Eyang Jangkung Mandalawangi Garut [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Makam Mbah Jangkung Bisa Untuk Kembalikan Santet by : Indospiritual Kategori : Tokoh Ada makam sangat terkenal di puncak Gunung Putri, Baleendah, Garut, Jawa Barat. Panjangnya sekitar 3,5 meter. Menurut sesepuh setempat, Eyang Omo Suntana (58), makam itu lebih dikenal dengan Makam Mbah Jangkung. Menurut orangtuanya, Mbah Jangkung adalah orang sakti pelindung warga Baleendah dari penindasan Kompeni. Karena itulah makamnya banyak diziarahi. DARI cerita turun-temurun, Mbah Jangkung tewas ditembak Kompeni karena pusaka andalannya hilang dicuri sahabatnya. Pada hari ke-40 sejak dikubur, tiba-tiba nisan makam Mbah Jangkung memanjang sendiri. "Kata orangtua, banyak yang kaget saat melihat makam Mbah Jangkung tiba-tiba berubah panjang. Nisan yang pada awalnya hanya sekitar 1 meter itu mulur hingga menjadi 3,5 meter," papar Omo Suntana pada Merapi beberapa waktu lalu. Karena nilai ghaibnya itu, tiap malam Jumat dan Selasa Kliwon didatangi banyak orang dengan berbagai niat. "Makam Mbah Jangkung ditutup untuk umum selain malam Jumat dan Selasa Kliwon," tambahnya. Maka ketika Merapi datang di luar hari itu, tidak diberi kesempatan memotret nisannya. "Ini sudah aturan, saya nggak berani melanggar. Kalau mau ambil foto, datang saja malam Jumat Kliwon," kata Eyang Omo Suntana. Menurut Eyang Omo, peziarah yang kebanyakan datang dari pelosok Jawa Barat itu biasanya ngalap berkah ilmu dari Mbah Jangkung. Dengan bermalam segala. Maka warga lalu menyediakan penginapan. MENURUT Eyang Omo Suntana, banyak orang berhasil mendapat ilmu dari makam Mbah Jangkung. Biasanya yang berhasil, sering datang lagi sekadar membuang 21 keping uang logam ratusan. "Kata mereka pada saya, untuk jajan penunggu makam Mbah Jangkung" tandas Eyang Omo. Padahal diyakini, penunggu makam berupa seekor macan loreng. "Ada seorang warga hendak kencing waktu malam, lalu melihat ada seekor macan loreng besar berjalan pelan berkeliling gang didusun Baleendah. Esoknya, ada salah satu warga yang meninggal," jelas eyang Omo. Sehingga warga menengarai, bila menjumpai macan loreng tersebut berkeliling dusun, esoknya pasti ada yang meninggal. Pernah ada yang berusaha mengusir macan loreng itu ketika turun dari makam Mbah Jangkung, namun macan loreng itu mengeluarkan auman keras sehingga pengusirnya gemetaran lalu lari tunggang langgang. "Padahal macan loreng penunggu makam Mbah Jangkung itu baik. Tidak pernah merusak atau mengganggu penduduk secara langsung. Tapi kalau mendengar suaranya yang menakutkan, bisa membikin trauma orang," sergah teteh Nurul, salah satu warga Baleendah.



SELAIN populer sebagai tempat untuk mencari ilmu kasekten di Jawa Barat, makam Mbah Jangkung dipercaya bisa menetralkan guna-guna atau tenung. "Sudah banyak orang sembuh dari tenung setelah dibawa ke makam Mbah Jangkung," tandas Eyang Omo Suntana. Tapi untuk menyampaikan ujub tidak cukup hanya datang sekali pada malam Selasa dan Jumat Kliwon, melainkan harus beberapa kali. "Bahkan setelah berziarah ke makam Mbah Jangkung, serangan guna-guna atau tenung tersebut bisa dikembalikan pada pengirimnya. Tapi hal itu tergantung dari kehendak pasien," kata eyang Omo. Ikhwal keampuhan soal pengembalian santet, guna-guna atau tenung ini sudah menyebar ke seluruh Jawa Barat. "Tapi kebanyakan pasien berasal dari Ciamis," kata eyang Omo. Jangan harap melihat peziarah yang berjibun di luar malam Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon di makam Mbah Jangkung. Mungkin hanya pada dua hari itulah Mbah Jangkung 'buka praktik'. http://www.indospiritual.com/artikel_makam-mbah-jangkung-bisa-untuk-kembalikansantet.html



SEJARAH TERJADINYA BUMI NUSANTARA (BUMI SHUNDAWARDATIKA) Februari 4, 2010 at 8:24 am Tinggalkan komentar Bermula dari Nagari Kahyangan dibawah Sunan Ambu. Abad ini tahun 104 Candra Kala, Zaman Megalitikum. Kemudian, Sunan Ambu mencipta seorang Prabu yang bernama Prabu Lutung Kasarung dan Budak Manjor. Di bumi sudah ada Negara Pasir Batangan disekitar Gunung Bundar berdekatan di kaki Gunung Salak, Bogor. Hal ini dalam pantun kuno disebutkan ada 7 putri nan cantik rupawan. 1. Nyi Mas Purba Larang 2. Nyi Mas Purba Endah 3. Nyi Mas Purba Leuwih Ningsih 4. Nyi Mas Purba Kencana 5. Nyi Mas Purba Manik Maya 6. Nyi Mas Purba Leutik 7. Nyi Mas Purbasari Negara Pasir Batangan memiliki seorang Adipati yang bernama Lembu Halang yang sakti mandraguna dan dipimpin oleh Rajanya bernama Prabu Purba Kencana dengan permaisurinya Nyi Mas Larasarkati.



Terjadilah perkimpoian antara Prabu Indra Prahasta dengan Nyi Mas Purba Larang dan Prabu Lutung Kasarung dengan Nyi Mas Purbasari. Prabu Lutung Kasarung diasuh oleh Aki Kolot Penyumpit dan Nini Kolot Penyumpit. Dari perkimpoian Prabu Indra Prahasta dengan Nyi Mas Purba Larang, melahirkan: 1. Uyut Tirem 2. Aki Raga Mulya



Dari perkimpoian antara Prabu Lutung Kasarung dan Nyi Mas Purbasari, melahirkan: 1. Prabu Bathara Gung Binathara Kusuma Adjar Padangi 2. Nyi Mas Ratu Banjaransari Kemudian Prabu Gung Binathara Kusuma Padangi membuat situs menhir sebagai tempat persembahan kepada leluhur Nagari Kahyangan yang terletak di Salaka Dhomas, Bogor. Kemudian Prabu Gung Binathara membuat istana kerajaan dari batu yang terletak di Gunung Padangi antara Cianjur dan Sukabumi, yang disebut Batu Menhir Megalitikum dengan nama kerajaannya adalah Medang Kamulan I. Prabu Bathara Gung Binathara mempunyai putra dua: 1. Prabu Angling Dharma Mandalawangi diperintahkan untuk membuat situs di Gunung Pulosari, Desa Mandalawangi Banten (Medang Kamulan II). 2. Nyi Mas Nila Sastra Ayu Jendrat ditugaskan untuk membuat kitab para Dewa Nila Sastra Ayu Jendrat (Kitab aturan dewata yang memuat Pituduh, Pitutur, Pibekaleun). Tahun 78 M, Prabu Gung Binathara menciptakan Aji Purwa Wisesa sejumlah 18 huruf yang berbunyi: HA NA CA RA KA DA TA SA WA LA PA JA YA NYA MA GA BA NGA Pada tahun 130 M, Prabu Angling Dharma membuat wilayah kekuasaan dan keraton sampai ke pedalaman Banten (Lebak) dan Ujung Kulon. Di kemudian hari terkenal dengan nama HYANG SIRA atau EYANG JANGKUNG; disebut Eyang Jangkung karena memapas gunung Pulosari yang menghalangi penglihatannya dimana kuncup Pulosari dibuang ke laut sehingga menjadi gunung Krakatau. Pada tahun 170 M, Ratu Gung Binathara Kusuma Adjar Padangi mencipta batu sebesar rumah (jika diukur sebesar rumah tipe 200) yang berlokasi di desa Cibulan, Cisarua yang saat ini dikenal dengan sebutan Maqom (petilasan) Wali Cipta Mangun Negara dan Nyi Mas Cipta Rasa. Antara Salaka Dhomas dengan Situs Magalitikum Gunung Padang di Cianjur dengan batu menhir Megalitikum di Pulosari dan dengan Batu di Wali Cipta Mangun Negara, semuanya memiliki satu kesatuan dan kesamaan masa. Bukti-bukti Sejarah Peninggalan Salakanagara:



a.) Menhir Cihunjuran; berupa Menhir sebanyak tiga buah terletak di sebuah mata air, yang pertama terletak di wilayah Desa Cikoneng. Menhir kedua terletak di Kecamatan Mandalawangi lereng utara Gunung Pulosari. Menhir ketiga terletak di Kecamatan Saketi lereng Gunung Pulosari, Kabupaten Pandeglang. Tanpa memberikan presisi dimensi dan lokasi administratif, tetapi dalam peta tampak berada di lereng sebelah barat laut gunung Pulosari, tidak jauh dari kampung Cilentung, Kecamatan Saketi. Batu tersebut menyerupai batu prasasti Kawali II di Ciamis dan Batu Tulis di Bogor. Tradisi setempat menghubungkan batu ini sebagai tempat Maulana Hasanuddin menyabung ayam dengan Pucuk Umum. b.) Dolmen; terletak di kampung Batu Ranjang, Desa Palanyar, Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang. Berbentuk sebuah batu datar panjang 250 cm, dan lebar 110 cm, disebut Batu Ranjang. Terbuat dari batu andesit yang dikerjakan sangat halus dengan permukaan yang rata dengan pahatan pelipit melingkar ditopang oleh empat buah penyangga yang tingginya masing-masing 35 cm. Di tanah sekitarnya dan di bagian bawah batu ada ruang kosong. Di bawahnya terdapat fondasi dan batu kali yang menjaga agar tiang penyangga tidak terbenam ke dalam tanah. Dolmen ditemukan tanpa unsur megalitik lain, kecuali dua buah batu berlubang yang terletak di sebelah timurnya. c.) Batu Magnit; terletak di puncak Gunung Pulosari, pada lokasi puncak Rincik Manik, Desa Saketi, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang. Yaitu sebuah batu yang cukup unik, karena ketika dilakukan pengukuran arah dengan kompas, meskipun ditempatkan di sekeliling batu dari berbagai arah mata angin, jarum kompas selalu menunjuk pada batu tersebut. d.) Batu Dakon; Terletak di Kecamatan Mandalawangi, tepatnya di situs Cihunjuran. Batu ini memiliki beberapa lubang di tengahnya dan berfungsi sebagai tempat meramu obat-obatan e.) Air Terjun Curug Putri; terletak di lereng Gunung Pulosari Kabupaten Pandeglang. Menurut cerita rakyat, air terjun ini dahulunya merupakan tempat pemandian Nyai Putri Rincik Manik dan Ki Roncang Omas. Di lokasi tersebut, terdapat aneka macam batuan dalam bentuk persegi, yang berserak di bawah cucuran air terjun. f.) Pemandian Prabu Angling Dharma; terletak di situs Cihunjuran Kabupaten Pandeglang. Menurut cerita rakyat, pemandian ini dulunya digunakan oleh Prabu Angling Dharma atau Aki Tirem atau Wali Jangkung. https://mehonker.wordpress.com/2010/02/04/sejarah-terjadinya-bumi-nusantarabumi-shundawardatika/



Jawa Barat, Banten, Jakarta, dan Selatan Sumatra Sebelum Zaman Islam Oleh Sulaiman Djaya* Sebelum Kesultanan Banten berdiri, yang disokong oleh Demak dan Cirebon pada awal abad ke-16, pada abad ke-4, di wilayah yang saat ini masuk kawasan Provinsi Banten, DKI Jakarta, Selatan Sumatra (serta sekitarnya) dan Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, yaitu kerajaan Tarumanagara yang



dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Konon, sejarah Kerajaan Sunda memiliki runutan masa silamnya sejak era Kerajaan Salakanagara yang berdiri pada abad 2 (Tahun 130) Masehi di wilayah yang kini termasuk wilayah Provinsi Banten, tepatnya di kawasan Gunung Pulosari dan sekitarnya hingga ke Ujung Kulon dan Banten Girang. Demikianlah diceritakan pada awal abad 1 Masehi, Prabu Gung Binathara membuat istana kerajaan dari batu yang terletak di Gunung Padang antara Cianjur dan Sukabumi, yang disebut Batu Menhir Megalitikum dengan nama kerajaannya adalah Medang Kamulan I. Prabu Bathara Gung Binathara mempunyai putra dua: yaitu Prabu Angling Dharma Mandalawangi yang diperintahkan untuk membuat situs di Gunung Pulosari, Desa Mandalawangi, Pandeglang, Banten (Medang Kamulan II), dan Nyi Mas Nila Sastra Ayu Jendrat ditugaskan untuk membuat kitab para Dewa Nila Sastra Ayu Jendrat (Kitab aturan dewata yang memuat Pituduh, Pitutur, Pibekaleun). Dan pada tahun 78 M, Prabu Gung Binathara menciptakan Aji Purwa Wisesa sejumlah 18 huruf yang berbunyi: HA NA CA RA KA DA TA SA WA LA PA JA YA NYA MA GA BA NGA. Selanjutnya, pada tahun 130 M, Prabu Angling Dharma membuat wilayah kekuasaan dan keraton sampai ke pedalaman Banten (Lebak) dan Ujung Kulon. Di kemudian hari terkenal dengan nama HYANG SIRA atau EYANG JANGKUNG. Ia disebut Eyang Jangkung karena memapas gunung Pulosari yang menghalangi penglihatannya dimana kuncup Pulosari dibuang ke laut sehingga menjadi Gunung Krakatau. Sementara itu, pada tahun 170 M, Ratu Gung Binathara Kusuma Adjar Padangi mencipta batu sebesar rumah (jika diukur sebesar rumah tipe 200) yang berlokasi di desa Cibulan, Cisarua yang saat ini dikenal dengan sebutan Maqom (petilasan) Wali Cipta Mangun Negara dan Nyi Mas Cipta Rasa. Bukti-bukti Sejarah Peninggalan Salakanagara Bukti-bukti Kerajaan Salakanagara antara lain adalah Menhir Cihunjuran, yaitu berupa Menhir sebanyak tiga buah terletak di sebuah mata air, yang pertama terletak di wilayah Desa Cikoneng. Sedangkan Menhir kedua terletak di Kecamatan Mandalawangi lereng utara Gunung Pulosari. Dan Menhir ketiga terletak di Kecamatan Saketi, di lereng Gunung Pulosari, Kabupaten Pandeglang. Batu tersebut menyerupai batu prasasti Kawali II di Ciamis dan Batu Tulis di Bogor. Tradisi setempat menghubungkan batu ini sebagai tempat Maulana Hasanuddin menyabung ayam dengan Pucuk Umun. Bukti yang lainnya adalah Dolmen, yang terletak di kampung Batu Ranjang, Desa Palanyar, Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang. Berbentuk sebuah batu datar panjang 250 cm, dan lebar 110 cm, disebut Batu Ranjang. Terbuat dari batu andesit yang dikerjakan sangat halus dengan permukaan yang rata dengan pahatan pelipit melingkar ditopang oleh empat buah penyangga yang tingginya masingmasing 35 cm. Di tanah sekitarnya dan di bagian bawah batu ada ruang kosong. Sementara itu, di bawahnya terdapat fondasi dan batu kali yang menjaga agar tiang penyangga tidak terbenam ke dalam tanah. Sedangkan Dolmen ditemukan tanpa unsur megalitik lain, kecuali dua buah batu berlubang yang terletak di sebelah timurnya.



Bukti yang ketiga adalah Batu Magnit, yang terletak di puncak Gunung Pulosari, pada lokasi puncak Rincik Manik, Desa Saketi, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang. Batu ini merupakan sebuah batu yang cukup unik, karena ketika dilakukan pengukuran arah dengan kompas, meskipun ditempatkan di sekeliling batu dari berbagai arah mata angin, jarum kompas selalu menunjuk pada batu tersebut. Bukti yang keempat adalah Batu Dakon, yang terletak di Kecamatan Mandalawangi, tepatnya di situs Cihunjuran. Batu ini memiliki beberapa lubang di tengahnya dan berfungsi sebagai tempat meramu obat-obatan. Sedangkan bukti yang kelima adalah Air Terjun Curug Putri, yang terletak di lereng Gunung Pulosari Kabupaten Pandeglang. Menurut cerita rakyat, air terjun ini dahulunya merupakan tempat pemandian Nyai Putri Rincik Manik dan Ki Roncang Omas. Di lokasi tersebut, terdapat aneka macam batuan dalam bentuk persegi, yang berserak di bawah cucuran air terjun. Dan akhirnya kita sampai pada bukti yang selanjutnya, yaitu Pemandian Prabu Angling Dharma yang terletak di situs Cihunjuran Kabupaten Pandeglang. Menurut cerita rakyat, pemandian ini dulunya digunakan oleh Prabu Angling Dharma atau Aki Tirem atau Wali Jangkung untuk membersihkan badan dan yang lainnya. Toponim Sunda Menurut Humbolt, ketika ia berbicara tentang kerajaan Sunda, toponim Sunda sangat mungkin berawal di daerah sekitar selat Sunda sekarang, tepatnya antara teluk Banten hingga Sunda Kalapa (kini Jakarta). Meski demikian, tentang sejarah Sunda dengan periode selanjutnya setelah prasasti Cicatih (pasca 1030), dan juga dalam hubungannya dengan prasasti Kawali (Galuh) dan Batutulis Cirebon, banyak ketidakjelasan hubungan antara kerajaan Sunda dan Galuh: apakah bersatu atau berdiri sendiri, apakah merupakan bentuk kerajaan aliansi atau konfederasi, bila didasarkan betapa terdapat beberapa ibu kota atau pusat pemerintahan penting, semisal Kawali, Galuh, dan Pakuan Pajajaran (kini Bogor). Meskipun demikian, pada periode selanjutnya kerajaan-kerajaan tersebut tetap diidentifikasi sebagai Kerajaan Sunda, meski mungkin tidak berpusat di pesisir (sekitar Banten) lagi. Pihak luar (misalnya Majapahit) tetap merujuk kerajaan dan suku bangsa di bagian barat Jawa sebagai orang Sunda, misalnya Pararaton yang menyebutkan Sumpah Palapa Gajah Mada yang mencantumkan Sunda sebagai bagian yang masuk daftar Gajah Mada. Namun demikian, seperti hingga saat ini, pada era-era seterusnya, istilah Sunda pada perjalanannya akhirnya merujuk kepada seluruh Jawa Barat dan suku Sunda. Sementara itu, Pulosari dan Banten Girang tetap menjadi tempat penting bahkan hingga akhir Kerajaan Sunda itu. Contohnya adalah raja terakhir Kerajaan Sunda, yaitu Raga Mulya atau yang juga dikenal sebagai Prabu Surya Kencana (Pucuk Umun) justru tinggal di Pulasari, Pandeglang (bukan di Pakuan-Bogor), sebelum akhirnya ditaklukan Kerajaan Islam Banten. Akhirnya, dengan fakta-fakta tersebut, dapat disimpulkan, bahwa Kerajaan Sunda tidak berakhir pada tahun 1030 akibat gempuran Sriwijaya dan setelah ibukotanya pindah dari Banten Girang ke pedalaman (Pakuan).



http://donhasan.blogspot.co.id/2012/06/banten-sebelum-zaman-islam.html



Biografi Singkat Tatar Sunda,Raden,Kanjeng,Pangeran,Prabu,Sunan,Eyang CIANJUR



1. Nyi Rangga Mantri 2. Sunan Wana Peri 3. Sunan Ciburang 4. Dalem Aria Wangsa Goparona Sagara Herang 5. Dalem Aria Wiratanu Datar ( Cikundul ) 6. Dalem Aria Yuda Negara 7. Dalem Marta Yuda ( Cugeunang ) 8. Dalem Aria Kidul Nata Dimanggala ( Gn Jati Cianjur ) 9. Dalem Cakra Dipraja 10. Dalem Cakra Yuda 11. Rd. Pamedang Kusuma 12. Dalem Rangga Yuna Sasana 13. Dalem Ng. Yuda Anggrana 14. Nyi Raden Arsa Negara 15. Kiyai Ng. Indra Kusuma 16. Patih Sura Praja 17. Rd. Rangga Mada Madiya 18. Eyang Ider Buana 19. Eyang Pandita Kiajar 20. Eyang Ratu Sunda/Sapta Rangga Buana/Geger Buana 21. Eyang Ratu Puma Putih



22. Eyang Setra Langit Langlang Jagat 23. Eyang Haji Suryakencana (Gn. Geude ) 24. Nyi Endang Sukasih 25. Eyang Surya Padang ( Gn. Gambir ) 26. Eyang Gambir Sawit ( Gn. Gambir ) 27. Mbah Badigil Anak Kaur Sajagat 28. Eyang Cendra Kasih ( Cikalong Wetan ) 29. Mbah Gajah ( Cikalong Wetan ) 30. Eyang Agung ( Kr.Panembong Cipanas ) 31. Syeh Abdul Ghofur ( Cimacan Cipanas )



SUMEDANG



1. Prabu Cakra Buana Tajimalela 2. Prabu Aji Putih 3. Sunan Guling Martalaya 4. Sunan Pagulingan Wirajaya 5. Pangeran Rangga Gempol 6. Pangeran Rangga Geude 7. Pangeran Gempol 8. Pangeran Santri Kusumadinata (Pasarean Geude) 9. Pangeran Kornel Kusumadinata (Pasarean Geude) 10. Pangeran Muhamad / Palakaran 11. Pangeran Geusan Ulun / Rd. Angka Wijaya (Dayeuh Luhur) 12. Pangeran Kusumayuda Daleum Agung 13. Pangeran Sugih ( Gunung Puyuh) 14. Pangeran Mekah ( Gunung Puyuh )



15. Eyang Jaya Perkasa / Prabu Surawisesa (Cipancar) 16. Eyang Jangkung ( Panyingkiran ) 17. Eyang Gagak Lumayung 18. Eyang Cangklong 19. Eyang Nangtung (Cadas Pangeran) 20. Mbah Dalem Kondang Hapa 21. Mbah Dalem Kondang H'u / Jaya Hawu 22. Mbah Dalem Terong Peot / Batara Pancar Buana 23. Syeh Kuncung Putih Jati kusuma



GARUT



1. Sunan Rohmat Suci / Eyang Prabu Kian Santang ( Godog ) 2. Sembah Dalem Sentawan Marjaya Suci ( Godog ) 3. Sembah Dalem Khalifah Agung ( Godog ) 4. Sembah Dalem Sireufan Agung ( Godog ) 5. Sembah Dalem Sireupan Suci ( Godog ) 6. Sembah Dalem Pageur Jaya ( Godog ) 7. Sembah Dalem Kuwu Kandang Soleh ( Godog ) 8. Sembah Dalem Seugah Do'a ( Godog ) 9. Sembah Dalem Kandang Herang ( Godog ) 10. Syeh Abdul Jabar ( Gn. Haruman ) 11. Syeh Jafar Sodiq bin Syeh Abdul Jabar ( Gn. Haruman ) 12. Pangeran Mangku Bumi ( Gn. Haruman ) 13. Syeh Abdul Jalil ( Pameungpeuk ) 14. Pangeran Papak / Rd. Wangsa Muhamad ( Cinunuk ) 15. Syeh Haji Pandita Rukmantara ( Sancang )



16. Mbah Bajing ( Sancang ) 17. Rd. Braja Lawe ( Kebon Kaboa Sancang ) 18. Rd. Braja Lewo ( Pangikis ) 19. Eyang Buyut Mujid ( sancang ) 20. Eyang Buyut Bugis ( Sancang ) 21. Eyang Mudik Batara Putih ( Pareong ) 22. Eyang Haji Malela 23. Rd. Surta Ningrat 24. Patih Aki Wirayuda 25. Sembah Dalem Pamutihan (Gn. Cikurai ) 26. Eyang Balung Tunggal ( Gn. Cikurai ) 27. Eyang Pamuk ( Cihanjuang ) 28. Sembah Dalem Puntang Panekawasa ( Gn. Cikurai ) 29. Eyang Kirincing Cahaya ( Gn. Cikurai ) 30. Eyang Mangku Nagara ( Gn. Cikurai ) 31. mbah Guar 32. Mbah Beudas 33. Mbah Dora 34. Sembah Dalem Wira Suta (Cijolang, Gn. Guntur )



CIAMIS



1. Ibu Dewi Subang Karancang 2. Ibu Ratu Galuh Sakti 3. Pangeran Boros Ngora



4. Ibu Ratu Rengganis ( Pangandaran ) 5. Maha Raja Cahaya Sangiang 6. Maha Raja Cipta Permana 7. Dipati Panaskan 8. Dalem Panji Nagara 9. Dalem Angga Praja 10. Dalem Angga Naga 11. Dalem Suta Dinata 12. Dalem Kusuma Dinata 13. Dalem Jaya Baya 14. Dalem Nata Dikusumah 15. Dalem Sura Praja 16. Dalem Nata Negara 17. Dalem Suta Wijaya 18. Dalem Wiradikusumah 19. Dalem Adi Kusumah 20. Dalem Kusuma Diningrat 21. Dalem Sastra Winata 22. Dalem Sunarya 23. Dalem Ardi 24. Dalem Dinda Kusuma 25. Dalem Sukapura ( Tasikmalaya ) 26. Syeh Haji Abdul Muhi ( Pamijahan ) 27. Syeh Hotib Muwahid 28. Eyang Yuda Nagara ( Pamijahan ) 29. Eyang Sajaparna ( Pamijahan )



SITU SANGIANG MAJALENGKA



1. Sunan Parung 2. Eyang Talaga Manggung 3. Nyi Mas Simbar Kencana 4. Rd. Panglurah



CIREBON



1. Kigedeng Alang alang Kuwu Pertama 2. Eyang Kuwu Sangkan / Pangeran Walang Sungsang Cakra Buana ( Cirebon Girang ) 3. Syeh Syarif Hidayatulloh Sunan Gn. Jati ( Gn.Sembung ) 4. Nyi Dewi Lara Santang / Syarifah Mu'daim 5. Syeh Nurjati / Syeh Dahtul Kahfi 6. Syeh Nurbaya / Syeh Bayanulloh 7. Ratu Ayu Pembayu 8. Pangeran Pasarean 9. Pangeran Jaya Lalana 10. Syeh Saba Kingking / Maulana Hasanudin Sura Sowan 11. Pangeran Brata Kalana 12. Putri Endang Kancana bin Rd. Aria Wiratanu Datar ( Gn. Ciremai )



BANDUNG



1. Prabu Permana Diputung



2. Prabu Sunan Dalem Rama dewa 3. Sunan Darma Kingking 4. Sunan Rangga Lawe 5. Sunan Tanggung Marta 6. Dalem Wiranata Kusumah 7. Dalem Adi Kusuma 8. Dalem Angga Diraja Wiranata Kusuma / Dalem Kaum 9. Syeh Angga Suta ( Cicalengka ) 10. Syeh Wira Suta ( Cicalengka ) 11. Eyang Dalem Pangudar ( Cinangka Cicalengka ) 12. Syeh Imam Gojali ( Ciwidey ) 13. Pangersa Syeh Makdum Ibrahim ( Gn Giri Bandung ) 14. Syeh Abdurrohman ( Citali ) 15..Mama santri ( Citali ) 16. Mbah Braja Musti ( Pasir Gading )



SUKABUMI



1. Syeh Haji Wali Sakti Kudratulloh Prabu Siliwangi Nitis ( Batu Karut Sakawayana ) 2. Eyang Haji Himun Hidayatulloh (Gn. Halimun ) 3. Parabu Tanduran Gagang (Muara Sakawayana) 4. Eyang Haji Genter {utih / Barangbang Putih 5. Prabu Rangga Malela ( Rawa Kalong ) 6. Ibu Ratu Sri Walang Sari ( Rawa Kalong ) 7. Eyang Jaga Raksa ( Gn.Tangkil Sakawayana )



8. Eyang Raksa Kusuma (G. Tangkil ) 9. Eyang Angga Jaya Sakti (Gn. Sumping Pelabuhan Ratu ) 10. Eyang Sayiddulloh / Syeh Karulloh ( Gn.Sumping) 11. Eyang Rembang Soca Manggala ( Karang Hawu ) 12. Eyang Cahaya Gumilang (Karang Hawu) 13. Rd. Jalak Nata / Jaya Perkasa (Karang Hawu ) 14. Eyang Sunda Wenang Sari / Mbah Panembahan Rasa / Mbah Puter Bumi Raksa Kusuma 15. Eyang Haji Genter Bumi / Ider Buana / Mbah Rancang Alam / Mbah Selang Kuning / Dalem Cikundul ( Panguyangan ) 16. Syeh Abdurohman Ad Muluk ( Gn. Bintang ) 17. Syeh Abdurohman Al Jajuli ( Gn. Bintang ) 18. Prabu Larang Tapa ( Pelabuhan Ratu ) 19. Syeh Somadulloh / Rd. Walang Sungsang ( Gn. Walang Cikembar ) 20. Kangjeng Dalem Cikembar ( Cikembar ) 21. Kangjeng Dalem Singa Perbangsa ( Cikembar ) 22. Syeh Auliya Mansyur ( Gn. Gombong ) 23. Ibu Ratu Ismaya Sari ( Sukaraja) 24. Rd. Haji Siti Winarti ( Sukaraja ) 25. Rd. Suryadiningrat Dalem Cikundul ( Cikundul ) 26. Mama Haji Malik Al Maesir ( Cijangkar ) 27. Eyang Ali Sakti ( Cikondang ) 28. Syeh Mubarok ( Tipar ) 29. Kiyai Tubagus Lantung ( Tipar ) 30. Kiyai Sapu Jagat ( Tipar ) 31. Mbah Suma Praja ( Nagrak ) 32. Rd. Ayu Tanjung Sari ( Cikondang )



BOGOR



1. Mbah Pangeran Sake ( Citeureup ) 2. Mbah Rangga Wulung (Cimande ) 3. Mbah Kate ( Sumur Wangi ) 4. Mbah Ace / Eyang Kadu Jangkung ( Cimande ) 5. Haji Abdul Somad / Abah Ocot ( Cimande ) 6. Eyang Karta Singa ( Cimande ) 7. Eyang Japra ( Istana Bogor )



KARAWANG



1. Syeh Kuro ( Rengas Dengklok ) 2. Nyi Endang Sukasih ( Gn. Sunda Karawang ) 3. Demang Tirta Yuda Bin Rd. Aria Wiratanudatar 4. Rd. Wira Sajagat Bin Rd. Aria Wiratanudatar



JAKARTA



1. Pangeran Sangiang 2. Pangeran Lahut 3. Pangeran Sagiri 4. Pangeran Jagatra 5. Pangeran Jaya Karta



6. Datuk Bancir 7. Datuk Rohmat ( Lubang Buaya ) 8. Eyang Datuk Ahmad / Ki Sauf Bin Rangga Suta ( Tebet )



BANTEN



1. Sultan Maulana Hasanudin 2. Sultan Maulana Maulana Yusuf 3. Sultan Maulana Muhamad Nasrudin 4. Sultan Maulana Abdul Ahmad Kanari 5. Sultan Maulana Abdul Ma'ali Abdul Kodir 6. Sultan Maulana Agung Abdul Fatah Tirtayasa 7. Sultan Maulana Mansyurudin ( Cikaduen ) 8. Sultan Maulana Agung Abu Fatah 9. Sultan Maulana Ansor Abdul Kohar 10. Sultan Maulana Mukasim Zaenal Abidin 11. Sulatan Maulana Zaenal Arifin 12. Sultan Maulana Syarif Wasa Zaenal Asikin 13. Sultan Maulana Muh. Isak Zaenal Askin 14. Sultan Maulana Mapaur Muh Ali Udin 15. Syltan Maulana Abdul Nasir Muh Muhidin 16. Pangeran Nata Wijaya ( Wakil Banten ) 17. Pangeran Sora Manggala 18. Wali Idrus 19. Wali Daud Saketi 20. Syeh Asnawi ( Caringin )



21. Syeh Yusuf ( Ciampea) 22. Syeh Haji Mansyur ( Pamerayan ) 23. Ki Holil ( Menes ) 24. Ki Buyut Pakel 25. Ki Muhamad Soleh 26. ki Buang 27. Mbah Paku Alam Sakti 28. mbah Nurjam Sakti 29. Mbah Pangeran Pinayingan 30. Mbah Kidang Panyawang Tando Pandega 31. Mbah Khair 32. Mbah Datuk Abdurrahman 33. Mbah Mansyur (Gunung Malan ) 34. Ki. Agung ( Caringi ) 34. Ki Nawawi ( Tanah Hara ) 35. Syeh Ahmad Hatib Sambas 36. Tubagus Syamsudin ( Parigi Ciomas ) 37. Tubagus Tali Urif 38. Pangeran Sunia Raras 39. Sembah dalem Rangkas Bitung 40. Syeh Mas Ukam ( Rangkas Bitung ) http://riceshop-all.blogspot.co.id/2007/06/biografi-singkat-tatar.html



Nama-nama kasepuhan/karuhun Sunda beserta tempat pemakamannya. | Posted by http://LimbanganGarut.com I. Garut 1.



Sunan Pancer / Cipancar / Prabu Wijaya Kusumah ( Limbangan )



2.



Eyang Rangga Megat sari ( Pasir astana Limbangan )



3.



Rd.Lenggang Ningrat ( Pasir astana Limbangan )



4.



Rd.Lenggang sari ( Pasir astana Limbangan )



5.



Rd.Lenggang Kencana ( Pasir astana Limbangan )



6.



Rd.Rangga megat sari ( Pasir astana Limbangan )



7.



Rd.Wangsa dita 1 ( Pasir astana Limbangan )



8.



Rd.Wangsa dita 2 ( Pasir astana Limbangan )



9.



Rd.Lenggang kencana ( Pasir astana Limbangan )



10.



Eyang Geusan Ulun ( Pasir astana Limbangan )



11.



Eyang seren sumeren / paku bumi ( Pasir astana Limbangan )



12.



Sunan Rumenggong ( Poronggol Limbangan )



13.



Eyang Sepuh ( Gunung Ageung Pangeureunan Limbangan )



14.



Eyang Bangkerong ( Pangeureunan Limbangan )



15.



Eyang Batara Kusumah ( Pangeureunan Limbangan )



16.



Eyang Dipati Ukur ( Gunung Tanjung Limbangan )



17.



Eyang Geureudog panto ( Gunung Tanjung Limbangan )



18.



Eyang Jagat Nata ( Gunung Batara Guru Limbangan )



19.



Eyang Taji Malela ( Kaki Gunung Batara Guru Limbangan )



20.



Eyang Prabu Adnan Wisesa ( Cihanjuang Limbangan )



21.



Nyimas ratu ratna Ningrum ( Cihanjuang Limbangan )



22.



Eyang Simpay ( Cihanjuang Limbangan )



23.



Dalem Emas ( Cikiluwut Limbangan )



24.



Dalem Santri ( Cikiluwut Limbangan )



25.



Dalem Petinggi ( Cikiluwut Limbangan )



26.



Dalem Saba dora ( Cikiluwut Limbangan )



27.



Dalem Paraji ( Cikiluwut Limbangan )



28.



Dalem Dukun ( Cikiluwut Limbangan )



29.



Eyang Tongka Kusumah ( Sempil Limbangan )



30.



Eyang Giwang kawangan ( Sempil Limbangan )



31.



Eyang Gagak lumayung ( Sempil Limbangan )



32.



Eyang Surya kanta kancana ( Rema / Sempil Limbangan )



33.



Eyang Rd.Indra triwilis / Jaga riksa ( Pasir paranje Limbangan )



34.



Embah Khotib ( Leuwi karet pasir astana Limbangan )



35.



Dalem Demang ( Leuwi karet pasir astana Limbangan )



36.



Embah Ronggeng ( Leuwi karet pasir astana Limbangan )



37.



Embah Tanjung ( batu rompe astana Limbangan )



38.



Dalem Santri ( Simpen Limbangan )



39.



Eyang Tongeret,Eyang Rongkah, Eyang Santri ( Simpen )



40.



Uyut Asep ( Cisalam Simpen Limbangan )



41.



Ebah Mulud,Eyang Raksa, Eyang Agus ASAR Pugeuran (Simpen)



42.



Eyang Garada ( Simpen Limbangan )



43.



Eyang Bentang ( Cijolang Limbangan )



44.



Eyang Slamara ( Slamara Limbangan )



45.



Mama Kindam ( Cijolang Limbangan )



46.



Eyang Anwar ( Cibalampu Limbangan )



47.



Eyang Salinggih ( Cicadas Limbangan )



48.



Dalem Rangga prana / Kiara lawang ( Kiara lawang Limbangan )



49.



Eyang Bustamil ( Astana balong Limbangan )



50.



Syeh Yusuf ( Astana balong Limbangan )



51.



Dalem Kaum / Wangsa reja ( Kaum Limbangan )



52.



Eyang Balung tunggal ( Monggor Limbangan )



53.



Dalem Kasep / Wijaya Kusumah ( Batu karut Limbangan )



54.



Eyang Pasir rakit ( Saapan Limbangan )



55.



Eyang Nuriyyah ( Leuwi bolang Limbangan )



56.



Eyang Siti bagdad ( Cikeuleupu Limbangan )



57.



Eyang Wira bangsa ( Cikeuleupu Limbangan )



58.



Dalem Pakemitan ( Cimanjah Limbangan )



59.



Dalem Sayita ( Leuwi bagong Limbangan )



60.



Eyang Carios ( Pasir waru Limbangan )



61.



Uyut Asep ( Ranca panjang Limbangan )



62.



Eyang Nangka baya ( Cipicung Cigagade Limbangan )



63.



Eyang Jaksa ( Baduyut Cipeujeuh Limbangan )



64.



Dalem Cibingbin ( Cibingbin Selaawi )



65.



Embah Yadi ( Garela Selaawi )



66.



Dalem Camat ( Nagrog Selaawi )



67.



Eyang Abdul mutholib ( Kp. Situ gede Putra jawa Selaawi )



68.



Eyang Jawa / Aria Jaya Kusumah ( Putra jawa Selaawi )



69.



Eyang Reuntas Kikis ( Kp. dadap Putra jawa Selaawi )



70.



Eyang Suta Bangsa, Jaga Satru, Jaga Bela ( Putra jawa )



71.



Maqom Kiaya / Nur A'sim ( Cikuya Selaawi )



72.



Maqom Sempur,Maqom Dapa,Maqom Dalem cikuya ( Cikuya )



73.



Eyang Kesrek Pangangonan ( Gunung Pabeasan Selaawi )



74.



Eyang Munding wangi ( Cisorok Gunung Pabeasan Selaawi )



75.



Bangun Rebang,Mangun Dipa ( cihaseum



76.



Bangsuwita / Antiyeum ( Gunung Pabeasan



77.



Nyimas Mayang Sari ( Gunung Palasari Selaawi )



78.



Prabu Kartadikusumah ( Leumah Putih Selaawi )



79.



Prabu Surya kencana, ( Depok Selaawi )



80.



Eyang mangkudjampana (G. Tjakrabuana, Malangbong Garut)



81.



Eyang Dahian bin Saerah (Gunung ringgeung, garut)



82.



Embah Mansur Wiranatakusumah (Sanding,Garut)



83.



Embah Sulton Malikul Akbar (Gunung Ringgeung Garut)



84.



Embah Gurangkentjana (Tjikawedukan, G. Ringgeung Garut)



85.



Eyang Istri (Susunan Gunung Ringgeung Malangbong)



86.



Embah Hadji Sagara Mukti (Susunan Gunung Ringgeung)



87.



Eyang Yaman (Tjikawedukan, Gunung Ringgeung Garut)



88.



Eyang Pangtjalikan (Gunung Ringgeung Garut)



89.



Raden Ula-ula Djaya (Gunung Ringgeung Garut)



90.



Eyang Andjana Suryaningrat (Gunung Puntang Garut )



91.



Eyang Mandrakuaumah (Gunung Gelap Pameungpeuk, Garut)



92.



Raden Rangga Aliamuta (Kamayangan, Lewo-Garut)



93.



Eayang Wali Kiai Hadji Djafar Sidik (Tjibiuk Limbangan, Garut)



94.



Eyang Prabu Mulih / Syeh Abdul jabar (Tjibiuk Limbangan)



95.



Eyang A’syim (Tjibiuk Limbangan, Garut)



96.



Eyang Siti Fatimah (Tjibiuk Limbangan, Garut)



97.



Eyang Imam Sulaeman (Gunung Gede, Tarogong Garut)



98.



Embah Djaksa (Tadjursela, Wanaraja Garut )



99.



Mamah Kiai hadji Yusuf Todjiri (Wanaradja Garut)



100. Syekh Sukri (Pamukiran, Lewo Garut) 101.



Embah Ranggawangsa (Sukamerang, bandrek, Garut)



102.



Embah Djaya Sumanding (Sanding Garut)



103.



Eyang Dewi Pangreyep (Gunung Pusaka Padang Garut)



104.



Ibu Mayang Sari (Nangerang Bandrek Garut)



105.



Eyang Prabu Widjayakusumah (Susunan Payung Bandrek)



106.



Embah Wali Hasan (Tjikarang Bandrek, Lewo Garut)



107.



Prabu Naga Percona (Gunung Wangun Malangbong Garut)



108.



Raden Karta Singa (Bungarungkup Gn Singkup Garut)



109.



Embah Braja Sakti (Cimuncang, Lewo Garut)



110.



Prabu Sada Keling (Cibatu Garut)



111.



Embah Liud (Bunarungkup, Cibatu Garut)



112.



Prabu Kian Santang (Godog Suci, garut)



113.



Embah Braja Mukti (Cimuncang, Lewo Garut)



114.



Eyang mangkudjampana (Gunung Tjakrabuana, Malangbong)



115.



Eyang Adnan Wisesa (Gunung Tjakrabuana, Malangbong Garut)



116.



Eyang Mandrakuaumah (Gunung Gelap Pameungpeuk, Garut)



117.



Raden Rangga Aliamuta (Kamayangan, Lewo-Garut)



118.



Aki Mandjana (Samodja, Kamayangan Lewo-Garut)



119.



Eyang Raksa Baya (Samodja, Kamayangan Lewo-Garut)



120.



Syekh Sukri (Pamukiran, Lewo Garut)



121.



Embah Djaya Sumanding (Sanding)



122.



Embah Mansur Wiranatakusumah (Sanding)



123.



Eyang Sakti barang / Embah wali Jaenulloh ( Sanding )



124.



Eyang Prabu Widjayakusumah (Susunan Payung Bandrek )



125.



Eyang Jaya Kelana (Sada keeling Sukaweuning Garut)



126.



Eyang Siti Sakti (Sada keeling Sukaweuning Garut)



127.



Eyang Jaya Perkosa ( Gunung Sada keeling Sukaweuning )



128.



Syeh Abdul Jalil ( Kp.Dukuh Cikelet )



129.



Eyang Nur Yayi ( Suci )



130.



Eyang Wangsa Muhamad / Eyang Papak ( Cinunun Wanaraja



131.



Eyang Arif Muhamad ( Situ Cangkuang Leles )



132.



Eyang Jaya Karantenan timanganten



II.



Tasikmalaya.



1.



Embah Purbawisesa (Tjigorowong, Tasikmalaya)



2.



Embah Kalidjaga Tedjakalana (Tjigorowong, Tasikmalaya)



3.



Aki Wibawa (Tjisepan, Tasikmalaya)



4.



Prabu Nagara Seah (Mesjid Agung Tasikmalaya)



5.



Ki Adjar Santjang Padjadjaran (Gunung Bentang, Galunggung)



6.



Nyi Mas Layangsari (Gunung Galunggung)



7.



Aki manggala (Gunung Bentang, Galunggung )



8.



Mamah Sepuh (Pesantrean Suralaya )



9.



Eyang Hemarulloh (Situ Lengkong Pandjalu)



10.



Embah Dalem Jayasri (Calingcing Tasikmalaya)



11.



Embah Wali Abdullah (Tjibalong Tasikmalaya)



12.



Mamah Abu (Pamidjahan Tasikmalaya)



13



Eyang Parana (Kulur Tjipatujah, Tasikmalaya)



14.



Prabu Sampak Wadja (Gunung Galunggung Tasikmalaya)



15.



Eyang Entjim (Kulur Tjipatujah, Tasikmalaya)



16.



Eyang Santon (Kulur Tjipatujah, tasikmalaya)



17.



Eyang Singa Watjana (Kulur Tjipatujah, Tasikmalaya



18.



Kanjeng Syekh Abdul Muhyi (Pamijahan Tasikmalaya)



19.



Eyang Dalem Darpa Nangga Asta (Tasikmalaya)



20.



Eyang Dalem Yuda Negara (Pamijahan Tasikmalaya)



21.



Prabu Langlang Buana (Padjagalan, Gunung Galunggung )



22.



Prabu Tjanar (Gunung Galunggung)



23.



Embah Haji Puntjak (Gunung Galunggung)



24.



Aki Wibawa (Tjisepan, Tasikmalaya)



25.



Prabu Nagara Seah (Mesjid Agung Tasikmalaya)



26.



Dalem Sawidak ( Sukapura )



27.



Eyang Padakembang ( Padakembang )



28.



Eyang Tubagus Anggariji ( Puspahiyang )



III.



Ciamis.



1.



Eyang Adipati Hariang kuning (Situ Lengkong, Panjalu Ciamis)



2.



Eyang Boros Ngora (Situ Lengkong, Pandjalu Ciamis)



3.



Kiai Layang Sari (Rantjaelat Kawali Ciamis)



4.



Uyut demang (Tjikoneng Ciamis)



5.



Eyang Rengganis (Pangandaran Ciamis)



6.



Sri Wulan (Batu Hiu, Pangandaran Ciamis)



7.



Eyang Adipati Wastukentjana (Situ Pandjalu Ciamis)



8.



Ratu Ayu Sangmenapa (Galuh)



9.



Eyang Nila Kentjana (Situ Pandjalu, Ciamis)



10.



Eyang Hariangkentjana (Situ Pandjalu Ciamis)



11.



Ibu Siti Hadji Djubaedah (Gunung Tjupu Banjar Ciamis)



12.



Embah Sangkan Hurip (Ciamis)



13.



Embah Djaga Lautan (Pangandaran)



14.



Eyang Giwangkara (Djaga Baya Ciamis)



15.



Eyang Dempul Walang (Djaga Baya Ciamis)



16.



Eyang Dempul Wulung (Djaga Baya Ciamis)



17.



Eyang Tjakra Dewa (Situ Lengkong, Pandjalu Ciamis)



18.



Eyang Hariang Kuning (Situ Lengkong Pandjalu Ciamis)



19.



Dewi Tumetep (Gunung Pusaka Padang , Ciamis)



20.



Ki Ajar Sukaresi Permana Dikusumah (G. Padang , Ciamis)



21.



Eyang Naga Wiru (Gunung Pusaka Padang , Ciamis)



22.



Eyang Anggakusumahdilaga (Gunung Pusaka Padang Ciamis)



23.



Eyang Puspa Ligar (Situ Lengkong, Panjalu Ciamis)



IV.



Sumedang.



1.



Embah wali Mansyur (Tomo, Sumedang)



2.



Embah Raden Singakarta (Nangtung, Sumedang)



3.



Embah Dalem (Wewengkon, Tjibubut Sumedang



4.



Embah Bugis (Kontrak, Tjibubut Sumedang)



5.



Ratu Siawu-awu (Gunung Gelap, pameungpeuk Sumedang )



6.



Embah Gabug (Marongge)



7.



Embah Setayu (Marongge)



8.



Embah Naidah(Marongge)



9.



Embah Naibah (Marongge)



10.



Embah Aji putih jaga riksa (Marongge)



11.



Embah Nur alim ( Parung gaul )



12.



Embah Raden panganten ( Parung gaul )



13.



Eyang Geusan ulun ( Dayeuh luhur )



14.



Eyang Jaya perkosa ( Dayeuh luhur )



15.



Embah Nanganan ( Dayeuh luhur )



16.



Embah Terong peot ( Dayeuh luhur )



17.



Nyimas ratu Harisbaya ( Dayeuh luhur )



18.



Eyang Taji malela ( Gunung Lingga )



19.



Embah Durdjana (Sumedang)



20. Embah Panungtung Haji Putih Tunggang Larang Curug Emas Ngampar ) 21.



Raden AstuManggala (Djemah Sumedang)



22.



Eyang Pandita (Nyalindung Sumedang)



23.



Raden Balung Tunggal (Sangkan Djaya, Sumedang)



24.



Eyang Hadji Tjampaka (Tjikandang, Tjadas Ngampar )



25.



Eyang Mundinglaya Dikusumah (sangkan Djaya, Sumedang)



26.



Eyang Rangga Wiranata (Sumedang)



27.



Dalem Surya Atmaja (Sumedang)



28.



Embah Raden Widjaya Kusumah (Tjiawi Sumedang)



29.



Embah Raden Singakarta (Nangtung, Sumedang)



V.



Bandung.



1.



Eyang Angkasa (Gunung Kendang, Pangalengan)



2.



Embah Kusumah (Gunung Kendang, Pangalengan)



3.



Embah Djaga Alam (Tjileunyi)



4.



Sembah Dalaem Pangudaran (Tjikantjung Majalaya,Bandung



5.



Embah Landros (Tjibiru Bandung))



6.



Eyang latif (Tjibiru Bandung)



7.



Eyang Penghulu (Tjibiru Bandung)



8.



Nyi Mas Entang Bandung (Tjibiru Bandung)



9.



Eyang Kilat (Tjibiru Bandung)



(Tjadas



10.



Mamah Hadji Umar (Tjibiru Bandung)



11.



Mamah Hadji Soleh (Tjibiru Bandung)



12.



Mamah Hadji Ibrahim (Tjibiru Bandung)



13.



Uyut Sawi (Tjibiru Bandung)



14.



Darya binSalmasih (Tjibiru Bandung)



15.



Mmah Hadji Sapei (Tjibiru Bandung)



16.



Mamah Sepuh ((Gunung Halu Tjililin Bandung)



17.



Sembah Dalem Pangudaran (Tjikantjung Cicalengka)



VI.



Banten.



1.



Embah Hadji Muhammad Pakis (Banten)



2.



Uyut Manang Sanghiang (Banten)



3.



Embah Santiung (ujung Kulon Banten)



4.



SYEH MUHAMMAD SHOLEH GUNUNG SANTRI CILEGON



5.



SYEH MUHAMMAD SHIHIB TAGAL PAPA MENGGER



6.



SYEH ABDUL RO’UF PARAJAGATI CINGENGE



7.



SYEH ABDUL GHANI MENES



8.



SYEH MAHDI CARINGIN LABUAN



9.



SYEH ABDURROHMAN ASNAWI CARINGIN LABUAN



10.



SYEH WALI DAWUD CINGINDANG LABUAN



11. SYEH MACHDUM ABDUL DJALIL KALIMAH BARRONI G. RAMA SUKOWATI LABUAN 12.



SYEH CINDRAWULUNG GUNUNG SINDUR TANGERANG



13.



SYEH HAJI KAISAN



14.



SYEH HAJI SILAIMAN GUNUNG SINDUR



15.



SYEH KANJENG KYAI DALEM MUSTOFA GUNUNG SINDUR



16.



SYEH KYAI BAGUS ATIK SULAIMAN QHOLIQ SERPONG



17.



NYAIMAS RATU PEMBAYUN DIPANG UTARA BLORA



18.



NYAIMAS RATU SARANENGAH JAMBI



19.



NYAIMAS RATU KAMUDARAGI PALEMBANG



20.



PANGERAN JUPRIE RATU JEPARA



21.



PANGERAN PRINGGALAYA RATU BETAWI



22.



PANGERAN PEJAJARAN RATU BOGOR



23.



PANEMBAHAN PEKALONGAN MAULANA YUSUF RATU BANTEN



24.



SULTHON MUCHAMMAD SABAKINGKING RATU BANTEN



25.



SULTHON ABUL MUFAQIR ‘ABDUL QODIR KENARI



26.



SULTHON ABUL MA’ANALI ACHMAD KENARI



27.



SULTHON AGUNG ABUL FATEHI ABDUL FATTAH TIRTAYASA



28.



SULTHON ABUNNASRI MAULANA MANSUR ABD QOHHAR CIKADUEUN



29.



SULTHON ABUL FADLOLI



30.



SULTHON ABUL MAHASIN MA’SUM



31.



SULTHON ABDUL FATTAH MUHAMMAD SYIFA ZAINUL ‘ARIFIN



32.



SULTHON SYARIFUDDIN RATU WAKIL MUHAMMAD WASI’



33.



SULTHON ZAINUL ‘ASIKIN



34.



SULTHON ABDUL MAFAQIR MUHAMMAD ALIYUDIN AWWAL



35.



SULTHON ABDUL FATTAH MUHAMMAD MUHYIDIN ZAINUL SOLIHIN



36.



SULTHON MUHAMMAD ISHAQ ZAINUL MUTTAQIN



37.



SULTHON WAKIL PANGERAN NATAWIJAYA



38.



SULTHON MUHAMMAD AKILLUDI TSANI



39.



SULTHON WAKIL PANGERAN SURAMENGGALA



40.



SULTHON MUHAMMAD SHOFIYUDIN



41.



SULTHON MUHAMMAD ROFI-UDDA (DIASINGKAN DISURABAYA)



42.



PARABU DEWARATU PULO PANAITAN



43.



PRABU LANGLANG BUANA GUNUNG LOR PULA SARI



44.



PRABU MUDING KALANGON PUNCAK MANIK GUNUNG LOR PULASARI



45.



PRABU SEDASAKTI TAJO POJOK



46.



PRABU MANDITI GUNUNG KARANG



47.



PRABU BANGKALENG CANGKANG



48.



NYAIMAS RATU WIDARA PUTIH SERAM TENGAH LAUTAN



49.



NYAIMAS DJONG



50.



KYAI AGU DJU



51.



INDRA KUMALA GUNUNG KARANG PEPITU PAKUAN



52.



MANIK KUMALA SUNGAI CIUJUNG



53.



Raden mbah jangkung kp. cilumayan – sisi cibereno , bayah – banten



54.



Syekh maulana Yusuf (Banten)



55.



Syekh hasanudin (Banten)



56.



Syekh Mansyur (Banten)



57.



Syekh Abdul Rojak Sahuna (Ujung Kulon Banten)



58.



Embah Buyut Hasyim (Tjibeo Suku Rawayan, Banten)



59.



Embah Kusumah (Gunung Kendang, Pangalengan)



VII.



Cirebon.



1.



Sunan Gunung Jati



2.



Eyang Kasepuhan (Talaga Sanghiang, Gunung Ciremai)



3.



Embah Mangkunegara (Cirebon)



4.



Eyang Ranggalawe (Talaga Cirebon)



5.



Syeh Lemah abang



6.



Nyimas Gandasari ( Arjawinangun )



7.



Eyang Kuwu sangkan



VII.



Bogor.



1.



Embah Dipamanggakusumah (Munjul, Cibubur)



2.



Embah Kihiang Bogor (Babakan Nyampai, Bogor)



3.



Embah Dalem Warukut (Mundjul, Cibubur)



4.



Eyang Prabu Kencana (Gunung Gede, Bogor )



5.



Aki dan Nini Kair (Gang Karet Bogor)



VIII. 1.



Subang. Eyang Nulinggih (Karamat Tjibesi, Subang)



2. IX.



Eyang Arya Wangsa Ghafaran (Nangka beurit/sagalaherang) Cianjur.



2.



Embah Dalem Tjikundul (Mande Cianjur)



3.



Embah Dalem Suryakentjana (PantjanitiCianjur)



X.



Sukabumi.



1.



Embah Keureu (Kutamaneuh Sukabumi)



2.



Pangeran qudratulloh di gunung cabe / g. sunda pelabuhan ratu



3.



Embah Wijaya Kusumah (G. Tumpeng Pelabuhan Ratu)



XI. 1. XII. 2. XIII. 3. XIV. 1.



Karawang. Eyang Singa Perbangsa (Karawang) Kadipaten. Embah Buyut Pelet (Djati Tudjuh Kadipaten) Indramayu. Sigit Brodjojo (Pantai Indramayu) Kuningan. Eyang kuwu sakti ( Gunung halu )



Daftar nama-nama karuhun Sunda kami dapatkan dari beberapa informan diantaranya Tim Ekspedisi Assunan Limbangan Garut, para sesepuh, juga atttensi yg masuk ke situs kami. Disini kami uraikan dalam Versi 2 , karena versi 1 sudah kami revisi, Mohon Koreksi kembali bila ada nama & tempat yg salah. Dan kalau ada kasepuhan / karuhun Sunda yg belum masuk mohon masukannya. Silahkan tulis PESAN atau SARAN anda ! Insya Allah Versi 2 ini akan kami revisi kembali bila ada perubahan masukan dari anda semua, terima kasih . http://limbangangarut.com/article/43245/namanama-kasepuhankaruhun-sundabeserta-tempat-pemakamannya.html



LEGENDA LUTUNG KASARUNG Bermula dari Nagari Kahyangan dibawah Sunan Ambu. Abad ini tahun 104 Candra Kala, Zaman Megalitikum. Kemudian, Sunan Ambu mencipta seorang Prabu yang bernama Prabu Lutung Kasarung dan Budak Manjor.



Di bumi sudah ada Negara Pasir Batangan disekitar Gunung Bundar berdekatan di kaki Gunung Salak, Bogor. Hal ini dalam pantun kuno disebutkan ada 7 putri nan cantik rupawan. 1. Nyi Mas Purba Larang 2. Nyi Mas Purba Endah 3. Nyi Mas Purba Leuwih Ningsih 4. Nyi Mas Purba Kencana 5. Nyi Mas Purba Manik Maya 6. Nyi Mas Purba Leutik 7. Nyi Mas Purbasari Negara Pasir Batangan memiliki seorang Adipati yang bernama Lembu Halang yang sakti mandraguna dan dipimpin oleh Rajanya bernama Prabu Purba Kencana dengan permaisurinya Nyi Mas Larasarkati. Terjadilah perkawinan antara Prabu Indra Prahasta dengan Nyi Mas Purba Larang dan Prabu Lutung Kasarung dengan Nyi Mas Purbasari. Prabu Lutung Kasarung diasuh oleh Aki Kolot Penyumpit dan Nini Kolot Penyumpit. Dari perkawinan Prabu Indra Prahasta dengan Nyi Mas Purba Larang, melahirkan: 1. Uyut Tirem 2. Aki Raga Mulya Dari perkawinan antara Prabu Lutung Kasarung dan Nyi Mas Purbasari, melahirkan: 1. Prabu Bathara Gung Binathara Kusuma Adjar Padangi 2. Nyi Mas Ratu Banjaransari Kemudian Prabu Gung Binathara Kusuma Padangi membuat situs menhir sebagai tempat persembahan kepada leluhur Nagari Kahyangan yang terletak di Salaka Dhomas, Bogor. Kemudian Prabu Gung Binathara membuat istana kerajaan dari batu yang terletak di Gunung Padangi antara Cianjur dan Sukabumi, yang disebut Batu Menhir Megalitikum dengan nama kerajaannya adalah Medang Kamulan I. Prabu Bathara Gung Binathara mempunyai putra dua: 1. Prabu Angling Dharma Mandalawangi diperintahkan untuk membuat situs di Gunung Pulosari, Desa Mandalawangi Banten (Medang Kamulan II). 2. Nyi Mas Nila Sastra Ayu Jendrat ditugaskan untuk membuat kitab para Dewa Nila Sastra Ayu Jendrat (Kitab aturan dewata yang memuat Pituduh, Pitutur, Pibekaleun). Tahun 78 M, Prabu Gung Binathara menciptakan Aji Purwa Wisesa sejumlah 18 huruf yang berbunyi:



HA NA CA RA KA DA TA SA WA LA PA JA YA NYA MA GA BA NGA Pada tahun 130 M, Prabu Angling Dharma membuat wilayah kekuasaan dan keraton sampai ke pedalaman Banten (Lebak) dan Ujung Kulon. Di kemudian hari terkenal dengan nama HYANG SIRA atau EYANG JANGKUNG; disebut Eyang Jangkung karena memapas gunung Pulosari yang menghalangi penglihatannya dimana kuncup Pulosari dibuang ke laut sehingga menjadi gunung Krakatau. Pada tahun 170 M, Ratu Gung Binathara Kusuma Adjar Padangi mencipta batu sebesar rumah (jika diukur sebesar rumah tipe 200) yang berlokasi di desa Cibulan, Cisarua yang saat ini dikenal dengan sebutan Maqom (petilasan) Wali Cipta Mangun Negara dan Nyi Mas Cipta Rasa. Antara Salaka Dhomas dengan Situs Magalitikum Gunung Padang di Cianjur dengan batu menhir Megalitikum di Pulosari dan dengan Batu di Wali Cipta Mangun Negara, semuanya memiliki satu kesatuan dan kesamaan masa. __________________________________________________ ___________



Bukti-bukti Sejarah Peninggalan Salakanagara: a.) Menhir Cihunjuran; berupa Menhir sebanyak tiga buah terletak di sebuah mata air, yang pertama terletak di wilayah Desa Cikoneng. Menhir kedua terletak di Kecamatan Mandalawangi lereng utara Gunung Pulosari. Menhir ketiga terletak di Kecamatan Saketi lereng Gunung Pulosari, Kabupaten Pandeglang. Tanpa memberikan presisi dimensi dan lokasi administratif, tetapi dalam peta tampak berada di lereng sebelah barat laut gunung Pulosari, tidak jauh dari kampung Cilentung, Kecamatan Saketi. Batu tersebut menyerupai batu prasasti Kawali II di Ciamis dan Batu Tulis di Bogor. Tradisi setempat menghubungkan batu ini sebagai tempat Maulana Hasanuddin menyabung ayam dengan Pucuk Umum. b.) Dolmen; terletak di kampung Batu Ranjang, Desa Palanyar, Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang. Berbentuk sebuah batu datar panjang 250 cm, dan lebar 110 cm, disebut Batu Ranjang. Terbuat dari batu andesit yang dikerjakan sangat halus dengan permukaan yang rata dengan pahatan pelipit melingkar ditopang oleh empat buah penyangga yang tingginya masing-masing 35 cm. Di tanah sekitarnya dan di bagian bawah batu ada ruang kosong. Di bawahnya terdapat fondasi dan batu kali yang menjaga agar tiang penyangga tidak terbenam ke dalam tanah. Dolmen ditemukan tanpa unsur megalitik lain, kecuali dua buah batu berlubang yang terletak di sebelah timurnya. c.) Batu Magnit; terletak di puncak Gunung Pulosari, pada lokasi puncak Rincik Manik, Desa Saketi, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang. Yaitu sebuah batu yang cukup unik, karena ketika dilakukan pengukuran arah dengan kompas, meskipun ditempatkan di sekeliling batu dari berbagai arah mata angin, jarum kompas selalu menunjuk pada batu tersebut. d.) Batu Dakon; Terletak di Kecamatan Mandalawangi, tepatnya di situs Cihunjuran. Batu ini memiliki beberapa lubang di tengahnya dan berfungsi sebagai tempat meramu obat-obatan



e.) Air Terjun Curug Putri; terletak di lereng Gunung Pulosari Kabupaten Pandeglang. Menurut cerita rakyat, air terjun ini dahulunya merupakan tempat pemandian Nyai Putri Rincik Manik dan Ki Roncang Omas. Di lokasi tersebut, terdapat aneka macam batuan dalam bentuk persegi, yang berserak di bawah cucuran air terjun. f.) Pemandian Prabu Angling Dharma; terletak di situs Cihunjuran Kabupaten Pandeglang. Menurut cerita rakyat, pemandian ini dulunya digunakan oleh Prabu Angling Dharma atau Aki Tirem atau Wali Jangkung. Saadat Padjadjaran Ashadu sahadat islam, Sarsilah gusti panutan, Panut pangkon pangandika, Kanjeng gusti rosul, Anembah guru, Anembah ratu, Anembah telekon agama islam, Syeh haji kuncung putih, Kian santang kan lumejang, Kudrat yaa insun qursy Allah,



Susuci Sri suci tunggal sabangsa, Banyu suci tungggal sabangsa, Geni suci tunggal sabangsa, Braja suci tunggal sabangsa, Suka suci mulya badan sampurna, Sampurna kersaning allah ta'ala, Lailahaillallah Muhammadarrasulullah. http://siliwangi74.blogspot.co.id/2013/03/legenda-lutung-kasarung.html



Misteri Situs Menhir Cihunjuran di 13.39.00 Diposkan oleh Andre



Gunung Pulosari, Kabupaten Pandeglang, Banten.



SAAT menuju Kecamatan Jiput, Kabupaten Pandeglang, Kamis (7 Juli 2011), perjalanan saya dihentikan oleh sebuah plang bertuliskan “Situs Salakanagara”. Saya pun tertarik mendatanginya, karena dari kata “Situs” saya sudah menduga tempat tersebut memiliki nilai sejarah.



Plang petunjuk Situs Salakanagera di Desa Cikoneng.



Setelah melintasi hamparan sawah, perjalanan terhenti di sebuah kampung kecil yang hanya berisi sekitar sepuluh rumah. Sepeda motor pun saya parkir, karena perjalanan selanjutnya harus ditempuh dengan berjalan kaki menelusuri pematang sawah. Hanya dalam tempo 10 menit saya sudah sampai di lokasi tujuan. Sesampai di lokasi, pandangan langsung tertuju pada sebuah kolam yang didasarnya terdapat beberapa buah batu-batu besar yang sebagian menyembul ke permukaan. Lalu, saya menuju sebuah bangunan yang masih tampak baru. Ternyata di dalamnya terdapat sebuah makam yang batu nisannya dibungkus dengan kain putih. Di atas makan tersebut terdapat sebuah pohon besar yang berdiri kokoh.



Makam Wali Jangkung Angling Dharma.



Saat itu ada beberapa orang yang sedang berziarah dan salah seorang di antaranya mengeranerang layaknya seorang yang sedang kesurupan. Lantaran ruangan tersebut gelap, saya hanya bisa mendengar suaranya meneriakkan kata,”Allaaahu Akbarrr…Allaaahu Akbarrr…Allaaahu Akbarrr…”. Suasananya membuat saya merasa tak ingin berlama-lama berada dalam bangunan itu. Saya pun segera keluar. Setelah beberapa saat mengamati suasana di luar, saya mendatangi sebuah warung yang berada di dalam lokasi Situs Salakanagara. Saya sempat menanyakan tentang makam yang ada di dalam bangunan tersebut. “Itu makamnya Ki Jangkung Angling Dharma,” kata si pemilik warung tanpa bisa menjelaskan lebih jauh atau lebih banyak tentang kisah masa silam Ki Jangkung Angling Dharma. Saya langsung membuka laptop dan mendatangi “Ki Google”. Meskipun terpaksa menunggu agak lama karena sinyal “byar-pet”, akhirnya “Ki Google” memberikan beberapa keterangan yang lebih lengkap tentang cerita masa silam Ki Jangkung Angling Dharma.



Kolam purba yang di dalamnya terdapat menhir. Jadi sumber pengairan sawah.



Salakanagara adalah nama sebuah kerajaan, berdasarkan Naskah Wangsakerta - Pustaka Rajyarajya I Bhumi Nusantara yang disusun sebuah panitia dengan ketuanya Pangeran Wangsakerta. Salakanagara diperkirakan merupakan kerajaan paling awal yang ada di Nusantara. Informasi tersebut membuat wawasan saya mengenai Banten menjadi tambah luas. Salakanagara artinya Negara Perak, didirikan pada tahun 52 Saka (130/131 Masehi). Lokasi kerajaan tersebut dipercaya berada di Teluk Lada, kota Pandeglang, kota yang ketika terkenal dengan hasil logamnya. Pandeglang dalam bahasa Sunda merupakan singkatan dari kata-kata “panday” dan “geulang” yang artinya pembuat gelang. Dr. Edi S. Ekajati, sejarawan Sunda, memperkirakan bahwa letak ibukota kerajaan tersebut adalah yang menjadi kota Merak sekarang. Merak dalam bahasa Sunda artinya “membuat perak”.



Bangunan yang di dalamnya terdapat makam Wali Jangkung.



Sebagian lagi memperkirakan bahwa kerajaan tersebut terletak di sekitar Gunung Salak, berdasarkan pengucapan kata “Salaka” dan kata “Salak” yang hampir sama. Dari sini pula saya ketahui, bahwa situs di Cihunjuran terdapat beberapa batu-batu purba (menhir) serta kolam pemandian purba tepatnya seperti zaman Megalitikum. Bukan hanya batu-batuan dan kolam purba yang menarik, tetapi juga keberadaan makam Aki Tirem Luhur Mulia atau yang lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama Angling Dharma dalam nama Hindu dan Wali Jangkung dalam nama Islam. Aki Tirem adalah tokoh awal yang berkuasa di sini. Konon, kota inilah yang disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150, terletak di daerah Teluk Lada, Pandeglang. Aki Tirem, penghulu atau penguasa kampung setempat yang akhirnya menjadi mertua Dewawarman ketika puteri Sang Aki Luhur Mulya bernama Dewi Pwahaci Larasati diperisteri oleh Dewawarman. Ketika Aki Tirem meninggal, Dewawarman menerima tongkat kekuasaan. Tahun 130 Masehi ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan dengan nama Salakanagara (Negeri Perak) beribukota di Rajatapura. Ia menjadi raja pertama dengan gelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Aji Raksa Gapura Sagara. Beberapa kerajaan kecil di sekitarnya menjadi daerah kekuasaannya, antara lain Kerajaan Agnynusa (Negeri Api)yang berada di Pulau Krakatau.



Plang nama Situs Salakanagara.



Situs Cihunjuran hanyalah salah satu dari beberapa situs lainnya seperti situs di Citaman, Pulosari dan Ujung Kulon, yang menjadi bukti sejarah tentang keberadaan Kerajaan Salakanagara di Banten Selatan. Di sini pula terdapat Batu Dolmen, tumpukan menhir dan Batu Dakon serta Batu Peta yang sampai saat ini belum ada satu orang pun yang dapat menerjemahkan isi peta tersebut. Kerajaan Salakanagara ada sejak abad ke-1, merupakan kerajaan tertua yang ada di Nusantara yang didirikan Dewawarman. Dewawarman merupakan duta dari Kerajaan India yang diutus ke Nusantara (Pulau Jawa), kemudian Dewawarman dinikahkan oleh Aki Tirem Luhur Mulia dengan putrinya yang bernama Larasati Sri Pohaci. Setelah Dewawarman menjadi menantu dari Aki Tirem Luhur Mulia diangkatlah Dewawarman menjadi Raja I (pertama) yang kemudian memikul tampuk kekuasaan Kerajaan Salakanagara. Saat menjadi Raja Dewawarman I dinobatkan dengan nama Prabhu Dharmalokapala Dewawarman Haji Raksagapurasagara. Kerajaan Salakanagara beribukota di Rajatapura yang sampai tahun 363 menjadi pusat Pemerintahaan Raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I-VIII). Dewawarman lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama Prabu Angling Dharma dan Wali Jangkung. Nama inilah yang kemudian menjadi sebuah pertanyaan apakah Angling Dharma/Wali Jangkung hanya sebuah cerita rakyat biasa tanpa fakta? Atau nama tersebut sebenarnya nama lain dari Aki Tirem Luhur Mulia, mertua Dewawarman? Samakah Angling Dharma yang ada di Jawa Tengah dengan Angling Dharma versi masyarakat Cihunjuran?



Jika memang Angling Dharma itu nama lain dari Aki Tirem Luhur Mulia, lalu bagaimana dengan Wali Jangkung? Bukankah sebutan Wali hanya untuk orang-orang yang memeluk agama Islam? Jadi, apa sebenarnya agama yang dianut oleh Aki Tirem Luhur Mulia? Islam atau Hindu kah? Dilihat dari ritual yang dijalankan oleh masyarakat setempat dapat diartikan bahwa Aki Tirem Luhur Mulia telah di-Islam-kan oleh penduduk setempat. Ritual yang dijalankan oleh masyarakat setempat terhadap situs kerajaan Salakanagara diantaranya: ziarah yang dilakukan di makam Aki Tirem Luhur Mulia yang menggunakan tata cara Islam mulai dari berwudhu dan bacaan-bacaan Ziarah. Itupula yang menjadi misteri. Fakta kasat mata menunjukkan di Situs Cihunjuran terdapat tiga buah menhir yang terletak di sebuah mata air, yang pertama terletak di wilayah Desa Cikoneng. Menhir kedua terletak di Kecamatan Mandalawangi lereng utara Gunung Pulosari. Menhir ketiga terletak di Kecamatan Saketi lereng Gunung Pulosari, Kabupaten Pandeglang. Tanpa memberikan presisi dimensi dan lokasi administratif, tetapi dalam peta tampak berada di lereng sebelah barat laut Gunung Pulosari, tidak jauh dari kampung Cilentung, Kecamatan Pulosari (sekarang). Batu tersebut menyerupai batu prasasti Kawali II di Ciamis dan Batu Tulis di Bogor. Tradisi setempat menghubungkan batu ini sebagai tempat Maulana Hasanuddin menyabung ayam dengan Pucuk Umum. Masih di Cihunjuran juga terdapat Batu Dakon, tepatnya terletak di Kecamatan Mandalawangi. Batu ini memiliki beberapa lubang di tengahnya dan berfungsi sebagai tempat meramu obat-obatan. Di puncak Gunung Pulosari terdapat menhir Batu Magnit yang menjadi lokasi puncak Rincik Manik, di Desa Saketi, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang. Yaitu sebuah batu yang cukup unik, karena ketika dilakukan pengukuran arah dengan kompas, meskipun ditempatkan di sekeliling batu dari berbagai arah mata angin, jarum kompas selalu menunjuk pada batu tersebut. Di lereng di lereng Gunung Pulosari, terdapat air terjun Curug Putri. Menurut cerita rakyat, air terjun ini dahulunya merupakan tempat pemandian Nyai Putri Rincik Manik dan Ki Roncang Omas. Di lokasi tersebut, terdapat aneka macam batuan dalam bentuk persegi, yang berserak di bawah cucuran air terjun. Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Kerajaan Salakanagara merupakan kerajaan tertua yang ada di nusantara dan bukan cerita legenda tanpa fakta. Hal itu dapat dilihat dari situssitus peninggalan kerajaan tersebut. Tapi para ahli sejarah dan ahli arkeologi masih memperdebatkan keberadaan Kerajaan Salakanegara, sehingga menjadi sebuah misteri yang belum tersingkap. Sumber Bacaan Ayatrohaedi: Sundakala, Cuplikan Sejarah Sunda Berdasar Naskah-naskah “Panitia Wangsakerta” Cirebon. Pustaka Jaya, 2005