala kelompok usia, dan bisa dipraktekkan dalam setiap bentuk pelayanan kesehatan (Lumenta, 2012). 2. Tujuan Patient Centered Care Dari berbagai jurnal penelitian mengenai PCC, PCC memiliki manfaat sebagai berikut (Shaller 2007; Hudon et al. 2011; Ells, Hunt, and Chambers Evans 2011; Suhonen, Välimäki, and Leino-Kilpi, n.d.; Sidani 2008): a) Meningkatkan kepuasan pasien b) Meningkatkan hasil klinis c) Mengurangi pelayanan medis yang berlebihan dan tidak bermanfaat d) Mengurangi kemungkinan malpraktek dan keluhan e) Meningkatkan kepuasan dokter



6



f) Mengurangi biaya perawatan kesehatan 3. Konsep Inti Patient Centered Care Ada 4 konsep inti yang ada dalam konsep PCC (Patient Centered Care) dalam PFCC 2012, Benchmarking Project, Executive Summary and Strategy Map yaitu : martabat dan respek, berbagi informasi, partisipasi, dan kolaborasi. a) Martabat dan Respek Dalam aspek ini, sikap seorang tenaga kesehatan mendengarkan, peduli dan menghormati pilihan pasien. Pengetahuan, nilai-nilai yang dianut, dan background budaya pasien ikut berperan penting selama perawatan pasien dan menentukan outcome pelayanan kesehatan kepada pasien. Kultur (kebudayaan) adalah determinan paling fundamental dari keinginan dan perilaku seseorang. Seorang anak memperoleh serangkaian nilai, persepsi, preferensi dan perilaku melalui keluarganya (Thamrin, 2012). Aspek martabat dan respek dalam konsep patient centered care adalah perilaku seorang perawat yang mencerminkan sikap caring saat melaksanakan pelayanan kesehatan. Perilaku caring mengandung 3 hal yang tidak dapat dipisahkan yaitu perhatian, tanggung jawab dan dilakukan dengan ikhlas (Dwiyanto, 2007). Perilaku caring memiliki inti yang sama yaitu sikap peduli, menghargai dan menghormati orang lain, memberi perhatian dan mempelajari kesukaan seseorang serta cara berpikir dan bertindak. b) Berbagi Informasi Komunikasi dalam menginformasikan sesuatu kepada konsumen layaknya dilakukan dengan efektif. Tanpa komunikasi yang efektif di berbagai pihak, pola hubungan yang kita sebut organisasi tidak akan melayani kebutuhan seorang konsumen dengan baik (Nugroho J. Setiadi, 2013). Dalam hal ini, mengkomunikasikan dan menginformasikan secara lengkap mengenai kondisi pasien dan hal-hal yang berkaitan dengan pasien, maupun program perawatan dan intervensi yang akan diberikan



7



kepada pasien. Memberikan informasi secara lengkap dan membantu perawatan pasien, meningkatkan pengetahuan pasien dan pembuatan keputusan (PFCC, 2012). c) Partisipasi Pasien dan keluarga dilibatkan dan disupport untuk ikut serta dalam perawatan dan pembuatan keputusan (PFCC, 2012). Partisipasi adalah



hal



yang



dapat



mendorong



peran



serta



pasien



dalam



penyelenggaraan pelayanan keperawatan dengan memperhatikan aspirasi, dan harapan pasien. Keterlibatan atau partisipasi adalah status motivasi yang menggerakkan serta mengarahkan proses kognitif dan perilaku konsumen pada saat mereka mengambil keputusan (Nugroho J. setiadi, 2013). d) Kolaborasi Tenaga kesehatan mengajak pasien dan keluarga pasien dalam membuat kebijaksanaan, perencanaan dan pengembangan program, implementasi dan evaluasi program yang akan didapatkan oleh pasien (Kusumaningrum, 2009) Planetree, pemimpin patient centered care yang diakui secara internasional telah menunjukkan langkah besar dalam memajukan konsepnya. Model perawatan plantree adalah pendekatan holistik berpusat pada pasien yang mempromosikan penyembuhan mental, emosional, spiritual, social dan fisik, sebagian dengan memperdayakan pasien dan keluarga melalui pertukaran informasi (Cliff, 2012). 4. Faktor – faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan PCC (Patient Centered Care) Menurut Shaller, (2007) faktor yang mempengaruhi PCC (Patient Centered Care) adalah: 1) Kepemimpinan Faktor penting dalam PCC (Patient Centered Care), baik di rumah sakit maupun rawat jalan adalah komitmen dan keterlibatan pimpinan di tingkat CEO dan dewan direksi. Transformasi organisasi yang dibutuhkan



8



untuk mencapai asuhan berkelanjutan dalam PCC (Patient Centered Care) tidak akan terjadi tanpa dukungan dan partisipasi dari pimpinan.



2) Visi strategis Kepemimpinan yang berkomitmen, dalam organisasi perlu mengembangkan visi dan rencana strategis yang jelas untuk mengatur bagaimana PCC (Patient Centered Care) akan masuk ke dalam prioritas dan proses secara operasional sehari – hari. Pentingnya pernyataan visi dan misi yang jelas, unsur – unsur sederhana yang dapat dengan mudah diulang dan tertanam dalam kegiatan rutin bahwa semua anggota staf melaksanakan tugasnya dengan baik. Menterjemahkan visi ke dalam cara berperilaku yang merupakan kunci sukses dalam organisasi. 3) Keterlibatan pasien dan keluarga Menurut konsep PCC (Patient Centered Care), jika pasien harus benar – benar terlibat, maka harus melibatkan keluarga mereka. Hal ini secara luas dipahami sebagai teman dekat dan orang lain yang berpengaruh, bukan hanya kerabat keluarga yang dapat memberikan dukungan penting dan informasi selam proses perawatan. Menurut Bev Johnson Presiden Institute for Patient and Family Centered Care, pasien dan keluarga harus terlibat dalam perawatan di beberapa tingkatan, sesuai dengan rekomendasi IOM. 4) Memperhatikan lingkungan sebagai perawatan Suatu organisasi yang berorientasi pada PCC (Patient Centered Care) harus membuat dan memelihara suatu lingkungan dimana tenaga kerja merupakan aset yang dihargai dan diperlakukan pada tingkat yang sama, martabat dan rasa hormat bahwa organisasi mengharapkan staf untuk memberikan pelayanan kepada pasien dan keluarga. Menekankan pentingnya perekrutan, pelatihan, evaluasi, kompensasi dan mendukung staf berkomitmen untuk menerapkan PCC (Patient Centered Care). 5) Pengukuran sistematis dan tanggapan



9



Dalam peningkatan kualitas kesehatan, pedoman bahwa organisasi tidak dapat mengelola apa yang tidak dapat mereka ukur merupakan faktor utama yang berkontribusi terhadap PCC (Patient Centered Care). Kehadiran pelanggan mendengarkan secara mendengarkan secara kuat yang memungkinkan organisasi untuk mengukur dan memantau kinerja secara sistematis. Penting untuk mengalami proses dimana anggota staf memainkan peran pasien dan mengalami layanan atau prosedur dengan cara yang sama bahwa pasien dan keluarga memberikan umpan balik pada pemberi pelayanan. B. Nilai Dan Keinginan Pasien Harapan merupakan sesuatu yang individu inginkan untuk didapatkan atau dicapai. Harapan tinggi pasien adalah dengan perilaku caring dari perawat. Perilaku perawat yang caring membuat pasien merasa dihargai, sehingga hal itu memberi kepuasan yang sesuai dengan harapan pasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus menciptakan dan mengelola suatu system untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pasiennya. Pada prinsipnya, definisi kualitas pelayanan perawat berfokus pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pasien, serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pasien dalam mewujudkan kepuasan pasien. Sehingga kualitas produk (baik barang atau jasa) berkontribusi besar pada kepuasan pelanggan (Tjiptono; 2007). Implikasinya, baik buruknya kualitas pelayanan perawat tergantung kepada penyedia pelayanan atau pihak rumah sakit dalam memenuhi harapan pasiennya secara konsisten. Bila kinerja sama dengan harapan maka pasien akan puas, bila kinerja melebihi harapan, pasien akan senang atau bahagia, namun bila kinerja lebih rendah dari pada harapan, maka pasien akan merasa tidak puas. Pasien yang menilai layanan keperawatan sebagai



10



layanan yang tidak memuaskan dapat merasa kecewa karena harapannya terhadap layanan yang seharusnya diterima tidak terpenuhi. Dengan kata lain kualitas pelayanan perawat yang baik atau positif diperoleh bila kualitas yang dialami memenuhi harapan pasien, bila harapan pasien tidak realistis, maka kualitas pelayanan perawat dipandang rendah oleh pasien. Harapan pasien diyakini mempunyai peranan yang besar dalam menentukan kualitas pelayanan perawat dan kepuasan pasien. Dalam mengevaluasi kualitas pelayanan perawat, pasien akan menggunakan harapannya sebagai standar atau acuan. Dengan demikian, harapan pasienlah yang melatar belakangi mengapa dua organisasi pada bisnis yang sama dapat dinilai berbeda oleh pelanggannya. Menurut Zeithmal, et al (dalam Tjiptono; 2002) bahwa dalam konteks kepuasan pelanggan, umumnya harapan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien : 1.



Kualitas pelayanan Kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan



jasa



pengobatan



terutama



keperawatan



pada



waktu



penyembuhan yang relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan peralatan rumah sakit. Pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. 2.



Biaya Semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.



3.



Lokasi Lokasi, meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya. Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih rumah sakit. Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang



11



baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan rumah sakit tersebut. 4.



Image Yaitu citra, reputasi dan kepedulian perawat terhadap lingkungan



5.



Fasilitas Kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana, tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap.



6.



Desain Visual Tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan kenyamanan suatu rumah sakit, oleh karena itu desain dan visual harus diikutsertakan dalam penyusunan strategi terhadap kepuasan pasien atau konsumen.



7.



Suasana dan Komunikasi Suasana rumah sakit yang tenang, nyaman, sejuk, indah dan bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh perawat akan sangat mempengaruhi kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang berkunjung ke rumah sakit akan sangat senang dan memberikan pendapat yang positif sehingga akan terkesan bagi pengunjung rumah sakit.



C. Perencanaan Dan Pengambilan Keputusan Dalam Pelayanan Kebidanan 1. Pengertian Pengambilan keputusan dalam kebidanan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakekat suatu masalah dengan pengumpulan faktafakta dan data, menentukan alternative yang matang untuk mengambil suatu tindakan yang tepat dalam praktek kebidanan. Pengambilan keputusan merupakan kemampuan mendasar bagi praktisi kesehatan, khususnya dalam asuhan keperawatan dan kebidanan. Tidak hanya berpengaruh pada proses pengelolaan asuhan keperawatan dan kebidanan, tetapi penting untuk meningkatkan kemampuan merencanakan perubahan. Perawat dan bidan pada semua tingkatan posisi klinis harus



12



memiliki kemampuan menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan yang efektif, baik sebagai pelaksana/staf maupun sebagai pemimpin. Pengambilan keputusan bukan merupakan bentuk sinonim. Pemecahan masalah dan proses pengambilan keputusan membutuhkan pemikiran kritis dan analisis yang dapat ditingkatkan dalam praktek. Pengambilan keputusan merupakan upaya pencapaian tujuan dengan menggunakan proses yang sistematis dalam memilih alternatif. Pemecahan masalah termasuk dalam langkah proses pengambilan keputusan, yang difokuskan untuk mencoba memecahkan masalah secepatnya. Masalah dapat digambarkan sebagai kesenjangan diantara “apa yang ada dan apa yang seharusnya ada”. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang efektif diprediksi bahwa individu harus memiliki kemampuan berfikir kritis dan mengembangkan dirinya dengan adanya bimbingan dan role model di lingkungan kerjanya. Menurut George R.Terry, pengambilan keputusan adalah memilih alternatif yang ada. Ada 5 (lima) hal pokok dalam pengambilan keputusan : a) Intuisi berdasarkan perasaan, lebih subyektif dan mudah terpengaruh Keputusan yang diambil berdasarkan intuisi atau perasaan lebih bersifat subjektif yaitu mudah terkena sugesti, pengaruh luar, dan faktor kejiwaan lain. Sifat subjektif dari keputusuan intuitif ini terdapat beberapa keuntungan, yaitu : 1) Pengambilan keputusan oleh satu pihak sehingga mudah untuk memutuskan 2) Keputusan intuitif lebih tepat untuk masalah-masalah yang bersifat kemanusiaan Pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi membutuhkan waktu yang singkat untuk masalah-masalah yang dampaknya terbatas, pada umumnya pengambilan keputusan yang bersifat intuitif akan memberikan kepuasan. Akan tetapi, pengambilan keputusan ini sulit diukur kebenarannya karena kesulitan mencari pembandingnya dengan



13



kata lain hal ini diakibatkan pengambilan keputusan intuitif hanya diambil oleh satu pihak saja sehingga hal-hal yang lain sering diabaikan. b) Pengalaman mewarnai pengetahuan praktis Seringnya terpapar suatu kasus meningkatkan kemampuan mengambil keputusan terhadap suatu kasus. Dalam hal tersebut, pengalaman memang dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan masalah. Keputusan yang berdasarkan pengalaman sangat bermanfaat bagi pengetahuan praktis. Pengalaman dan kemampuan untuk memperkirakan apa yang menjadi latar belakang masalah dan bagaimana arah penyelesaiannya sangat membantu dalam memudahkan pemecaha masalah. c) Fakta, keputusan lebih riel, valid dan baik Keputusan yang berdasarkan sejumlah fakta, data atau informasi yang cukup itu memang merupakan keputusan yang baik dan solid, namun untuk mendapatkan informasi yang cukup itu sangat sulit. d) Wewenang lebih bersifat rutinitas Keputusan yang berdasarkan pada wewenang semata maka akan menimbulkan sifat rutin dan mengasosiasikan dengan praktik dictatorial. Keputusan berdasarkan wewenang kadang kala oleh pembuat keputusan sering melewati permasalahan yang seharusnya dipecahkan justru menjadi kabur atau kurang jelas e) Rasional, keputusan bersifat obyektif, trasparan, konsisten Keputusan yang bersifat rasional berkaitan dengan daya guna. Masalah – masalah yang dihadapi merupakan masalah yang memerlukan pemecahan rasional. Keputusan yang dibuat berdasarkan pertimbangan rasional lebih bersifat objektif. Dalam masyarakat, keputusan yang rasional dapat diukur apabila kepuasan optimal masyarakat dapat terlaksana dalam batas-batas nilai masyarakat yang diakui saat itu. 2. Proses Pengambilan Keputusan a) Identifikasi masalah. Dalam hal ini pemimpin diharapkan mampu mengindentifikasikan masalah yang ada di dalam suatu organisasi.



14



b) Pengumpulan dan penganalisis data. Pemimpin diharapkan dapat mengumpulkan dan menganalisis data yang dapat membantu memecahkan masalah yang ada. c) Pembuatan alternatif-alternatif kebijakan. Setelah masalah dirinci dengan tepat dan tersusun baik, maka perlu dipikirkan cara-cara pemecahannya. d) Pemilihan salah satu alternatif terbaik. Pemilihan satu alternatif yang dianggap paling tepat untuk memecahkan masalah tertentu dilakukan atas dasar pertimbangan yang matang atau rekomendasi. Dalam pemilihan satu alternatif dibutuhkan waktu yang lama karena hal ini menentukan alternative yang dipakai akan berhasil atau sebaliknya. e) Pelaksanaan keputusan. Dalam pelaksanaan keputusan berarti seorang pemimpin harus mampu menerima dampak yang positif atau negatif. Ketika menerima dampak yang negatif, pemimpin harus juga mempunyai alternatif yang lain. f) Pemantauan dan pengevaluasian hasil pelaksanaan. Setelah keputusan dijalankan seharusnya pimpinan dapat mengukur dampak dari keputusan yang telah dibuat. 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan a) Faktor fisik, didasarkan pada rasa yang dialami oleh tubuh sepeti rasa sakit, tidak nyaman dan kenikmatan b) Emosional, didasarkan pada perasaan atau sikap c) Rasional, didasarkan pada pengetahuan d) Praktik, didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan dalam melaksanakanya e) Interpersonal, didasarkan pada pengrauh jarigan sosial yang ada f) Struktural, didasarkan pada lingkup sosial,ekonomi dan politik. D. Pengambilan Keputusan Bersama Pasien Kemampuan dalam mengambil keputusan adalah sangat penting bagi klien untuk menyelesaikan masalah kegawatdaruratan terutama yang berhubungan dengan kebidanan. Dalam konseling pengambilan keputusan mutlak diambil oleh klien, bidan hanya membantu agar keputusan yang diambil klien tepat.



15



1. Empat strategi membantu klien dalam mengambil keputusan : a) Membantu klien meninjau kemungkinan pilihannya. Beri kesempatan klien untuk melihat lagi beberapa alternative pilihannya, agar tidak menyesal atau kecewa terhadap pilihannya. b) Membantu klien dalam mempertimbangkan keputusan pilihan, dengan melihat kembali keuntungan atau konsekuensi positif dan kerugiannya atau konsekuensi negative. c) Membantu klien mengevaluasi pilihan. Setelah klien menetapkan pilihan, bantu klien mencermati pilihannya. d) Membantu klien menyusun rencana kerja



untuk menyelesaikan



masalahnya. 2. Pengambilan keputusan yang baik harus mempertimbangkan : a) Kondisi b) Kehendak c) Konsekuensinya 3. Hal-hal yang perlu ditekankan kepada klien dalam pengambilan keputusan a) Hati-hati dan bersikap bijaksana dalam pengambilan keputusan karena berkaitan dengan masalah kehamilan, persalinan dan masa nifas. Pengambilan keputusan dibuat setelah klien diberi informasi secukupnya untuk menimbang pilihan sesuai dengan situasinya. b) Bantu klien dalam pengambilan keputusan dengan memberikan saran yang sesuai dengan riwayat kesehatannya, keinginan pribadi dan situasi. c) Keputusan merupakan hak dan menjadi tanggung jawab klien. d) Konseling bukan proses informasi, melainkan informasi setelah konselor memperoleh data atau informasi tentang keadaan dan kebutuhan klien dan informasi yang diberikan sesuai dengan kondisi klien dan kebutuhannya. E. Informed Choice And Informed Consent 1. Informed Choise Informed choice adalah membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan tentan alternatif asuhan yang akan dialaminya. Menurut kode etik kebidanan internasionl (1993) bidan harus menghormati hak informed choice



16



ibu dan meningkatkan penerimaan ibu tentang pilihan dalam asuhan dan tanggungjawabnya terhadap hasil dari pilihannya. Definisi informasi dalam konteks ini meliputi : informasi yang sudah lengkap diberikan dan dipahami ibu, tentang pemahaman resiko, manfaat, keuntungan dan kemungkinan hasil dari tiap pilihannya. Pilihan (choice) berbeda dengan persetujuan (consent) : a) Persetujuan atau consent penting dari sudut pandang bidan karena berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua prosedur yang akan dilakukan bidan. b) Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai penerima jasa asuhan kebidanan, yang memberikan gambaran pemahaman masalah yang sesungguhnya dan menerapkan aspek otonomi pribadi menentukan “pilihannya” sendiri. c) Choice berarti ada alternatif lain, ada lebih dari satu pilihan dan klien mengerti perbedaanya sehingga dia dapat menentukan mana yang disukai atau sesuai dengan kebutuhannya. Tujuannya adalah untuk mendorong wanita memilih asuhannya. Peran bidan tidak hanya membuat asuhan dalam manajemen asuhan kebidanan tetapi juga menjamin bahwa hak wanita untuk memilih asuhan dan keinginannya terpenuhi. Hal ini sejalan dengan kode etik internasional bidan yang dinyatakan oleh ICM 1993, bahwa bidan harus menghormati hak wanita setelah mendapatkan penjelasan dan mendorong wanita untuk menerima tanggung jawab untuk hasil dari pilihannya. Sehingga bagaimana pilihan dapat diperluas dan menghindari konflik : a) Memberi informai yang lengkap pada ibu, informasi yang jujur, tidak bias dan dapat dipahami oleh ibu, menggunakan alternatif media ataupun yang lain, sebaiknya tatap muka. b) Bidan dan tenaga kesehatan lain perlu belajar untuk membantu ibu menggunakan haknya dan menerima tanggungjawab keputusan yang diambil. Hal ini dapat diterima secara etika dan menjamin bahwa tenaga kesehatan sudah memberikan asuhan yang terbaik dan memastikan ibu



17



sudah diberikan informsi yang lengkap tentang dampak dari keputusan mereka. c) Untuk pemegang kebijakan pelayanan kesehatan perlu merencanakan, mengembangkan sumber daya, memonitor perkembangan protokol dan petunjuk teknis baik di tingkat daerah, provinsi untuk semua kelompok tenaga pemberi pelayanan bagi ibu. d) Menjaga fokus asuhan pada ibu dan evidence based, diharapkan konflik dapat ditekan serendah mungkin. e) Tidak perlu takut akan konflik tetapi mengganggapnya sebagai sutu kesempatan untuk saling memberi dan mungkin suatu penilaian ulang yang obyektif bermitra dengan wanita dari sistem asuhan dan tekanan positif pada perubahan. 2.



Informed Consent Informed consent adalah persetujuan individu terhadap pelaksanaan suatu tindakan, seperti operasi atau prosedur diagnostik invasif, berdasarkan pemberitahuan lengkap tentang risiko, manfaat, alternatif, dan akibat penolakan. Informed consent adalah persetujauan yang diberikan pasien atau walinya yang berhak terhadap bidan untuk melakukan suatu tindakan kebidanan kepada pasien setelah memeperoleh informasi lengkap dan dipahami mengenai tindakan yang akan dilakukan. Informed consent berarti pernyataan kesediaan atau pernyataan penolakan setelah mendapat informasi secukupnya sehingga yang diberi informasi sudah cukup mengerti akan segala akibat dari tindakan yang akan dilakukan terhadapnya sebelum ia mengambil keputusan. Informed consent merupakan kewajiban hukum bagi penyelengara pelayanan kesehatan untuk memberikan informasi dalam istilah yang dimengerti oleh klien sehingga klien dapat membuat pilihan, dan juga berperan mencegah konflik etik tetapi tidak mengatasi masalh etik, tuntutan, pada intinya adalah bidan harus berbuat yang terbaik bagi pasien atau klien.



18



a) Tujuan Informed Consent: 1) Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya. 2) Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko (Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 ). b) Komponen penting dalam Informed Consent Komponen penting yang harus dipahami pada suatu consent atau persetujuan menurut Culver and Gert adalah : 1) Sukarela (Voluntariness). Sukarela mengandung makna bahwa pilihan yang dibuat adalah atas dasar sukarela tanpa ada paksaan didasari informasi dan kompetensi. Sehingga pelaksanaan sukarela harus memenuhi unsur informasi yang diberikan sejelas-jelasnya. 2) Informasi (Information). Jika pasien tidak tahu atau sulit untuk dapat mendeskripsikan keputusan. Dalam berbagai kode etik pelayanan kesehatan bahwa informasi yang lengkap dibutuhkan agar mampu membuat keputusan yang tepat. Kurangnya informasi atau diskusi tentang resiko,efek samping tindakan, akan membuat pasien sulit mengambil keputusan, bahkan ada rasa cemas dan bingung. 3) Kompetensi (Competence). Dalam konteks consent kompetensi bermakna suatu pemahaman bahwa seseorang membutuhkan sesuatu hal



untuk



mampu



membuat



keputusan



dengan



tepat,



juga



membutuhkan banyak informasi. 4) Keputusan (Decision). Pengambilan keputusan merupakan suatu proses, dimana merupakan persetujuan tanpa refleksi. Pembuatan keputusan merupakan persetujuan tanpa refleksi. Pembuatan keputusan merupakan tahap terakhir proses pemberian persetujuan. Keputusan penolakan pasien terhadap suatu tindakan harus divalidasi lagi apakah



19



karena pasien kurang kompetensi. Jika pasien menerima suatu tindakan senyaman mungkin.



20



BAB III PENUTUP



Kesimpulan Pelayanan kesehatan berfokus pada pasien (patient cantered care/PCC) Pelayanan kesehatan berfokus pada pasien (patient cantered care/PCC) merupakan paradigma baru pelayanan kesehatan yang diharapkan dapat meringankan ‘beban’ pasien saat harus menggunakan fasilitas kesehatan. Pasien menjadi pusat semua upaya kesehatan, sehingga pasien harus terinformasi dengan cukup dan benar, dan bersama dengan dokter serta pemberi asuhan lainnya membuat keputusankeputusan penting dalam proses penyembuhan. Menempatkan pasien sebagai subyek merupakan sebuah perubahan besar. Selama ini, pelayanan kesehatan berpusat pada rumah sakit atau pada dokter dan menempatkan pasien lebih seperti obyek. Konsep yang sangat baik ini perlu diterapkan dengan benar agar bisa tercapai tujuannya. Seperti perubahan lainnya, tentu tidak akan terlepas dari permasalahan saat implementasi. Namun, ada secercah harapan dengan kewajiban rumah sakit untuk terakreditasi dengan pedoman akreditasi 2012, sehingga besar harapan konsep PCC ini akan dijalankan setiap rumah sakit di tanah air dan membantu pasien dan keluarga dalam perjalanannya mencari kesembuhan. Pasien adalah manusia dengan kebutuhan yang meliputi kebutuhan biologis medis, psikologis, sosial, kultural dan spiritual ( biopsikososio kulturalspiritual ). Pasien tidak hanya membutuhkan asuhan pada faktor biologis atau medik saja, namun juga berbagai sisi lain kehidupannya. Saat pasien memasuki fasilitas kesehatan hendaknya kebutuhan ini bisa terdeteksi dan rumah sakit dapat memberikan pengasuhan sekaligus pendampingan pada pasien, agar semua kebutuhan pasien dibantu pemenuhannya.



21



DAFTAR PUSTAKA



1. Committee on Quality of Health Care in America: Institute of Medicine. 2001.Crossing the Quality Chasm: A New Health System for the 21st Century.Washington, DC. The National Academies Press. 2. Dewi, Dyah. 2011. Desain Fisik untuk Menciptakan Patient Centered Care. Evidence Based Design. 3. Kusumaningrum, Arie. 2009. Aplikasi dan Strategi Konsep Patient Centered Care Pada Hospitalisasi Anak Pra Sekolah. Fakultas Kedokteran Sriwijaya. 4. Lumenta, A. Nico. 2012. Patient Centered Care Sebagai “Trend Global”dalam Pelayanan Paien. Workshop Keselamatan Pasien dan ManajemenRisiko Klinis. Ketua Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit. PERSI. 5. Yulifah, Yuswanto. 2009. Komunikasi dan Konseling dalam Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika. 6. Karlina Novvi, dkk. 2015. “Etikolegal Dalam Praktik Kebidanan “. In Media. Bogor 7. Puji Wahyuningsih, Heni. 2008. Etika Profesi Kebidanan. Fitramaya. Yogyakarta.



22