19 0 1 MB
BAB I Pendahuluan I.1
Latar Belakang Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Sampai saat ini penyakit TB merupakan penyakit infeksi menular yang masih menjadi masalah kesehatan global. World Health Organization (WHO) menyatakan,hampir 1/3 penduduk dunia telah terinfeksi oleh M. tuberculosis. Pada tahun 1993, tercatat sebanyak 8 juta kasus baru TB dengan angka kematian meningkat 2-3 juta manusia per tahun. Dilaporkan bahwa diseluruh dunia setiap 18 detik ada seseorang yang meninggal karena penyakit ini. TBC merupakan penyakit infeksi yang paling mematikan dan penyebab kematin nomor dua akibat penyakit infeksi tunggal, setelah penyakit jantung. Sebanyak 1,6 juta penduduk dunia meninggal akibat TB setiap tahunnya. Sedangkan pada tahun 2010, tercatat sebanyak 8,8 juta kasus baru TB (128 kasus per 100.000 penduduk) dan sebanyak 1,1 juta penduduk dunia meninggal akibat TB setiap tahunnya. Indonesia menduduki ranking keempat penyumbang TB di dunia diantara 22 negara dengan beban TB tinggi setelah India, Cina, dan Afrika Selatan. Sebagian besar penderita TB adalah penduduk usia produktif yaitu usia 15-55 tahun. Tingginya angka insiden TB paru pada usia tersebut merupakan ancaman serius penularan TB pada anak. Di Indonesia sendiri, angka insiden dan prevalens TB anak yang pasti masih belum tersedia. Menurut WHO, di dunia pada tahun 1998 sedikitnya 180juta anak dibawah 15 tahun terinfeksi TB dan 170.000 anak diantaranya meninggal. Prevalensi infeksi dan sakit TB anak lebih tinggi di negara berkembang karena upaya penanggulangan dan pencegahan TB anak yang masih kurang baik dibandingkan negara maju. Kegiatan investigasi TB anak masih jarang dilakukan karena diagnosis penyakit yang sulit ditegakkan.1,2
I.2
Masalah 1
I.2.1
Jumlah kasus baru penderita Tb di dunia adalah 8,8 juta kasus (128 kasus per 100.000 penduduk) di dunia.
I.2.2
Sebanyak 1,1 juta penduduk dunia meninggal akibat TB setiap tahunnya di dunia.
I.2.3
Di dunia pada tahun 1998 sedikitnya 180juta anak dibawah 15 tahun terinfeksi TB dan 170.000 anak diantaranya meninggal.
I.2.4
Indonesia menduduki ranking keempat penyumbang TB di dunia diantara 22 negara dengan beban TB tinggi setelah India, Cina, dan Afrika Selatan.
I.3
Tujuan Melakukan
studi
kasus
secara
professional
terhadap
kasus
tuberculosis yang ditangani puskesmasKlari I.4
Manfaat Manfaat dari studi kasus ini adalah: -
Melihat profil lingkungan dan hubungannya dengan prevalensi Tb. Melihat profil host dan hubungannya dengan prevalensi Tb. Mencari prioritas jalan keluar untuk mencegah meningkatnya angka kejadian Tb di Kecamatan Klari.
Bab II Tinjuauan Pustaka 2
II.1
Definisi Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. II.2
Penularan Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin
tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
Faktor yang
memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.Infeksi TB dibuktikan dengan
perubahan reaksi tuberkulin
negatif menjadi positif. Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi 3
sakit TB. Dengan arti 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk). HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler terjadi infeksi penyerta
(cellular immunity), sehingga jika
(oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang
bersangkutan akan menjadi sakit
parah bahkan bisa mengakibatkan
kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula. II.3
Patogenesis Infeksi primer Infeksi primer tejadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati system pertahanan mukosilier bronkus dan terus berjalan sehingga sampai alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dngan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
Tuberkulosis pasca primer (post primary TBC)
4
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan trjadinya kavitas atau efusi pleura.
II.4
Diagnosis Tuberkulosis Paru Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan klinik, radiologik dan pemeriksaan laboratorium. Gejala: Gejala klinik TB paru dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik dan gejala sistemik. -
Gejala Respiratorik: batuk ≥ 3 minggu, berdahak, batuk darah, sesak nafas,
-
nyeri dada Gejala Sistemik: demam, malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun Penderita dengan gejala tersebut dianggap sebagai curiga TB dan
harus diperiksakan dahaknya. Pemeriksaan sputum melalui 3 kali pengambilan yaitu: sewaktu, pagi, sewaktu dan pemeriksaan kuman BTA dilakukan dengan pengecatan Ziehl-Nielsen. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang akan dijumpai sangat tergantung luas dan kelainan struktural paru. Pada permulaan perkembangan penyakit umumnya tidak atau sulit sekali menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior, serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronchial, amforik, suara napas
5
melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum. Pemeriksaan radiologik Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. Pada pemeriksaan foto toraks tuberkulosis, dapat memberi bermacammacam bentuk (muniform). Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif
bayangan berawan/ nodular di semen apical dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah
kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
bayangan bercak milier
efusi pleura unilateral
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
klasifikasi atau fibrotik
kompleks ranke
fibrotoraks dan atau penebalan pleura (schwarte)
Destroyed Lung:
sulit untuk menilai aktivitas lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat biasanya secara klinis disebut destroyed lung
perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktivitas proses penyakit
6
Luas proses yang tampak pada foto toraks dapat dinyatakan seperti berikut:
Lesi minimal Bila proses mengenai sebahagian dari satu atau dua paru, dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrosternal junction dari tiga kedua dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V (sela iga II) dan tidak dijumpai kavitas.
Lesi luas Bila pross lebih luas dari lesi minimal
Pemeriksaan laboratorium A.
Pemeriksaan bakteriologik Pemeriksaan
baktriologik
untuk
menemukan
kuman
tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari sputum, bilasan bronkus, jaringan paru, cairan pleura dll. Macam-macam pemeriksaan bakteriologik adalah: -
Pemeriksaan: mikroskopik biasa pewarnaan Ziehl-Nielsen (BTA: batang tahan asam) pewarnaan Kinyoun Gabbet Cara pengambilan sputum 3x dikenal dengan sps: setiap pagi 3x berturut-turut atau dengan cara: 1. Spot (sputum sewaktu saat kunjungan) 2. Sputum pagi (keesokan harinya) 3. Spot (pada saat mengantarkan sputum pagi)
7
Interpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik: dengan bronkhorst 2x positif → Mikroskopik + 1x positif, 2x negative → ulang BTA 3x, bila 1x positif → mikroskopik + bila 3x negatif → mikroskopik –
B.
Pemeriksaan biakan kuman
metode konvensional -
Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh)
-
Agar base media: Middle brook
Pemeriksaan darah Hasil pemeriksaan darah kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua sangat dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan
penderita.
Demikian
pula
kadar
limfosit
bisa
mengambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderita yaitu dalam keadaan supresi atau tidak. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi
laju
endap
darah
yang
normal
tidak
menyingkirkan
tuberkulosis. Limfosit pun kurang spesifik. C.
Pemeriksaan histopatologi jaringan Bahan histologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi dengan TBLB (Trans Bronkial Lung Biopsi), TTB (Transtorakal biopsy), biopsy paru terbuka, biopsy pleura, biopsy kelenjar dan biopsy organ lain diluar paru. Dapat pula dilakukan aspirasi dengan jarum halus.Diagnosis pasti infeksi TB didapatkan bila pemeriksaan
8
histopatologi pada jaringan paru atau jaringan diluar paru memberikan hasil berupa granuloma dengan perkejuan. D.
Uji Tuberkulin Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik kurang berarti apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan sebelumnya atau bila kepositifan dari uji didapat besar sekali. Sebenarnya secara tidak langsung, reaksi yang ditimbulkan hanya menunjukkan gambaran reaksi tubuh yang analog dengan: a) reaksi peradangan dari lesi yang berada pada target organ yang terkena infeksi atau b) pada status respon individu yang tersedia bila menghadapi agent dari baksil tahan asam yang bersangkutan (M. Tuberkulosis).
II.5
Diagnose banding Diagnosis banding untuk Tuberkulosis paru adalah: - Pneumonia - Abses paru - Kanker paru - Aspirasi pneumonia
II.6
Klasifikasi TB Paru Kalsifikasi berdasarkan gejala klinik, radiologik, bakteriologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi tersebut digunakan untuk menetapkan strategi pengobatan dan penanganan pemberantasan penyakit TB.
9
TB Paru BTA positif yaitu: - dengan atau tanpa gejala - BTA positif: Mikroskopik ++ Mikroskopik +, biakan + Mikroskopik +, radiologik + - Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru
TB Paru BTA negatif - Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB paru aktif - Bakteriologik (sputum BTA): negatif - Mikroskopik -, biakan -, klinik dan radiologik +
Bekas TB Paru - Baktriologik (mikroskopik dan biakan) negatif - Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru yang ditinggalkan - Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, terlebih menunjukkan gambaran serial foto toraks yang sama/ tidak berubah. - Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih mendukung
II.7
Pengobatan TBC Pada anak biasanya ada terapi profilaksis sebagai berikut pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari. 1. Pencegahan (profilaksis) primer
10
Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+). INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-). Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada. 2. Pencegahan (profilaksis) sekunder Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC. Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan. Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu : o Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obatobat ini. o Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin. Pengobatan TBC pada orang dewasa
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3 Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada: o Penderita baru TBC paru BTA positif. o Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
11
Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3 Diberikan kepada: o Penderita kambuh. o Penderita gagal terapi. o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3 Diberikan kepada: o Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
Tabel 1: Ringkasan Paduan Obat Kategori (program)
Kasus
Fase inisial
Fase lanjutan
I
- TB paru BTA +, kasus baru
2 HRZE
4 HR atau 6HE
2HRZES/1HRZE
5 HRE
2 HRZE
4 HR atau 6HE
- TB paru BTA -, Lesi luas/ kasus berat - TB diluar paru yang berat II
- Kambuh - Gagal pengobatan (treatment after failure) - TB paru pengobatan ulang (treatment after default)
III
-TB Paru BTA(-) -TB Ekstra paru yang ringan
IV
MDR TB dan Kronik
Memiliki regimentasi dosis khusus
12
Dosis obat antituberkulosis (OAT)
Obat
Dosis harian (mg/kgbb/hari)
Dosis 2x/minggu (mg/kgbb/hari)
Dosis 3x/minggu (mg/kgbb/hari)
INH
5-15 (maks 300 mg)
15-40 (maks. 900 mg)
15-40 (maks. 900 mg)
Rifampisin
10-20 (maks. 600 mg)
10-20 (maks. 600 mg)
15-20 (maks. 600 mg)
Pirazinamid
15-40 (maks. 2 g)
50-70 (maks. 4 g)
15-30 (maks. 3 g)
Etambutol
15-25 (maks. 2,5 g)
50 (maks. 2,5 g)
15-25 (maks. 2,5 g)
Streptomisin
15-40 (maks. 1 g)
25-40 (maks. 1,5 g)
25-40 (maks. 1,5 g)
Pengobatan Tuberkulosis pada Keadaan Khusus
Wanita hamil Pada prinsipnya pengobatan TBC pada wanita hamil tidak berbeda dengan pengobatan TBC pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk wanita hamil, kecuaii streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada wanita hamil karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta, Keadaan ini akan mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkannya. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat
13
penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkannya terhindar dari kemungkinan penularan TBC.
Ibu menyusui dan bayinya Pada prinsipnya pengobatan TBC pada ibu menyusui tidak berbeda dengan . pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TBC harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TBC kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus menyusu. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat
badannya. Wanita penderita TBC pengguna kontrasepsi. Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikanKB, susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang wanita penderita TBC seyogyanya mengggunakan kontrasepsi non hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).
Penderita TBC dengan infeksi HIV/AIDS Prosedur pengobatan TBC pada penderita dengan infeksi HIV/AIDS adaiah sama seperti penderita TBC lainnya. ObatTBC pada penderita HIV/AIDS sama efektifnya
Penderita TBC dengan hepatitis akut Pemberian OAT pada penderita TBC dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan TBC sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dari Isoniasid (H) selama 6 bulan.
14
Penderita TBC dengan kelainan hati kronik Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan TBC. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali pengobatan dapat diteruskan dengan pengawasan ketat. Penderita dengan kelainan hati, Pirazinamid (Z) tidakboleh digunakan. Pada obat yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HE.S/10HE.
Penderita TBC dengan Diabetes Melitus Diabetesnya harus dikontrol. Perlu diperhatikin bahwa penggunaan Rifampisin akan mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosisnya perlu ditingkatkan. Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena mempunyai komplikasi terhadap mata. Kriteria sembuh - BTA mikroskopik negative 3 bulan berturut-turut sebelum akhir pengobatan yang adekuat - Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan (-) Evaluasi Penderita yang telah sembuh Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal 2 tahun setelah sembuh untuk mengetahui adanya kekambuhan. Yang dievaluasi adalah sputum BTA mikroskopik dan foto toraks. Sputum BTA mikroskopik 3,6,12 dan 24 bulan setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh.
II.8
Prognosis
15
Tergantung dari luasnya proses, saat mulainya pengobatan, patuh dan tidaknya penderita mengikuti aturan pemakaian obat dan cara-cara pengobatan yang digunakan. Tanpa pengobatan, setelah 5 tahun, 50% dari penderita TBC akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25% sebagai kasus kronik yang tetap menular (WHO, 1996).
II.9
DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) Pada pengobatan TB keteraturan berobat merupakan hal yang penting terutama untuk menghindari adanya resistensi terhadap OAT, salah satu cara mengatasi adalah dengan DOTS. Salah satu bagian dari DOTS tersebut adalah DOT (Directly Observed Treatment). Istilah ini diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka pendek ditetapkan hari oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). Tujuannya: Untuk mencapai angka kesembuhan yang tinggi, mencegah putus berobat, mengatasi efek samping obat jika timbul dan mencegah resistensi. Penderita berobat jalan: Pengawasan dilakukan: Langsung di depan dokter, Petugas kesehatan, Orang lain, Suami/ istri/ keluarga/ orang serumah
16
BAB III Metodologi III.1
Materi dan Metoda Studi kasus dilakukan dengan metoda kunjungan rumah dan kuesioner.
17
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Laporan Kunjungan Rumah Puskesmas Tgl kunjungan rumah
: Tempuran : 19 Desember 2015
Data riwayat keluarga : I.
II.
Identitas Pasien a. Nama b. Umur c. Jenis Kelamin d. Pekerjaan e. Pendidikan f. Alamat
: Tn. M : 47 tahun : Laki-laki : Petani : tidak sekolah : Desa Cikuntul , Tempuran
Riwayat Biologis Keluarga a. Keadaan kesehatan sekarang b. Kebersihan perorangan c. Penyakit yang sering diderita d. Penyakit keturunan e. Penyakit kronis/menular f. Kecacatan anggota keluarga g. Pola makan h. Pola istirahat i. Jumlah anggota keluarga
: : : : : : : : :
berat kurang baik batuk hipertensi TBC tidak ada sedang baik 6 orang
18
III.
IV.
V.
VI.
VII.
Psikologis Keluarga a. Kebiasaan buruk b. Pengambilan keputusan c. Ketergantungan obat d. Tempat mencari pelayanan kesehatan e. Pola rekreasi
: : : : :
Merokok Diri sendiri Tidak ada Puskesmas dan Bidan desa Kurang
Keadaan Rumah/ Lingkungan a. Jenis bangunan b. Lantai rumah c. Luas rumah d. Penerangan e. Kebersihan f. Ventilasi g. Dapur h. Jamban keluarga i. Sumber air minum j. Sumber pencemaran air k. Pemanfaatan pekarangan l. Sistem pembuangan air limbah m. Tempat pembuangan sampah n. Sanitasi lingkungan
: : : : : : : : : : : : : :
Spiritual Keluarga a. Ketaatan beribadah b. Keyakinan tentang kesehatan
: Baik : Kurang
Semi permanen Tanah 32m2 (4m X 8m) Kurang Kurang Kurang Ada Ada Air sumur yang di masak Ada Tidak ada Tidak ada ada Buruk
Keadaan Sosial Keluarga a. Tingkat pendidikan b. Hubungan antar anggota keluarga c. Hubungan dengan orang lain d. Kegiatan organisasi sosial e. Keadaan ekonomi
: : : : :
Kultural Keluarga a. Adat yang berpengaruh b. Lain-lain
:Sunda :Tidak ada
Rendah Baik Baik Sedang Kurang
VIII. Daftar Anggota Keluarga
1
2 19
3 4 5
: Laki-laki : Perempuan
No
Nama
1 2 3 4 5
Tn. M Ny. H Ny. S Tn. C Ny. K
Hub dgn KK KK Istri Ibu Anak Menantu
IX. X. XI.
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Agama
47 th 45 th 84 th 29 th 26 th
Tidak sekolah Tidak sekolah Tidak sekolah Tamat SD Tamat SD
Petani Petani Tidak bekerja Petani Tidak bekerja
Islam Islam Islam Islam Islam
Keadaan kesehatan Sakit Baik Sakit Baik Baik
Keadaan gizi
Imunisasi
Cukup Kurang Cukup Cukup
Tidak ingat Tidak ingat Tidak ingat Tidak lengkap
Keluhan Utama Batuk lama Keluhan Tambahan Meriang dan tidak napsu makan, berat badan menurun, sering nyeri kepala Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengalami batuk sudah lebih 2 bulan pasien mengeluhkan batuk bersifat berdahak yang lalu. pasien mengeluh batuk-batuk yang tidak kunjung sembuh sejak ± 1 bulan yang lalu. Batuk-batuk dirasakan pasien sepanjang hari, dan mengeluarkan dahak. Dahak berwarna keputihan. Pasien sering membuang dahak di wadah plastik, namun bila sedang di luar rumah pasien membuang dahak dimanapun. Pasien jarang menutup mulut saat batuk. Pasien mengeluh sering merasakan meriang, meriang terutama saat menjelang sore hari. Pasien juga menjadi tidak nafsu makan, dan berat badannya menurun. Pasien tetap memaksakan dirinya untuk makan. Saat ini pasien hanya minum obat yang dibeli di warung, namun tetap tidak membaik. Sejak 1 minggu yang lalu pasien batuk dan mengeluarkan darah. Darah berwarna merah segar, darah hanya berupa bercak. Namun ia belum memeriksakan kesehatannya. Karena tidak ada akomodasi untuk pergi ke
20
puskesmas namun pasien sudah disarankan untuk berobat ke puskesmas Tempuran Riwayat Penyakit Dahulu Tidak ada XII.
Pemeriksaan Fisik STATUS GENERALIS - Keadaan Umum - Kesadaran - Keadaan gizi - Tekanan Darah - Nadi - Pernapasan - Suhu - Berat badan - Tinggi badan
: tampak sakit sedang : compos mentis : Kurang : 160/ 80 mmHg : 88 kali / menit : 24 kali / menit : 37,0o C :43 kg :155 cm
KEPALA -
Bentuk
: Bulat, simetris
-
Rambut
: Hitam beruban tidak mudah dicabut
-
Kulit
: Tak tampak kelainan
-
Mata
: Konjungtiva tidak anemis
-
Telinga
:Bentuk normal, simetris, liang sempit, serumen (-/-), sekret (-/-)
-
Hidung
: Bentuk normal, septum deviasi (-), sekret (-)
-
Mulut
: Bibir tidak tampak kering, lidah kotor (-), tonsil T1T1 tenang, faring tidak hiperemis
LEHER -
Bentuk
: Simetris
-
Trakhea
: Lurus di tengah
-
KGB
: Tidak teraba membesar
21
THORAKS - Bentuk -
: Tampak simetris
Retraksi
: Retraksi intercostal (-), retraksi suprasternal (-),
retraksi substernal (-).
JANTUNG -
Inspeksi : Iktus kordis terlihat pada sela iga IV garis midclavicula sinistra Palpasi: Iktus kordis teraba sela iga IV garis midclavicula sinistra Perkusi: Batas atas sela iga II ga ris parasternal sinistra Batas jantung kanan sela iga IV garis parasternal dextra Batas jantung kiri sela iga IV garis midclavicula sinistra
-
Auskultasi: Bunyi jantung I-II murni, murmur (-), gallop (-)
PARU ANTERIOR
POSTERIOR
KIRI
KANAN
KIRI
KANAN
Inspeksi
Pergerakan pernafasan simetris
Pergerakan pernafasan simetris
Pergerakan pernafasan simetris
Pergerakan pernafasan simetris
Palpasi
Fremitus taktil = kanan
Fremitus taktil = kiri
Fremitus taktil = kanan
Fremitus taktil = kiri
Perkusi
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Auskultasi
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
vesikuler
Ronkhi (-/-)
Ronkhi (-/-)
Ronkhi (-/-)
Ronkhi (+/+)
Wheezing (-/-)
Wheezing (-/-)
Wheezing (-/-)
Wheezing (-/-)
ABDOMEN -
Inspeksi
: Datar, simetris
-
Palpasi
: Lien dan hepar tak teraba membesar.
-
Perkusi
: Timpani diseluruh bagian abdomen.
-
Auskultasi
: Bising usus (+) normal.
22
EKSTREMITAS Akral teraba hangat di semua ekstremitas. Udem tidak ada Tonus: normotonus Massa
: normal
Sendi
: normal
XIII. Diagnosis Penyakit TB Paru
XIV. Diagnosis Keluarga Dalam keluarga tidak ada yang batuk-batuk seperti pasien. XVI. Anjuran Penatalaksanaan penyakit : Promotif : Puskesmas memberikan penyuluhan dan pengertian kepada pasien tentang penyakit TB, penularan TB yang agar dapat dicegah dan selain itu mengenai cara minum obat, komplikasi penyakit, serta
penyuluhan tentang tanda-tanda bahaya yang harus langsung dirujuk. Preventif : Mencegah penularan terhadap orang-orang sekitar. Disini etika batuk dan etika membuang dahak sangat penting diutarakan sebagai public health management. Pemakaian masker penting agar ketika batuk, kuman dalam droplet tidak menularkan orang lain. Ketika membuak dahak, jangan sembarangan karena kuman dapat terbang ketika dahak mongering. Tenaga kesehatan menjelaskan agar ketika membuang dahak harus ditampung di sebuah gelas dan dicampurkan dengan lisol atau
karbol. Kuratif:
- 2HRZE/4H3R3 - Vitamin B6 Rehabilitatif: - Istirahat yang cukup - Makan makanan bergizi
23
XV. Prognosis Penyakit : Keluarga : Masyarakat
dubia ad Bonam dubia ad Bonam : dubia ad Bonam
XVI. Resume Dari hasil pemeriksaan saat kunjungan rumah pada tanggal 19 Desember 2015, didapatkan bahwa pasien menderita TB. Pasien berusia 47 tahun. Pasien dan keluarganya mempunyai kesadaran yang baik akan kesehatan, perhatian akan kesehatan juga baik dilihat dari kesadaran mencari pertolongan ke Bidan kemudian mau langsung dirujuk ke puskesmas ketika sakit. Rumah pasien tergolong rumah yang kurang sehat dilihat ventilasi kurang sehingga pertukaran udara sulit terjadi. Penerangan cahaya kurang, baik dari lampu maupun dari matahari. Sinar matahari sulit masuk ke dalam rumah karena ventilasi tertutup. Kebersihan rumah pasien kurang. Terdapat daur di dalam rumah dan cukup layak. Kamar mandi terletak diluar rumah dan jamban kurang layak berada di samping irigasi. Pasien mencuci piring di dengan mengunakan air sumur.Pasien dan keluarganya menggunakan air sumur sebagai sumber air minum dan mandi.. Sistem pembuangan sampah dan air limbah tidak jelas. Rumah pasien tidak terdapat pekarangan yang dapat dimanfaatkan. Ditinjau dari spiritual keluarga keluarga pasien merupakan keluarga yang taat beribadah dimana pasien dan keluarganya beragama Islam. Keluarga pasien juga keluarga merupakan yang sehat dan tidak mengidap penyakit apapun baik yang diderita secara perorangan maupun yang memungkinkan untuk diturunkan. Saat ini kondisi pasien kurang baik.
24
Daftar Pustaka 1. Istiantoro YH, Setiabudy R. Farmakologi dan terapi.Edisi V. Jakarta:Balai Penerbit FKUI;2009.h.613-33. 2. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcelius SK, Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2006 3. Sutedjo AY. Mengenal penyakit melalui hasil pemeriksaan laboratorium. Yogyakarta: Amara books; 2009 h.116
25
LAMPIRAN
26
27
28