Filsafat Empirisme, Positivisme Dan Pragmatisme [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Filsafat Empirisme,Positivisme,Pragmatisme Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas dalam Mata Kuliah FILSAFAT UMUM Dipresentasikan pada tanggal 28 April 2020 Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Semester II(Dua) Tahun Akademik 2020/2021 Dosen : Dr. Akhmad Roziqin, M.Ag.



Oleh Alpi Syaban Husaeni Nim:21030803191011 Nida Hanifah Nim : 21030803191007



FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG 2020/2021 1 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



BAB I PENDAHULUAN



A.



Latar Belakang Secara etimologis, Filsafat diambil dari Bahasa Arab



yaitu Falsafah yang mana pula berakar dari bahasa Yunani yaitu Philosophia, sebuah kata majemuk yang berasal dari kata philos yang memiliki arti cinta atau suka , dan kata shopia yang artinya bijaksana. Dengan demikian, secara etimologis kata Filsafat memberikan pengertian cinta kebijaksanaan. Sedangkan orangnya dapat disebut sebagai philosopher atau failasuf. Para filsuf alam mengemukakan pandangannya tentang dasar atau asal mula segala sesuatu atau peristiwa yang terdapat dalam alam ini. Asal atau dasar segala sesuatu ialah air menurut Thales, udara menurut Anaximenes, api menurut Herakleitos, bilangan atau angka pendapat Phytagoras, atom-atom dan ruang kosong menurut pendapat Leukippor dan Demokritos, dan 2 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



terjadinya percampuran antara empat unsur utama (udara, api, air, dan tanah) yang memiliki sifat yang berbeda menurut pendapat Empedokles. Pandangan lain dikemukakan oleh tiga orang filsuf besar, yaitu Socrates, Plato, dan Aristoteles. Bagi Socrates yang merupakan asas hidup manusia adalah jiwa. Plato berpendapat bahwa ide merupakan dasar dari segala realitas yang tampak, sedangkan Aristoteles mengemukakan pentingnya logika bagi perkembangan pemikiran manusia menuju kebenaran Secara terminologis, menurut Immanuel Kant (1724-1804 M) yang sering dijuluki raksasa pemikir barat, mengatakan bahwa Filsafat merupakan ilmu pokok yang merupakan dasar dari semua pengetahuan dalam meliput isu-isu epistemologi (filsafat pengetahuan). Ilmu pokok dari segala pengetahuan yang meliputi empat persoalan, yaitu: Apakah yang dapat kita ketahui ? pertanyaan ini dijawab oleh Metafisika (memahami segala sesuatu yang dilihat dari penyebabnya)



3 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



Apakah yang dapat kita kerjakan ? pertanyaan ini dijawab oleh Etika Sampai dimanakah pengharapan kita ? pertanyaan ini dijawab oleh Agama Apakah manusia itu ? pertanyaan itu dijawab oleh Antropologi. Di pokok pembahasan terdahulu, kita telah mendapat penjelasan bagaimana pemikiran dan pandangan para ahli filsafat Barat. Dalam perkembangannya kemudian timbullah pandangan-pandangan atau aliran-aliran yang menjadi dasar atau landasan teori untuk melakukan suatu tindakan atau suatu sikap hidup seseorang. Maka dari itu, kita akan diajak untuk mempelajari tentang beberapa pandangan dalam filsafat. Hal ini amat penting untuk membantu memperkuat wawasan kita mengenai filsafat ilmu. Perlu kita sadari bahwa dalam mengkaji dan mengembangkan ilmu, termasuk melaksanakan praktik keguruan dan pendidikan, aliran-aliran atau pandangan-pandangan dalam filsafat memberikan landasan untuk bersikap dan bertindak profesional. 4 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



Oleh karena itu, kita diharapkan mempelajari secara seksama beberapa pandangan filsafat seperti materi yang akan disampaikan



B.



Rumusan Masalah



1.



Apakah yang dimaksud dengan Empirisme dan siapa



sajakah tokoh yang terlibat dalam aliran tersebut 2.



Apakah yang dimaksud dengan Posivisme dan siapa



sajakah tokoh yang terlibat dalam aliran tersebut 3.



Apakah yang dimaksud dengan pragmatisme dan siapa



sajakah tokoh yang terlibat dalam aliran tersebut



5 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



C.



Tujuan



1.



Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Empirisme



dan siapa sajakah tokoh yang terlibat dalam aliran tersebut 2.



Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Posivisme



dan siapa sajakah tokoh yang terlibat dalam aliran tersebut 3.



Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan



pragmatisme dan siapa sajakah tokoh yang terlibat dalam aliran tersebut



6 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



BAB II LANDASAN TEORI



A.



Empirisme 1.



Pengertian Empirisme



Secara etimologi, Empirisme berasal dari bahasa yunani yaitu empiria yang berarti pengalaman indrawi. Oleh karena itu objek yang diperoleh dari pengalaman tersebut diolah oleh akal, Karena menurut penganut aliran ini, pengalamanlah yang memberikan kepastian yang diambil dari dunia fakta. Penganut empirisme mengatakan bahwa pengalaman tidak lain akibat suatu objek yang merangsang alat-alat indrawi, yang kemudian dipahami di dalam otak, dan akibat dari rangsangan tersebut terbentuklah tanggapan-tanggapan mengenai objek telah merangsang alat-alat indrawi tersebut. Empirisme memegang peranan yang amat penting bagi pengetahuan. Penganut aliran 7 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



ini menganggap pengalaman sebagi satu-satunya sumber dan dasar ilmu pengetahuan. Pengalaman indrawi sering dianggap sebagai pengadilan yang tertinggi. Namun demikian, aliran ini banyak memiliki kelemahan sebagai berikut : a.



indra sifatnya terbatas,



b.



indra sering menipu,



c.



objek juga menipu, seperti ilusi/fatamorgana, dan



d.



indra dan sekaligus objeknya. Jadi, kelemahan empirisme ini karena keterbatasan indra



manusia sehingga muncullah aliran rasionalisme yang bertentangan dengan empirisme. Dengan demikian, kebenaran yang diperoleh bersifat a posteriori yang berarti setelah pengalaman (post to experience). Paham empirisme banyak mempengaruhi perkembangan metode penelitian diberbagai disiplin ilmu. Paham ini bahkan dianggap sebagai awal digunakannya prosedur ilmiah di dalam penemuan pengetahuan, karena sesungguhnya hakikat ilmu 8 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



pengetahuan adalah pengamatan , percobaan, penyusunan fakta dan penarikan kesimpulan/ hukum-hukum (sudarno, 2001).



2.



Sejarah Perkembangan Empirisisme



Sejak zaman Yunani Kuno, selain para pemikir yang menggunakan nalarnya dalam menemukan kebenaran (dikenal sebagai penganut paham rasionalisme), sudah ada juga pemikir yang lebih mempercayai inderanya, yang mencoba menemukan pengetahuan yang benar atas dasar pengalaman. Mereka inilah kemudian dikenal sebagai penganut paham empirisisme. Salah seorang tokoh empirisisme pada masa itu adalah Demokritos (460 SM - 370 SM), yang berperan penting di dalam perkembangan teori atom di alam semesta ini (Nasoetion,1988). Istilah empirisisme sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu en di dalam dan peira (suatu percobaan). Dari makna awal itu kemudian empirisisme diartikan sebagai suatu cara menemukan pengetahuan berdasarkan pengamatan dan percobaan (Nasoetion, 1988). Suatu pernyataan dianggap benar 9 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



apabila isi yang dikandungnya memiliki manifestasi empiris, yaitu perwujudan nyata di dalam pengalaman. Atau dengan kata lain, pengalaman inderawi dianggap menjadi sumber utama pengetahuan atau kebenaran. Di dalam perjalanannya, aliran ini tercatat mempunyai akselerasi perkembangan yang pesat pada abad ke-17 dan 18 khususnya di dataran Inggris dan sekitarnya. Pemicu perkembangan empirisisme yang meluas itu adalah karena ada kekecewaan, khususnya di kalangan pemikir, terhadap aliran rasionalisme yang memang telah berkembang terlebih dahulu. Beberapa kritikan yang ditujukan atas rasionalisme adalah (Honer dan Hunt, 1985): a. pengetahuan rasional dibentuk oleh ide yang abstrak – tidak dapat dilihat atau diraba, sehingga belum dapat dikuatkan oleh semua manusia dengan keyakinan yang sama. Bahkan di kalangan tokoh rasionalis sendiri terdapat perbedaan yang nyata mengenai kebenaran dasar yang menjadi landasan dalam menalar.



10 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



b. banyak kalangan yang menemukan kesukaran dalam menerapkan konsep rasional ke dalam masalah kehidupan yang praktis, karena paham ini cenderung meragukan bahkan menyangkal sahnya pengalaman inderawi untuk memperoleh pengetahuan. c. rasionalisme dianggap gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan pengetahuan manusia selama ini. Banyak ide yang tampaknya sudah mapan pada satu waktu bisa berubah drastis pada waktu yang lain, misalnya ide tentang sistem tatasurya. Kritik-kritik yang muncul semacam di atas itulah yang kemudian mendorong beberapa pemikir pada masa itu untuk ‘berpaling’ dan menyuburkan kembali paham empirisisme yang sempat surut pada masa sebelumnya. Para tokoh empirisisme tersebut (dikenal juga sebagai kaum empiris), menolak kebenaran berdasarkan pengetahuan yang mengabaikan pengalaman sekarang atau pengalaman yang akan datang. Mereka juga menyangkal pengetahuan yang berdasarkan intuisi atau pengetahuan bawaan. Menurut kaum empiris ini, 11 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



pengetahuan yang paling jelas dan sempurna adalah pencerapan inderawi yang berarti tidak hanya melihat, meraba, mendengar atau mencium, tetapi juga semacam indera batin (daya ingat, kesadaran). Mereka berpendapat bahwa akal budi hanyalah memadukan pengalaman-pengalaman inderawi (Ensiklopedi Nasional, 1980).



3. Tokoh-tokoh Empirisisme a. Francis Bacon de Verulam (1561-1626) Perintis empirisisme di abad pertengahan ini mengatakan bahwa pengetahuan akan maju jika menggunakan cara kerja yang baik, yaitu melalui pengamatan, pemeriksaan, percobaan, pengaturan dan penyusunan. b. Thomas Hobes (1588-1679) Berpandangan lebih jelas, yaitu bahwa pengalaman adalah permulaan, dasar segala pengenalan. Pengenalan



12 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



intelektual tidak lebih dari perhitungan, penggabungan data inderawi dengan cara berbeda-beda. c. John Locke (1632-1704) Menegaskan bahwa pengalaman adalah satusatunya sumber pengenalan. Akal budi manusia sama sekali tidak dibekali oleh ide bawaan. Akal manusia bagai sehelai kertas putih kosong yang akan terisi dan ditulisi dengan pengalaman inderawi. Ia juga membedakan antara pengalaman lahiriah dan batiniah. d. George Berkeley (1685-1753) Seorang filsuf Irlandia yang mengungkapkan “idealisme pengamatan”, artinya segala pengetahuan manusia didasarkan atas pengamatan. Karena pengamatan itu selalu bersifat konkret, maka anggapan umum sama sekali tidak ada. Dunia luar tergantung sepenuhnya pada pengamatan subjek yang mengamati. Berkeley terkenal dengan ungkapannya “esse est percipi”, sesuatu ada karena diamati. e. David Hume (1711-1776) 13 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



pencetus empirisisme radikal, yang juga dianggap sebagai puncak empirisisme. Hume sangat kritis terhadap masalah pengenalan dan pengetahuan manusia, sehingga ia sampai padakesimpulan yang menolak substansi dan kausalitas (setiap perubahan karena sesuatu).



4. Karakter Empirisisme Secara lebih detail, paham empirisisme dapat diindikasikan oleh pemikiran sebagai berikut (Sudaryono, 2001): a. Dunia merupakan suatu keseluruhan sebab akibat. b. Perkembangan akal ditentukan oleh perkembangan pengalaman empiris (sensual). c. Sumber pengetahuan adalah kebenaran yang nyata (empiris) d. Pengetahuan datang dari pengalaman (rasio pasif waktu pertama kali pengetahuan didapatkan) e. Akal tidak melahirkan pengtahuan dari dirinya sendiri 14 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



f. Mengajukan kritik terhadap rasionalisme yang dianggap tidak membawa kemajuan apapun. g. Asas filsafatnya bersifat praktis (bermanfaat) h. Awal digunakannya prosedur ilmiah dalam penemuan pengetahuan, karena sesungguhnya hakikat ilmu pengetahuan itu adalah pengamatan, percobaan, penyusunan fakta, dan penarikan hukum- hukum umum. i. Metode yang dipakai adalah metode induktif. Sementara menurut Honer dan Hunt (1985), aspek-aspek empirisisme adalah: a. adanya perbedaan antara yang mengetahui (subjek) dan yang diketahui (objek). Terdapat alam nyata yang terdiri dari fakta atau objek yang dapat ditangkap oleh seseorang. b. kebenaran atau pengujian kebenaran dari objek tersebut didasarkan pada pengalaman manusia. Bagi kaum empiris, pernyataan tentang ada atau tidaknya sesuatu harus memenuhi persyaratan pengujian publik. 15 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



c. adanya prinsip keteraturan. Pada dasarnya alam adalah teratur. Dengan melukiskan bagaimana sesuatu telah terjadi di masa lalu, atau dengan melukiskan bagaimana tingkah laku benda-benda yang sama pada saat ini, apa yang akan terjadi pada objek tersebut di masa depan akan bias diprediksikan. d. adanya prinsip keserupaan, berarti bahwa bila terdapat gejalagejala yang berdasarkan pengalaman adalah identik atau sama, maka ada jaminan untuk membuat kesimpulan yang bersifat umum tentang hal itu. Jika kita mengetahui bahwa sebuah rumah dengan desain tertentu berhawa nyaman, maka rumah lain yang desainnya serupa dengan rumah yang pertama kita yakini juga memiliki penghawaan yang nyaman. Makin banyak pengalaman kita tentang desain rumah, makin banyak juga pengetahuan yang bias diperoleh tentang rumah itu sendiri.



16 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



5. Perbedaan antara Empirisisme dengan Rasionalisme No



Kriteria



Empirisme



Rasionalisme



. 1



Sumber pengetahuan Pengetahuan



Akal



2



Logika



Induktif



Deduktif



3



Paham



Pragmatis



Idealis



4



Proses berfikir



Empiri ke abstrak Abstrak ke empiri



5



Hasil temuan



Ideologik (lokal)



Nomotetik (General)



6



Bakat



Tidak diakui



Diakui



7



Paradigma penelitian Fenomonologi



Positisvik, rasionalistik



6.



Pengaruh empirisisme di dalam penelitian



Paham empirisisme banyak digunakan sebagai dasar di dalam proses penemuan pengetahuan. Paradigma penelitian yang berdasarkan pada empirisisme dikenal sebagai 17 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



fenomenologi. Ciri-ciri paradigma fenomenologi ini bisa dikelompokkan menjadi tiga yakni: a. Ciri ontologis: adanya realitas ganda, realitas yang terikat setingnya, konteks natural, menolak menggunakan teori (teori hanya sebagai latar pengetahuan), dan pendekatan holistik. b. Ciri epistemologi: bersatunya ilmuwan dan objek, membangun ilmu lokal/idiografis, adanya hubungan reflektif, memakai metoda induksi, mengakui kebenaran sensual, logik, etik dan transendental c. Ciri aksiologi: terikat nilai /hanya berlaku lokal, kontekstual Di dalam paradigma fenomenologi ini dikenal lima macam metoda penelitian (Sudaryono, 2002), yaitu: metoda etnografi, metoda riset partisipatif, metoda aksi, metoda interaksi simbolik dan metoda naturalistik. Metode pertama sampai keempat lebih sering digunakan oleh ilmuwan sosial khususnya antropologi, sedangkan penelitian arsitektural lebih sering menggunakan metoda naturalistik meskipun secara prinsip dasarnya sama yaitu bersifat grounded research. Oleh 18 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



karena itu, istilah fenomenologi di dalam arsitektur sering juga digantikan atau dianggap sama dengan istilah naturalistik, karena pada dasarnya memiliki pengertian yang sama. Karakteristik penelitian naturalistik menurut Guba dan Lincoln (1985) adalah : a. Konteks natural, yaitu suatu konteks kebulatan menyeluruh yang tak akan difahami dengan membuat isolasi atau eliminasi sehingga terlepas dari konteksnya. 2. manusia merupakan alat utama pengumpul data karena kemampuannya menyesuaikan diri dengan berbagai ragam realitas, dan mampu menangkap makna apalagi untuk mengahadapi nilai lokal yang berbedabeda. b. Pemanfaatan pengetahuan tak terkatakan (misalnya intuisi atau perasaan) karena akan memperkaya yang eksplisit. c. Mengutamakan metoda kualitatif, karena lebih mampu mengungkap realitas ganda, lebih sensitif dan adaptif terhadap berbagai pengaruh timbal-balik.



19 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



d.



pengambilan sampel secara purposif, untuk menekan



kemungkinan munculnya kasus yang menyimpang. Hasil yang dicapai dari pengambilan sampel ini untuk mencari kemungkinan transferabilitas pada kasus lainbukan generalisasi. e. Mengutamakan analisis data induktif daripada deduktif, karena dengan cara tersebut konteksnya akan lebih mudah didekripsikan. f. Menyusun grounded theory yang diangkat dari empiri, yang sesuai dengan konteks idiografik. g. Desain sementara. Sifat naturalistik cenderung memilih penyusunan desain sementara daripada mengkonstruksikannya secara apriori, karena realitas ganda sulit dikerangkakan. h. Hasil yang disepakati antara makna dan tafsir atas data yang diperoleh dengan sumbernya (responden), karena responden lebih memahami konteks lokal daripada peneliti. i. Modus laporan studi kasus untuk menghindari bias yang mungkin muncul dari realitas ganda yang tampil dari interaksi antara peneliti dan responden. 20 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



j. Penafsiran idiografik, baik dalam penafsiran data maupun penarikan kesimpulan, dalam arti keberlakuan khusus. Ini dianggap lebih valid karena peran interaktif berbagai faktor lokal lebih menonjol, begitu juga dengan sistem nilainya. k. Aplikasi tentatif, karena realitas ganda antara peneliti dan resonden bersifat khusus dan tidak bisa diterapkan secara meluas. l. Ikatan konteks terfokus, meskipun ikatan keseluruhan (holistik) tidak dihilangkan tetapi tetap terjaga keberadaannya. m. Kriteria kepercayaan, yaitu kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas dan konfirmabilitas.



B.



Positisme 1.



Pengertian Positivisme



Positifisme berasal dari kata “Positif”. Kata positif disini sama artinya dengan factual, yaitu apa yang berdasarkan faktafakta. Menurut positivisme, pengetahuan kita tidak pernah boleh 21 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



melebihi fakta-fakta. Denmgan demikian, maka ilmu pengetahuan empiris menjadi contoh istimewa dalam bidang pengetahuan. Oleh karena itu, aliran positivisme menolak cabang aliran filsafat metafisika. Menanyakan “hakikat” bendabenda atau “penyebab yang sebenarnya”, termasuk juga filsafat, hanya menyelidiki fakta-fakta. Tugas khusus filsafat hanya mengordinasikan ilmu-ilmu pengetahuan yang beraneka ragam coraknya. Maksud dari positifisme berkaitan erat dengan apa yang dicita-citakan empirisme. Hanya saja berbeda dengan empirisme inggris yang menerima pengalaman batiniyah atau subjektif sebagai sumber pengetahuan, positivisme tidak menerima sumber pengetahuan melalui pengalaman batiniyah tersebut. Ia hanya mengandalkan fakta-fakta belaka. Jadi, Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Positivisme tidak mengenal adanya spekulasi, semua harus didasarkan pada data empiris. Positivisme dianggap bisa memberikan sebuah kunci pencapaian hidup 22 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



manusia dan ia dikatakan merupakan satu-satunya formasi sosial yang benar-benar bisa dipercaya kehandalan dan dan akurasinya dalam kehidupan dan keberadaan masyarakat.



2. Sejarah Perkembangan Positivisme Positivisme adalah salah satu aliran filsafat modern. Secara umum boleh dikatakan bahwa akar sejarah pemikiran positivisme dapat dikembalikan kepada masa Hume (17111776) dan Kant (1724-1804). Hume berpendapat bahwa permasalahan-permasalahan ilmiah haruslah diuji melalui percobaan (aliran Empirisme). Sementara Kant adalah orang yang melaksanakan pendapat Hume ini dengan menyusun Critique of pure reason (Kritik terhadap pikiran murni / aliran Kritisisme). Selain itu Kant juga membuat batasan-batasan wilayah pengetahuan manusia dan aturan-aturan untuk menghukumi pengetahuan tersebut dengan menjadikan pengalaman sebagai porosnya (Ahmad, 2009).



23 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



Istilah Positivisme pertama kali digunakan oleh Saint Simon (sekitar 1825). Prinsip filosofik tentang positivisme dikembangkan pertama kali oleh seorang filosof berkebangsaan Inggeris yang bernama Francis Bacon yang hidup di sekitar abad ke-17 (Muhadjir, 2001). Ia berkeyakinan bahwa tanpa adanya pra asumsi, komprehensi-komprehensi pikiran dan apriori akal tidak boleh menarik kesimpulan dengan logika murni maka dari itu harus melakukan observasi atas hukum alam. Pada paruh kedua abad XIX muncullah Auguste Comte (17981857), seorang filsuf sosial berkebangsaan Perancis, yang menggunakan istilah ini kemudian mematoknya secara mutlak sebagai tahapan paling akhir sesudah tahapan-tahapan agama dan filsafat dalam karya utamanya yang berjudul Course de Philosophie Phositive, Kursus tentang Filsafat Positif (18301842), yang diterbitkan dalam enam jilid (Achmadi, 1997). Melalui tulisan dan pemikirannya ini, Comte bermaksud memberi peringatan kepada para ilmuwan akan perkembangan penting yang terjadi pada perjalanan ilmu ketika pemikiran 24 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



manusia beralih dari fase teologis, menuju fase metafisis, dan terakhir fase positif. Pada fase teologis (tahapan agama dan ketuhanan) diyakini adanya kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur semua gerak dan fungsi yang mengatur alam ini.



3. Tokoh-tokoh Positivisme a. Auguste Comte Bernama lengkap Isidore Marie Auguste Francois Xavier Comte, lahir di Montepellier, perancis, tahun 1798. Keluarganya beragama katolik yang berdarah bangsawan. Meski demikian, Auguste Comte tidak terlalu peduli dengan kebangsawanannya. Dia mendapat pendidikan di Ecole Polytechnique di paris dan lama hidup disana. Dikalangan teman-temannya Auguste Comte adalah mahasiswa yang keras kepala dan suka memberontak, yang meninggalkan ecole sesudah seorang mahasiswa yang memberontak dalam mendukung napoleon dipecat. Auguste Comte memulai karir profesionalnya degan memberi les dalam bidang matematika. Walaupun demikian, 25 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



perhatian yang sebenarnya adalah pada masalah-masalah kemanusiaan dan sosial. Tahun 1844, dua tahun setelah dia menyelesaikan enam jilid karya besarnya yang berjudul course of positive Philosophy, comte bertemu dengan clothilde de Vaux, seorang ibu yang mengubah kehidupan comte. Dia berumur beberapa tahun lebih muda dari pada comte. Wanita tersebut sedang ditinggalkan suaminya ketika bertemu dengan komte pertama kalinya, comte langsung mengetahui bahwa peremuan itu bukan sekedar perempuan. Seyangnya clothilde de Vaux tidak terlalu meluap-luap seperti comte. Walaupun saling berkirim surat cinta beberapa kali, clothilde de Vaux menganggap hubungan itu adalah persaudaraan saja. Akhirnya, dalam suratnya, clothilde de Vaux menerima menjalin hubungan intim suami isteri. Wanita itu terdesak oleh keprihatinan akan kesehatan mental comte. Hubungan intim suami isteri rupanya tidak jadi terlaksana, tetapi perasaan mesra sering diteruskan lewat surat menyurat. Namun, romantika ini tidak berlangsung lama. clothilde de Vaux mengidap penyakit TBC dan hanya beberapa 26 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



bulan sesudah bertemu dengan comte, dia meninggal. Kehidupan comte lalu bergoncang, dia bersumpah membaktikan hidupnya untuk mengenang “bidadarinya” itu. Auguste Comte juga memiliki pemikiran Altruisme. Altruisme merupakan ajaran comte sebagai kelanjutan dari ajarannya tentang tiga zaman. Altruisme diartikan sebagai “menyerahkan diri kepada keseluruhan masyarakat”. Bahkan, bukan “salah satu masyarakat”, melainkan I’humanite “suku bangsa manusia” pada umumnya. Jadi, Altruisme bukan sekedar lawan “egoisme”. (juhaya S. Pradja, 2000 : 91). Keteraturan masyarakat yang dicari dalam positivisme hanya dapat dicapai kalau semua orang dapat menerima altruisme sebagai prinsip dalam tindakan mereka. Sehubungan dengan altruisme ini, comte menganggap bangsa manusia menjadi semacam pengganti Tuhan. Kailahan baru dan positivisme ini disebut Le Grand Eire “Maha Makhluk”. Dalam hal ini comte mengusulkan untuk mengorganisasikan semacam kebaktian untuk If Grand Eire itu lengkap dengan imam-imam, santo-santo, pesta-pesta liturgi, dan lain-lain. Ini sebenarnya 27 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



dapat dikatakan sebagai “Suatu agama Katholik tanpa agama masehi”. Dogma satu-satunya agama ini adalah cinta kasih sebagai prinsip, tata tertib sebagai dasar, kemajuan sebagai tujuan.[6] Perlu diketahui bahwa ketiga tahap atau zaman tersebut diatas menurut Comte tidak hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi peroranga. Misalnya sebagai kanak-kanak seorang teolog, sebagai pemuda menjadi metafisis dan sebagai orang dewasa ia adalah seorang positivis b. John Stuart Mill John Stuart Mill memberikan landasan psikoogis terhadap filsafat positivisme. Karena psikollogi merupakan pengetahuan dasar bagi filsafat. Seperti halnya dengan kaum positif, mill mengakui bahwa satu-satunya yang menjadi sumber pengetahuan ialah pengalaman. Karena itu induksi merupakan metode yang paling dipercaya dalam ilmu pengetahuan.



28 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



4. Tiga Zaman Perkembangan Pemikiran Manusia Titik tolak ajaran comte yang terkenal adalah tanggapannya atas perkembangan pengetahuan manusia, baik perseorangan maupun umat manusia secara keseluruhan. Menurutnya, perkembangan menurut tiga zaman ini merupakan hukum yang tetap. Ketiga zaman itu adalah zaman teologis, zaman metafisis, dan zaman ilmiah atau positif: a. Zaman Teologis Pada zaman teologis, manusia percaya bahwa dibelakang gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Kuasa-kuasa ini dianggap sebagai makhluk yang memiliki rasio dan kehendak seperti manusia, tetapi orang percaya bahwa mereka berada pada tingkatan yang lebih tinggi dari pada makhlukmakhluk insani biasa. Zaman teologis dapat dibagi lagi menjadi tiga periode, yaitu : 1). Animisme : Tahap animesme merupakan tahap paling primitif, karena benda-benda dianggap mempunyai jiwa. 29 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



2). Politisme : Tahap politisme merupakan perkembangan dari tahap pertama. Pada hari ini, menusia percaya pada dewa yang masing-masing menguasai suatu lapangan tertentu ; dewa laut, dewa gunung, dewa halilintar, dan sebagainya 3). Monoteisme : tahap monoteisme ini lebih tinggi dari pada dua tahap sebelumnya, karena pada tahap ini, menusia hanya memandang satu tuhan sebagai penguasa. b. Zaman Metafisis Pada zaman ini, kuasa-kuasa adikodrati dengan konsep dan prinsip yang abstrak, seperti “kodrat” dan “penyadap”. Metafisika pada zaman ini dijunjung tinggi. c. Zaman Positif Zaman ini dianggap comte sebagai zaman tertinggi dari kehidupan manusia. Alasannya ialah pada zaman ini tidak lagi ada usaha manusia untuk mencari penyebab-penyebab yang terdapat di belakang fakta-fakta. Manusia kini telah membatasi diri dalam penyelidikannya pada fakta-fakta. Manusia kini telah membatasi diri dalam penyelidikannya pada fakta-fakta yang 30 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



disajikan kepadanya. Atas dasar observasi dan dengan menggunakan rasionya, manusia berusaha menetapkan relasi atau hubungan persamaan dan urutan yang terdapat antara faktafakta. Pada zaman terakhir inilah dihasilkan ilmu pengetahuan dalam arti yang sebenarnya. Hukum tiga zaman tidak saja berlaku pada manusia sebagai anak manusia berada pada zaman teologis, pada masa remaja, ia masuk zaman metafisis dan pada masa dewasa, ia memasuki zaman positif. Demikian pula, ilmu pengetahuan berkembang mengikuti tiga zaman tersebut yang akhirnya mencapai puncak kematangannya pada zaman positif.



C. Pragmatisme 1. Pengertian Pragmatisme Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat31 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Dua Aliran ini bersedia menerima segala sesutau, asal saja hanya membawa akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan demikian, patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup praktis”. Kata pragmatisme sering sekali diucapkan orang. Orang-orang menyebut kata ini biasanya dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, Rencana ini kurang pragmatis, maka maksudnya ialah rancangan itu kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tetapi belum menggambarkan keseluruhan pengertian pragmatisme. Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak 32 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua. Pragmatisme dalam perkembangannya mengalami perbedaan kesimpulan walaupun berangkat dari gagasan asal yang sama. Kendati demikian, ada tiga patokan yang disetujui aliran pragmatisme yaitu, menolak segala intelektualisme, absolutisme, serta meremehkan logika formal. 2. Sejarah Filsafat Pragmatisme Istilah pragamatisme sebenarnya diambil oleh C.S. Peirce dari Immanuel Kant. Kant sendiri memberi nama "keyakinankeyakinan hipotesa tertentu yang mencakup penggunaan suatu sarana yang merupakan suatu kemungkinan real untuk mencapaitujuan tertentu”. Manusia memiliki keyakinankeyakinan yang berguna tetapi hanya bersifat kemungkinan belaka, sebagaimana dimiliki oleh seorang dokter yang memberi resep untuk menyembuhkan penyakit tertentu. Tetapi Kant baru melihat bahwa keyakinan-keyakinan pragmatis atau berguna 33 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



seperti itu dapat di terapkan. Misalnya dalam penggunaan obat atau semacamnya. la belum menyadari bahwa keyakinan seperti itu juga cocok untuk filsafat. menurut Peirce, sangat lemah dalam metode yang akan memberi arti kepada ide-ide filosofis dalam rangka eksperimental serta metode yang akan menyusul dan memperluas ide-ide dan kesimpulan-kesimpulan sampai mencakup fakta-fakta baru. Metafisika dan logika tradisional hanya mengajukan teori-teori yang tertutup dan murni tentang arti, kebenaran, dan alam semesta. Pendeknya, Filsafat tradisional tidakmenambah sesuatu yang baru. Dengan sistemnya yang tertutup tentang kebenaran yangabsolut, filsafat tradisional lebih menutup jalan untuk diadakan penyelidikan dan bukannya membawa kemajuan bagi filsafat dan ilmu pengetahuan. Dalam rangka itulah Peirce mencoba merintis suatu pemikiran filosofis baru yang berbeda dari pemikiran filosofis tradisional. Pemikiran filosofis yang baru ini diberi nama Pragmatisme. Pragmatisme lalu dikenal pada permulaannya



34 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



sebagai usaha Peirce untuk merintis suatu metode bagi pemikiran filosofis sebagaimana yang dikehendaki di atas. Pragmatisme merupakan bagian sentral dari usaha membuat filsafat tradisional menjadiilmiah. Tetapi untuk merevisi seluruh pemikiran filosofis tradisional bukan suatu hal yang mudah. Untuk maksud benar-benar dibutuhkan revisi dalam logika dan metafisikayang merupakan dasar filsafat. Dengan demikian, progmatisme muncul sebagai usaha refleksi analitis dan filosofis mengenai kehidupan Amerika sendiri yang dibuat oleh orang Amerika di Amerika sebagai suatu bentuk pengalaman mendasar, dan meninggalkan jejaknya pada setiap kehidupan Amerika. Oleh karena itu ada suatu alasan yang kuat untuk meyakini bahwa pragmatisme mewakili suatu pandangan asli Amerika tentang hidup dan dunia. Atau lebih tepat jika dikatakan bahwa pragmatisme mengkristalisasikan keyakinan-keyakinan dan sikap-sikap yang telah menentukan perkembangan Amerika sebagaimana menggejala dalam berbagai aspek kehidupannya, misalnya



35 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



dalam penerapanteknologi, kebijaksanaan-kebijaksanaan politik pemerintah, dan sebagainya. 3. Tokoh-tokoh Filsafat Pragmatisme a. William James (1842-1910 M) William James lahir di New York pada tahun 1842 M, anak Henry James, Sr. ayahnya adalah orang yang terkenal, berkebudayaan tinggi, pemikir yang kreatif. Selain kaya, keluarganya memang dibekali dengan kemampuan intelektual yang tinggi. Keluarganya juga menerapkan humanisme dalam kehidupan serta mengembangkannya. Ayah James rajin mempelajari manusia dan agama. Pokoknya, kehidupan James penuh dengan masa belajar yang dibarengi dengan usaha kreatif untyuk menjawab berbagai masalah yang berkenaan dengan kehidupan. Karya-karyanya antara lain, Tha Principles of Psychology (1890), Thee Will to Believe (1897), The Varietes of Religious Experience (1902) dan Pragmatism (1907). Di dalam bukunya The Meaning of Truth, Arti Kebenaran, James mengemukakan 36 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam pengembangan itu senantiasa berubah, karena di dalam prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tidak ada kebenaran mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran (artinya, dalam bentuk jamak) yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah oleh poengalaman berikutnya. Nilai pengalaman dalam pragmatisme tergantung pada akibatnya, kepada kerjanya artinya tergantung keberhasilan dari perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu. Pertimbangan itu benar jikalau bermanfaat bagi pelakunya, jika memperkaya hidup serta kemungkinan-kemungkinan hidup. Di dalam bukunya, The Varietes of Religious Experience atau keanekaragaman pengalaman keagamaan, James mengemukakan bahwa gejala keagamaan itu berasal dari kebutuhan-kebutuhan perorangan yang tidak disadari, yang 37 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



mengungkapkan diri di dalam kesadaran dengan cara yang berlainan. Barangkali di dalam bawah sadar kita, kita menjumpai suatu relitas cosmis yang lebih tinggi tetapi hanya sebuah kemungkinan saja. Sebab tiada sesuatu yang dapat meneguhkan hal itu secara mutlak. Bagi orang perorangan, kepercayaan terhadap suatu realitas cosmis yang lebih tinggi merupakan nilai subjektif yang relatif, sepanjang kepercayaan itu memberikan kepercayaan penghiburan rohani, penguatan keberanian hidup, perasaan damain keamanan dan kasih kepada sesama dan lain-lain. James membawakan pragmatisme. Isme ini diturunkan kepada Dewey yang mempraktekkannya dalam pendidikan. Pendidikan menghasilkan orang Amerika sekarang. Dengan kata lain, orang yang paling bertanggung jawab terhadap generasi Amerika sekarang adalah William James dan John Dewey. Apa yang paling merusak dari filsafat mereka itu? Satu saja yang kita sebut: Pandangan bahwa tidak ada hukum moral umum, tidak ada kebenaran umum, semua kebenaran belum final. Ini berakibat subyektivisme, individualisme, dan dua ini 38 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



saja sudah cukup untuk mengguncangkan kehidupan, mengancam kemanusiaan, bahkan manusianya itu sendiri. b. John Dewey (1859-1952 M) Sekalipun Dewey bekerja terlepas dari William James, namun menghasilkan pemikiran yang menampakkan persamaan dengan gagasan James. Dewey adalah seorang yang pragmatis. Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi. Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiranpemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya. Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah instrumentalisme. Pengalaman adalah salah satu kunci dalam filsafat instrumentalisme. Oleh karena itu filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara aktif-kritis. Dengan



39 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



demikian, filsafat akan dapat menyusun sistem norma-norma dan nilai-nilai. Instrumentalisme ialah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbanganpertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu berfungsi dala penemuanpenemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan. Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap Dewey ini dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek dari yang kita namakan instrumentalisme. Pertama, kata “temporalisme” yang berarti bahwa ada gerak dan kemajuan nyata dalam waktu. Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak pada hari kemarin. Ketiga, milionarisme, berarti bahwa dunia dapat diubah lebih baik dengan tenaga kita. Pandangan ini dianut oleh William James. 40 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



BAB III PENUTUP



A.



Kesimpulan Empiria yang berarti pengalaman indrawi. Oleh karena



itu objek yang diperoleh dari pengalaman tersebut diolah oleh akal, Karena menurut penganut aliran ini, pengalamanlah yang memberikan kepastian yang diambil dari dunia fakta. Tokohtokoh penganut ini antara lain adalah Francis Bacon de Verulam (1561-1626), Thomas Hobes (1588-1679), John Locke (16321704), George Berkeley (1685-1753), David Hume (17111776). Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisika. Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi 41 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan. Pada dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat yang menyakini bahwa satu-satunya pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman aktualfisikal. Pengetahuan demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui metode saintifik yang ketat, yang karenanya spekulasi metafisis dihindari. Positivisme, dalam pengertian di atas dan sebagai pendekatan telah dikenal sejak Yunani Kuno. Terminologi positivisme dicetuskan pada pertengahan abad ke19 oleh salah satu pendiri ilmu sosiologi yaitu Auguste Comte. Comte percaya bahwa dalam alam pikiran manusia melewati tiga tahapan historis yaitu teologi, metadisik, dan ilmiah. Tokoh-tokoh yang menganut paham positivisme antara lain, Auguste Comte (1798–1857), John Stuart Mill (1806–1873), H. Taine (1828–1893), Emile Durkheim (1852–1917).



42 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



Kata pragmatisme sering sekali diucapkan orang. Orangorang menyebut kata ini biasanya dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, Rencana ini kurang pragmatis, maka maksudnya ialah rancangan itu kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tetapi belum menggambarkan keseluruhan pengertian pragmatisme. Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua. Tokoh-tokoh penganut aliran pragmatisme antara lain adalah



William



James (1842-1910 M), dan John Dewey (1859-1952 M).



43 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



B.



Saran Semoga dengan adanya makalah ini dapat menjadikan



kita lebih memahami diantara sumber aliran filsafat modern yang biasa memberikan kekuasaan bagi adanya bahan-bahan yang bersifat pengalaman. Semoga makalah dapat menjadi pedoman yang bersifat untuk menambah wawasan pengetahuan dan acuan pemahaman yang lebih dalam sebagai wadah untuk menampung ilmu.



44 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e



DAFTAR PUSTAKA Praja, Juhaya S, Prof. Dr. 2003. Aliran-aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sativa. 2011. Empirisme, Sebuah Pendekatan Penelitian Arsitektual. Yogyakarta: Jurnal Empirisme, Sebuah Pendekatan. Vol. VII No. 2, hal. 115-123 . Prabowo, Galeh. 2017. Positivisme dan Strukturalisme: Sebuah Perbandingan Epistemologi dalam Ilmu Sosial . Semarang: Jurnal Sosiologi Walisongo. Vol. 1 No.1, hal. 34.



45 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e