Evolusi Mamalia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar belakang Kingdom animalia memiliki beberapa tingkatan untuk membagi hewanhewan yang terdapat di muka bumi ini. Tingkatan tertinggi pada kingdom animalia tersebut adalah mamalia. Pada umumnya, semua jenis mamalia memiliki rambut yang menutupi tubuhnya. Jumlah rambut tersebut berbeda-beda antara spesies yang satu dengan yang lain. Ada spesies yang seluruh tubuhnya ditutupi oleh rambut dan ada pula spesies yang hanya memiliki rambut di tempat-tempat tertentu pada bagian tubuhnya. Mamalia merupakan hewan yang bersifat homoioterm atau sering disebut hewan berdarah panas. Hal ini dikarenakan kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Sebutan mamalia sendiri berasal dari keberadaan glandula (kelenjar) mamae pada tubuh mereka yang berfungsi sebagai penyuplai susu. Seperti yang kita ketahui bahwa mamalia betina menyusui anaknya dengan memanfaatkan keberadaan kelenjar tersebut. Walaupun mamalia jantan tidak menyusui anaknya, bukan berarti mereka tidak memiliki kelenjar mamae. Semua mamalia memiliki kelenjar mamae, tetapi pada mamalia jantan kelenjar ini tidaklah berfungsi sebagaimana pada mamalia betina. Mamalia berkembang dari leluhur reptilia lebih awal dari burung. Fosil tertua yang diyakini merupakan mamalia yang berumur 220 juta tahun, kembali ke masa Trias. Saat zaman senozoikum datang setelah kepunahan missal di masa kretaseus,



mamalia



sedang



melakukan



radiasi



adaptif



besar-besaran.



Keanekaragaman itu diwakili oleh tiga kelompok utama: monotrema (mamalia yang bertelur), marsupial (mamalia berkantung), dan mamalia eutheria (berplasenta) Kerajaan binatang memiliki beberapa tingkatan untuk membagi hewanhewan yang terdapat di muka bumi ini. Tingkatan tertinggi pada kerajaan binatang



1



tersebut adalah mamalia. Pada umumnya , semua jenis mamalia memiliki rambut yang menutupi tubuhnya. Jumlah rambut tersebut berbeda-beda antara spesies yang satu dengan yang lain. Ada spesies yang seluruh tubuhnya ditutupi oleh rambut dan ada pula spesies yang hanya memiliki rambut di tempat-tempat tertentu pada bagian tubuhnya. Mamalia merupakan hewan yang bersifat homoioterm atau sering disebut hewan berdarah panas. Hal ini dikarenakan kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Sebutan mamalia sendiri berasal dari keberadaan glandula (kelenjar) mamae pada tubuh mereka yang berfungsi sebagai penyuplai susu. Seperti yang kita ketahui bahwa mamalia betina menyusui anaknya dengan memanfaatkan keberadaan kelenjar tersebut. Walupun mamalia jantan tidak menyusui anaknya, bukan berarti mereka tidak memiliki kelenjar mamae. Semua mamalia memiliki kelenjar mamae, tetapi pada mamalia jantan kelenjar ini tidaklah berfungsi sebagaimana pada mamalia betina.



1.2 Rumusan masalah 1. Apa saja ciri-ciri dari mamalia? 2. Bagaimana evolusi dari mamalia? 3. Apa saja karakter turunan primata? 4. Karakter apa yang membedakan antara manusia dan kera? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui ciri-ciri dari mamalia. 2. Untuk mengetahui bagaimana evolusi dari mamalia. 3. Untuk mengetahui karakter turunan primata. 4. Untuk mengetahui karakter yang membedakan antara manusia dan kera.



2



BAB II PEMBAHASAN



A.



Karakter Turunan Mamalia Karakter khas yang menjadi sumber nama mamalia adalah kelenjar susu (mammary gland), yang menghasilkan susu untuk anak. Semua induk betina mamalia menyusui bayinya. Susu merupkan makanan seimbang yang kaya lemak, gula, protein, mineral, dan vitamin. Rambut karakteristik mamalia yang lain, dan lapisan lemak di bawah kulit membantu tubuh mempertahankan panas. Seperti burung, mamalia bersifat endotermik, dan sebagian besar memiliki laju metabolik yang tinggi. Sistem pernafasan dan sirkulasi yang efisien (termasuk jantung berbilik empat ) mendukung metabolisme mamalia. Selembar otot yang disebut diafragma membantu memventilasi paru – paru. Seperti burung, mamalia umumnya memiliki otak yang lebih besar dari pada vertebrata lain yang berukuran setara dan kebanyakan spesies mampu mempelajari berbagai hal. Seperti burung, masa pengasuhan yang relatif lama memperpnjang waktu bagi anak untuk mempelajari keterampilan untuk sintas yang penting dengan mengamati kedua induknya. Gigi yang terdiferensiasi merupakan ciri penting mamalia yang lain. Sementara gigi reptil umumnya seragam dalam bentuk dan ukuran, rahang mamalia memiliki bermacam – macam gigi dengan ukuran dan bentuk yang teradaptasi untuk mengunyah kebanyakan jenis makanan. Manusia seperti kebanyakan mamalia, memiliki gigi yang termodifikasi untuk merobek( gigi seri dan taring ) dan untuk meremukkan serta menggiling( geraham depan dan belakang).1



1



Campbell, Neil A, dkk Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta : Erlangga. 2010. Hal 294



3



B.



Evolusi Awal Mamalia Mamalia tergolong ke dalam sekelompok amniota yang di kenal sebagai sinapsida (synapsid). Sinapsida nonmamalia awalnya tidak memiliki rambut, berjalan mengangkang dan bertelur. Karakteristik khas sinapsida adalah sebuah temporal fenestra lubang di belakang rongga mata pada kedua sisi tengkorak. Manusia mempertahankan ciri ini otot – otot rahang melewati temporal fenestral dan tertambat di dahi. Bukti fosil menunjukkan bahwa rahang di model ulang saat ciri- ciri mamalia muncul secara bertahap pada garis keturunan sinapsida awal yang mengikutinya. Selain itu, dua tulang yang sebelumnya membentuk sendi rahang bergabung ke dalam telinga tengah mamalia. Sinapsida berevolusi menjadi herbivor dan karnivor yang berukuran besar selama periode perm dan untuk beberapa lama mereka menjadi tetrapoda yang dominan. Akan tetapi, kepunahan Perm-Trias memakan banyak korban dari tetrakoda, dan keanekaragamannya turun selama Periode Trias. Sinapsida yang semakin mirip mamalia muncul pada pengunjung Periode Trias 200 juta tahun lalu. Walaupun bukan mamalia sejati, sinapsida-sinapsida ini telah memperoleh sejumlah karakter turunan yang membedakan mamalia dari amniota lain. Mereka berukuran kecil dan mungkin berambut, dan mereka mungkin memakan serangga di malam hari. Tulang-tulangnya menunjukan bahwa sinapsida tersebut tumbuh lebih cepat daripada sinapsida yang lain, menunjukan bahwa mereka mungkin memiliki laju metabolik yang relatip tinggi; akan tetapi, mereka masih bertelur. Selama periode jura, mamalia sejati pertama muncul dan berdiversifikasi menjadi sejumlah garis keturunan, kebanyakan di antaranya telah punah. Namun selama Era Mesozoikum, sebagian besar mamalia tetap berukuran kira-kira sebesar celurut masa kini. Salah satu penjelasan yang mungkin untuk ukuran yang keci ltersebut adalah bahwa dinosaurus telah menempati relung-relung ekologis hewan yang bertubuh besar. Pada awal Periode kreta, ketiga garis keturunan utama mamalia yang ada telah muncul seperti mamalia bertelur, mamlia berkantong, dan mamalia berplasenta. Mamalia mengalami radiasi adaptif yang memunculkan predator dan



4



herbivor berukuran besar serta spesies- spesies yang bisa terbang maupun akuantik.2 1.



Monotremata Monotremata (monotreme ) hanya di temukan di Australia dan Papua Nugini dan direpresentasikan oleh satu spesies platipus dan empat spesies ekidna (pemakan semut berduri). Monotremata bertelur, suatu karakter nenek moyang bagi amniota dan tetap di pertahankan pada sebagian besar reptil. Seperti semua mamalia, monotremata memiliki rambut dan menghasilkan susu, namun mereka tidak memiliki puting. Susu disekresikan oleh kelenjar- kelenjar di perut induk betina. Setelah menetas bayi monotremata menghisap susu dari rambut induknya. Berikut ini gambar dari Echidna paruh pendek (Tachyglossus aculeatus), sejenis Monotremata dari Australia : Yang memiliki rambut dan menghasilkan susu, tidak memiliki puting, dan merupakan mamalia satu-satunya yang bertelur (inset).



Gambar : Ekidna paruh-pendek



2.



Marsupialia (marsupial). Oposum, kangguru, dan koala adalah contoh marsupialia (marsupial). Marsupialia maupun euteria memiliki karakter- karakter turunan yang tidak di miliki oleh monotremata. Kedua kelompok tersebut memiliki laju metabolik yang 2



Campbell, Neil A, dkk Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta : Erlangga. 2010. Hal 294



5



lebih tinggi dan puting yang menyediakan susu serta melahirkan anak. Embrio berkembang didalam uterus dari saluran reproduksi betina. Lapisan uterus dan membran – membran ekstraembrionik yang muncul dari embrio membentuk plasenta (placenta) struktur tempat nutrien berdifusi ke dalam embrio dari darah induknya. Marsupialia terlahir sangat dini dalam tahap perkembangannya dan menyelesaikan perkembangan embrioniknya sambil menyusu. Pada kebanyakan spesies anak yang menyusu di tampung di dalam kantong maternal yang disebut marsupium. Kangguru merah berukuran kira- kira sebesar lebah madu saat di lahirkan sekitar 33 hari setelah fertilisasi. Kaki belakangnya masih berupa kuncup, namun kaki depannyacukup kuat untuk menrangkakdari pintukeluar saluran reproduksi induknya ke dalam kantong yang membuka ke arah depan tubuh sang induk, perjalanan yang hanya berlangsung beberapa menit. Pada sejumlah spesies yang lain, marsupium membuka ke arah belakang tubuh induk pada bandikot. Hal ini melindungi anak ketika induknya menggali tanah. Marsupialia tersebar di seluruh dunia selama Era Mesozoikum, namun kini hanya ditemukan di wilayah Australia serta Amerika Utara dan Selatan. Marsupialia merupakan contoh hubungan yang saling mempengaruhi antara evolusi biologi dan geologi. Berikut ini merupakan contoh gambar dari Marsupialia :



a. Oposum



b.Kangguru



6



c. Koala



a. Oposum adalah pemanjat pohon yang sangat baik dan menghabiskan banyak waktu mereka tinggi-tinggi. Mereka dibantu dalam hal ini dengan cakar yang tajam, yang menggali ke dalam kulit, dan dapat memegang panjang (mencengkeram) ekor yang dapat digunakan sebagai satu dahan. Sarang oposum di lubang pohon atau di sarang yang dibuat oleh hewan lain. Hewan ini tersebar luas dan kadang-kadang diburu sebagai makanan, khususnya di Amerika Serikat bagian selatan. b. Kangguru adalah hewan asli Australia. Hewan ini termasuk hewan golongan marsupial (hewan berkantung), yang ada di bagian depan perut untuk memelihara anaknya sewaktu kecil. Masa kehamilan kangguru adalah 30-36 hari dan bayi yang dilahirkan hanya sebesar kacang lima atau embrio manusia. Setelah lahir bayi kangguru akan secara naluriah memanjat tubuh induknya dan masuk ke dalam kantong marsupial untuk menyusu dan tetap tinggal di sana. Anak kangguru tinggal dalam kantong induknya selama 9 bulan sebelum akhirnya ia meninggalkan kantong tersebut untuk beberapa waktu. Biasanya anak kangguru tetap diberi makan oleh induknya sampai berumur 18 bulan. c.



Koala adalah binatang yang seluruh badannya dipenuhi bulu-bulu halus dengan cakar yang tajam dan hidung yang besar, yang berada di negara Australia. Koala adalah binatang berkandi dan berkembang biak pada musim semi dan musim



7



panas. Koala melahirkan satu anak sesudah masa persiapan selama 33-35 hari. Pada waktu lahir, bayi koala masih terbelakang kecil, tidak berbulu, buta, dengan kaki belakang yang belum sempurna tetapi mempunyai kaki depan yang kuat. Dan mencari ibunya untuk menyusu sampai umur 6-7 bulan, pada umur 12 bulan koala muda menjadi dewasa.



3.



Euteria ( Mamalia Berplasenta) Euteria (eutherian) lazim disebut mamalia berplasenta karena plasentanya jauh lebih kompleks dari pada marsupialia. Euteria memiliki masa kehamilan yang lebih lama dari pada marsupialia. Anak euteria menyelesaikan perkembangan embrioniknya di dalam uterus terhubung dengan induknya melalui plasenta. Plasenta euteria memberikan hubungan jangka panjang yang intim antara induk betina dan anaknya yang sedang berkembang.



Mencit



Kelompok- kelompok utama euteria yang masih ada diduga berdivergensi satu sama lain dalam satu ledakan perubahan evolusi. Waktu terjadinya ledakan ini belum dapat di pastikan. Data molekular mengindikasikan pada peristiwa itu terjadi 100 juta tahun yang lalu dan data morfologi memperkirakan waktu 60 juta tahun lalu. Menjelajahi ordo-ordo utama euteria dan kemungkinan hubungan filogenetik di antara kelompok- kelompok tersebut serta serta dengan monotremata dan marsupialia.



8



C.



Karakter Turunan Primata Sebagian besar primata memiliki tangan dan kaki yang teradaptasi untuk memegang dan jari- jarinya memiliki kuku yang pipih, bukan cakar sempit seperti yang dimiliki oleh mamalia lain. Ada pula ciri khas lain pada tangan dan kaki, misalnya bumbungan kulit pada jari (yang menjadi sidik jari pada manusia). Jika di bandingkan dengan mamalia yang lain, primata memiliki oatak yang besar dan rahang yang pendek, sehingga mereka berwajah pipih. Matanya yang menghadap ke depan terletak berdekatan di bagian depan wajah. Primata juga menunjukkan pengasuhan anak yang berkembang cukup baik dan prilaku sosial yang kompleks. Primata yang paling awal diketahui merupakan penghuni pohon dan banyak karakteristik primata merupakan adaptasi terhadap kebutuhan-kebutuhan bagi kehidupan di pohon. Tangan dan kaki yang bisa memegang memungkinkan primata untuk bergelantungan di cabang pohon. Semua primata yang masih ada, kecuali manusia, memiliki jari kaki yang besar yang terpisah jauh dari jari kaki lain, sehingga primata bisa memegang cabang. Semua primata juga memiliki ibu jari tangan yang relatif bisa digerakkan dan terpisah dari jari-jari yang lain, namun monyet dan kera memiliki ibu jari tangan yang sepenuhnya oposabel (opposable thumb), artinya mereka dapat menyentuh permukaan ventral (sisi bersidik jari) dari ujung keempat jari yang lain dengan permukaan ventral ibu jari dari tangan yang sama. Pada monyet dan kera kecuali manusia, ibu jari yang oposabel berfungsi untuk menggenggam secara kuat. Pada manusia, struktur tulang yang berbeda pada dasar ibu jari memungkinkan jempol digunakan untuk manipulasi yang lebih presisi. Ketangkasan unik manusia merepresentasikan penurunan dengan modifikasi dari nenek moyang kita yang tinggal di pohon. Manuver diatas pepohonan juga memerlukan koordinasi mata-tangan yang sangat baik. Medan penglihatan yang saling tumpang tindih dari dua mata yang menghadap ke depan meningkatkan persepsi tentang kedalaman suatu keuntungan yang digunakan ketika primata melakukan brakiasi(branchiting, berpindah dengan berayun dari satu cabang pohon ke cabang yang lain).



9



Primata yang masih ada pada masa ini, ada tiga kelompok utama primata yang masih ada: a. Lemur-lemur Madagaskar serta kukang dan poto dari wilayah tropis Afrika dan Asia tenggara. b. Tarsius yang hidup di Asia Tenggara. c. Antropoid (anthropoid) yang mencakup monyet dan kera yang ditemukan di seluruh dunia. Kelompok pertama- lemur, kukang, dan poto- mungkin menyerupai primata arboreal awal. Fosil antropoid tertua yang di ketahui, ditemukan di Cina pada strata mid-Eosen dan berusia sekitar 45 juta tahun, mengindikasikan bahwa tarsius berkerabat lebih dekat dengan antropoid dari pada dengan kelompok lemur.



a. Lemur madagaskar



b. Tarsius



Monyet dunia baru maupun dunia lama di duga bermula di Afrika atau Asia. Catatan fosil mengindikasikan bahwa monyet dunia baru pertama kali mengolonisasi Amerika Selatan sekitar 25 juta tahun lalu. Pada saat itu, Amerika Selatan dan Afrika telah terpisah dan monyet mungkin mencapai Amerika Selatan dengan menyeberang di atas batang kayu atau puing-puing lain dari Afrika. Yang bisa dipastikan adalah bahwa monyet Dunia Lama dan monyet Dunia Baru mengalami radiasi adaptif yang terpisah selama pemisahan berjuta-juta tahun. Semua spesies Dunia Baru bersifat arboreal sementara monyet Dunia Lama mencangkup spesies penghuni permukaan tanah dan aboreal.



10



Sebagian besar



monyet pada kedua kelompok bersifat diurnal (aktif selama siang hari) dan biasanya hidup dalam kelompok-kelompok yang dipersatukan oleh perilaku sosial. Kelompok anthropoid yang lain terdiri dari primate yang secara informal disebut kera. Kelompok kera mencangkup genus-genus Hylobates (owa), Pongo (orangutan), Gorilla (gorila), Pan (sipanse dan bonobo), serta Homo (manusia). Kera berdivergensi dari monyet Dunia Lama sekitar 20-25 juta tahun yang lalu. Kini, kera non manusia ditemukan hanya di wilayah-wilayah tropis. Kera yang masih ada berukuran lebih besar daripada monyet Dunia Lama maupun Dunia Baru. Semua kera yang masih ada memiliki lengan yang relatif panjang, kaki yang pendek, dan tidak berekor. Walaupun semua kera non manusia menghabiskan waktunya di pohon, hanya owa dan orangutan yang hamper sepenuhnya arboreal. Organisasi social bervariasi diantara kera-kera, gorilla, sipanse sangat social. Jika dibandingkan dengan primate yang lain, kera memiliki otak yang lebih besar dibandingkan ukuran tubuhnya dan perilakunya lebih fleksibel. Berikut contoh gambar dari Monyet Dunia Lama dan Monyet Dunia Baru.



a. Monyet baboon



b. Monyet laba-laba coklat



Monyet Dunia Lama memiliki hidung menghadap ke bawah (catarrhine) dengan lubang hidung yang keduanya lebih dekat dan terbuka ke bawah dan kadang-kadang ke depan, hampir mirip dengan hidung manusia. Memiliki dua premolar, dimana molarnya tajam tersambung ke ujung. Premolar di rahang atas (mandibula) dirancang khusus sangat tajam menjadi sebuah taring atas yang besar dan sangat tajam dengan diastema (ada jarak antara gigi taring dan gigi seri). Ekor



11



mereka tidak komprehensif. Di sekitar ekor dan bokongnya terdapat ischial callosities (bantalan duduk) yang dirancang untuk membantu mereka saat duduk makan, tidur, atau istirahat. Ibu jari mereka mirip manusia, saling berlawanan dan ibu jari tidak sejajar dengan jari lainnya. Pejantannya kurang memiliki hubungan dekat dengan bayi mereka. Mereka menghabiskan waktunya lebih lama di tanah dengan memakan buah, serangga, biji, kacang, dan daun, tergantung spesiesnya. Hidup di daerah tropis dan subtropis di Asia dan Afrika. Monyet Dunia Baru memiliki hidung rata (platyrrhine) dengan lubang hidung terpisah jauh dan terbuka ke samping. Memiliki tiga premolar. Molar relatif besar dan molar yang terakhir kebanyakkan jauh lebih kecil atau bahkan tidak ada. Pada beberapa spesies seperti monyet laba-laba, ekornya memiliki kemampuan untuk memegang atau mencengkram. Ibu jari mereka berada pada satu garis dengan jari lainnya. Beberapa Monyet Dunia Baru memiliki kuku pada jari kaki. Para pejantan banyak berkontribusi dalam perawatan anaknya. Menghabiskan waktunya dalam kanopi hutan dengan memakan buah dan serangga kecil, kurang mengandalkan dedaunan. Berada di daerah tropis dan subtropis di Amerika Selatan dan Tengah.



D.



Karakter Turunan Manusia Banyak karakter yang membedakan manusia dari kera lain. Yang paling jelas, manusia berdiri tegak dan bipedeal (berjalan dengan dua kaki). Manusia memiliki otak yang lebih besar dan mampu berbahasa, berfikir simbolik, serta membuat dan menggunakan peralatan yang kompleks. Manusia juga memiliki tulang-tulang rahang dan otot-otot rahang yang tereduksi, bersama dengan saluran pencernaan yang lebih pendek. Pada tingkat molecular, daftar karakter turunan manusia terus bertambah seiring para saintis membandingkan genom manusia dan sipanse. Walaupun kedua genom 99% identik, perbedaan 1% dapat diterjemahkan banyak sekali perbedaan di dalam genom yang mengandung 3 miliar pasangan basa. Terlebihnya lagi perubahan-perubahan pada sedikit gen dapat berakibat besar. Hal ini ditekankan



12



oleh hasil-hasil penelitian terbaru yang menunjukkan bahwa manusia dan sipanse berbeda berbeda dalam ekspresi 19 gen regulator. Gen-gen ini menyalahkan atau memadamkan gen-gen lain sehingga dapat menyebabkan banyak perbedaan antara manusia dan sipanse.



E.



Homonin Terawal Para ahli paleoantropologi (paleoantrophology) telah menggali fosil-fosil sekitar 20 spesies yang telah punah yang berkerabat lebih dekat dengan manusia dibandingkan dengan sipanse. Spesies-spesies ini lebih dikenal sebagai homonin. (Walaupun mayoritas antropolog kini telah menggunakan istilah hominin sinoimnya terlebih dahulu, hominin, masih terus digunakan oleh sebagian ahli). Sejak 1994, fosil-fosil dari 4 spesies homonin yang berasal lebih dari 4 juta tahun telah ditemukan. Hominin yang tertua, Sahelanthropus tchadensis hidup sekitar 67 juta tahun yang lalu. Sahelanthropus dan hominin-hominin awal yang lain memiliki karakterkarakter turunan manusia. Misalnya, mereka memiliki gigi taring yang tereduksi, dan beberapa fosil menunjukkan bahwa mereka memiliki wajah yang relatif pipih. Mereka juga menunjukkan tanda-tanda yang lebih tegak dan bipedal daripada kera-kera lain. Satu petunjuk tentang postur tegak mereka dapat ditemukan pada foramen magnum, lubang di dasar tengkorak tempat sumsum tulang belakang berada. Pada sipanse, foramen magnum terletak terletak relatif dibelakang tengkorak, sementara pada hominin awal dan manusia, lubang itu terletak di bawah tengkorak. Posisi ini memungkinkan kita memegang kepala langsung di atas tubuh yang sepertinya juga dilakukan dengan baik oleh homonin awal. Tulang-tulang kaki Australopithecus anamensis, sejenis hominin yang hidup 4,5-4 juta tahun lalu, juga juga menunjukkan bahwa hominin awal lama-kelamaan menjadi bipedal. Walaupun hominin-hominin awal menunjukkan tanda-tanda bipedalisme, otak mereka tetap kecil bervolume sekitar 400-450 cm3 pada Homo sapiens. Hominin-hominin juga kecil secara keseluruhan (Ardipithecus ramidus) yang berusia 4,5 juta tahun diperkirakan hanya berbobot 40 kg namun memiliki



13



gigi yang relatif besar dan rahang bawah yang menonjol melebihi bagian atas wajahnya. Sipanse merepresentasikan ujung cabang evolusi yang terpisah, dan mereka memperoleh karakter-karakter keturunannya sendiri setelah berdivergensi dari nenek moyang bersama dengan manusia. Kesalahan yang lain adalah dengan menganggap evolusi manusia sebagai tangga yang mengarah langsung dari jenis kera nenek moyang ke Homo sapiens. Kesalahan ini kerap diilustrasikan sebagai parade fosil spesies yang secara progresif semakin mirip dengan barisan dari kanan ke kiri halaman buku. Jika evolusi manusia merupakan suatu parade, maka parade ini sangat tidak teratur, dengan banyak kelompok yang memisahkan diri untuk menjelajahi jalur-jalur evolusi yang lain. Terkadang terdapat beberapa spesies hominin secara bersamaan. Spesies-spesies ini seringkali berbeda dalam bentuk tengkorak, ukuran tubuh dan makanan (seperti yang disimpulkan dari gigi-giginya). Pada akhirnya semua garis keturunan kecuali satu yang memunculkan Homo sapiens berakhir dengan kepunahan. Namun, ketika karakteristik- karakteristik dari semua hominin yang hidup selama 6 juta tahun terakhir dipertimbangkan, Homo sapiens tampak bukan sebagai akhir jalur evolusioner yang lurus, melainkan sebagai satu-satunya anggota pohon evolusioner bercabang banyak yang sintas.



F.



Australopith Catatan fosil mengidentifikasi bahwa keanekaragaman hominin meningkat drastis antara 2-4 juta tahun lalu. Kebanyakan hominin dari periode ini secara kolektif disebut australopith. Filogeni mereka tetap belum terpecahkan pada banyak hal, namun sebagai kelompok, mereka hamper pasti parafiletik. Australopithecus anamensis disebutkan sebelumnya, menghubungkan australopith dengan hominin-hominin yang lebih tua seperti Ardipithecus ramidus. Australopith mendapat namanya dari penemuan Australopithecus africanus (kera selatan dari Afrika) pada tahun 1924 di Afrika Selatan, yang hidup antara 3 dan 2,4 juta tahun lalu. Dengan penemuan lebih banyak fosil, jelaslah bahwa Australopithecus africanus berjalan secara tegak sepenuhnya (bipedeal) dan



14



memiliki tangan dan gigi serupa manusia. Akan tetapi, otaknya hanya sekitar sepertiga dari otak manusia. Pada tahun 1974 di wilayah Afar, Etiopia, para ahli paleontopologi menemukan rangka Australopithecus berusia 3,2 juta tahun yang 40% komplit. Fosil itu dinamai ‘Lucy’ yang bertubuh pendek dan tingginya hanya sekitar 1 meter. Lucy dan fosil-fosil yang serupa dianggap cukup berbeda dari Australopithecus africanus untuk digolongkan sebagai spesies yang terpisah. Fosil-fosil



yang



ditemukan



pada



tahun



1990-an



menunjukkan



bahwa



Australopithecus afarensis terdapat sebagai spesies selama 1 juta tahun. Seseorang bisa mengatakan bahwa Australopithecus ajarensis memiliki karakter turunan manusia yang lebih sedikit di atas leher daripada di bawah, kepal Lucy seukuran bola sofbol, dengan ukuran otak yang sebesar otak sipanse dengan tubuh seukuran Lucy. Tengkorak Australopithecus afarensis juga memiliki rahang bawah yang panjang. Rangka Australopithecus afarensis menunjukkan bahwa tampaknya hominin ini mampu lokomosi arboreal, dengan posisi lengan yang relatif panjang daripada ukuran tubuh. Akan tetapi, framen-framen tulang punggul dan tengkorak mengindikasikan bahwa Australopithecus ajarensis berjalan dengan dua kaki. Jejak kaki terfosilasi di Laetol, Tanzania, mendukung bukti bahwa hominin yang hidup di masa Australopithecus ajarensis bersifat bipedal. Garis keturunan australopith yang lain terdiri dari australopith yang kekar (robust) hominin-hominin ini mencangkup sejumlah spesies seperti Paranthropus boisei, memiliki tengkorak kokoh dengan rahang yang kuat dan gigi yang besar, teradaptasi untuk menggilas dan mengunyah makanan keras. Mereka berbeda dari australopith yang gracile (langsing), termasuk Australopithecus ajarensis dan Australopithecus africanus yang memiliki perlengkapan makanan yang lebih ringan dan teradaptasi untuk makanan yang lebih lunak.



15



a). Lucy, rangka berumur 3,24 juta tahun merepresentasikan spesies hominin Australopithecus afarensis.



b). Jejak kaki Laetoli, berumur lebih dari 3,5 juta tahun memastikan bahwa



Dengan mengombinasikan bukti dari hominin-hominin terawal dengan catatan fosil yang lebih kaya dari australopith yang muncul belakangan memungkinkan penyusunan hipotesis tentang tren-tren dalam evolusi hominin. Tren-tren ini antara lain bipedalisme dan penggunaan alat. 1.



Bipedalisme Para ahli paleoantropologi melihat ada hubungan kuat antara perluasan sabana dan kemunculan hominin bipedeal. Menurut salah satu hipotesis, hominin



16



penghuni pohon tidak bisa lagi berpindah-pindah melalui kanopi, sehingga seleksi alam mengunggulkan adaptasi-adaptasi yang membuat pergerakan melintasi tanah terbuka lebih efisien. Walaupun sejumlah unsur hipotesis ini masih sintas, gambaran evolusi bipedeal kini menjadi lebih kompleks. Walaupun semua fosil hominin awal yang baru-baru ini ditemukan menunjukkan sejumlah indikasi bipedalisme, tidak satupun hominin-hominin ini yang hidup di sabana. Mereka hidup di habitat campuran mulai dari hutan hingga pepohonan. Terlebih lagi, tekanan selektif apapun yang menyebabkan bipedealisme, hominin tidak menjadi lebih bipedeal secara sederhana dan linier. Australopith tampaknya memiliki berbagai gaya lokomotor, dan sejumlah spesies menghabiskan lebih banyak waktu di tanah daripada spesies-spesies yang lain. Sekitar 1,9 tahun lalu hominin mulai berjalan jauh dengan dua kaki. Hominin-hominin ini hidup di lingkungan yang lebih kering, tempat bipedalisme membutuhkan energi lebih sedikit daripada berjalan dengan empat kaki. 2.



Penggunaan Alat Pembuatan dan penggunaan alat-alat kompleks merupakan karakter prilaku turunan dari manusia. Menentukan asal usul penggunaan alat dalam evolusi manusia merupakan salah satu tantangan terbesar ahli paleoantropologi. Kera-kera ini mampu menggunakan yang rumit secara mengejutkan misalnya orangutan dapat membentuk tongkat kayu menjadi alat pencolok untuk mengambil serangga dari sarang. Simpanse bahkan lebih mahir lagi, menggunakan bebatuan untuk membuka makanan dan meletakkan dedaunan di kaki untuk berjalan melintasi duri-duri. Ada kemungkinan bahwa hominin awal mampu menggunakan alat sederhana namun, fosil tongkat yang dimodifikasi atau dedaunan yang digunakan sebagai sepatu bisa di anggap mustahil. Bukti tertua penggunaan alat oleh hominin yang diterima secara luas adalah bekas-bekas pemotongan pada tulang-tulang hewan berusia 2,5 juta tahun yang ditemukan di Etiopia. Bahwa hominin pemotong daging menggunakan alatalat bantu. Tulang-tulang itu memiliki otak yang relatif kecil.



17



G.



Homo Awal Homo adalah fosil-fosil dari spesies Homo habilis. Fosil-fosil ini yang usianya berkisar sekitar 2,4 juta hingga 1,6 juta tahun menunjukkan karakter turunan hominin di atas leher. Dibandingkan dengan australopith Homo habilis memiliki rahang yang lebih pendek dan volume otak yang lebih besar, sekitar 600750 cm. Fosil-fosil dari 1,9 hingga 1,5 juta tahun lalu menandai tahap baru dalam evolusi hominin. Sejumlah ahli paleantropologi mengenali fosil-fosil ini sebagai spesies yang terpisah, Homo ergaster memiliki otak yang lebih besar daripada Homo habilis serta kaki yang panjang dan langsing dengan persendian panggul yang teradaptasi dengan baik untuk berjalan jarak jauh. Jari-jarinya relatif pendek dan lurus menunjukkan bahwa Homo ergaster tidak memanjat pohon.



Fosil dan hasil rekonstruksi seniman dari Homo ergaster. Fosil yang berusia 1,7 juta tahun dari Kenya ini berasal dari seorang laki-laki muda Homo ergaster. Individu ini tinggi, langsing, dan sepenuhnya bipedal, serta memiliki otak yang relatif besar.



Fosil-fosil Homo ergaster telah ditemukan di lingkungan jauh lebih kering. Giginya yang lebih kecil juga menunjukkan bahwa Homo ergaster menyantap makanan yang berbeda dari australopith (lebih banyak daging dan lebih sedikit tumbuhan) atau mempersiapkan sebagian makanan sebelum dikunyah atau dimasak dan di tumbuk.



18



H.



Neanderthal Pada tahun 1856 para penambang menemukan fosil-fosil manusia misterius di sebuah gua di Lembah Neander, Jerman yang berusia 40.000 tahun sejenis hominin bertulang tebal dengan dahi yang menonjol. Hominin tersebut diberi nama neanderthalensis dan biasa disebut Neanderthal yang hidup di Eropa sekitar 200.000 tahun lalu. Mereka mempunyai otak yang besar sama dengan manusia masa kini, menguburkan jenazah, dan membuat peralatan berburu dari batu dan kayu. Mereka memiliki berbagai adaptasi dan kebudayaan itu sekitar 28.000 tahun lalu. Banyak ahli paleoantropologi pernah menganggap Neanderhal sebagai suatu tahap dalam evolusi Homo erectus menjadi Homo sapiens. Salah satu perubahan ini berkaitan dengan bukti dari analisis DNA mitokondria. Hasil-hasil itu menunjukkan bahwa Neanderhal mungkin telah menyumbang sedikit ke lungkang gen (gene pool) H. sapiens. Akan tetapi hasil-hasil awal dari sebuah penelitian tahun 2006 yang membandingkan DNA nukleus Neanderhal dari manusia tampaknya konsisten dengan aliran gen terbatas diantara kedua spesies. Selain itu, sejumlah peneliti beragumentasi bahwa bukti aliran gen dapat ditemukan pada fosil-fosil yang menunjukkan campuran karakteristik H. sapiens dan Neanderhal.



I.



Homo sapiens Bukti-bukti dari fosil arkeologi, dan penelitian DNA telah mengarahkan kita pada hipotesis yang meyakinkan tentang bagaimana spesies kita sendiri, Homo sapiens, muncul dan menyebar keseluruh dunia. Bukti fosil mengindikasikan bahwa nenek moyang manusia bermula di Afrika. Spesies-spesies yang lebih tua mungkin H. ergaster atau H. erectus memunculkan spesies-spesies yang baru yang mencangkup H. sapiens. Spesimenspesimen yang telah ditemukan di dua situs berbeda di Etiopia yang berusia 195.000 dan 160.000 tahun. Manusia ini tidak memiliki tonjolan dahi berat seperti H. erectus dan Neanderhal serta hominin yang lain. Fosil-fosil Etiopia menyimpulkan tentang asal usul manusia dari bukti molecular. Analisis DNA mengindikasikan bahwa semua manusia masa kini berkerabat lebih dekat satu



19



sama lain dibandingkan dengan Neanderhal. Temuan-temuan ini sangat mendukung bahwa semua manusia masa kini memiliki nenek moyang yang bermula sebagai H. sapiens di Afrika, yang didukung lebih lanjut oleh analisis DNA mitokondria dan kromosom Y dari anggota-anggota berbagai populasi manusia.



Sebuah fosil Homo sapiens yang berumur 160.000 tahun. Tengkorak ini, ditemukan di Etiopia pada tahun 2003, tengkorak ini berbeda sedikit dengan tengkorak manusia masa kini



Fosil tertua H. sapiens yang berasal dari luar Afrika berasal dari Timur Tengah dan berusia sekitar 115.000 tahun. Penelitian terhadap kromosom Y menunjukkan bahwa manusia menyebar keluar Afrika. Temuan-temuan tentang evolusi H. sapiens sebagai contoh pada tahun 2004, para peneliti melaporkan temuan yang menemukan sisa-sisa rangka hominin dewasa yang berasal dari 18.000 tahun lalu dalam mempresentasikan sebuah spesies yang sebelumnya tidak dikenal, yang mereka namai H. floresiensis ditemukan disebuah gua di Pulau Flores, Indonesia, individu tersebut jauh lebih pendek dan mempunyai volume otak yang lebih kecil dari pada H. sapiens bahkan lebih mirip dengan australopith. Para peneliti menemukan bahwa rangka-rangka tersebut menunjukkan banyak cirri turunan, termasuk ketebalan tengkorak dan proporsi serta bentuk gigi yang diturunkan oleh H. erectus yang lebih besar. Sejumlah peneliti yang tidak meyakini hal itu beragrumen bahwa fosil-fosil itu mempresentasikan H. sapiens kecil yang memiliki otak cacat berukuran mungil, yang dikenal dengan mikrosefali (microcephaly).



20



Akan tetapi sebuah peneliti tahun 2007 menemukan bahwa tulang pergelangan tangan fosil Flores mirip dengan pergelangan tangan nonmanusia dan hominin awal, namun berbeda dari pergelangan Neanderthal dan H. sapiens. Para peneliti



menyimpulkan



bahwa



fosil-fosil



Flores



menyimpulkan



sebuah



mempresentasikan sebuah spesies yang garis keturunannya bercabang sebelum kemunculan klad yang mencangkup Neanderthal pada manusia. Apabila bukti lebih lanjut mendukung penetapan H. floesiensis sebagai sejenis hominin baru, maka satu penjelasan yang menarik bagi ‘penyusutan’ ukuran spesies ini adalah bahwa isolasi tubuh yang sangat tereduksi. Reduksi ukuran tubuh ynag drastic semacam itu telah dipelajari dengan baik pada spesiesspesies mamalia katai lain yang endemik di Pulau ini mencangkup gajah katai premitif ditemukan di dekat spesimen H. florensiensis bermula dengan H. sapiens yang hidup di Indonesia selama Pleistosen akhir. Bukti pemikiran yang canggih pada H. sapiens mencangkup penemuan seni berusia 77.000 tahun tanda-tanda geometrik yang dibuat di atas potonganpotongan oker, sejenis bijih besi tak murni, di Afrika selatan pada tahun 2002. Pada tahun 2004 para arkeolog yang bekerja di Afrika selatan dan timur menemukan telur burung onta dan cangkang siput yang berusia 75.000 tahun dengan lubang-lubang yang dibor rapi. Sekitar 36.000 tahun lalu, manusia telah menghasilkan lukisan-lukisan tua yang spektakuler. Petunjuk-petunjuk transformasi kognisi manusia juga dapat ditemukan dalam genom manusia. Misalnya gen FOXP2M diduga memainkan peran penting dalam bahasa manusia. Orang-orang yang mewarisi versi termutasi dari gen tersebut menderita gangguan berbahasa dan memiliki aktivitas yang tereduksi pada area broca di otak. Pada tahun 2002 para ahli genetika membandingkan gen FOXP2 pada manusia dengan gen homolog pada mamalia lain. Mereka menyimpulkan bahwa gen tersebut mengalami seleksi alam yang sangat kuat setelah nenek moyang dan simpanse berdivergensi. Dengan membandingkan berbagai mutasi dan wilayah-wilayah yang merapit gen tersebut. Seleksi ala ini terjadi selama 200.000 tahun terakhir, tentu saja kapasitas manusia untuk



21



berbahasa melibatkan banyak wilayah otak, dan hampir pasti bahwa banyak gen lain yang penting untuk bahasa. Namun evolusi FOXP2 mungkin dapat menjadi salah satu petunjuk genetik tentang bagaimana spesies kita sendiri mulai memainkan perannya yang unik di dunia ini.



22



BAB III PENUTUP



3.1



Kesimpulan Mamalia merupakan hewan yang bersifat homoioterm atau sering disebut hewan berdarah panas. Hal ini dikarenakan kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Sebutan mamalia sendiri berasal dari keberadaan glandula (kelenjar) mamae pada tubuh mereka yang berfungsi sebagai penyuplai susu. Seperti yang kita ketahui bahwa mamalia betina menyusui anaknya dengan memanfaatkan keberadaan kelenjar tersebut. Walaupun mamalia jantan tidak menyusui anaknya, bukan berarti mereka tidak memiliki kelenjar mamae. Semua mamalia memiliki kelenjar mamae, tetapi pada mamalia jantan kelenjar ini tidaklah berfungsi sebagaimana pada mamalia betina. Mamalia berkembang dari leluhur reptilia lebih awal dari burung. Fosil tertua yang diyakini merupakan mamalia yang berumur 220 juta tahun, kembali ke masa Trias. Saat zaman senozoikum datang setelah kepunahan missal di masa kretaseus, mamalia sedang melakukan radiasi adaptif besar-besaran. Keanekaragaman itu diwakili oleh tiga kelompok utama: monotrema (mamalia yang bertelur), marsupial (mamalia berkantung), dan mamalia eutheria (berplasenta)



23



DAFTAR PUSTAKA



Campbell, Neil A dkk Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta : Erlangga. 2010



24