FIX LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI I Vyo [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI I FARMAKOTERAPI PASIEN GANGGUAN DISPEPSIA



Disusun Oleh : Nama



: Sisis Vyola Festihawa Zeyla Aulia Zein Sartika Yohana Yosfian Junianto



I1C016004 I1C016016 I1C016056 I1C016064 I1C016086



Dosen Pembimbing Praktikum : Esti Dyah Utami, M. Sc., Apt. Asisten Praktikum : Fajri Rifki Widyartha Tanggal diskusi kelompok : 27 September 2018 Tanggal presentasi diskusi dosen : 4 Oktober 2018



LABORATORIUM FARMASI KLINIK JURUSAN FARMASIFAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PURWOKERTO 2018 FARMAKOTERAPI PASIEN GANGGUAN GASTROINTESTINAL



A. KASUS 1. Data Klinik Nama Jenis kelamin Umur TB MRS Ruangan Keluhan



: Tn. Sj : Laki-laki : 61 th :: 23 Juni 2018 :: Utama : Sesak napas, perut kaku. Tambahan : Mual, 8 hari tidak BAB, ulu hati sakit, demam, dan susah untuk makan. Diagnosa : Sindroma Dispepsia Riwayat Penyakit : Riwayat Obat :Riwayat Alergi : -



2. Profil Assesment Fisik Tanggal TTV



23/6



24/6



25/6



26/6



27/6



28/6



29/6



30/6



1/7



TD



140/ 90



130/ 90



120/ 80



120/ 80



140/ 90



140/ 90



140/ 80



180/ 90



12 0/8 0



N



84



84



82



80



81



84



88



88



80



24



20



36



36



36,4



36,7



36



36



+



+



+



+



+



+



RR Suhu



37,3



37,4



36,2



Nyeri + Ulu hati Sesak



+



Mual



+



+



Demam



+



+



+



3. Data Laboratorium Pemeriksaan



Satuan



Tanggal



23/6



24/6



27/6



28/6



29/6



30/6



Na+



136



124



149



K+



2,9



4,2



5,1



Cl-



103



96



114



Hb



17,7



17,3



14,3



Hct



52,4



45,4



43,4



Leukosit



18.200



17.600



9400



Trombosit



194.000



170.000



204.000



B. DASAR TEORI 1. PATOFISIOLOGI Dispepsia Dispepsia adalah perasaan tidak nyaman atau nyeri pada abdomen bagian atas atau dada bagian bawah. Salah cerna (indigestion) mungkin digunakan oleh pasien untuk menggambarkan dispepsia, gejala regurgitasi atau flatus (Grace, 2006). Dispepsia merupakan suatu gejala yang di tandai dengan nyeri ulu hati, rasa mual dan kembung. Dispepsia diawali oleh mukosa lambung yang mengalami pengikisan akibat konsumsi alkohol, obat-obatan antiiflamasi nonsteroid, infeksi H. pylori. Pengikisan ini dapat menimbulkan reaksi peradangan. Inflamasi pada lambung juga dapat dipicu oleh peningkatan sekresi asam lambung. Ion H+ yang merupakan susunan utama asam lambung diproduksi oleh sel parietal lambung dapat dipicu oleh peningkatan rangsangan persyarafan, misalnya dalam kondisi cemas, sters, marah melalui serabut parasimpatik vagus akan terjadi peningkatan trsnsmitter asetilkolin, histamine, gastrin relasing peptide yang dapat meningkatan sekresi lambung. Peningkatan ion H+ ynag tidak diikuti peningkatan penawarnya seperti prostaglandin, HCO3+, mukus akan menjadikan lapisan mukosa lambung tergerus terjadi reaksi inflamasi (Sukarmin, 2011). Peningkatan sekresi lambung dapat memicu rangsangan serabut aferen nervus yang menuju medulla oblongata melalui kemoreseptor yang banyak mengandung neurotransmitter epinefrin, serotonin, GABA sehingga lambung teraktivasi oleh rasa mual dan muntah. Mual dan muntah mengakibatkan berkurangnya asupan nutrisi (Sukarmin, 2011).



2. GUIDELINE TERAPI



PENATALAKSANAAN KASUS DAN PEMBAHASAN SOAP 1. SUBJECTIVE Nama : Tn.Sj Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 61 th TB :MRS : 23 Juni 2018 Ruangan :Keluhan Umum : Utama : Sesak napas, perut kaku. Tambahan : Mual, 8 hari tidak BAB, ulu hati sakit, demam, dan susah untuk makan. Diagnosa : Sindroma Dispepsia Riwayat Penyakit : Riwayat Obat :-



Riwayat Alergi :2. OBJECTIVE a. PEMERIKSAAN FISIK Tanggal TTV



Interpretasi



23/6 24/6



25/6



26/6



27/6



28/6



29/6



30/6



1/7



TD



140/ 130/ 90 90



120/ 80



120/ 80



140/ 90



140/ 90



140/ 80



180/ 90



120 /80



N



84



82



80



81



84



88



88



80



24



20



36



36



36,4



36,7



36



36



84



RR Suhu



37,3



37,4



Nyeri Ulu hati



+



Sesak



+



Mual



+



+



Dema m



+



+



36,2



Tekanan darah naik melebihi normal (120/80 mmHg)



Suhu tubuh dapat dikatakan normal Muncul gejala dyspepsia



+



+



+



+



+



+



+



Gejala dispepsia



b. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pemeriksaan



Satuan



Tanggal 23/6



24/6



27/6



Interpretasi 28/ 29/ 30/ 6 6 6



Na+



13 6



12 4



149



Na normal



K+



2,9



4,2



5,1



K naik normal



Cl-



10 3



96



114



Cl normal



Hb



17,7



17,3



14,3



Hb turun



namun normal Hct



52,4



45,4



43,4



Hct turun namun normal



Leukosit



18.200



17.600



9400



Leukosit turun menjadi normal



Trombosit



194.000



170.000



204.000



Normal



3. ASSESSMENT Diagnosa pasien Problem medik pasien



: Dispepsia : Dispepsia, Hipertensi, Mual, Konstipasi kronik.



Assessment Problem Medik pada Pasien



Subjektif



Objektif



Assessment



Terapi Farmakologi



Perut kaku, ulu hati sakit, susah untuk makan, mengalami mual selama 6 hari berturutturut, 8 hari tidak dapat BAB, sesak nafas, dan demam.



Tanggal: - 23/6/18 TD: 140/90 mmHg Leukosit: 18.200



- Dibutuhkan obat untuk menurunkan kadar asam lambung golongan PPI atau H2RA (Dipiro et al., 2008). - Dibutuhkan obat untuk mengatasi mual menggunakan obat golongan antagonis Dopamin D2 (Suryono et al., 2009). - Dibutuhkan obat untuk memperlancar defekasi dari golongan obat laksatif pembentuk massa ( Dipiro et al., 2008). - Dibutuhkan obat antihipertensi golongan ACE Inhibitor kombinasi dengan golongan thiazid (Dipiro et al., 2008).



- Pengaturan makan dan minum, seperti tidak minum soda dan alkohol ( Dipiro et al., 2008). - Hindari makanan berminyak, berdaging, pedas, dan asam (Sukandar, 2008). - Berolahraga, memperbanyak asupan serat, memperbanyak konsumsi air mineral (Dipiro et al., 2008). - Mengurangi berat badan, mengurangi konsumsi garam, dan melakukan olahraga ( Dipiro et al., 2008).



- 24/6/18 TD: 130/90 mmHg Leukosit: 17.600 - 27/6/18 TD: 140/90 mmHg - 28/6/18 TD: 140/90 mmHg Kadar K+ : 2,6 - 29/6/18 TD: 140/80 mmHg - 30/6/18 TD: 180/90 mmHg



Non



4. PLAN a. Tujuan Terapi 1. Menurunkan kadar asam lambung 2. Mengurangi rasa mual 3. Melancarkan defekasi 4. Menurunkan tekanan darah b. Terapi Non Farmakologis 1. Dispepsia: Pengaturan makan dan minum, seperti tidak minum soda dan alkohol ( Dipiro et al., 2012). 2. Mual: Hindari makanan berminyak, berdaging, pedas, dan asam (Sukandar, 2012). 3. Konstipasi kronik: Berolahraga, memperbanyak asupan serat, memperbanyak konsumsi air mineral (Dipiro et al., 2012). 4. Hipertensi: Mengurangi berat badan, mengurangi konsumsi garam, dan melakukan olahraga ( Dipiro et al., 2012). c. Terapi Farmakologis Terapi farmakologis menggunakan prinsip 4T 1W 1. Tepat Indikasi Berdasarkan data subjektif dan objektif yang diperoleh dari rekam medis, pasien Tn. Sj (61 tahun) memiliki keluhan utama yaitu sesak napas, dan perut kaku serta keluhan tambahan yaitu mual, 8 hari tidak BAB, ulu hati sakit, demam, dan susah untuk makan sehingga pasien didiagnosis sindroma dispepsia. Gejala yang umum yang terjadi pada dispepsia ditandai dengan nyeri ulu hati, rasa mual dan kembung (Dipiro et al, 2012).



Gambar 2. Algoritma tata laksana dispepsia (Dipiro et, al, 2012) Berdasarkan algoritma tata laksana terapi dispepsia (Gambar 2.), pasien dapat diterapi dengan PPI (Proton Pump Inhibitor). PPI dipilih karena memiliki efektivitas yang lebih baik dibandingan dengan H2RA (Akihito et al., 2009). Pasien diasumsikan tidak terinfeksi H. pylori karena pasien tidak mengalami tanda-tanda infeksi yang disertai dengan peningkatan nilai leukosit (Atmaja et. al, 2016). Jika pasien sedang mengonsumsi NSAID maka dihentikan terlebih dahulu, namun pasien sedang tidak mengonsumsi NSAID. Jadi, pasien diterapi dengan obat golongan PPI. PPI secara spesifik dapat menghambat kanal H+/K+-ATPase di sel parietal lambung sehingga menghasilkan daya inhibisi yang kuat dan terus-menerus terhadap sekresi asam lambung dan mempercepat penyembuhan (Dipiro et al., 2012). Pasien mengalami penurunan nilai Hb tetapi masih dalam batas normal, sehingga mengindikasikan pasien tidak mengalami anemia (normal). Hal tersebut sesuai dengan nilai tingkat keparahan anemia menurut WHO (Tabel 1).



Tabel 1. Nilai Tingkat Keparahan Anemia (Paul and Nesbitt, 2016). Pada data klinik pasien terdapat nilai tekanan darah yang lebih dari nilai normal (120/80 mmHg). Hal ini mengindikasikan bahwa pasien didiagnosis mengalami hipertensi. Berdasarkan tabel 2, pasien mengalami hipertensi stage 1. Tetapi pada tanggal 30 Juni, pasien mengalami hipertensi stage 2. Sehingga pasien membutuhkan terapi antihipertensi dengan golongan Obat Ca Channel Blocker (Tariq Javed et al., 2018).



Tabel



2.



Nilai Tingkat Keparahan Hipertensi (Tariq Javed et al., 2018).



Menurut keluhan pasien, pasien mengalami mual selama 6 hari berturut-turut. Gejala ini mengindikasikan bahwa pasien mengalami dispepsia (Dipiro et al., 2012). Untuk menghilangkan gejala mual, diperlukan terapi menggunakan obat golongan prokinetik (Yang et al., 2017). Pada kasus ini pasien juga mengeluh tidak dapat BAB selama 8 hari, hal ini menunjukkan bahwa pasien mengalami konsitipasi. Untuk menghilangkan gejala ini, pasien perlu diterapi menggunakn obat laksatif pembentuk massa (Al Almomani et al., 2017) 2. Tepat Obat Pada pasien yang didiagnosis dispepsia, umumnya diterapi menggunakan lansoprazole ataupun omeprazole. Namun lansoprazole memiliki bioavailabilitas yang lebih tinggi dibandingkan omeprazole, esomeprazole, dexlansoprazole, pantoprazole, dan rabeprazole sehingga ketersediaan hayati di dalam tubuh lebih banyak dibandingkan PPI yang



lain (Strand et al., 2016). Omeprazole dan lansoprazole telah terbukti efektif untuk pengobatan dispepsia. Namun, lansoprazole (1× 30 mg) lebih efektif daripada omeprazole (1× 20 mg) yang dilihat dari indeks NDI (Nepean Dyspepsia Index). NDI merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur gejala dan kualitas hidup pasien dispepsia meliputi kemampuan makan dan minum, tension, pengetahuan, kerja atau belajar, dan keterbatasan aktivitas sehari-hari (Achmad, 2011). Dari beberapa jurnal tersebut dapat disimpulkan bahwa Lansoprazole tepat digunakan untuk terapi dispepsia. Berdasarkan Impact Guidelines: Medical Management Of Constipation In The Older Person (Gibson et al., 2010), laksatif osmotik merupakan first line terapi. Namun laktulosa menunjukkan bahwa lebih efektif daripada placebo pada pasien usia lanjut. Menurut Woodward et al. (2002), laktulosa dan sorbitol dapat digunakan pada terapi konstipasi berat pada pasien usia lanjut. Namun penggunaan laktulosa lebih disarankan karena memiliki efektivitas yang lebih baik dan lebih aman digunakan pada pasien geriatri dibandingkan dengan sorbitol (Izzy, 2015). Pada terapi hipertensi, Amlodipine dipilih karena dinilai lebih efektif dibandingkan obat antihipertensi golongan lain seperti diuretik, beta blocker, ARB dan ACE inhibitor juga dengan dibandingkan dengan obat dalam golongan Ca Channel Blocker itu sendiri (nicardipne, nifedipine, nisoldipine, nitrenidipine) walaupun amlodipine memiliki faktor resiko terhadap kegagalan jantung namun memiliki faktor resiko yang rendah pada resiko stroke sehingga dinilai dapat lebih melindungi dari efek samping berbahaya karena penggunaan jangka panjang (Sandip et al., 2018). Terapi untuk mual dapat digunakan obat metoklopramid, trimebutin, domperidone, itoprid dan acotiamid. Namun pada kasus ini, dipilih Metoklopramid untuk terapi Tn. Sj. Hal ini dikarenakan metoklopramid memiliki efektivitas yang lebih baik dibandingkan dengan trimebutin, domperidon, itoprid dan acotiamid (Yang et al., 2017). 3. Tepat Pasien Lansoprazole dapat berinteraksi dengan obat kontrasepsi oral, phenytoin, dan warfarin (MIMS, 2016). Namun, pasien Tn. Sj tidak sedang mengonsumsi obat tersebut sehingga tepat digunakan untuk pasien tersebut. Pasien juga tidak memiliki riwayat hipersensitivitas sehingga aman digunakan untuk pasien Tn. Sj. Laktulosa dapat berinteraksi dengan antasida, neomycin, dan obat oral anti infeksi. Penggunaan obat laksatif lainnya dapat menyebabkan tidak berefeknya laktulosa (MIMS, 2016). Namun Tn. Sj tidak sedang mengonsumsi obat tersebut sehingga tepat digunakan untuk pasien Tn. Sj.



Penggunaan Amlodipine yang bersamaan dengan obat CYP3A4 inihibitor dapat meningkatkan konsentrasi plasma dan juga penggunaan yang bersamaan dengan simvastatin dapat beresiko terjainya miopati dan juga rhabdomiolisis (MIMS, 2016). Namun Tn. Sj tidak sedang mengonsumsi obat tersebut sehingga tepat digunakan untuk pasien Tn. Sj. Terapi mual menggunakan metoklopramid jika digunakan bersamaan dengan obat golongan serotonergic (SSRIs) dapat meningkatkan risiko dari sindrom serotonin (MIMS, 2016). Namun Tn. Sj tidak sedang mengonsumsi obat tersebut sehingga tepat digunakan untuk pasien Tn. Sj. 4. Tepat Dosis Lansoprazole yang efektif untuk terapi dispepsia dan ulcer duodenal adalah 1× 30 mg atau 30 mg/hari (Achmad, 2011). Durasi pengobatan yang efektif untuk terapi ulcer duodenal yaitu 4 minggu (MIMS, 2016). Laktulosa yang efektif pada terapi pasien geriatri dengan konstipasi akut, adalah 1x 15 ml/ hari (1 sendok makan). Durasi pengobatan yang efekteif untuk terapi konstipasi akut yaitu hingga pasien mengalami defekasi (MIMS,2016). Amlodipine yang efektif pada terapi hipertensi pasien geriatri adalah 1x 1 tablet 5mg/ hari (MIMS,2016). Penggunaan metoklopramid pada terapi mual untuk pasien geriatri yang efektif adalah 4x 10mg/ hari (MIMS,2016). 5. Waspada Efek Samping Obat Efek samping obat yang mungkin ditimbulkan dari Lansoprazole yaitu sakit kepala, diare, reaksi anafilaksis, astenia, dan demam (MIMS, 2016). Efek samping laktulosa yang mungkin dapat terjadi yaitu flatulens, perut kaku, dan perut terasa tidak enak (MIMS, 2016). Efek samping dari amlodipine yang mungkin dapat terjadi yaitu sakit kepala, palpitasi, dan nyeri sendi (MIMS, 2016). Efek samping dari metoklopramid yang mungkin dapat terjadi yaitu halusinasi, bingung dan gemetar berlebih (MIMS, 2016).



6. KIE A. KIE untuk pasien - Mematuhi penggunaan obat dengan tepat untuk memberikan efektitis maksimal. - Menghindari makanan dan minuman yang dapat meningkatkan asam lambung, makanan pedas, asam, kopi, soda, dan alkohol. Serta mengurangi konsumsi makanan yang mengandung garam berlebih. - Memperbaiki posisi tidur.



B. KIE untuk tenaga kesehatan yang merawat pasien - Melakukan endoskopi yaitu pemeriksaan penunjang pilhan pertama pada pasien dispepsia - Memantau tekanan darah pasien. C. KIE untuk keluarga pasien - Memantau pola hidup dan makan pasien. - Menjelaskan obat-obat yang harus digunakan, indikasi, kontraindikasi cara penggunaan, dosis, dan waktu penggunaan. 7. Monitoring Monitoring Obat



Keberhasilan



Lanzoprazole 1x Hilangnya 30 mg atau 30 efek nyeri mg/ hari abdomen, mual, dan muntah



Target keberhasilan



ESO Sakit kepala, diare, reaksi anafilaksis, astenia, dan demam (MIMS, 2016).



Rasa sakit akibat ulkus duodenal dan dyspepsia hilang setelah 4 minggu dan asam lambung kembali normal



Laktulosa 1x 15 Defekasi Flatulens, perut ml/ hari pasien lancar kaku, dan perut terasa tidak enak (MIMS, 2016)



Pasien dapat melakukan defekasi 48 jam setelah pemeberian terapi laktulosa.



Amlodipine 1x Menurunkan Sakit kepala, Menjaga tekanan darah 1 tablet 5mg/ tekanan palpitasi, dan nyeri tetap dalam batas normal hari darah sendi (MIMS, yaitu 120/80 mmHg. menjadi 2016) tekanan darah normal Metoklopramid 4x 10mg/ hari



Menghilangk Halusinasi, Hilangnya rasa mual an gejala bingung dan setelah pemberian terapi. mual gemetar berlebih (MIMS, 2016)



KESIMPULAN a. Problem medik pasien sesuai dengan diagnosis adalah dispepsia, dengan problem medik lain berupa konstipasi, hipertensi, dan mual. b. Penatalaksanaan terapi farmakologis untuk mengatasi dispepsia adalah lanzoprazole sebagai proton pum inhibitor 1x 30 mg atau 30 mg/ hari. Hipertensi dengan meminum obat amlodipine 1 tablet 5mg/hari, pada konstipasi diberikan laktulosa 15 mL/hari dan pada pengatasan nusea adalah dengan metoclopramide sebagai Prokinetic.



DAFTAR PUSTAKA Al-Momani, L. A., Arikapudi, S., Gaddam, S., Treece, J., Rashid, S., & Baumrucker, S. (2018). Home-Based Treatment for Chronic Constipation. Home Health Care Management & Practice, 30(2), 93-98. Anisyah Achmad (2011) ‘Effectiveness Omeprazole And Lansoprazole in Dyspepsia Patient With Nepean Dyspepsia Index’, Folia Medica Indonesiana, 47(1), pp. 15–19.



Atmaja, S., Radius K., Freddy D. 2016. Pemeriksaan Laboratorium untuk Membedakan Infeksi Bakteri dan Infeksi Virus. CDK-241. Vol 43. Dipiro, Joseph, et al, (2012)’ Pharmacoterapy A Pathophysyologic Approach’. Ed 8. New York : Mc Graw-Hill Gibson, P. R., & Shepherd, S. J. (2010). Evidence‐based dietary management of functional gastrointestinal symptoms: the FODMAP approach. Journal of gastroenterology and hepatology, 25(2), 252-258. Grace, A Pierce dan Neil, R Borley, (2011)’At a Glance Ilmu Bedah. Edisi 3, Penerjemah dr. Vidhia Umamii. Jakarta : Erlangga Izzy Manhal, 2015. Review of efficacy and safety of laxatives use in geriatics. World J Gastrointest Pharmacol Ther. 7 (2):334-342. Javed, T. (2018). Risk factors, pathophysiology and management of hypertension. Int J Pharm Sci & Scient Res, 4, 5-49. MIMS, (2016)’ MIMS’. Jakarta : Bhakti Husada Nagahara, A., Asaoka, D., Hojo, M., Oguro, M., Shimada, Y., Ishikawa, D., ... & Watanabe, S. (2010). Observational comparative trial of the efficacy of proton pump inhibitors versus histamine‐2



receptor



antagonists



for



uninvestigated



dyspepsia.



Journal



of



gastroenterology and hepatology, 25, S122-S128. Paul, B. and Nesbitt, I. D. (2016) ‘Anaemia and blood transfusion’, Surgery (United Kingdom). Elsevier Ltd, 34(2), pp. 66–73. doi: 10.1016/j.mpsur.2015.11.007. Sandip, C., Yangchen, S. L., Amir, S., Rezza, J. K. S., & Hisatomi, A. (2018). Effects of Longand Intermediate-Acting Dihydropyridine Calcium Channel Blockers in Hypertension: A Systematic Review and Meta-Analysis of 18 Prospective, Randomized, Actively Controlled Trials. Journal of cardiovascular pharmacology and therapeutics, 1074248418771341. Strand, D. et al. (2016) ‘25 Years of Proton Pump Inhibitors: A Comprehensive Review’, Gut and Liver, 11(1), pp. 1–11. doi: 10.5009/gnl15502 Sukarmin, Sujono Riyadi. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta : Graha Ilmu



Yang, Y. J., Bang, C. S., Baik, G. H., Park, T. Y., Shin, S. P., Suk, K. T., & Kim, D. J. (2017). Prokinetics for the treatment of functional dyspepsia: Bayesian network meta-analysis. BMC gastroenterology, 17(1), 83.