Faktor Penyebab Kurang Berkembangnya Kawasan Wisata [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



Faktor Penyebab Kurang Berkembangnya Kawasan Wisata Telaga Ngebel, Kabupaten Ponorogo Berbasis Pembangunan Berkelanjutan Arfiani Syariah1) Rimadewi Supriharjo2) 1) Student of Department of Architecture, FTSP, ITS Surabaya 60111 Indonesia, email: [email protected] 2) Lecturer of Department of Urban and Regional Planning, FTSP, ITS Surabaya 60111 Indonesia, email:



[email protected]



Abstrak-Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, memiliki beberapa potensi yang bisa dikembangkan dari sektor pariwisata. Salah satunya adalah obyek wisata Telaga Ngebel, yang saat ini kondisinya masih belum memadai untuk dijadikan obyek wisata andalan yang bisa memberikan masukan bagi PAD karena disebabkan oleh berbagai faktor. Untuk itu, studi ini mencoba mencari faktor penyebab kurang berkembangnya kawasan wisata Telaga Ngebel tersebut. Adanya kecenderungan kerusakan lingkungan alam dan eksploitasi lahan pada kawasan studi menjadikan pembangunan berkelanjutan dijadikan sebuah kajian utama pengembangan kawasan ini. Dengan menggunakan kajian teoritis dari berbagai pustaka, dapat diperoleh faktor-faktor penentu pengembangan pariwisata secara berkelanjutan terdiri atas : Pendapatan Masyarakat, Pendanaan, Ketersediaan Lapangan kerja, Linkage, Potensi Kawasan, Tingkat Kepuasan Wisatawan, Promosi, Dampak Lingkungan, Potensi Sumberdaya Alam, Ambang batas Wilayah, Partisipasi Masyarakat, Dukungan Pemerintah, Kelembagaan, Pembagian Keuntungan, Monitoring dan Evaluasi. Dari hasil penemuan faktor tersebut, diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah daerah untuk menentukan konsep pendekatan yang tepat untuk mengembangkan kawasan wisata Telaga Ngebel kabupaten Ponorogo secara berkelanjutan. Kata Kunci: Pariwisata, Pengembangan Kawasan, Pembangunan Berkelanjutan. I. PENDAHULUAN Perubahan Paradigma pembangunan nasional dari sistem sentralisasi menjadi desentralisasi membawa dampak pada percepatan pertumbuhan di beberapa daerah, dengan memaksimalkan potensi yang ada. Dalam Semiloka Nasional RUU Kepariwisataan (2002) yang dipengaruhi oleh berbagai perubahan kebijakan dunia yang mulai mengintegrasikan pembangunan dengan faktor alam, terdapat perubahan arah pengembangan dengan menjadikan isu pariwisata yang mengacu pada prinsip-prinsip berkelanjutan, menjamin kelestarian lingkungan dan responsif terhadap tuntutan global, pelaksanaan otonomi daerah, serta dapat menjamin terwujudnya kesejahteraan rakyat sebagai poin utama. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi dan mengatasi berbagai bentuk konflik tujuan dan fungsi pembangunan kepariwisataan, misalnya antara pertumbuhan dan pemerataan, antara eksploitasi dan pelestarian lingkungan,



antara penetrasi kebudayaan asing dengan resistensi kebudayaan lokal, keterlibatan investasi asing dan sebagainya. Sektor pariwisata sangat besar peranannya dalam pembangunan ekonomi, karena selain sebagai sumber perolehan devisa, investasi, juga sebagai sektor yang cukup berperan dalam penciptaan lapangan pekerjaan. Namun karena ambivalensinya pariwisata, pada saat yang sama juga dapat menimbulkan dampak negatif, yang apabila tidak dikelola dengan baik seringkali mengalahkan manfaatnya. Aspek sosial, budaya dan lingkungan adalah paling sering menerima dampak negatifnya. Untuk mendapatkan keseimbangan, maka pembangunan pariwisata hendaknya mengikuti prinsip-prinsip umum keberlanjutan, dengan melestarikan nilai-nilai kelokalan sebagai jati diri yang membangun citra pariwisata Indonesia. Kabupaten Ponorogo merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang mendukung untuk dikembangkan potensi pariwisatanya, karena disamping adanya faktor daya tarik wisata budaya berupa kesenian Reog, kota ini juga memiliki beberapa obyek wisata alam yang cukup bagus, salah satunya berupa Telaga Ngebel. Selama ini masyarakat masih hanya mengenal potensi wisata Ponorogo lewat Kesenian Reog, belum mengenal lebih jauh potensi alamnya. Kawasan obyek wisata Telaga Ngebel mempunyai potensi alam yang cukup menarik, meliputi atraksi wisata berupa pesona pemandangan alam pegunungan, sumber air hangat, air terjun, disamping atraksi utama berupa telaganya itu sendiri. Dengan adanya beberapa potensi ini, pengembangan wisata perlu diupayakan untuk mendapatkan penanganan dengan cermat dalam rangka upaya pemanfaatan pengembangan dan pembangunan obyek-obyek wisata sesuai dengan potensi yang ada. Untuk menuju ke arah pengembangan, Telaga Ngebel disamping mempunyai beberapa potensi alam, juga masih memiliki beberapa kekurangan yang bisa menimbulkan masalah pengembangan, antara lain yakni adanya pengembangan penangkaran ikan nila yang menggunakan lokasi Telaga sebagai area penanaman keramba. Hal ini memang membawa pengaruh positif bagi peningkatan ekonomi masyarakat sekitar. Kegiatan tersebut membawa keuntungan dengan kedatangan wisatawan yang bertambah untuk menikmati hasil penangkaran disamping menikmati pemandangan alam telaga. Akan tetapi jika hal tersebut terus dikembangkan, maka bukan tidak mungkin akan terjadi kerusakan alam bagi ekosistem sekitar akibat pemakaian pakan ikan dari bahan non alam, disamping juga pemandangan



2 alam berupa danau yang akan rusak oleh berjajarnya kerambakeramba di permukaan air telaga. Kondisi bentang alam di sekitar koridor telaga yang berkontur merupakan potensi pengembangan berupa tawaran atraksi pemandangan alam kepada wisatawan. Akan tetapi, kondisi saat ini di lokasi studi, terdapat kecenderungan pembangunan yang ada, berjalan secara alamiah tanpa memperhatikan bagaimana aturan mendirikan bangunan di lokasi berupa lahan berkontur. Bangunan didirikan hanya untuk memenuhi kepentingan akan pemenuhan kebutuhan, belum memperhatikan faktor lingkungannya. Hasil survey lapangan pada bulan Februari 2008, menunjukkan kecenderungan bahwa penduduk sekitar kurang memiliki pengetahuan dan kesadaran terhadap keberlanjutan wisata Telaga Ngebel. Hal ini terlihat pada belum adanya sistem pengelolaan lingkungan di Kawasan Wisata Telaga Ngebel secara khusus, salah satunya ditandai dengan masih adanya kebiasaan penduduk untuk membuang limbah rumah tangga langsung di pinggiran telaga. Selain itu, terdapat kegiatan baru yang dilakukan penduduk sekitar koridor telaga, yakni berupa pemanfaatan lahan di sekitar tebing telaga untuk bercocok tanam, sehingga berdampak pada timbulnya longsoran tanah di beberapa titik sepanjang koridor penelitian. Jika hal ini terus dibiarkan berlanjut, bukan hal yang tidak mungkin akan terjadi kerusakan lingkungan akibat human behaviour, eksploitasi, dan pembangunan yang tidak memperhatikan faktor alam dan keseimbangan lingkungan. Hal tersebut tentu juga akan berimbas pada semakin menurunnya tingkat kunjungan wisatawan, dari rencana awal memenuhi kebutuhan pengembangan pariwisata. Sebagai langkah antisipasi, untuk mengembangkan potensi sekaligus mengendalikan pemanfaatan kawasan sekitar Telaga Ngebel sebagai Kawasan Konservasi, perlu adanya suatu penelitian yang bisa dijadikan sebuah masukan dan bahan pertimbangan terhadap pengembangan kawasan sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Dari hasil itu semua, diharapkan kawasan Telaga Ngebel bisa dimanfaatkan dan memberikan keuntungan tidak hanya untuk saat ini, akan tetapi secara terus-menerus, hingga generasi mendatang. II. DASAR TEORI Pariwisata menjadi sesuatu yang kompleks karena ulah manusia memberikan pengaruh perubahan pada alam. Nilai yang diciptakan oleh masyarakat dan image yang menyertai akan menjadi penyebab berkembangnya pariwisata. Kesan dan kegiatan yang menyertainya merupakan satu kesatuan utuh tak terpisahkan, semuanya didasari oleh sejumlah daya tarik akan sesuatu untuk dilihat dan dialami. Tanpa atraksi, semuanya bukanlah pariwisata. Bermacam atraksi akan memberikan dorongan yang besar untuk menyebabkan orang melakukan perjalanan (berwisata). Selanjutnya, sambutan ramah juga merupakan hal penting seperti juga kebutuhan akan fasilitas dan pelayanan. Pada dasarnya, atraksi, pelayanan, dan fasilitas nilainya menjadi tak berarti apabila tidak tersedia transportasi dan aksesbilitas lokasi. Oleh sebab itu, keterkaitan antara tempat asal dan tujuan wisata adalah bagian vital yang lain dari kepariwisataan. Informasi dan petunjuk wisata sebagai komponen penting terakhir merupakan pelengkap sistem



kepariwisataan yang disediakan melalui iklan, buku, pusat informasi, maupun dari mulut ke mulut. Demikian seterusnya akan membentuk sebuah siklus, sebagaimana digambarkan dalam bagan berikut (Gunn,1972:20): People



Information/ Direction



Transportation



• •



Attraction Service/Fasilities



Gb.2.8. Siklus Kegiatan dalam Kepariwisataan (Sumber : Gunn, 1972:22)



Gunn (1994) mengemukakan bahwa suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil secara optimal didasarkan kepada empat aspek yaitu; 1. Mempertahankan kelestarian lingkungannya 2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut 3. Menjamin kepuasan pengunjung 4. meningkatkan keterpaduan dan unity pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zone pengembangannya. Disamping keempat aspek diatas, kemampuan daya dukung untuk setiap kawasan berbeda-beda sehingga perencanaan secara spatial akan lebih bermakna, tergantung pada dimana lokasi pengembangan wisata berada. Gunn (2002) merekomendasikan komponenkomponen yang harus diperhatikan dalam pengembangan wisata: 1. Atraksi atau sumberdaya alam dan budaya. 2. Perbaikan Infrstruktur transportasi 3. Perbaikan usaha-usaha jasa 4. Perbaikan fasilitas penunjang atraksi. 5. Peningkatan raihan dan Peluang Pasar 6. Peningkatan Promosi 7. Penguatan organisasi dan kelembagaan yang akan menjalankan proyek 8. Penguatan kompetensi Sumberdaya manusia 9. Penguatan ekonomi lokal, regional dan nasional 10. Dukungan kebijakan lingkungan,politik, dan ekonomi 11. Peningkatan kepuasan wisatawan



III. METHODE Metode analisis untuk menemukan faktor penyebab kurang berkembangnya kawasan wisata Telaga Ngebel, terdiri dari dua bagian. Bagian pertama yakni menemukan faktor kurang berkembangnya kawasan yang dipengaruhi oleh tingkat penilaian wisatawan, sedangkan untuk bagian kedua yang mendasarkan pada penilaian stakeholder terdiri dari tiga tahapan. Tahap pertama yaitu menentukan stakeholders yang berpengaruh dan berkepentingan dalam pengembangan kawasan wisata studi dengan menggunakan Analisis Stakeholders. Tahapan kedua yaitu menentukan faktor penyebab kurang berkembangnya kawasan dengan menggunakan analisis Delphi melalui wawancara kepada stakeholders terpilih.



3 IV. HASIL PENELITIAN A. Faktor penentu kurang berkembangnya kawasan berdasarkan persepsi wisatawan Dari hasil kuisioner yang diajukan kepada wisatawan, berikut adalah faktor- faktor yang mempengaruhi penilaian mereka terhadap kawasan, antara lain yakni: Penilaian Aksesbilitas - Jalan Yang Baik



Dari beberapa faktor penilaian diatas, maka beberapa nilai minus kawasan sekaligus menjadi faktor penyebab kurang berkembangnya kawasan karena tidak memenuhi tingkat kepuaan kawasan. Selain itu, terkait dengan konsep pembangunan berkelanjutan, berikut adalah penilaian wisatawan terhadap kondisi kawasan: Penilaian kondisi bangunan Sekitar kawasan



Penilaian kondisi sosial masyarakat Sekitar kawasan



Penilaian Aksesbilitas - Sarana Transportasi Umum 30



50



25



40



30



25



25



20



Frequency



Frequency



20



15



15



Frequency



Frequency



20



15



30



20



10



10 10



10



5



5



5



0 Tidak baik 0



0



0



Jelek



Kurang



Cukup



Baik



Kurang



Cukup



Baik



Penilaian tentang wisata yang melibatkan masyarakat sekitar kawasan



Penilaian Keamanan



30



Sangat baik



Bagus



Penilaian kondisi bangunan Sekitar kawasan



Penilaian Aksesbilitas - Jalan Yang Baik



Penilaian Kebersihan



Baik



Penilaian kondisi sosial masyarakat Sekitar kawasan Tidak bagus



Penilaian Aksesbilitas - Sarana Transportasi Umum



40



Penilaian kondisi SDA dan lingkungan sekitar kawasan



40



25



25 30



20



30



20



10



Frequency



Frequency



Frequency



15



15



20



10



10



5



10



5 0



0 Jelek



Kurang



Cukup



Jelek



Baik



Kurang



Cukup



Baik



Penilaian Keamanan



Penilaian Kebersihan



0



Penilaian Pedestrian



Penilaian Penerimaan Masyarakat Sekitar Kawasan



Tidak baik



0 Tidak setuju



Setuju



Sangat baik



Penilaian gangguan dari perkembangan kawasan



20



20



40



Frequency



30



15



15



25 30 10



10



Frequency



20



5



5



Jelek



Kurang



Cukup



15



Kurang



Baik



Cukup



Baik



10



Penilaian Pedestrian



Penilaian Penerimaan Masyarakat Sekitar Kawasan



5



Penilaian Kenyamanan



Penilaian Keteraturan



Penilaian pengembangan wisata selaras dengan lingkungan 0



30



25



30



25



Baik



Sangat baik



Sangat tidak terganggu



Tidak terganggu



Terganggu



Penilaian gangguan dari perkembangan kawasan



20



Frequency



Frequency



20



Frequency



0



Tidak baik



Penilaian penggunaan lingkungan oleh masyarakat sekitar kawasan



25



20



15



20



10



0



0



Frequency



Frequency



Baik



Penilaian kondisi SDA dan lingkungan sekitar kawasan



Sangat Setuju



Penilaian tentang wisata yang melibatkan masyarakat sekitar kawasan Penilaian penggunaan lingkungan oleh masyarakat sekitar kawasan



25



25



15



15



10 10



10



5



5



5



0



0



0 Jelek



Kurang



Cukup



Sangat tidak setuju



Kurang



Baik



Baik



Penilaian Fasilitas Sanitasi & Rumah Ibadah



Penilaian Keberadaan Rumah Makan & Penjual Souvenir



25



30



25



20



Frequency



20



Frequency



Cukup



Penilaian Kenyamanan



Penilaian Keteraturan



15



15



10



10



5



5



0



0 Jelek



Kurang



Cukup



Jelek



Baik



Kurang



Cukup



Baik



Penilaian Fasilitas Sanitasi & Rumah Ibadah



Penilaian Keberadaan Rumah Makan & Penjual Souvenir



Penilaian Keberadaan Tempat Istirahat & Tempat Bermain



Penilaian Sirkulasi & Parkir



30



25



25 20



Frequency



20



Frequency



Frequency



20



15



15



10



10



5



5



0



0



Jelek



Kurang



Cukup



Baik



Penilaian Keberadaan Tempat Istirahat & Tempat Bermain



Jelek



Kurang



Cukup



Penilaian Sirkulasi & Parkir



Baik



Tidak setuju



Setuju



Sangat bagus



Penilaian pengembangan wisata selaras dengan lingkungan



Dari beberapa faktor diatas, wisatawan setuju bahwa pengembangan pariwisata harus selaras dengan lingkungan serta harus melibatkan masyarakat sekitar. Akan tetapi beberapa pendapat keterlibatan masyarakat dalam kegiatan wisata harus dipantau oleh pihak luar, agar hak – hak wisatawan dalam kawasan tak terabaikan, dan ada penjagaan terhadap kondisi etika. Akan tetapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut : Kondisi bangunan sekitar dirasa kurang estetik bagi wisatawan, karena tidak teratur dan tidak ada cirikhas lokal yang diangkat. Wisatawan setuju dengan prinsip – prinsip wisata dengan konsep Pembangunan berkelanjutan di kawasan wisata telaga Ngebel. Mereka juga tertarik terhadap beberapa kegiatan atraksi yang ditawarkan dilokasi wisata, berupa atraksi alam maupun buatan yang ramah terhadap lingkungan. Wisatawan masih memberikan nilai minus kawasan yang secara langsung mempengaruhi kurang berkembangnya kawasan dari segi ekonomi, karena berdampak pada



4 keengganan wisatawan untuk datang ke lokasi wisata Telaga Ngebel. Antara lain terkait masalah: 1. Aksesibilitas (jalan yang tidak baik) 2. Moda transportasi umum 3. Pedestrian yang tidak aman dan 4. Tidak adanya fasilitas kios penjual souvenir 5. Kesulitan mengakses fasilitas sanitasi dan rumah ibadah 6. Keberadaan tempat istirahat dengan jumlah yang terbatas. 7. Sirkulasi dan parkir kurang teratur 8. Bangunan yang tidak teratur dan tidak beridentitas lokal. 9. Kurangnya jenis atraksi wisata yang ditawarkan Dari permasalahan diatas perlu untuk dicarikan konsep penyelesaiannya secara spasial, untuk memberikan kepuasan bagi pengunjung yang merupakan salah satu faktor bagi keberhasilan pariwisata dengan konsep Pembangunan berkelanjutan. B. Faktor penentu kurang berkembangnya kawasan berdasarkan persepsi stakeholder Dari análisis ini akan diperoleh stakeholder kunci yang berpengaruh dan mempunyai kepentingan dalam pengembangan kawasan wisata berbasis pembangunan berkelanjutan di Telaga Ngebel, Kabupaten Ponorogo. Berdasarkan penilaian tingkat pengaruh dan kepentingan dilakukan tabulasi terhadap masing-masing pelaku. Berikut adalah stakeholder kunci dalam penentuan faktor penghambat pengembangan kawasan wisata Telaga Ngebel: 1. BAPPEDA 2. Perum Perhutani 3. Dinas Pariwisata 4. Tokoh Masyarakat dan Kelembagaan 5. Kepala Kecamatan Ngebel 6. LSM Analisis Faktor Penghambat Pengembangan, Eksplorasi Tahap I Berdasarkan kajian pustaka dan eksplorasi awal terhadap stakeholder pengembangan kawasan wisata yang telah ditentukan dapat dirumuskan indikator penghambat pengembangan yang akan digunakan untuk análisis delphi. Pada tahap ini yang dilakukan adalah penggalian (ekplorasi) pendapat dari para responden tentang faktor-faktor yang menjadi penghambat pengembangan kawasan wisata berbasis pembangunan berkelanjutan di Telaga Ngebel, Kabupaten Ponorogo. Metode yang dilakukan untuk mendapatkan faktor tersebut adalah melalui wawancara semi terstruktur Pada tahap ini dihasilkan berbagai faktor penyebab kurang berkembangnya kawasan wisata Telaga Ngebel menurut persepsi masing – masing stakeholder, sehingga dari hasil eksplorasi faktor tersebut dihasilkan pula beberapa faktor tambahan dari faktor – faktor yang telah ada dari sintesa kajian literatur. Analisis Faktor Penghambat Pengembangan, Eksplorasi Tahap II Pada tahap ini dilakukan penggalian (eksplorasi) pendapat dari responden tentang faktor – faktor yang menjadi



penyebab kurang berkembangnya kawasan wisata Telaga Ngebel berbasis pembangunan berkelanjutan. Metode yang dilakukan untuk mendapat faktor tersebut adalah melalui wawancara semi terstruktur ( Kuisioner terlampir). Berdasarkan wawancara, responden mengetahui ada beberapa hal atau faktor yang bisa menyebabkan pengembangan kawasan wisata tidak bisa memberikan manfaat secara berkelanjutan jika dilihat dari aspek partisipasi masyarakat, dukungan pemerintah, kelembagaan, pembagian keuntungan, linkage, dan beberapa faktor lain. Sebelum pengeksplorasian faktor ke responden, maka peneliti melakukan checking hasil dari eksplorasi pertama, mana diantara faktor – faktor tersebut yang mempunyai bahasan yang sama dan menyatukannya menjadi satu faktor penyebab. Untuk faktor – faktor yang menurut responden bukan menjadi penyebab kurang berkembangnya kawasan wisata Telaga Ngebel, secara otomatis dieliminasikan dari eksplorasi faktor penghambat pengembangan tahap II ini. Dari hasil penggalian pendapat responden tentang faktor yang menghambat pengembangan kawasan wisata berbasis pembangunan berkelanjutan, dapat diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel Hasil eksplorasi Faktor penghambat pengembangan kawasan wisata Telaga Ngebel berbasis pembangunan berkelanjutan N o



1



R e s p o d e n BAP



2



Peru



3



Dina



4 5



Toko Kele Kep



6



LSM



Faktor ( S / KS / TS) F G G 1 1 2



A 1



A 2



B 1



B 2



C 1



D 1



D 2



D 3



E 1



E 2



H 1



H 2



I 1



J 1



J 2



K 1



K 2



L 1



L 2



M 1



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



K S S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



K S S



S



S



K S S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



K S S



S



K S S



S



K S K S K S K S K S K S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



K S S



S S



K S K S S



S



S



S



S



K S K S K S S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



K S



S



K S



S



K S



S



S



S



S



K S



S



S



S



S



S



S



S



S



K S



S



K S



S



S



S



S



Sumber : Hasil Analisa, 2009 Keterangan : S KS TS A1 A2 B1 B2 C1 D1 D2 D3 E1 E2 F1



: Setuju : Kurang Setuju : Tidak Setuju : Fasilitas yg representative untuk penunjang kegiatan perekonomian : Kemampuan masyarakat dalam menangkap peluang : Pendanaan dari APBD kurang : Pentingnya mendatangkan investor : Rendahnya ketersediaan lapangan kerja



G1



: Sistem persampahan



G2



: Keseimbangan antara kep.ekonomi dan ekologi : Optimalisasi potensi SDA : Kemampuan menangkap peluang : Partisipasi dalam tiap tahap pengembangan : Koordinasi intensif antar instansi terkait : Dukungan berupa fisik dan non fisik : pelatihan insidentil dan menyeluruh : Pembagian keuntungan secara adil : koordinasi dan transparansi antar dinas : Tidak adanya monitor dan evaluasi



H1 H2 I1



: Kesadaran mensejajarkan kepentingan ekonomi & ekologi : Aksesbilitas langsung Ngebel – Nganjuk & Ngebel - Madiun : Keterkaitan Ngebel & obyek wisata lain dalam satu paket wisata : Optimalisasi potensi kawasan : kepemilikan lahan oleh institusi yg berbeda



J1



: Penggunaan berbagai media & kesempatan untuk promosi



M1



J2 K1 L1 L2



Hasil Eksplorasi Faktor Penghambat Tahap III Setelah melakukan umpan balik pada tahap II dan mendapatkan informasi atau pendapat dari responden terhadap masing-masing faktor, selanjutnya dirangkum menjadi suatu kesimpulan. Dari kesimpulan terdapat faktor yang telah disepakati menjadi faktor penghambat dan faktor yang belum disepakati menjadi penghambat pengembangan kawasan wisata berbasis pembangunan berkelanjutan di kawasan wisata Telaga Ngebel Dari faktor yang belum disepakati oleh semua



5 responden, dilakukan pengolahan tahap III. Hasil pengolahan tahap III adalah sebagai berikut:



8. 9.



Tabel Hasil eksplorasi Faktor penghambat pengembangan kawasan wisata Telaga Ngebel Tahap II N



R



o



e



A



A



B



B



C



D



D



D



E



E



F



G



G



H



H



I



J



J



K



K



L



L



s



1



2



1



2



1



1



2



3



1



2



1



1



2



1



2



1



1



2



1



2



1



2



K



S



K



S



K



S



S



S



S



K



S



S



S



S



S



S



S



S



K



S



K



S



Faktor ( S / KS / TS)



p o d e n 1



BAP



S



S 2



Peru



3



Dina



K



S



K



S



K



S K



5



Toko



K



Kele



S



Kep



K



LSM



K



K



S



K



S



K



K



S



S



K S



S



S



S



K



S



S



S



S



K



K



S



K



K



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



K



S



S



S



K



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



S



K



K



S



S



S



S



S



S



S



S



K



S



S



S



S



S



S



S



S



S



K S



Keterangan :



A2 B1 B2 C1 D1 D2 D3 E1 E2 F1



: Setuju : Kurang Setuju : Tidak Setuju : Fasilitas yg representative untuk penunjang kegiatan perekonomian : Kemampuan masyarakat dalam menangkap peluang : Pendanaan dari APBD kurang : Pentingnya mendatangkan investor : Rendahnya ketersediaan lapangan kerja : Kesadaran mensejajarkan kepentingan ekonomi & ekologi : Aksesbilitas langsung Ngebel – Nganjuk & Ngebel - Madiun : Keterkaitan Ngebel & obyek wisata lain dalam satu paket wisata : Optimalisasi potensi kawasan : kepemilikan lahan oleh institusi yg berbeda : Penggunaan berbagai media & kesempatan untuk promosi



G1



: Sistem persampahan



G2



J2



: Keseimbangan antara kep.ekonomi dan ekologi : Optimalisasi potensi SDA : Kemampuan menangkap peluang : Partisipasi dalam tiap tahap pengembangan : Koordinasi intensif antar instansi terkait : Dukungan berupa fisik dan non fisik



K1



: pelatihan insidentil dan menyeluruh



L1 L2



: Pembagian keuntungan secara adil : koordinasi dan transparansi antar dinas : Tidak adanya monitor dan evaluasi



H1 H2 I1 J1



M1



Dari hasil wawancara, terdapat adanya saling keterkaitan antar faktor, Diantara faktor- faktor penyebab diatas, beberapa bisa digabungkan dalam satu faktor penyebab kurang berkembangnya kawasan wisata Telaga Ngebel berdasarkan konsep Pembangunan Berkelanjutan. Antara lain yakni: 1. Keterkaitan antara faktor A1 dan H2 2. Keterkaitan antara faktor D1 dan G2 3. Keterkaitan antara faktor E1 dan H1 4. Ketekaitan antara faktor J1 dan L2 Sehingga diantara faktor diatas, maka faktor A1, D1, E1 dan L2 dilengkapi agar bisa menangani faktorfaktor H2, G2, dan H1 dalam satu paket kajian penyelesaian. Sehingga faktor H1, H2, G2 dan L2 bisa dihilangkan dari jabaran faktor, karena secara materi telah terangkum dalam faktor penyebab kurang berkembangnya kawasan wisata Telaga Ngebel, yakni: 1. Pendapatan 2. Pendanaan 3. Linkage 4. Potensi kawasan dan Sumberdaya alam 5. Promosi 6. Dampak lingkungan 7. Partisipasi masyarakat



K



S



S S



K



S



S S



K



S



S S



S



Sumber : Hasil Analisa, 2009 S KS TS A1



S



S



S S



K S



S S



K



S



S



S



S S



S



S



S



S S



S



S



S S



S



S



S



S 6



S



S



S 4



S



K



K S



V. KESIMPULAN Dari hasil kajian di atas, maka dapat dilihat bahwa, memang masih banyak factor baik dari persepsi wisatawan maupun stakeholder yang menyebabkan kurang berkembangnya kawasan. Hal ini merupakan hal yang harus mendapat perhatian untuk kemudian ditemukan sebuah konsep K pendekatan penyelesaian yang tepat untuk mengembangkan S K kawasan wisata Telaga Ngebel dan secara tidak langsung S salah satu usaha untuk meningkatkan nilai K merupakan S Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Ponorogo. K M 1



S S



S S



Dukungan pemerintah Kelembagaan



K S



S



K S



VI. DAFTAR PUSTAKA 1) Gunn, Clare (1972), A Vacationscape; Designing Tourist Regions, Bureau of Business Research The University of Texas at Austin. 2) Gunawan, Myra P.Ir. (2002), Perencanaan Pariwisata dalam rangka Pengembangan Ekonomi Kota, Makalah, Forum URDI.