Fermentasi Tempe [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fermentasi Arti kata fermentasi selama ini berubah-ubah. Kata fermentasi berasal dari Bahasa Latin “fervere” yang berarti merebus (to boil). Arti kata dari bahasa latin tersebut dapat dikaitkan dengan kondisi cairan bergelembung atau mendidih. Keadaan ini disebabkan adanya aktivitas oleh ragi pada ekstraksi buah-buahan atau biji-bijian. Gelembung-gelembung karbon dioksida dihasilkan dari katabolisme anaerobik terhadap kandungan gula. Fermentasi mempunyai arti yang berbeda bagi ahli biokimia dan mikrobiologi industri. Arti fermentasi pada bidang biokimia dihubungkan dengan pembangkitan energi oleh katabolisme senyawa organik. Pada bidang mikrobiologi industri, fermentasi mempunyai arti yang lebih luas, yang menggambarkan setiap proses untuk menghasilkan produk dari pembiakan mikroorganisme (Septi, 2013). Fermentasi adalah reaksi disimilasi anaerobik senyawa-senyawa organik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme atau ekstrak dari sel-sel tersebut. Oleh karena itu mikroorganisme adalah kunci keberhasilan atau kegagalan suatu fermentasi, dimana jenis dan jumlah hasil fermentasi tergantung dari jenis mikroorganisme dan perlakuannya. Dari ribuan jenis spesies mikroorganisme yang mampu melakukan proses fermentasi hanya beberapa puluh saja yang dipilih untuk digunakan dalam industri, yakni yang memiliki keunggulan-keunggulan yang diperlukan untuk berhasilnya suatu proses fermentasi. Makanan yang mengalami fermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang tinggi daripada bahan asalnya. Tidak hanya disebabkan karena mikroba bersifat katabolik atau memecah komponen yang komplek menjadi zat-zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna, tetapi mikroba juga dapat mensintesa beberapa vitamin yang kompleks. Melalui fermentasi juga dapat terjadi pemecahan oleh enzim-enzim tertentu terhadap bahan-bahan yang tidak dapat dicerna oleh manusia (Doloksaribu, 2010). Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen) maupun aerob. Secara umum, Fermentasi adalah salah satu bentuk



respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Fermentasi dapat diartikan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri, khamir dan jamur. Contoh perubahan kimia dari fermentasi meliputi pengasaman susu, dekomposisi pati dan gula menjadi alkohol dan karbondioksida, serta oksidasi senyawa nitrogen organik. Proses fermentasi lebih dari 3 hari terjadi perombakan gula menjadi alkohol, akan dapat menyebabkan minuman sari buah beralkohol. Pada proses fermentasi melibatkan beberapa enzim yang dikeluarkan oleh kapang, sehingga jumlah sel kapang yang hidup paling tinggi terdapat pada lama fermentasi 3 hari dan semakin lama fermentasi aktivitas kapang semakin menurun. Lamanya proses fermentasi tergantung kepada bahan dan jenis produk yang akan dihasilkan. Proses pemeraman singkat (fermentasi tidak sempurna) yang berlangsung sekitar 1-2 minggu dapat menghasilkan produk dengan kandungan etanol 3-8 %. Contohnya adalah produk bir. Sedangkan proses pemeraman yang lebih panjang (fermentasi sempurna) yang dapat mencapai waktu bulanan bahkan tahunan seperti dalam pembuatan anggur dapat menghasilkan produk dengan kandungan etanol sekitar 7-18 %. (Juwita, 2012). 2.2 Tempe Tempe merupakan bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya menggunakan jamur Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae. Tempe umumnya dibuat secara tradisional dan merupakan sumber protein nabati. Di Indonesia pembuatan tempe sudah menjadi industri rakyat. Tempe mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat, dan mineral. Beberapa penelitian menunjukkanbahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh.Hal ini dikarenakan kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicernaoleh manusia (Dwinaningsih, 2010). Proses pembuatan tempe adalah proses peragian (fermentasi) oleh kapang Rhizopus sp, yaitu R. orizae, R. chlamidosporus. Spora kapang ini tumbuh pada kedelai dan membentuk benang-benang (miselium) yang mengikat biji-biji satu dengan lain sehingga didapatkan massa yang kompak. Selama waktu inkubasi,



Rhizopus sp yang digunakan adalah yang terdapat pada tempe yang sudah jadi atau bekas pembungkusnya (Julianti, 2010). 2.2.1 Kandungan Tempe Berdasarkan beberapa hasil pengujian dan penelitian terhadap tempe, para ahli menyimpulkan bahwa tempe memiliki khasiat terhadap kelangsungan kesehatan tubuh sebagai berikut: 1. Tempe mengandung antibiotik alami yang dapat melindungi usus dan memperbaiki sistem pencernaan yang disebabkan diare pada balita. 2. Tempe dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan dapat membuat awet muda karena mengandung senyawa isoflavon yang mempunyai daya proteksi terhadap sel hati dan mencegah penyakit jantung. 3. Tempe dapat melangsingkan tubuh karena dapat menghindari terjadinya penimbunan lemak dalam rongga perut, ginjal dan di bawah kulit perut. 4. Tempe mengandung asam lemak esensial yang bermanfaat untuk mencegah timbulnya penyakit jantung koroner, hipertensi, dan kanker (Irdawati, 2012). 2.3 Bahan 2.3.1 Kacang Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antar negara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedalai juga ikut tersebar ke berbagai negara tujuan perdagangan tersebut, yaitu Jepang, Korea, Indonesia, India, Australia, dan Amerika. Kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16. Awal mula penyebaran dan pembudidayaan kedelai yaitu di Pulau Jawa, kemudian berkembang ke Bali, Nusa Tenggara, dan pulau-pulau lainnya. Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan Soja max. Namun pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill (Irwan, 2006). Kedelai (G. max L.) dapat dibudidayakan di daerah katulistiwa sampai letak lintang 55º U atau 55º S dan pada ketinggian sampai 2000 m di atas permukaan



laut. Suhu di bawah 20 ºC dan di atas 32 ºC dapat mengurangi munculnya bunga dan terbentuknya polong, suhu ekstrim di atas 40 ºC akan merusak produksi biji. Ketersediaan air juga sangat penting bagi kedelai. Penyerapan air oleh kedelai mencapai 7,6 mm/hari sehingga untuk panen yang baik diperlukan curah hujan 500 mm/tahun. Cekaman kekeringan pada masa pembungaan akan mengurangi pembentukan polong sehingga akan mengurangi produksi, tetapi pengurangan produksi lebih terpengaruh jika cekaman kekeringan terjadi pada tahap pengisian polong dari pada tahap pembungaan (Rofiah, 2010). Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50, bahkan ratusan. Di dalam polong terdapat biji yang berjumlah 2-3 biji. Setiap biji kedelai mempunyai ukuran bervariasi, mulai dari kecil (sekitar 79 g/100 biji), sedang (10-13 g/100 biji), dan besar (>13 g/100 biji). Bentuk biji bervariasi, tergantung pada varietas tanaman, yaitu bulat, agak gepeng, dan bulat telur. Namun demikian, sebagian besar biji berbentuk bulat telur. Biji kedelai terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu kulit biji dan janin (embrio). Pada kulit biji terdapat bagian yang disebut pusar (hilum) yang berwarna coklat, hitam, atau putih. Pada ujung hilum terdapat mikrofil, berupa lubang kecil yang terbentuk pada saat proses pembentukan biji. 8 warna kulit biji bervariasi, mulai dari kuning, hijau, coklat, hitam, atau kombinasi campuran dari warna-warna tersebut. Biji kedelai tidak mengalami masa dormansi sehingga setelah proses pembijian selesai, biji kedelai dapat langsung ditanam. Namun demikian, biji tersebut harus mempunyai kadar air berkisar 12-13 %.



Gambar 2.1 Kacang Kedelai (Irwan, 2006)



2.4 Aplikasi Pembuatan Tempe “Karakteristik Kimia dan Sensori Tempe dengan Variasi Bahan Baku Kedelai/Beras dan Penambahan Angkak serta Variasi Lama Fermentasi” Tempe merupakan bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya menggunakan jamur Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae. Tempe umumnya dibuat secara tradisional dan merupakan sumber protein nabati. Tempe mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat, dan mineral. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh. Hal ini dikarenakan kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Dalam beberapa tahun belakangan ini produksi kedelai terus merosot, sedangkan kebut uhan terhadap kedelai masih relatif besar. Kebutuhan kedelai dalam negeri terhadap kedelai sebesar 2 juta ton/tahun, sebanyak 1,4 juta ton dipenuhi dari impor. Harga kedelai dunia melonjak hingga di atas 100 % dari normalnya Rp 2.500,00 per kg (Agustus-September 2007) dan harga kedelai menjadi Rp 7.500,00 per kg (Awal Januari 2008). Oleh karena harga kedelai yang tinggi, masih impor dan juga telah adanya jenis tempe non leguminosa yang salah satunya adalah tempe campuran beras, maka untuk mengurangi konsumsi terhadap kedelai perlu adanya modifikasi bahan baku dalam pembuatan tempe. Modifikasi yang dilakukan dalam pembuatan tempe yaitu dengan menambahkan bahan dari jenis serealia seperti beras. Penambahan beras ini diharapkan dapat mengurangi proporsi konsumsi terhadap kedelai. Untuk menambah khasiat dalam tempe, dapat pula dilakukan suatu inovasi yaitu salah satunya dengan penambahan angkak. Penambahan angka ini diharapkan dapat meningkatkan kandungan



zat



gizi



(Dwinaningsih, 2010).



dan



sebagai



pewarna



alami



dalam



tempe



tersebut



Mulai Biji Kedelai sebanyak 2 kg dicuci



Beras Pera 1,5 kg dicuci



Biji Kedelai 2 kg dikukus selama 30 menit pada suhu 100 ℃



Beras Pera direndam selama ± 12 jam



Direndam kedelai selama ± 24 jam



Beras Pera ditiriskan



Biji Kedelai ditiriskan, dicuci dan dibelah



Beras Pera dikukus setengah matang pada suhu 100 ℃ selama 5-10 menit



Biji Kedelai direbus kembali pada suhu 100 ℃ selama 20-30 menit



Beras Pera didinginkan



Biji kedelai ditiriskan dan didinginkan sampai suhu 30 ℃ Dicampur biji kedelai dengan beras pera dengan perbandingan 100/30 %; 60/40 % ; 50/50 % ; 40/60 %. Diinokulasi dengan ragi tempe secara merata Diaduk supaya tercampur merata Kedelai dan beras dibungkus dengan daun pisang dan difermentasi selama 30, 36, 40, dan 48 jam pada suhu kamar



A



Ditambahkan angkak merah bubuk dengan konsentrasi 2 %



A



Dilakukan analisa karakteristik kimia dan sensoris pada tempe yang telah terbentuk dengan baik Selesai Gambar 2.1 Flowchart Karakteristik Kimia dan Sensori Tempe dengan Variasi Bahan Baku Kedelai/Beras dan Penambahan Angkak serta Variasi Lama Fermentasi (Dwinaningsih, 2010)